• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS TEKS NEWSTICKER

B. Level Konsumen

Penyusun melakukan wawancara secara face to face (wawancara berhadap-hadapan) dengan 10 responden perwakilan warga terdampak bencana gunung Merapi di Yogyakarta dan sekitarnya maupun dengan para pakar (yang terdiri atas Pengamat Televisi, Pemerhati Televisi dan Budaya Massa dan Sosiolog, yang meski tidak mengalami langsung namun sesuai keahliannya dapat memberikan tinjauan), berkaitan pengalaman dan pandangannya terhadap newsticker tvOne (secara keseluruhan, maupun khusus tentang bencana Merapi Yogyakarta).

Dengan demikian pembahasan pada level konsumen ini dibagi 2 sub bahasan, untuk pengalaman dan pandangan warga terdampak serta tinjauan para pakar.

1. Warga Terdampak

Penyusun menetapkan responden sebanyak 10 orang warga terdampak bencana gunung Merapi Yogyakarta sebagai sampling, dengan alasan penetapan sebagai berikut:

commit to user

a. Responden berdomisili di wilayah terdampak bencana, saat terjadinya erupsi gunung Merapi dengan berbagai dampaknya.

b. Masing-masing responden tersebut sempat menonton televisi dan menyimak pemberitaan, khususnya newsticker di tvOne, saat terjadinya erupsi gunung Merapi dengan berbagai dampaknya.

c. Masing-masing responden tersebut memiliki berbagai profesi dan usia yang berbeda antar tiap responden.

Penentuan responden dilakukan melalui sampling yang menggunakan non-probabilitas, dengan pertimbangan dapat menjawab pengaruh keberadaan newsticker atas masyarakat terdampak bencana gunung Merapi Yogyakarta. Jadi bagi masyarakat setempat yang tidak terkena dampak bencana tidak dijadikan sample penelitian. Inilah kriteria yang penyusun gunakan dalam memilih sampling purposive sebagai teknik penentuan sampling.

Pada bahasan Warga Terdampak pada level Konsumen ini penyusun melakukan wawancara terstruktur secara mendalam terhadap perwakilan masyarakat terdampak bencana Merapi Yogyakarta, yang domisilinya tersebar di Bantul, Sleman, Kaliurang. dan Yogyakarta. Yakni:

1. Wiryawan Sarjono (49), Kepala Pusat Perencanaan dan Konsultasi Teknik Fakultas Teknik, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, Perumahan Candi Gerbang Permai Blok A No. 4 Sleman (Wawancara, 3 Oktober 2011).

2. Ahmad Sholeh (33), Satuan Pengamanan, Nyaco Pandowo Barjo, Sleman (Wawancara, 1 Oktober 2011).

3. Septina Panca Hutami (32), Pengajar Les Privat, Perum Gajah Mada Asri Blok D No. 11 Donokerto, Turi, Sleman (Wawancara, 2 Oktober 2011). 4. Tjandra S Buwana (40), Konsultan Desain Grafis, Bulaksumur Blok D-16

commit to user

5. Irawan Marjayanto (39), Karyawan Swasta, Perum Gama Blok 10D, Sleman (Wawancara, 2 Oktober 2011).

6. Almira Olga Bella (23), Junior Programmer, Sotowajan 138, Bantul (Wawancara, 1 Oktober 2011).

7. Indiria Maharsi (39), Penulis Buku dan Pelukis, Jl. Kapulogo No. 258 Nologaten, Sleman (Wawancara, 4 Oktober 2011).

8. Kuat Sujarwo (40), Security, Jl. Imogiri Km 82 Botokenceng Wirokenten, Bangun Tapon, Bantul (Wawancara, 1 Oktober 2011)

9. Asrul Zain Azy’ari (28), Praktisi Komputer, Jl. Gedong Kuning Blok JG II No. 24, Yogyakarta (Wawancara, 1 Oktober 2011).

10.Hening Budi Prabawati (35), Praktisi Humas, Jl Pandega Asih I Blok III No. C1, Kaliurang (Wawancara, 4 Oktober 2011).

Dari hasil wawancara dengan para responden penelitian, memberikan

penyusun beberapa poin sebagai berikut:

1) Pengetahuan tentang Newsticker

Semua responden menyatakan tahu tentang newsticker, namun sedikit berbeda kalimatnya. Sebagian besar (90%) menyatakannya sebagai informasi yang ditayangkan secara singkat padat dan sangat membantu masyarakat mendapatkan berita terbaru dengan segera. Beberapa responden melengkapinya sebagai berikut:

“Newsticker adalah salah satu terobosan untuk mendapatkan informasi secara cepat dan aktual, tanpa harus keluar rumah,” tutur Asrul Zain Asy’ari. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Newsticker merupakan (1) short news, (2) short messages, dan (3) include all appresion society grade and make some impacts to society and contain responsible, reliable news,” ungkap Irawan Murjayanto. (Hasil wawancara, 2 Oktober 2011).

Semua pendapat Responden tersebut mungkin ikut mendasari newsticker digunakan oleh Kebijakan Redaksional sebagai ‘trade mark’ dari sebuah televisi berita, sehingga ketika orang mengingat berita di benaknya akan muncul tvOne.

commit to user

Karena biasanya berita newsticker ditindaklanjuti dalam berita utama yang lengkap dengan gambar dan isi yang lebih rinci, sehingga secara keseluruhan merupakan strategi pemberitaan yang komprehensif.

“Tahu, bagus. Karena update status tentang kondisi sosial, dalam kaitannya dengan segala aspek kehidupan di sekitar kita dapat langsung diketahui, tanpa harus menunggu program berita yang hanya tayang pada jam-jam tertentu, maupun “Breaking News” yang sepertinya kurang/kadang terlambat. Apalagi newsticker mampu mengakomodir banyak berita dalam waktu yang cepat dan menurut saya lebih efektif dan efisien,” jelas Indiria Maharsi. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011).

Semua responden memberikan pendapatnya yang nyaris serupa, agar masyarakat mengetahui sebanyak-banyaknya informasi yang selalu di-update setiap waktu sebagai cara memposisikan diri sebuah televisi berita. Persetujuan Kebijakan Redaksional tvOne ini juga disambut oleh beberapa responden lainnya, di bawah ini.

“Saya sangat setuju dan bagus, karena membantu saya untuk mendapat berita yang belum saya ketahui. Baik yang sudah ditayangkan sebagai pengingat, dan yang belum ditayangkan sebagai informasi,” ujar Ahmad Shaleh. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011).

Karenanya semua responden juga menyatakan persetujuan atas kebijakan Redaksional tersebut, sebab dengan adanya newsticker masyarakat mengetahui informasi lebih cepat sesuai visi tvOne sebagai televisi berita dengan tagline-nya “Terdepan Mengabarkan.” Juga relevan dengan kondisi saat itu, yang hampir tiap detik terjadi peristiwa yang perlu diketahui masyarakat luas.

“Ya, informatif, membuat masyarakat tahu berita dengan lebih cepat,” tutur Septina Panca Hutami. (Hasil wawancara, 2 Oktober 2011). “Sangat tepat, mengingat slogan tvOne “Terdepan Mengabarkan” itu artinya tvOne selalu ingin menginformasikan berita apapun,” sambung Hening Budi Prabawati. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011).

Visi tvOne menjadi Televisi Berita, membawa dampak yang luas dalam mempertimbangkan setiap program acara yang ada di tvOne. Nilai berita yang

commit to user

harus mengandung unsur menarik dan penting bagi masyarakat, menjadi nafas dalam pertimbangan pengelolaan dan penayangan program. Dengan misi tvOne sebagai televisi berita, adanya tayangan newsticker dapat memenuhi aspek aktualitas sebagai basis utama televisi berita.

“Kebijakan yang tepat, sesuai dengan visi tvOne sebagai televisi berita,” kata Wiryawan Sarjono. (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011). “Menurut saya, apa yang hendak dicapai oleh pihak Redaksi adalah dapat menampilkan berita sekilas yang update setiap waktu,” jelas Tjandra S. Buwana. (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011).

Semua responden memberikan pendapat nyaris serupa atas yang hendak dicapai Redaksi melalui penayangan newsticker, agar masyarakat mengetahui sebanyak-banyaknya informasi yang selalu di-update setiap waktu sebagai cara memposisikan diri sebuah televisi berita.

2) Pandangan tentang Tampilan Newsticker

Dalam melahirkan sebuah tayangan tentu tidak lepas dari input, proses produksi, dan output. Hasil output di komputer yang telah di-setting, dengan menggunakan format seperti yang kita lihat. Sedangkan soal tampilan ketika ditayangkan di tvOne, beberapa responden menanggapinya seperti di bawah ini.

“Keinginan saya agar beritanya dapat berkesinambungan dalam memberitakan perubahan dan agar lebih jelas dengan pergantian tampilan yang lebih lambat,” ujar Kuat Sujarwo. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Kalau bisa newsticker tersebut menggunakan tulisan (font) yang lebih besar, agar lebih jelas terbaca,” dukung Ahmad Sholeh. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Newsticker tvOne jumlah item beritanya kurang banyak.” saran Tjandra S Buwana . (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011).

Mengenai penayangan newsticker yang berulang, hampir semua responden menyadari sebagai hal yang wajar, mengingat pola waktu yang sudah ditentukan dan penting maupun banyaknya berita dalam newsticker serta masyarakat yang tidak hadir saat berita pertama kali ditayangkan.

commit to user

“Ya, saya mengerti. Supaya bisa memberi informasi yang lebih cepat dari televisi lainnya,” kata Septiana Panca Hutami. (Hasil wawancara, 2 Oktober 2011). “Tidak masalah, mengingat jumlah penonton yang sangat banyak,” sambung Indiria Maharsi. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011). “Sangat membantu, karena tidak setiap orang dari masyarakat berada di depan televisi ketika newsticker tersebut ditayangkan,” dukung Ahmad Sholeh. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011).

Sebanyak 4 (empat) responden menyarankan agar penayangan newsticker jangan terlalu sering diulang, karena akan membosankan –malah dapat menjengkelkan— pemirsa. Hal ini disampaikan seorang responden, mewakili ketiga rekannya yang lain.

“Terkadang merasa bosan dengan penayangan newsticker yang berulang atas suatu berita, jika kita sudah membacanya. Namun bagi yang belum sempat membaca akan sangat bermanfaat, sehingga tidak tertinggal berita terbaru,” kilah Almira Olga Bella. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Jangan terlalu sering diulang, lebih baik meng-update. Sehingga meski tayangannya diulang, tetapi memuat hal baru,” saran Irawan Murjayanto. (Hasil wawancara, 2 Oktober 2011).

Melihat newsticker di televisi lain, tidak ada bedanya dengan yang tampil di tvOne. Karena nara sumber dan pokok isi nyaris sama, kadang hanya penyusunan kalimatnya saja yang berbeda. Begitu pendapat empat responden saat dimintakan perbandingannya, sebagaimana diwakili seorang responden berikut.

“Dibanding newsticker di televisi lain, tidak banyak beda. Bahkan kadang redaksionalnya sama persis,” jawab Wiryawan Sarjono. (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011). “Saya kira hampir tidak ada bedanya,” sambut Hening Budi Prabawati. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011). “Ya, semua televisi yang punya tayangan newsticker sama saja,” tambah Kuat Sujarwo. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011).

Sedangkan enam responden menganggap ada perbedaan, misalnya lebih update, format tampilan di televisi lain berbentuk running text sementara di tvOne berupa still (teks singkat yang diam) dengan cut to cut (pemotongan) pada tiap item newsticker.

commit to user

dengan semakin banyak informasi yang kita serap dari berbagai newsticker di setiap televisi. Perbedaannya di televisi lain newsticker-nya berformat running text. Sedangkan di tvOne berbentuk still (teks yang diam), dan cut to cut,” lanjut Tjandra S Buwana . (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011).

3) Penggambaran Realitas

Tentang realitas sosial yang dikonstruksikan oleh newsticker diyakini oleh separuh dari keseluruhan (5 orang dari 10 orang) responden telah dilakukan dengan baik di tvOne. Sebagaimana dikatakan responden di bawah ini.

“Isinya memang bagus, dan menggambarkan kondisi seperti adanya,” ujar Kuat Sujarwo. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Ya, selama saya mengikuti dan mengamati newsticker tvOne selalu menggambarkan realitas yang ada,” dukung Hening Budi Prabawati. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011). “Karena isi newsticker bersifat segera, maka makna realitas sosial yang apa adanya, mungkin menjadi bersifat relatif,” duga Indiria Maharsi. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011).

Bahkan sebagian responden lagi menyatakan untuk berita tertentu, newsticker belum menggambarkan realitas sosial yang sebenarnya dan kurang akurat. Padahal seharusnya Redaksi bertanggungjawab penuh atas kebenaran informasi maupun penggambaran realitas, dengan berita yang juga masih kurang variatif.

“Sudah memadai penggambaran realitasnya, tetapi isinya masih kurang variatif,” kilah Tjandra S Buwana . (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011). ”Malah untuk berita-berita tertentu, belum menggambarkan realitas yang sebenarnya,” tandas Wiryawan Sarjono. (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011). ”Bahkan, kadang-kadang kurang akurat beritanya,” tambah Septina Panca Hutami. (Hasil wawancara, 2 Oktober 2011).

Seharusnya Redaksi bertanggungjawab penuh atas kebenaran informasi maupun penggambaran realitas, sebab kalau tidak berita tersebut menjadi tidak valid. Menurut separuh dari keseluruhan (50%) responden, dikarenakan hanya menggambarkan garis besarnya sehingga belum cukup menjelaskan situasi.

“Memang sudah seharusnya seperti itu, media penyiaran yang menayangkan newsticker bertanggungjawab penuh atas kebenaran dari isi informasi yang

commit to user

diberikan. Dengan pesan yang cukup singkat, newsticker harus memberikan informasi yang pasti, karena tidak ada penjelasan lainnya,” jelas Asrul Zain Asy’ari. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Kalau tidak sesuai realitas sosial yang sebenarnya, berita tersebut berarti tidak valid,” jelas Ahmad Shaleh. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011).

Meskipun 70% responden mengakui perubahan realitas sosial seharusnya sangat memengaruhi, tetapi sebagian yang lain menyatakan sebagai pemirsa belum merasakan adanya pengaruh pada newsticker tvOne.

“Betul, informasi terbaru yang menggambarkan kondisi terkini sudah menjadi kebutuhan publik,” terang Irawan Murjayanto (Hasil wawancara, 2 Oktober 2011). mewakili responden lainnya yang membenarkan. “Newsticker cukup menjelaskan situasi secara garis besarnya, tidak perlu bertele-tele dengan kata-kata yang panjang,” sambut Almira Olga Bella. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Seharusnya memang memengaruhi, tetapi saat ini saya sebagai pemirsa televisi tidak merasakan adanya perubahan itu,” bantah Tjandra S Buwana . (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011).

4) Dampak terhadap Masyarakat

Atas tayangan newsticker tentang bencana gunung Merapi Yogyakarta yang berdampak bagi pembaca, sebanyak 7 (tujuh) responden menyatakan persetujuannya. Karena mereka terus menunggu update berita tentang Merapi untuk mengetahui perkembangan kondisi yang terjadi dan diakui sangat tertolong dengan adanya informasi newsticker. Bukan hanya bagi masyarakat Yogyakarta yang terkena langsung dampak letusan Merapi, juga bagi masyarakat di sekitarnya yang juga panik dan was-was.

“Malah, mungkin, seorang Ibu langsung menyuruh anaknya yang kost di Yogyakarta untuk pulang, setelah membaca newsticker yang ditayangkan tvOne Meski sebenarnya kos si Anak masih dalam radius aman,” begitu pengandaian Asrul Zain Asy’ari. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Masyarakat jadi mengetahui tindakan yang harus diambil, setelah menyimak newsticker,” lanjut Ahmad Sholeh. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011).

Tetapi hal ini bertolak belakang dengan 3 (tiga) responden yang mengaku kecewa, karena masyarakat di sekitarnya sempat dibuat panik akibat

commit to user

terlambat digantinya newsticker tentang pemberitahuan zona bahaya. Berita yang berlebihan semacam itu, membuat masyarakat menjadi was-was terus menerus. Memang, dampaknya dapat positif atau juga negatif. Beberapa pendapat senada juga disampaikan responden lain.

“Meski kadang menyesatkan, ungkap seorang responden, secara umum membantu masyarakat,” tegas Wiryawan Sarjono. (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011). “Mengecewakan, karena beberapa isi informasi newsticker yang malah membuat panik,” lanjut Almira Olga Bella. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Masyarakat menjadi waspada dan mempunyai antisipasi, apabila keadaan gunung Merapi membahayakan,” dukung Tjandra S Buwana . (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011).

Untuk berita bencana kepercayaan responden terhadap berita televisi cukup tinggi (60%). Kendati menurut 3 (tiga) responden di antaranya akan dapat bertambah tinggi, bila informasi selalu update, tidak berlebihan dan yang belum akurat tidak ditayangkan.

“Untuk berita-berita bencana, seperti gunung meletus dan lainnya, kepercayaan saya kurang lebih 90%. Selebihnya, karena kadang saya masih menemukan di tvOne informasi yang belum cukup akurat untuk ditayangkan,” tutur Asrul Zain Asy’ari. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Tingkat kepercayaan kami terhadap berita di televisi cukup tinggi, newsticker sering dijadikan acuan untuk bereaksi terhadap bencana Merapi,” dukung Wiryawan Sarjono. (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011).

Sebagian responden lain (30%) juga mengakui dapat digunakan sebagai panduan, karena belum ada media komunikasi selain newsticker dan radio panggil yang mampu memberi info update setiap saat. Tetapi seorang responden mengatakan, referensi panduan harus dari berbagai sumber.

“Karena tidak ada media lain yang dapat di update setiap saat, kecuali masyarakat yang mempunyai radio panggil,” tutur Tjandra S Buwana . (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011). “Tetapi referensi, sebaiknya dari berbagai sumber. Mereka yang langsung mengambilnya sebagai panduan tindakan, mungkin karena kurang referensi,” sanggah Indiria Maharsi. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011).

commit to user

masyarakat merespon bencana tanpa adanya newsticker berita seperti itu. Tanpa adanya newsticker, mereka tidak mengetahui perkembangan berita mutakhir. Sedangkan yang tidak merasakan perbedaan cuma 30%, karena masih ada radio amatir, internet dan juga terdapat berita lain.

“TIdak begitu signifikan perbedaannya, ini hanya masalah penggunaan medianya saja,” kilah Asrul Zain Asy’ari. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Tetapi merespon bencana tanpa adanya newsticker, membuat kami sangat bergantung pada acara berita yang lain. Seperti breaking news yang sering terlambat tayang, sehingga responnya pun menjadi agak lambat,” sanggah Wiryawan Sarjono. (Hasil wawancara, 3 Oktober 2011).

Terutama untuk jarak sosial juga memengaruhi keterlibatan masyarakat dalam newsticker, sebanyak 80% responden mengakui ada pengaruhnya. Sedangkan status sosial tidak terlalu memengaruhi. Sisanya menyatakan tidak berpengaruh, karena tergantung pemahaman informasi disampaikan newsticker.

“Tentu saja, itu pasti sekali. Terutama untuk jarak sosial sangat memengaruhi reaksi seseorang untuk bertindak. Sedangkan, menurut saya, status sosial tidak begitu memengaruhi,” terang Asrul Zain Asy’ari. (Hasil wawancara, 1 Oktober 2011). “Karena informasi yang disampaikan newsticker, akan diterima masyarakat dengan berbagai macam status sosial budaya,” sahut Hening Budi Prabawati melengkapi. (Hasil wawancara, 4 Oktober 2011).

1. Tinjauan Pakar

Tinjauan dari para pakar ini penulis dapat dari hasil wawancara dengan Pengamat Televisi: Dr. MulharNetti Syas (Hasil wawancara, 8 Oktober 2011), dan Veven Sp Wardhana, M.Hum (Hasil wawancara, 16 Oktober 2011), serta Sosiolog: Widjajanti Mulyono – Santoso, Ph.D (Hasil wawancara, 3 Desember 2011). Berikut hasilnya:

1) Kebijakan Redaksional

commit to user

sebagai basis utama televisi berita karena memenuhi aspek aktualitas, ternyata melahirkan pendapat beragam dari tinjauan para pakar. Seperti yang penyusun kutipkan di bawah ini:

“Tak ada yang istimewa. Karena penggunaan newsticker ini juga dilakukan televisi manapun, bahkan sejak dahulu TVRI juga pernah memuat running text,” kilah Veven Sp Wardhana, M.Hum (Hasil wawancara, 16 Oktober 2011). “Karena itu, kebijakan Redaksional tvOne untuk menggunakan newsticker sekadar sebagai salah satu media informasi sangat baik, lantaran informasi memang perlu segera diketahui masyarakat,” tambah Dr. MulharNetti Syas (Hasil wawancara, 8 Oktober 2011). “Bahkan kebijakan ini bukan sebuah pilihan. Tetapi sebuah keharusan, sebagai bagian dari pertanggungjawaban media terhadap masyarakat,” tegas Widjajanti Mulyono – Santoso, PhD (Hasil wawancara, 3 Desember 2011).

Begitu pula yang menjadi tujuan penayangan newsticker, terutama tentang bencana Merapi Yogyakarta ini, dikomentari berbeda oleh para pakar. Kemauan untuk mengubah mindset dan habitually masyarakat agar menjadikan berita-berita di tvOne sebagai sumber berita utama mereka, merupakan upaya yang menyeluruh dan berkesinambungan dalam semua program acara yang disajikan.

Netti mengingatkan, “Karena berisi informasi singkat dan tidak lengkap, newsticker tidak dapat dijadikan sebagai strategi komunikasi media tersebut. Sedangkan tujuan jangka panjangnya, hanyalah sebagai strategi jualan yang menarik perhatian pemirsa, terlebih karena adanya kompetitor televisi berita lain. Newsticker juga belum dapat dijadikan sebagai strategi komunikasi yang komprehensif, karena isi berita yang tidak mendalam, bukan sekadar memenuhi aktualitas yang dicanangkan sebagai basis utama televisi berita.” (Hasil wawancara, 8 Oktober 2011).

“Newsticker ini memberikan gambaran perubahan realitas yang terjadi di lapangan. Ini adalah konsekuensi logis dari televisi berita yang memang harus memberitakan, terlepas apakah berhubungan atau tidak dengan citra baik dari televisi tersebut,” jelas Widja. (Hasil wawancara, 3 Desember 2011).

“Newsticker ibarat breaking news minus gambar atau visual. Karena media televisi merupakan media audio visual, newsticker menjadi semacam kilasan berita saja: ringkas, permukaan (sehingga belum tentu padat) dan orang bisa terpancing untuk mengetahui lebih lanjut. Proses lebih lanjut ini dapat menunggu siaran televisi yang bersangkutan atau melalui media lain, semisal

commit to user

media online,” sambung Veven (Hasil wawancara, 16 Oktober 2011).

Dalam kacamata para pakar ini, tujuan jangka pendek dari newsticker tentang bencana gunung Merapi Yogyakarta belum terpenuhi, karena tvOne agaknya hanya mengandalkan kecepatan informasi, bukan kejelasan isi berita yang mendalam. Sehingga tidak dapat dijadikan pedoman tindakan bagi masyarakat Yogya dan sekitarnya yang terdampak bencana, termasuk instansi terkait yang menangani penanggulangan bencana tersebut.

“Khusus untuk bencana Merapi, perkembangannya sangat masif. Juga karena dekat dengan Yogya, sehingga tingkat kepeduliannya menjadi semakin nyata. Inilah pentingnya newsticker yang memberikan informasi terakhir, seperti soal kebutuhan yang bisa diberikan masyarakat. Namun mestinya newsticker juga memberikan gambaran lengkap di sekitar Merapi, karena selama ini bantuan terfokus pada Yogya, padahal Boyolali juga butuh tetapi kurang diperhatikan,” tandas Widja. (Hasil wawancara, 3 Desember 2011).

2) Proses Pengelolaan

Proses pengelolaan newsticker yang sangat sederhana, tidak serumit pengelolaan pada berita utama. Bila proses pengelolaannya sudah melewati standar proses kerja jurnalistik, para pakar sepakat akan terpenuhinya syarat Karya Jurnalistik.

“Sebaiknya Redaksi memiliki kriteria (SOP = Standard Operational Procedur) dari apa yang menjadi bagian dari newsticker. Hal ini bisa diperoleh dari pengalaman --seperti kebencanaan, atau pidato presiden, dan sebagainya— kecuali hal tertentu yang menurut kriteria SOP tidak dapat dikategorikan sebagai newsticker --seperti masalah partai. Kalau kemudian ada keputusan untuk memasukkan berita ini sebagai newsticker, ini adalah keputusan politis yang menunjukkan keberpihakan tvOne. Pada televisi non-berita --selain “MetroTV” dan tvOne-- tayangan newsticker tidaklah selalu ada, tetapi selalu ada Breaking News untuk berita yang bernilai tinggi,” begitu analisis Widja. (Hasil wawancara, 3 Desember 2011).

“Pemilihan tema isi dan penggolongan berita dalam newsticker tvOne menurut saya tidak jelas kriterianya, jangan digabung-gabung –seperti Politik & Hukum atau Luar Negeri & Sport— karena akan menjadi rancu. Sebaiknya penggolongan tersebut berdasarkan masalah yang dikandung,” tambah Netti

commit to user

lagi. (Hasil wawancara, 8 Oktober 2011).

“Terus terang, penggolongannya membingungkan. Bagaimana mungkin tema atau isi ‘istana gelar rapat..’ masuk golongan lain-lain, hukum, ataupun politik. Saya rasa penggolongan di bawahnya juga tak memberikan pemahaman apapun,” dukung Veven. (Hasil wawancara, 16 Oktober 2011).

Sedangkan untuk masalah durasi tayang newsticker yang menurut redaksi tergantung kepentingan pemirsa, menurut para pakar tidak jelas. Kepentingan yang mana dan kata siapa?

“Idealnya hemat saya cukup satu jam durasinya, sehingga terlihat benar-benar update dan memungkinkan lebih banyak variasi maupun detail isi newsticker yang ditayangkan,” tutur Netti. (Hasil wawancara, 8 Oktober 2011). “Justru karena durasi tayang newsticker terbatas –juga dengan pengulangan— orang menjadi terus menerus mengingat masalah yang diangkat,” sambut Widja mendukung. (Hasil wawancara, 3 Desember 2011).

Meski newsticker merupakan informasi sepintas, pengecekan ulang merupakan faktor utama demi keakuratan berita. Pentingnya pengecekan pada berbagai nara sumber, agar keakuratan lebih pasti dan informasi yang terkandung juga lebih lengkap. Saat melakukan check dan recheck, sebaiknya wartawan tak hanya memiliki satu nara sumber.

Terlebih dengan syarat sumber yang harus berkompeten dan kredibel, sehingga beberapa nara sumber kemudian dapat saling melengkapi demi terwujudnya akurasi isi berita. Begitu pula halnya dengan semua tahapan proses pembuatan berita sebagai karya jurnalistik yang harus dilewati, supaya newsticker valid sebagai berita.

“Perubahan pola kalimat yang terjadi pada newsticker, menggambarkan penulisan tidak mengikuti kaidah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Di sisi lain, kesalahan ketik sebenarnya juga merupakan masalah teknis yang menyebabkan informasi menjadi tidak akurat. Hal ini lebih banyak disebabkan keinginan Redaksi yang hanya mengutamakan kecepatan hadirnya informasi terkini,” terang Netti. (Hasil wawancara, 8 Oktober 2011). “Jangan salah

Dokumen terkait