• Tidak ada hasil yang ditemukan

Layanan ekosistem

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROFORESTRI p1 (Halaman 142-145)

PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia

KARBON DI DAS JANGKOK PULAU LOMBOK

3. Hasil penelitian

3.2. Layanan ekosistem

3.2.1. Perbaikan hidrologi tanah

Menurut persepsi petani di DAS Konto tanda- tanda tanah subur adalah tanah yang gembur dan mudah diolah serta banyak cacing dan humusnya. Hal tersebut sudah banyak dikenal petani, namun demikian peran cacing tanah yang bisa membuat liang dalam tanah masih belum banyak diketahui petani, karena sulit dilihat dengan kasat mata.

Berdasarkan hasil inventarisasi cacing tanah di musim penghujan pada lima macam penggunaan lahan di Ngantang ditemukan 12 spesies cacing tanah dari 3 famili yaitu Megascolicidae, Lumbricidae dan Moniligastridae. Jumlah temuan spesies tertinggi diperoleh di kebun kopi multistrata dan kopi dengan naungan pinus masing-masing sebanyak 7 spesies. Pada hutan terganggu hanya ditemukan 4 spesies sama dengan jumlah temuan yang diperoleh di kopi dengan naungan Gliricidia. Sedang jumlah temuan terendah (3 spesies) terdapat di hutan bambu.

Sama halnya dengan pohon di hutan, pohon-pohon dalam sistem agroforestri juga memproduksi seresah yang sangat membantu dalam mempertahakan layanan lingkungan tanah. Seresah pada permukaan tanah bermanfaat untuk mempertahankan kegemburan tanah melalui perlindungan permukaan tanah dari pukulan langsung tetesan air hujan dan menyediakan makanan bagi

cacing ‘penggali tanah‘ (Hairiah et al., 2006a), sehingga agregat tanah tidak mudah rusak maka pori makro tetap terjaga. Pada percobaan ini, peningkatan porositas tanah di DAS Kalikonto sebagian adalah berhubungan dengan meningkatnya nisbah biomasa dan populasi cacing jenis penggali tanah (Gambar

2). Temuan ini sejalan dengan temuan di kebun kopi di Sumberjaya (Hairiah et al., 2006a) yang diikuti dengan peningkatan infiltrasi air tanah (Saputra et al.,2011) dan mengurangi limpasan permukaan serta erosi (Widianto et al., 2004).

Gambar 2.Hubungan antara nisbah biomasa dan populasi (nisbah B/P) cacing tanah dengan jumlah pori makro di berbagai jenis penggunaan lahan di DAS Konto

3.2.2. Pengendalian hama tanaman

Ada 2 hama penting pada lahan pertanian yaitu rayap dan nematoda. Pada umumnya petani mengatakan semua rayap adalah hama tanaman yang harus dibasmi. Rayap banyak jenisnya, rayap pemakan tanah adalah kelompok ecosystem engineer bisa merupakan indikator dari kondisi tanah subur dengan kandungan humus tinggi. Sedang rayap pemakan kayu sebagian besar berpotensi sebagai hama tanaman. Rayap pemakan tanah lebih sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan dari pada rayap pemakan kayu. Di DAS Konto kelimpahan rayap pemakan kayu lebih besar (sekitar 55% dari kelimpahan total) dibanding dengan rayap pemakan tanah di setiap sistem penggunaan lahan, sedang pada lahan tanaman semusim hampir tidak ditemukan rayap. Kelimpahan rayap pemakan kayu sangat berbeda nyata antar penggunaan lahan, tetapi kelimpahan rayap pemakan tanah sama. Kelimpahan rayap pemakan kayu terbesar di perkebunan pinus (rata-rata 1350 temuan/ha) dua kali lipat lebih tinggi dari pada jumlah yang ditemukan di hutan terganggu dan hutan bambu (rata-rata 700 dan 650 temuan / ha). Rayap pemakan kayu yang berpotensi untuk menjadi hama di lahan budidaya seperti y = 17,64x + 2,622 R² = 0,366 0 5 10 15 20 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 Po ri Ma kro , %

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012 125 Odontotermes grandiceps dan Macrotermes

gilvus bisa ditemukan di semua macam penggunaan lahan di DAS Konto. Meskipun rayap pemakan kayu memiliki proporsi yang lebih besar bila dibandingkan dengan rayap pemakan tanah, namun keberadaannya belum menjadi hama yang penting bagi petani di lahan kopi multistrata karena tingkat kompetisinya juga masih cukup tinggi dengan spesies rayap yang lain. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai proporsi rayap dominan terendah (0,20). Namun pada perkebunan damar, nilai proporsi rayap dominan menunjukkan nilai paling tinggi yaitu 63% (didominansi oleh rayap Odontotermes grandiceps). Rayap pemakan lumut kerak (lichen) seperti Hospitalitermes hospitalis atau pemakan seresah seperti Longipeditermes longipes merupakan indikator lingkungan yang masih menguntungkan, karena kelembaban yang tinggi sudah tidak bisa ditemukan lagi di hutan alami wilayah DAS Konto. Kedua spesies tersebut masih ditemukan di hutan- hutan alami Sumberjaya (Lampung Barat) maupun Jambi (Aini et al., 2006).

3.2.3. Pengendalian hama nematoda Semua responden mengatakan tidak kenal nematoda karena tidak dapat dilihat langsung tanpa bantuan mikroskop. Mengingat ada beberapa tanaman yang ditanam dalam sistem agroforestri di DAS Konto yang berpotensi besar sebagai inang nematoda seperti pisang dan rumput gajah, maka serangan hama nematoda perlu diwaspadai. Hasil pengukuran di lokasi penelitian ini ditemukan 8 genus, salah satunya adalah Helicotylenchus merupakan jenis nematoda yang paling tinggi kelimpahannya di semua sistem penggunaan lahan kecuali pada hutan terganggu dan hutan bambu. Pada lahan-lahan pertanian berbasis pepohonan komposisi nematoda parasit relatif terhadap nematoda hidup bebas (bukan hama) (Np:Nfp) meningkat bila dibandingkan dengan

di hutan terganggu, kecuali pada lahan kopi dengan naungan Gliricidia menunjukkan nilai Np:Nfp terendah (sekitar 51%). Pada lahan yang

ditanami rumput gajah secara monokultur menyebabkan komunitas nematoda didominasi oleh nematoda parasit (sekitar 81%).

4. Kesimpulan

Dari uraian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin banyak keanekaragaman pohon yang ditanam sistem agroforestri lebih dapat

merawat fungsi hidrologi tanah dan pengendalian hama tanaman. Kearifan dalam pemilihan jenis pohon yang tepat untuk dikombinasikan dalam system agroforestry sangat dibutuhkan.

5. Ucapan terimakasih

Penelitian di DAS Konto ini sebagian besar mendapat dukungan dana dari The World Agroferestry Centre, ICRAF Southeast Asia dan the Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ), Germany melalui Proyek TUL-SEA (Trees in multi-Use Landscapes in Southeast Asia) tahun 2008.

6. Daftar pustaka

Aini, F.K., Susilo, F. X., Yanuwiadi, B., dan Hairiah, K. 2006. Meningkatnya sebaran haman rayap Odontotermes spp. Setelah alih guna hutan menjadi agroforestri berbasis kopi: Efek perubahan iklim mikro dan ketersediaan makanan terhadap kerapatan populasi. Agrivita, 28 (3): 221- 237.

Desaeger, J., Rao, M.K., dan Bridge, J. 2004. Nematodes and other soilborne pathogens in agroforestry. In: van Noordwijk, M., Cadisch, G., Ong, C.K. (eds.). Below- ground interactions in tropical agro- ecosystems. Concepts and models with multiple plant components. pp 264- 283 Dewi, W.S., Yanuwiyadi, B., Suprayogo, D.,

Hairiah, K. 2007. Dampak alih guna hutan menjadi lahan pertanian: perubahan diversitas cacing tanah dan fungsinya dalam mempertahankan pori makro tanah. Disertasi S3. Universitas Brawijaya, Malang

Gafur, A. and I G. Swibawa. 2004. Methods in nematodes and soil microbe research for belowground biodiversity assessment in F.X Susilo, A. Gafur, M. Utomo, R. Evizal, S. Murwani, I G. Swibawa (eds.), Conservation and Sustainable Management of Below-Ground Biodiversity in Indonesia, Universitas Lampung. p. 117-123.

126 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012 Hairiah K., Sulistyani, H., Suprayogo, D.,

Widianto, Purnomosidhi P., Widodo R.H., and van Noordwijk, M. 2006. Litter layer residence time in forest and coffee agroforestry systems in Sumberjaya, West Lampung. Forest Ecology and Management 224: 45-57.

Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., Rahayu, S. 2011. Pengukuran cadangan karbon: dari tingkat lahan ke bentang lahan. petunjuk praktis. edisi kedua. Bogor, World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya(UB), Malang, Indonesia 90 p. Hedlund, K., Griffiths, B., Christensen, S.,

Scheu, S., Setälä, H., Tscharntke, T., Verhoef, H. 2004. Trophic interaction in changing landscapes: responses of soil food webs. Basic and applied ecology 5: 495-503.

Jones D. T., Susilo, F. X., Bignell, D. E., Hardiwinoto, S., Gillison, A. N., and Eggleton, P. 2003. Termite assemblage collapse along a land-use intensification gradient in lowland central Sumatra, Indonesia. Journal of Applied Ecology, 40, 380-391.

Pashanasi, B., Lavelle, P., Allegre, J., and Charpentier, F. 1996. Effect of endogeic Rossi and Blanchart, 2005. Earthworm

Pontoscolex corethrurus on soil chemical characteristics agroecosystem and plant growth in a low-input tropical. Soil Bid. Biochern,28 (6): 801-810.

Saputra DD, Widianto dan Hairiah K, 2011. Peran agroforestri dalam mempertahankan laju infiltrasi. Pengaruh pori makro dan kemantapan agregat terhadap laju infiltrasi. Proc. Seminar dan Kongres

Nasional HITI X dengan tema ―Tanah

untuk kehidupan yang berkualitas‖, UNS-

Surakarta, 6-8 Desember 2011 (in-press). Schroth G dan Harvey CA, 2007. Biodiversity

conservation in cocoa production lanschapes: an overview. Biodivers. Conserv. 16: 2237-2244. DOI 10.1007/s10531-007-9195-1

Swibawa, I.G. (2009). Alih guna lahan hutan menjadi agroforestri berbasis kopi: Dampak terhadap populasi dan diversitas nematoda. Disertasi S3, Universitas Brawijaya, Malang.

Swift, M.J. and Bignell, D. 2000. Standard methods for assessment of soil biodiversity and land use practice. alternatives to slash and burn project. Thapa, R.S. 1981. Termites of Sabah. Sabah

Forest Record, 12: 1-374

Tho, Y.P. 1992. Termites of Peninsular Malaysia. In: Kirton, L.G., ed. Malayan Forest Records, No. 36: 224 pp. Forest Research Institute Malaysia, Kepong. Tomich, T. P., Cattaneo, Chater, S., Geist, H.

J., Gockowski, J., Kaimowitz, Lambin, E. L., Lewis, J., Ndoye, O., Palm, C. A., Stolle, F., Sunderlin, W. D., Valentine, J. F., Van Noordwijk, M. and Vosti, S. A. 2005. Balancing agricultural development and environmental objectives: Assessing tradeoffs in the humid tropics. In: Palm, C. A., Vosti, S. A., Sanchez, P. A. and Ericsen, P. J. (Eds.) Slash- and- burn agriculture. The search for alternatives. Van Noordwijk, M. and Swift, M.J. 1999.

Belowground biodiversity and sustainability of complex agroecosystems. In: Gafur, A., Susilo, F.X., Utomo, M., and van Noordwijk, M. (Eds.). Proceedings of a workshop on management of agrobiodiversity in indonesia for sustainable land use and global environmental benefits. UNILA/PUSLIBANGTAN, Bogor, 19-20 August 1999. p 8- 28.

Widianto, Suprayogo, D., Noveras, H., Widodo, R. H., Purnomosidhi, P. dan Van Noordwijk, M. 2004. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian: apakah fungsi hidrologis hutan dapat digantikan sistem kopi monokultur? AGRIVITA , 26 (1): 52-57.

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012 127 PEMANFAATAN PERANGKAT PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK

MENGEMBANGKAN AREN BAGI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN LINDUNG

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROFORESTRI p1 (Halaman 142-145)