• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai keluhan kesehatan pada mata akibat pencahayaan yang tidak memenuhi standard.

2. Menambah wawasan masyarakat tentang pencahayaan dalam ruangan khusunya mengenai pencahayaan pada ruangan warnet game online.

3. Menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang pengukuran intensitas pencahayaan dan dampaknya terhadap keluhan mata.

4. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

5. Dapat menambah bahan pustaka bagi Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Sebagai bahan pertimbangan kepada masyarakat maupun pihak warnet agar mengevaluasi ulang pencahayaan di warnet game online tersebut.

2.1 Pencahayaan 2.1.1 Definisi Cahaya

Secara ilmu fisika cahaya adalah satu dari beberapa jenis energi gelombang (wave energy) yang disebut sebagai pancaran ekektromagnetik (electromagnetic radiation). Cahaya juga merupakan suatu bentuk energi yang pembentukannya terjadi dengan dua cara, yaitu pijaran (insandescence) dan pendaran (luminescence). Cara pjiaran adalah pelepasan cahaya olh objek panas misalnya, sinar matahari (di alam) atau besi yang dipanaskan sampai titik membaranya.

Sementara cara pendaran adalah pelepasan ccahaya tanpa menggunakan panas.

Contohnya, triboluminescence, yaitu ketika suatu jenis kristal, misalnya gula tiba-tiba diremukkan. Peremukan tersebut akan melepaskan sinar singkat (Istiawan, 2006).

Cahaya Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adala lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan.

Intensitas pencahayaan merupakan tingkat pencahayaan yang memungkinkan pekerja dapat melihat objek dengan jelas. Pengaturan cahaya atau pencahayaan yang baik membuat ruangan tertentu menjadi nyaman untuk

dijadikan tempat istirahat. Rasa aman di rumah sendiri pun dapat tercipta dengan adanya pencahayaan yang baik (Istiawan dan Kencana, 2006).

Dalam teori pencahayaan, Jhon E. Kaufman dalam bukunya “lighting for safety” mengemukakan bahwa membahas sistem pencahayaan perlu dilakukan pemilahan dalam hal sumber cahaya, yaitu : cahaya alami (natural light) dan cahaya buatan (artificial light) dikarenakan masing-masing sumber tersebut memiliki karakter yang berbeda (Suptandar dkk, 2006).

2.1.2 Sifat Fisik Cahaya

Adapun sifat-sifat fisik cahaya yaitu : (Suptandar, 1996)

a. Sinar memperlihatkan spektrum warna yang menerus yaitu setiap panjang gelombang menunjukkan satu warna sinar.

b. Perpindahan warna dari yang satu ke warna yang lain berlangsung secara perlahan.

c. Warna putih adalah sinar yang berisi seluruh komposisi warna dengan intensitas yang sama pada satu bidang dan mata tersebut peka secara visual pada bidang ini.

d. Spektrum warna putih membentang antara 730µµ hingga 370µµ.

e. Nilai warna adalah jumlah energi penyinaran yang dipancarkan pada suatu panjang gelombang tertentu yang akan menimbulkan kesan warna atau nilai warna pada bidang tersebut.

f. Kesan warna yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan, tergantung pada panjang gelombang sinar yang dapat ditangkap oleh mata.

2.1.3 Sumber Cahaya

Secara umum sumber pencahayaan dibedakan menjadi dua, yaitu pencahayaan alamiah dan pencahayaan buatan.

a. Pencahayaan Alamiah

Pencahayaan alamiah adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya alami berupa cahaya matahari dengan intensitas bervariasi menurut waktu, musim dan tempat. Kebanyakan pencahayaan alami berasal dari matahari, termasuk cahaya bulan. Asal-usul tesebut benar-benar murni, dan tidak mengkonsumsi sumber daya alam (Karlen dan Benya, 2007).

Khusus tentang cahaya alam yaitu matahari sebagai sumber cahaya, diterangkan bahwa cahaya alam juga bisa didapat dari bulan dan bintang-bintang di malam hari, meskipun tidak sejelas dan seterang cahaya matahari. Keuntungan penggunaan cahaya alam yang sering disebut sebagai cahaya siang (daylight) adalah kemampuannya membantu visualisasi benda sampai pada bagian yang terkecil, dan membedakan warna-warna pada permukaan. Cahaya alam selalu merubah intensitas dan warna karena dipengaruhi oleh peredarannya dalam tata surya, terutama kondisi cuaca terutama saat mendung, hujan ataupun pada saat pergantian musim. Cahaya matahari dipastikan tidka konstan. Oleh karena itu untuk obyek yang terlindungi dari penyinaran langsung dari cahaya alam, perlu dibantu dengan cahaya buatan. Pola warna dari cahaya alam selalu berubah, karena panjang gelombang sinar matahari tiap saat berubah, sehingga kita tidak bisa menikmati kecerahan warna untuk jangka yang lama.

Pemenuhan kebutuhan cahaya untu pencahayaan alami ditentukan oleh : 1. Letak bangunan

Bangunan tidak terhalang oleh bangunan lain, pohon-pohon maupun tembok pagar yang tinggi sehingga menghambat masuknya cahaya matahari.

2. Letak Jendela

Bangunan harus memperhatikan letak jendela-jendela, lobang-lobang atau dinding atau kaca harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan penyebaran cahaya yang merata sehingaa tidak menyilaukan atau menimbulkan bayangan yang mengganggu.

3. Lebar jendela

Yang perlu diperhatikan dengan lebar jendela antara lain : a. Luas jendela paling sedikit mempunyai luas 15% dari luas lantai

b. Apabila luas jendela melebihi 20% dari luas lantau, maka dapat menimbulkan kesilauan dan kepanasan.

c. Apabila luas jendela kurang dari 15% dari luas lantai, maka dapat menimbulkan suasana gelap dan pengap (Depkes RI, 1998).

b. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya lain selain cahaya alami. Sumber cahaya buatan umunya membutuhkan sumber daya alam, seperti bahan bakar minyak bumi, untuk mengubah simpanan energi dari sumber daya alam tersebut menjadi cahaya. Sumber cahaya listirk lebih unggul dibandingkan dengan sumber cahaya buatan lainnya karena sumber cahaya dari pembakaran kayu, gas dan minyak menghasilkan polusi pada ruang

yang diteranginya. Lebih dari itu listrik dapat dibangkitkan dari sumber daya alam yang tak terhabiskan, seperti listrik yang dibangkitkan oleh angi, air, oanas bumi, dan cahaya matahari. Cara sebuah lampu listrik bekerja menentukan cahaya dihasilkan olenya (Karlen dan Benya, 2007).

Sumber cahaya dari cahaya buatan digunakan untuk pencahayaan ruangan yang berbeda dengan cahaya matahari dalam hal panjang gelombang. Seluruh sumber cahaya buatan berbeda dengan sinar matahari dalam hal distribusi spektrum, terutama terhadap lampu pijar yang kaya akan spektrum merah, lampu flouresens merkuri dengan tekanan tinggi mempunyai distribusi sebagian-sebagian dengan puncak yang tajam pada daerah biru, hijau dan kuning (Gabriel, 1993).

Mayoritas sumber cahaya buatan yang bisa diatur sesuai keinginan dan kebutuhan kita yaitu : cahaya dari tenaga listrik karena bisa diatur sesuai dengan fungsi ruang. Spesifikasi sumber cahaya buatan yang perlu diperhatikan yaitu : sumber cahaya, temperatur, wanra, jarak (range) dan bentuk cahaya (Suptandar dkk, 2006).

Jenis-jenis lampu yang digunakan dalam pencahayaan buatan, antara lain : a. Golongan Lampu Pijar (incandescence/bulb/bohlam)

Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan hingga saat ini. Jenis lampu pijar terdiri dari lampu filamen karbon, lampu wolfram dan lampu halogen. Bola lampu pijar dibuat hampa udara atau berisi gas mulia (Muhaimin, 2001). Pada umumnya lampu pijar memiliki cahaya berwarna kekuningan yang menimbulkan suasana hangat, romantis dan akrab. Intensitas

cahaya pada lampu pijar lebih kecil dibandingkan lampu neon. Artinya, pada daya (watt) yang sama, lampu neon menghasilkan cahaya lebih terang daripada lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).

b. Golongan Lampu Berpendar (fluorescence/neon/TL)

Lampu ini umumnya disebut lampu neon. Pada dunia industri lampu ini lebih dikenal dengan sebutan lampu TL. Cahaya lampu neon biasa berwarna putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Cahaya yang dipancarkan lampu neon lebih terang dibanding lampu pijar dan halogen karena lampu ini punya efficacy lebih tinggi dari lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).

Pada desain pencahayaan raung luar, lampu flouresens banyak digunakan untuk menghasilkan cahaya yang merata untuk memenuhi kebutuhan fungdional berbagai aktivitas. Cahaya putih jernih yang merata yang dihasilkan dengan kecendrungan untuk tidak memengaruhi warna benda, membuat lampu flouresens mampu menampilkan objek visual dengan sangat baik. Namun, kinerja lampu flouresens sangat dipengaruhi oleh temperatur ruang sehingga lampu floresens tidak dapat bekerja secara maskimal pada ruang luar kecuali berada pada armatur lampu maupun di antara elemen arsitektur yang melindunginya dari perubahan temperatur (Manurung, 2009).

c. Golongan Lampu HID (High Intensity Dischage)

Lampu High Intensity Discharge (HID) adalah lampu-lampu discharge yang mampu menghasilkan cahaya dengan intensitas tinggi. Lampu-lampu HID diaktifkan dengan ballast dan membutuhkan waktu yang lama dari saat mulai

dinyalakan sampai mencapai terang yang maksimum. Lampu-lampu HID sangat baik dalam pencahayaan ruang luar (Manurung, 2009).

d. Golongan Lampu LED (Light Emmiting Diade)

Perkembangan teknologi lampu yang pesat telah mengantar penciptaan jenis lampu baru yaitu, LED (Light Emmiting Diade). Lampu LED memiliki usia yang sangat panjang, mencapai 100.000 jam, dengan konsumsi daya listrik yang sangat kecil. Kelemahan LED adalah intensitas cahaya yang dihasilkannya lebih kecil jika dibandingkan dengan sumber cahaya lainnya. LED sangat menunjang pencahayaan eksterior, hal ini terkait dengan variasi warna yang dimilikinya, yaitu putih dingin (cool white), kekuningan, merah, hijau dan biru (Manurung, 2009).

2.1.4 Tipe Pencahayaan

Berdasarkan standar penerangan buatan di dalam gedung yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (1981) tipe pencahayaan dibedakan atas tiga jenis, antara lain :

1. Pencahayaan Umum

Pencahayaan umum adalah pencahayaan secara umum dengan memperhatikan karakteristik dan bentuk fisik ruangan, tingkat pencahayaan yang diinginkan dan instalasi yang dipergunakan. Pencahayaan umum harus menghasilkan iluminasi yang merata pada bidang kerja dan pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus

2. Pencahayaan Terarah

Pencahayaan terarah berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu atau objek seni atau koleksi berharga lainnya. Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas.

3. Pencahayaan Setempat

Pencahayaan setempat lebih mengkonsentrasikan cahaya pada tempat tertentu, misalnya tempat kerja memerlukan tugas visual dan tipe ini sangat bermanfaat bagi pekerja dengan aktivitas pekerjaan sebagai berikut :

a. Pekerja yang melakukan pekerjaan teliti.

b. Pekerjaan yang mengamati bentuk dan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu.

c. Menunjang tugas visual yang pada mulanya tidak direncanakan untuk ruang tersebut.

Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Sistem Pencahayaan Merata

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan digunakan jika tugas visual yang dilakukan diseluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit.

2. Sistem Pencahayaan Setempat

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut.

3. Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat

Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk :

a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.

b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu.

c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut

d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.

2.1.5 Klasifikasi Sistem Pencahayaan

Klasifikasi sistem pencahayaan dari sumber cahaya menurut Illuminating Engineering Society (IES), antara lain:

1) Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting)

Pada pencahayaan tidak langsung langit-langit merupakan sumber cahaya semu dan cahaya yang dipantulkan menyebar serta tidak menyebabkan bayangan.

Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke langit-langit ruangan sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya pantulan. Pancaran cahaya pada penerangan tidak langsung dapat pula dipantulkan pada dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja adalah pantulan dari cahaya dinding. Sistem ini menjadi tidak efektif jika cahaya yang sampai ke langit-langit merupakan cahaya pantulan dari bidang lain. Pencahayaan tipe ini diperlukan pada ruang gambar, perkantoran, rumah sakit dan perhotelan.

2) Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)

Distribusi cahaya pada pencahayaan ini mirip dengan distribusi pencahayaantidak langsung tetapi lebih efisisen dan kuat penerangannya lebih tinggi. Padasistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, selebihnya dipantulkan ke bagian bawah. Pada sistem ini masalah bayangan tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. Pencahayaan jenis ini diperlukan pada ruangan yang memerlukan modeling shadow, seperti tokobuku, ruang baca dan ruang tamu.

3) Pencahayaan Menyebar / Difus (General Diffus Lighting)

Pada pencahayaan difus distribusi cahaya ke atas dan kebawah relatif merata sehingga termasuk sistem direct-indirect lighting. Pada sistem ini 40%

hingga 60% cahaya diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. Pencahayaan difus menghasilkan cahaya teduh dengan

bayangan lebih jelas dibandingkan dengan bayangan yang dihasilkan pencahayaan tidak langsung dan pencahayaan semi tidak langsung. Penggunaan pencahayaan difus umumnya diperlukan pada tempat ibadah.

4) Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting)

Pencahayaan semi langsung termasuk jenis pencahayaan yang efisien. Pada sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja selebihnya diarahkan ke langit-langit. Penggunaan pencahayaan jenis ini biasa digunakan pada kantor, ruang kelas dan tempat lainnya.

5) Pencahayaan Langsung (Direct Lighting)

Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke bidang kerjasehingga terjadi efek terowongan (tunneling effect), yaitu timbulnya bagianyang gelap di langit-langit tepat di atas lampu. Pencahayaan langsung dapat diatur menyebar atau terpusat, tergantung reflektor yang digunakan. Sistem pencahayaan langsung memiliki kelebihan, yaitu efisiensi penerangan tinggi, memerlukan sedikit lampu untuk bidang kerja yang luas. Disisi lain kelemahan dari sistem ini yaitu bayang-bayang gelap karena jumlah lampu sedikit maka jika terjadi gangguan atau kerusakan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi pencahayaan di dalam ruangan.

2.1.6 Komposisi dan Arah Cahaya

Peran komposisi adalah untuk mengoptimalkan penataan cahaya yang tepat antara pencahayaan umum (general lighting), pencahayaan setempat (task lighting) dan decorative lighting.Kepekaan, kreativitas, dan rasa seni sangat dibutuhkan untuk menciptakan komposisi yang baik. Adapun arah pencahayaan

secara garis besar terbagi atas lima kategori yaitu down light, up light, side light, back light, dan front light. Dalam suatu ruangan sering kali sumber cahaya berasal dari kombinasi arah-arah cahaya tersebut. Selain itu, pemakaian lampu merupakan faktor penting dalam mengarahkan dan merefleksikan cahaya sesuai keinginan (Istiawan dan Kencana, 2006).

1. Down Light (arah cahaya ke bawah)

Arah pencahayaan ini berasal dari atas dengan tujuan untuk memberikan cahaya pada objek dibwahnya. Pada umumnya setiap ruangan di rumah tinggal memerlukan pencahayaan down light agar cahaya dapat tersebar merata. Lampu yang digunakan biasanya berasal dari lampu yang dipasang di langit-langit rumah dengan posisi lampu menjorok keluar, masuk ke dlaam, menempel pada tembok, atau berupa lampu gantung. Jenis lampu down light untuk pencahayaan merata terdiri dari beberapa variasi seperti lampu pijar, neon, dan compact flourecence dengan distribusi cahaya yang besar. Down light untuk decorative lighting diatur melalui pengaturan sudut jatuh cahaya sehingga dapat menimbulkan kesan yang berbeda. Contohnya adalah wall washer, yaitu cahaya yang diarahkan ke dinding agar tekstur dan warna dinding lebih menonjol dan berdimensi (Istiawan dan Kencana, 2006).

Pada lampu down light, sumber cahaya yang biasa digunakan adalah kelompok lampu incandescent, seperti lampu pijar, halogen, dan lampu flouresens kompak, beberapa armatur lampu memang didesain untuk dapat menampung lebih dari satu sumber cahaya yang dihasilkan menjadi semakin besar (Manurung, 2009).

2. Up light (arah cahaya ke atas)

Posisi sumber cahaya dihadapkan ke atas sehingga arah cahaya berasal dari bawah ke atas. Up light umumnya berperan untuk dekoratif dengan kesan yanh megah, dramatis, dan memunculkan dimensi. Contoh aplikasi pencahayaan ini misalnya pada kolom rumah yang biasanya memakai lampu halogen.

Pencahayaan ini kadang-kadang disebut juga sebagai valance lighting. Up light juga dapat digunakan untuk pencahayaan umum, yaitu dengan memantulkan cahaya ke langit-langit sehingga penyebarannya lebih lembut dan merata. Aplikasi seperti ini biasanya dilakukan di ruang-ruang dengan suasana teduh seperti kamar tidur. Selain itu, up light juga diaplikasikan di plafon yang tidak datar (Istiawan dan Kencana, 2006).

Karena letaknya yang berada di bawah, armatur untuk setiap lampu up light harus kuat terhadap benturan, mampu menahan beban tertentu, kedap air, anti karat, namun tetap mudah dalam perawatan dan pergantian lampu (Manurung, 2009).

3. Back Light (arah cahaya dari belakang)

Arah pencahayaan berasal dari belakang obyek. Back light ini bertujuan untuk memberi aksentuasi pada obyek seperti menimbulkan siluet. Jenis pencahayaan memberikan pinggiran cahaya yang menarik pada obyek dan bentuk obyek menjadi lebih terlihat (Istiawan dan Kencana, 2006).

4. Side Light (arah cahaya dari samping)

Fungsi arah pencahayaan dari samping ini sama degan pencahayaan jenis back light, yaitu untuk memberikan aksen pada obyek tertentu. Biasanya side light

digunakan pada benda-benda seni untuk menonjolkan nilai seninya (Istiawan dan Kencana, 2006).

5. Front Light (arah cahaya dari depan)

Front light berarti sumber cahaya berada di depan obyek dan biasanya di aplikasikan pada obyek dua dimensi seperti lukisan atau foto. Itulah sebabnya cahaya front light sebaiknya merata sehingga dapat membuat obyek terlihat apa adanya, kecuali jika ada bagian tertentu yang ingin ditonjolkan (Istiawan dan Kencana, 2006).

2.1.7 Disain Pencahayaan

Pencahayaan digunakan untuk menentukan bentuk dan skala jarak. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mendisain sistem pencahayaan yang memenuhi syarat secara kualitas dan kuantitas, yaitu :

a) Menetapkan komposisi pencahayaan dengan memperhatikan rasio kecemerlangan dan tekstur yang tepat. Bila diinginkan pencahayaan pada permukaan ruang agar menjadi bentuk yang spesial dan menarik, dapat dicapai dengan memodifikasi ilusi (Pamudji dkk, 2006).

b) Mengidentifikasi tingkat pencahayaan untuk aktivitas tugas tertentu, misalnya membaca tulisan tangan dengan pensil pada kalitas kertas yang jelek, mengetik, membaca screen chart atau menggambar. Berdasar pada perhitungan efek kontras dan penampilan performasi tugas banyak tergantung pada faktor umur, tingkat keceapatan dan ketepatan pelaksanaan tugas, latar belakang pantulan dan detal-detail yang terlihat (Pamudji dkk, 2006).

c) Menampilkan suatu objek, misalnya melalui penonjolan warna, kerlipan cahaya, bayangan dan model-model dengan mendefnisikan dan mengevaluasi objek-objek (Pamudji dkk, 2006).

d) Memilih sistem pencahayaan yang tepat dari berbagai jenis lampu. Sebuah bidang membutuhkan pencahayaan yang sempurna dan konsisten dari sinar lampu. Untuk suatu tempat yang tersembunyi dibutuhkan tambahan cahaya langsung dari suatu sumber, misalnya dengan menambah lebih dari satu titik pencahayaan, seperti untuk ilusi plafon dan untuk mempertegas cahaya.

Pencahayaan dengan lampu dikaitkan dengan struktur bangunan sehingga dapat membantu unutk menyatakan sifat dari suatu permukaan atau bentuk-bentuk struktural (Pamudji dkk, 2006).

e) Sinar matahari dimanfaatkan untuk melengkapi pencahayaan listrik tetapi apabila cahaya matahari sudah dianggap cukup memadai, maka pencahayaan listrik bisa dihemat, bahkan kalau perlu dimatikan.

Pengontrolan cahaya edaknya dikoordinasikan dengan penempatan-penempatan perabot, jadwal pemakaian ruang dan area kerja (Pamudji dkk, 2006).

2.1.8 Standar Pencahayaan

Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerangan yangtepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan ketidakefisienan yang minimal sehingga mengurangi terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2009).

Standar intensitas pencahayaan yang ditetapkan oleh Illuminating Engineering Society (IES), sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminasi sebesar 300 lux yang merata pada bidang kerja. Apabila iluminasinya kurang atau lebih dari 300 lux, makadapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan pada akhirnya menurunkan kinerja pekerja (Fayrina, 2012). Sedangkan standar penerangan menurut Kepmenkes RI No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tercantum dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan

Minimal (lux) Keterangan Pekerjaan kasar dan tidak

terus menerus 100 Ruang penyimpanan

danruRuang

penyimpanan dan ruang peralatan / instalasi yang

Pekerjaan rutin 300 R.administrasi, ruang

kontrol, pekerjaan mesin dan peralatan / penyusunan.

Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau

bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan Halus 1000 Pemilihan warna

pemrosesan tekstil, pekerjaan mesih halus dan perakitan halus.

Pekerjaan amat halus 1500

Tidak menimbulkan

2.1.9 Pengukuran Intensitas Pencahayaan

Intensitas dalam penerangan dinyatakan dalam satuan “lux”. Dalam

kerja alat ini berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenaga listrik olehphotoelectric cell. Berdasarkan SNI 16-7062-2004 intensitas penerangan diukur dengan 2 cara yaitu :

1) Pencahayaan Umum

Pada pencahayaan umum pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi luaslantai. Penentuan titik pengukuran umum meliputi titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter darilantai.

2) Pencahayaan Lokal

Pada pencahayaan lokal pengukuran dilakukan di tempat kerja atau meja kerja pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja. Pengukuran titik pengukuran lokal meliputi objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan kerja.

2.1.10 Pengaruh Pencahayaan terhadap Kesehatan

Tingkat pencahayaan yang baik memungkinkan seseorang untuk bekerja dengan efisiensi kerja yang maksimal. Kemudahan untuk melihat suatu objekserta kejelasan dalam melihat objek kerja dipengaruhi oleh kekontrasan. Kontras yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kesilauan. Akibat dari kurangnya pencahayaan

Tingkat pencahayaan yang baik memungkinkan seseorang untuk bekerja dengan efisiensi kerja yang maksimal. Kemudahan untuk melihat suatu objekserta kejelasan dalam melihat objek kerja dipengaruhi oleh kekontrasan. Kontras yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kesilauan. Akibat dari kurangnya pencahayaan