• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan pertanian.

2. Bagi masyarakat tani desa Tanjung Kubah, diharapkan dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian, sehingga jumlah petani tidak semakin menurun.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan pihak-pihak yang membutuhkan.

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pertanian

Berdasarkan UU nomor 19 tahun 2013 pasal 1 ayat 4, pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam agroekosistem.

Dalam penelitian ini sektor pertanian yang dimaksud adalah pertanian ditinjau dalam arti sempit yaitu sawah.

Secara umum pertanian dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pertanian dalam arti luas dan sempit.

1. Pertanian dalam arti luas

Pengertian pertanian secara luas adalah pemanfaatan dari sumber daya hayati yang dilakukan oleh manusia dengan menanam tanaman yang produktif yang bisa menghasilkan serta bisa dipergunakan bagi kehidupan. Ataupun dapat juga diartikan sebagai seluruh kegiatan yang mencakup kedalam pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan juga perikanan yang hasilnya bisa digunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian menyatakan bahwa kawasan budidaya pertanian adalah wilayah budidaya memiliki potensi budidaya

komoditas memperhatikan kesesuaian lahan dan agroklimat, efisiensi dan efektifitas usaha pertanian tertentu yang tidak dibatasi wilayah administrasi.

Berdasarkan jenis lahannya pertanian dibagi menjadi dua yaitu pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering.

1. Lahan basah

Lahan basah yaitu wilayah lahan atau tanah jenuh dengan air, baik secara permanen maupun temporer sebagian atau seluruhnya yang tergenangi oleh lapisan air dangkal, jenis dari pertanian lahan basah yaitu lahan basah beririgasi, rawa pasang surut dan lebak dan lahan basah tidak beririgasi serta lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman pangan.

2. Pertanian lahan kering

Lahan kering adalah lahan pertanian yang sumber utama pengairannya berasal dan air hujan, kawasan lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun tumpang sari.

Lahan kering adalah lahan pertanian yang menggunakan air dalam jumlah terbatas, tidak disertai dengan fasilitas irigasi sehingga biasanya hanya mengharapkan air dari curah hujan (Kristy, 2010).

2. Pertanian dalam arti sempit

Pertanian secara sempit ialah proses dari budidaya tanaman pada suatu lahan yang hasilnya bisa mencukupi kebutuhan manusia. Ataupun dapat diartikan sebagai suatu proses bercocok tanam yang dilakukan di lahan yang sebelumnya talah

disiapkan dan kemudian dikelola dengan secara manual dan tidak terlalu banyak dalam menggunakan manajemen.

Jenis pertanian ini acapkali disebut sebagai pertanian rakyat. Produk utama yang didapatkan dari pertanian ini berupa tanaman pangan untuk dikonsumsi sehari-hari, misalnya beras, palawija, dan hortikultura. Pertanian ini umumnya diusahakan di sawah, ladang serta pekarangan.

2.1.2 Ketersediaan Pangan

Peranan pertanian di Indonesia sangat berarti dilihat dari kewajibannya dalam mencukupi kebutuhan pangan penduduk. Pemerintah wajib mempraktikkan kebijakan pangan, ialah dengan menjamin ketahanan pangan yang meliputi pengadaan pasokan, diversifikasi, keamanan, kelembagaan, serta organisasi pangan. Kebijakan ini diperlukan dalam meningkatkan kemandirian pangan.

Pembangunan yang mengabaikan keswadayaan dalam kebutuhan dasar penduduknya akan membuat suatu negara menjadi sangat bergantung pada negara lain, sehingga negara tersebut menjadi tidak berdaulat (Arifin dalam Purwaningsih, 2008).

Kawasan untuk pertanian telah ditetapkan dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Hal ini sesuai dengan UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan khususnya dalam Pasal 45 ditegaskan bahwa pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Lebih lanjut dalam pasal 47 ditegaskan guna mewujudkan cadangan pangan nasional,

pemerintah akan berupaya: a) mengembangkan, membina, dan atau membantu penyelenggaraan cadangan pangan masyarakat, b). mengembangkan, menunjang, dan memberikan kesempatan seluas-Iuasnya bagi peran koperasi dan swasta daIam mewujudkan cadangan pangan setempat dan atau nasional. Dengan demikian melalui penetapan kawasan peruntukan pertanian maka pengembangan pembangunan pertanian akan berorientasi dan fokus pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas yang optimal.

Fenomena terus menyusutnya atensi tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian memiliki konsekuensi bagi keberlanjutan sektor pertanian di masa depan.

Di masa depan beban sektor pertanian akan terus bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk serta meningkatnya permintaan pangan sehingga kenaikan produksi dan produktivitas pangan menjadi aspek kuncinya (Hery, 2016).

Negara harus menjamin ketersediaan pangan dalam jumlah yang mencukupi bukan hanya dalam aspek terjamin mutunya untuk tiap masyarakat, sebab pada hakekatnya tiap masyarakat berhak atas pangan untuk keberlangsungan hidupnya.

Penyediaan pangan oleh negara wajib diusahakan lewat peningkatan produksi pangan dalam negeri, dimana produksi ini wajib tetap bertambah dari tahun ke tahun sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk (Purwaningsih, 2008).

2.1.3 Petani

Menurut Cancian (1989) dalam Iskandar (2006), Petani merupakan orang yang mempunyai mata pencaharian utama dalam bidang pertanian. Di dalam kesehariannya, petani umumnya hidup dalam dua dunia. Pada satu sisi, warga petani pada biasanya tinggal di daerah-daerah pedesaan, terpisah dari dunia luar.

Mereka sangat sungguh-sungguh di dalam mengelola pertanian di desanya serta cenderung mempunyai orientasi pemikiran ke dalam ( inward looking orientation).

Tetapi, di sisi lain, warga petani sangat bergantung dari dunia luar. Mereka dipengaruhi oleh ekonomi pasar serta sebagai subordinasi, objek politik pihak penguasa/ pemerintah serta pihak luar, warga luas.

Menurut Slamet (2000) dalam Ambun (2020), petani ialah orang yang mempunyai dan mengolah tanah/lahan miliknya sendiri. Akan tetapi pengertian tersebut memiliki bias, sehingga perlu dilakukan pembagian jenis petani sesuai dengan cakupan komoditas.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sub sektor petani berdasarkan cakupan komoditas dibagi menjadi:

1. Sub Sektor Tanaman Pangan seperti: padi, sorgum, jagung.

2. Sub Sektor Hortikultura seperti: Sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat-obatan.

3. Sub Sektor Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) seperti: kelapa, kopi robusta, cengkeh, tembakau, dan kapuk.

4. Sub Sektor Peternakan seperti: ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba, babi, dll), unggas (ayam, itik, bebek dll), hasil-hasil ternak (daging, susu, kulit, telur dll).

5. Sub Sektor Perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya. Sub sektor perikanan mencakup semua aktivitas penangkapan, pembenihan, dan budidaya berbagai jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar, air payau maupun air laut.

Menurut Sastraatmadja (2010), berdasarkan kepemilikan tanah, petani dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu:

1. Petani buruh/ buruh tani, adalah petani yang sama sekali tidak mempunyai lahan sawah.

2. Petani gurem, adalah petani yang memiliki lahan sawah, luasnya berkisar 0,1 s/d 0,50 hektar.

3. Petani kecil, adalah petani yang memiliki lahan sawah, luasnya berkisar 0,51 s/d 1 hektar.

4. Petani besar, adalah petani yang memiliki lahan sawah dan luasnya lebih dari satu hektar.

Selain itu, petani juga diklasifikasikan sesuai dengan keadaan status sosial ekonominya:

1. Petani tidak memiliki lahan dan modal, adalah petani yang paling miskin dan paling rentan karena hanya memiliki tenaga kerja.

2. Petani memiliki lahan sempit namun tidak memilikit modal. Petani ini hanya memiliki lahan sebgai tempat berdiri rumah/gubuknya.

3. Petani memiliki lahan sedang namun tidak memiliki modal. Produksi yang dihasilkan petani masih rendah.

4. Petani punya lahan cukup/luas dan modal cukup/besar. Produksi yang dihasilkan petani sudah besar.

Petani yang dimaksud disini merupakan orang yang mengusahakan bisnis pertanian (tanaman pangan) berdasarkan resiko sendiri yang bertujuan untuk dijual, baik itu petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang

bekerja pada sawah/ladang orang lain menggunakan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk dikategorikan sebagai petani.

2.2 landasan Teori 2.2.1 Minat

Menurut The American Heritage Dictionary of the English Language, dalam Djaali (2013) minat merupakan perasaan ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau mempunyai sesuatu. Selain itu minat adalah bagian dari ranah afeksi, mulai dari tahap kesadaran hingga dalam pilihan nilai.

Minat adalah perilaku jiwa seorang yang tertuju dalam suatu objek tertentu dari ketiga bagian jiwanya (kognisi, emosi dan konasi). Pada interaksi tersebut unsur perasaan merupakan yang terkuat. Unsur kognisi, pada arti minat yaitu pengetahuan dan fakta tentang objek yang dituju. Unsur emosi, dalam partisipasi atau pengalaman disertai perasaan tertentu sedangkan unsur konasi adalah kelanjutan dari kedua unsur sebelumnya, yaitu kognisi dan emosi yang merupakan sesuatu yang direalisasikan dalam bentuk kemauan dan harapan untuk melakukan suatu aktivitas (Ahmadi, 2003).

Minat merupakan aspek kunci kesesuaian antara orang dan pekerjaannya yang menjadi alasan mengapa petani padi sawah masih tetap bertahan untuk menjalankan usahataninya saat ini hingga nanti (Panurat et al., 2014).

Secara umum minat dimaknai sebagai dorongan atau keinginan dalam diri seseorang pada objek tertentu.

Menurut Mappiare (1982) dalam Panurat et al (2014) menjelaskan bahwa latar belakang lingkungan, tingkat ekonomi, status sosial, dan pengalaman mempengaruhi bentuk minat seseorang.

Menurut Crow (1973) dalam Isnaeni (2019) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi minat seseorang yaitu: (1) faktor dorongan dari dalam individu, (2) motif sosial, dan (3) faktor emosional.

Menurut safari (2003) dalam Isnaeni (2019), Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur minat, yaitu:

1. Keseriusan, yang diukur dengan melihat bagaimana keseriusan seseorang dalam mengerjakan suatu aktivitas atau kegiatan.

2. Ketertarikan, yang diukur dengan melihat bagaimana respon yang diberikan seseorang dalam menanggapi sesuatu yang menggambarkan seseorang tersebut cenderung tertarik terhadap orang, benda atau pengalaman yang ada dalam suatu kegiatan.

3. Rasa senang, yang diukur dengan melihat rasa kegairahan pada diri seseorang dalam melakukan kegiatan tanpa adanya rasa terpaksa.

4. Keterlibatan, yang diukur dengan melihat peran aktif seseorang dalam melakukan kegiatan.

2.2.2 Pola pikir

Secara etimologi Pola pikir berasal dari bahasa inggris yang disebut mindset, yang terdiri atas gabungan dua kata yaitu: mind dan set. “Mind” berarti seat of thought and memory; the center of consciousness that generates thoughts, feelings, ideas, and perceptions, and stores knowledge and memories (sumber pikiran dan memori;

pusat kesadaran yang membuahkan pikiran, perasaan, ide, dan persepsi, dan menyimpan pengetahuan dan memori). “Set” berarti a preference for or increased ability in a particular activity (memprioritaskan peningkatan kemampuan dalam suatu aktivitas). Dengan demikian pola pikir adalah beliefs that affect somebody’s attitude; a set of beliefs or a way of thinking that determine somebody’s behavior and outlook (kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi seseorang untuk bersikap; sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang menentukan seseorang dalam berperilaku dan berpandangan, bersikap, dan bagaimana masa depan seseorang) (Gunawan, 2007).

Menurut Darmawan (2008), pola pikir merupakan inti dari self learning atau pembelajaran diri. Hal Inilah yang menentukan bagaimana seseorang memandang sebuah potensi, kecerdasan, tantangan dan peluang sebagai sebuah proses yang wajib diupayakan dengan tekun dan kerja keras serta usaha agar tercapainya tujuan.

Menurut Dweck (2006 ), pola pikir terbagi dua, yaitu pola pikir bertumbuh dan pola pikir tetap. Pola pikir bertumbuh adalah seseorang meyakini bahwa inteligensi, bakat dan keterampilannya adalah suatu hal yang bisa dikembangkan dengan upaya kerja keras dan usaha yang giat, tekun dan juga melalui proses pembelajaran.

Sementara pola pikir tetap adalah seseorang meyakini bahwa kecerdasan, keterampilan, dan bakat telah ditentukan dalam jumlah tertentu dan tidak bisa dikembangkan lagi.

 Indikator pola pikir bertumbuh adalah:

1. Percaya bahwa kecerdasan, bakat, dan karakter bukanlah fungsi dari keturunan

2. Menerima tantangan dan menghadapinya dengan sungguh-sungguh 3. Berpandangan ke depan secara konsisten dari kegagalan

4. Memiliki pandangan positif tentang bisnis 5. Belajar dari kritik yang ada

 Indikator pola pikir tetap adalah:

1. Percaya bahwa kecerdasan, bakat, dan karakter adalah fungsi yang diwariskan dan tidak dapat diubah

2. Menghindari tantangan 3. Mudah menyerah

4. Berpikir bahwa usaha tidak berguna

5. Tidak mengambil manfaat/pembelajaran dari kritikan orang lain.

2.2.3 Keterampilan

Menurut Soemarjadi et al (1992) keterampilan ialah perilaku yang diperoleh melalui tahapan pembelajaran, keterampilan berasal dari gerakan-gerakan yang kasar atau tidak terkoordinasi memlalui training ini, secara bertahap gerakan tidak teratur itu berangsur-angsur berubah menjadi gerakan-gerakan yang lebih halus, melalui proses koordinasi diskriminasi (perbedaan) serta integrasi (perpaduan) sebagai akibatnya diperoleh suatu keterampilan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Keterampilan adalah kapasitas yang dibutuhkan dalam melaksanakan beberapa pekerjaan yang merupakan pengembangan diri sebagai hasil dari training dan pengalaman yang didapat (Dunnette, 1976). Keterampilan merupakan salah satu poin yang menjadi pertimbangan bagi seseorang dalam memilih jenis

pekerjaan. Bekerja di bidang apapun harus mempunyai keterampilan agar hasil yang diperoleh memuaskan (A’yun, 2015).

Berdasarkan penelitian Irawan dan Mulyadi (2016), Indikator ketermpilan meliputi:

a. Keterampilan Teknis

adalah kemampuan seseorang dalam menguasaidan mengelola pengetahuan dan teknologi baru

b. Keterampilan Manajemen

adalah kemampuan seseorang dalam merencanakan dan mengorganisasikan fungsi-fungsi manajemen untuk mengelola sumberdaya yang ada dalam membangun usahanya.

c. Keterampilan Kewirausahaan

Adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk membangun dan mengembangkan usahanya.

d. Keterampilan Kedewasaan Pribadi

kemampuan seseorang untuk menjadi swadaya/mandiri untuk menemukan permasalahannya sendiri dan mencari solusi untuk permasalahannya itu sendiri.

2.2.4 Modal

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Von Bohm Bawerk (1959), modal atau capital adalah adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan oleh masyarakat disebut kekayaan warga. Sebagian dari kekayaan itu dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk menghasilkan barang-barang. Jadi modal ialah setiap hasil atau produk yang digunakan dalam menghasilkan suatu produk.

Dan modal bisa dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap dan modal bergerak.

Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh model tersebut (Soekartawi, 2002). Modal tetap ialah barang-barang modal yang digunakan pada proses produksi yang bisa digunakan beberapa kali meskipun akhirnya barang-barang modal yang digunakan dalam proses produksi yang dapat digunakan beberapa kali tadi akan habis (Rahmanta, 2014). Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin termasuk dalam kategori modal tetap. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relatif pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang (Soekartawi, 2002).

Dalam usahatani, besar kecilnya modal tergantung pada:

1. Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar atau kecilnya modal yang digunakan, semakin besar skala usaha maka semakin besar pula modal yang digunakan.

2. Macam komoditas, jenis komoditas yang digunakan dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar ataupun kecilnya modal yang digunakan.

3. Tersedianya kredit bagi masyrakat tani sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani (Rahim dan Hastuti, 2007).

Menurut penelitian Putri et al (2014), Indikator Modal Usaha meliputi:

a. Struktur permodalan meliputi; modal sendiri dan modal pinjaman b. Pemanfaatan modal tambahan

c. Hambatan dalam pendanaan eksternal d. Status bisnis setelah melakukan investasi

2.2.5 Teori Pendapatan

Menurut Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi dan juga kualitas dari barang yang dikonsumsi.

Misalnya sebelum terjadinya penambahan pendapatan, beras yang dikonsumsikan adalah kualitas yang biasa ataupun kurang baik, namun setelah terjadi penambahan pendapatan maka konsumsi beras menjadi kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.

Menurut Warsana (2007), Pendapatan merupakan penerimaan yang berasal dari hasil penjualan kemudian dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan. Secara matematis bisa dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:

TR = Penerimaan Kotor (Rp)

TC = Total Cost/ Total biaya yang dikeluarkan (Rp)

Dimana:

TC = Biaya (Rp) FC = Fixed Cost (Rp)

Menurut Soekirno (1985), terdapat empat ukuran pendapatan:

Pendapatan = TR – TC

TC = FC + VC

1. Pendapatan kerja petani, Pendapatan ini diperoleh dengan cara menghitung semua penerimaan dan peningkatan investasi yang kemudian dikurangi dengan pengeluaran baik tunai maupun bunga modal dan investasi nilai kerja keluarga.

2. Penghasilan kerja petani, Pendapatan ini diperoleh dari selisih Total penerimaan usahatani setelah dikurangi dengan bunga modal.

3. Pendapatan kerja keluarga, Pendapatan yang didapatkan dari balas jasa dan kerja serta pengelolaan yang dikerjakan oleh petani dan anggotanya dengan tujuan menambah penghasilan rumah tangga.

4. Pendapatan keluarga, Angka ini diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber lain yang diterima petani bersama keluarga disamping kegiatan pokoknya.

Menurut Bramastuti (2009), indikator pendapatan antara lain:

1. Penghasilan diterima setiap bulan 2. Bekerja

3. Anggaran biaya penidikan 4. Beban keluarga

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2019), yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Minat Pemuda Usia 21 – 30 Tahun Pada Sektor Pertanian di Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang”, Metode analisis data menggunakan tabulasi, analisis deskriptif, uji normalitas dan analisis regresi linier sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan anak muda petani di Desa Sidomulyo menunjukkan bahwa sebagian besar jenjang

pendidikan adalah tamatan SLTA, sedangkan proporsi jenjang pendidikan remaja di Desa Tambak Agung pada tingkatan SLTA dan SLTP proporsinya sama, Pemuda di Desa Sidomulyo dan Tambak Agung berada pada tingkat peminat yang sedang di sektor pertanian. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap minat Pemuda pada sektor pertanian di Desa Sidomulyo memiliki nilai R Square 0.248 sedangkan nilai R-squared di Tambak Agung sebesar 0,428 arah pengaruh negatif.

Arvianti et al (2015) melakukan penelitian dengan judul “Minat Pemuda Tani Terhadap Transformasi Sektor Pertanian Di Kabupaten Ponorogo”, Melalui penggunaan metode kuantitatif diperoleh kesimpulan bahwa pendapatan, keluarga, masyarakat dan kondisi sosial berpengaruh signifikan terhadap kepentingan petani, dan sebagian besar sampel masih harus berusahtani.

Panurat et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Petani Berusahatani Padi Di Desa Sendangan Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa” Dengan menggunakan metode regresi linier berganda dan perangkat lunak SPSS 16, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat petani adalah luas lahan, pengalaman, pendapatan, bantuan dan pendidikan. Pengaruh sangat nyata terhadap minat menjadi petani ditunjukkan oleh luas lahan dan pendapatan. Sedangkan bantuan dan pengalaman hanya berpengaruh nyata terhadap minat, sebaliknya yang tidak berpengaruh nyata terhadap minat adalah variabel pendidikan. Kemudian diperoleh nilai R2 sebesar 72% dari faktor luas lahan, pengalaman, pendapatan, bantuan dan pendidikan.

Menurut penelitian A’yun (2015) yang berjudul “Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Pekerjaan Masyarakat dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri di

Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik”, yang menggunakan metode pendekatan deskriptif-kualitatif. Dapat disimpulkan bahwa dibandingkan dengan sektor pertanian, pendapatan sektor industri yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tingkat pendidikan dan tingginya keterampilan yang dimiliki individu juga menjadi faktor yang memotivasi masyarakat untuk berpindah pekerjaan ke sektor industri. Pengaruh lingkungan sosial budaya, pertama-tama adalah interaksi yang erat antara keluarga, teman, tetangga dan industri, serta antusiasme masyarakat untuk berkarya yang lebih baik, yang juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Kecamatan Cerme yang berdekatan dengan zona pengembangan industri juga mempengaruhi perpindahan masyarakat ke sektor industri. Meski hanya 18% yang bekerja di sektor pertanian dan 36% yang bekerja di sektor industri, pemerintah tetap mempertahankan Kabupaten Cerme sebagai kabupaten pengembangan tanaman pangan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya program pemerintah yang meliputi Jalan Usaha Tani (JUT), perluasan waduk, penambahan kapasitas waduk, serta penyediaan pupuk, bibit, obat-obatan dan alat pertanian.

Dari penelitian Losvitasari et al (2017) dengan judul “Persepsi Generasi Muda terhadap Minat Bertani di Kawasan Pariwisata Tanah Lot (Kasus Subak Gadon III, Tabanan), dengan menggunakan metode analisis kualitatif, maka didapatkan hasil bahwa generasi muda non pariwisata masih cukup berminat pada sektor pertanian sedangkan generasi muda pariwisata tidak memiliki minat bertani, dan terdapat perbedaan persepsi/pandangan generasi muda mengenai dampak pariwisata terhadap minat bertani pada generasi muda non pariwisata dan generasi muda pariwisata rumah tangga petani di Subak Gadon III, Beraban,Tabanan. Perbedaan

ini dapat dilihat dari: 1) generasi muda lebih senang menekuni bidang pertanian daripada bidang pariwisata; 2) Kegembiraan generasi muda mengunjungi pameran bertema pertanian; 3) Generasi muda berharap untuk berpartisipasi lebih luas dalam pertanian daripada pariwisata.

2.4 Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan negara agraris yang mana sektor pertanian merupakan sektor penyumbang devisa terbesar. Akan tetapi dari tahun ke tahun terus terjaadi penurunan dari jumlah petani. Hal ini sejalan dengan penurunan NTPP di Sumatera Utara pada Desember 2020 yang mengindikasikan bahwa terjadinya penurunan kesejahteraan petani subsektor tanaman pangan.

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu dari 10 kabupaten penghasil beras terbanyak di Sumatera Utara. Sentra produksi beras di Kabupaten Batu Bara berada di Desa Tanjung Kubah, Kecamatan Air Putih. Beras merupakan makanan pokok masyarakat Sumatera Utara yang sangat dibutuhkan selalu ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan pangan setempat.

Berdasarkan data dari badan pusat statistik Kabupaten Batu Bara maka terlihat terjadinya penurunan produktivitas padi sawah, hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Meskipun demikian, di desa Tanjung Kubah masih sangat banyak masyarakat yang bertahan menjadikan pekerjaan sebagai petani sebagai sumber mata pencahariannya serta luas lahan yang dominan digunakan untuk areal persawahan menunjukkan tingginya minat masyarakat yang bekerja sebagai petani dalam menjalankan usahataninya.

Minat menjadi petani merupakan dorongan pada diri masyarakat untuk melakukan

Minat menjadi petani merupakan dorongan pada diri masyarakat untuk melakukan

Dokumen terkait