• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan berguna bagi beberapa pihak, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi penulis, penelitian ini menjadi salah satu syarat kelulusan untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dari program studi Tadris Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta menambah wawasan dalam melakukan analisis hasil penelitian-penelitian yang telah ada.

b. Bagi sekolah, penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan serta bahan evaluasi bagi guru tentang inovasi pembelajaran yang efektif untuk tercapainya tujuan pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan rujukan mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif dalam melakukan pembelajaran di kelas.

b. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian meta-analisis pada tema penelitian yang sama maupun tema penelitian lain.

8

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Teoretik 1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar diperoleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran. Suprijono mengemukakan bahwa hasil belajar berupa pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi, dan keterampilan.1 Rusman juga berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.2 Sementara Husamah berpendapat bahwa hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.3 Hal tersebut senada dengan pendapat Susanto, yang mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.4 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan siswa meliputi pengetahuan, sikap, dan tingkah laku setelah melalui pengalaman belajar.

Perubahan tingkah laku yang merupakan hasil belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut.5

1) Perubahan yang disadari, artinya siswa yang telah melalui proses pembelajaran akan lebih percaya terhadap dirinya dan menyadari bahwa pengetahuan serta keterampilannya telah bertambah.

1 Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2011), h. 22.

2 Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:

Kencana, 2017), h. 130.

3 Husamah dkk., Belajar dan Pembelajaran (Malang: UMM Press, 2016), h. 20.

4 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Edisi Pertama (Jakarta:

Kencana, 2013), h. 5.

5 Tutik Rachmawati dan Daryanto, Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik (Yogyakarta: Gava Media, 2015), h. 37.

2) Perubahan yang bersifat kontinu (berkesinambungan), artinya perubahan dari hasil pembelajaran akan menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku yang lain.

3) Perubahan yang bersifat fungsional, artinya perubahan dari hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi siswa yang bersangkutan.

4) Perubahan yang bersifat positif, artinya perubahan dalam diri siswa tersebut telah bertambah.

5) Perubahan yang diperoleh akan selalu bertambah dan menjadi pembeda dari keadaan sebelumnya.

6) Perubahan bersifat aktif, artinya perubahan tersebut terjadi melalui aktivitas masing-masing bukan terjadi dengan sendirinya.

7) Perubahan bersifat permanen, artinya perubahan yang telah terjadi akan menetap secara kekal dalam diri siswa dan akan berkembang terus.

8) Perubahan yang terjadi bertujuan dan terarah, artinya perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh tujuan yang hendak dicapai.

b. Klasifikasi Hasil Belajar

Aspek-aspek yang menyangkut gambaran kemampuan siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga domain berdasarkan taksonomi Bloom. Ketiga domain tersebut merupakan klasifikasi dari tujuan pembelajaran, yaitu:

1) Domain kognitif mencakup kemampuan dan kecakapan intelektual berpikir;

2) Domain afektif mencakup kemampuan dan penguasaan segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai;

3) Domain psikomotor mencakup keterampilan atau gerakan-gerakan fisik.6 Dari ketiga domain tersebut, domain kognitif merupakan domain yang lebih dominan daripada domain afektif dan psikomotor. Domain kognitif merupakan inti dari keseluruhan domain pembelajaran.7 Domain kognitif berkaitan dengan tujuan

6 Rusman, op. cit., h. 131.

7 Gowrishankar Kasilingam, Mritha Ramalingam, dan Elanchezian Chinnavan, “Assessment of Learning Domains to Improve Student’s Learning in Higher Education,” Journal of Young Pharmacists Vol. 06, No. 42, 2014, p. 28.

penting dari sebuah pembelajaran, yaitu meretensi dan mentransfer materi.

Meretensi bertujuan agar siswa dapat mengingat materi yang telah dipelajari, sedangkan mentransfer bertujuan agar siswa memahami dan menggunakan materi yang telah dipelajari.8

c. Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif terbagi dalam beberapa kategori proses kognitif yang menjadi indikator keberhasilan meretensi dan mentransfer materi. Adapun proses kognitif tersebut terbagi menjadi enam tingkatan menurut taksonomi Bloom revisi Anderson dan Krathwohl, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Penjelasan keenam proses tersebut tersaji sebagai berikut.

1) Mengingat

Mengingat merupakan kategori proses kognitif yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan meretensi materi pelajaran sama seperti materi yang telah diajarkan. Proses ini mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang.

Mengingat juga merupakan proses penting yang menjadi bekal pembelajaran bermakna dan penyelesaian masalah dari tugas-tugas yang lebih kompleks. Adapun proses mengingat terdiri dari proses mengenali dan mengingat kembali.9

2) Memahami

Memahami merupakan proses kognitif yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan mentransfer materi bersama dengan proses kognitif lainnya, yaitu mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Proses memahami dapat ditunjukkan ketika siswa mampu mengkontruksi makna dari pesan-pesan dari proses pengajaran, buku, atau layar komputer, baik berupa lisan, tulisan, maupun grafis. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi proses menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.10

8 Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. oleh Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 94-95.

9 Ibid., h. 99-103.

10 Ibid., h. 105-106.

3) Mengaplikasikan

Mengaplikasikan merupakan proses kognitif yang melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk latihan soal atau menyelesaikan masalah. Soal latihan adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya diketahui oleh siswa, sehingga siswa mengerjakannya secara rutin. Adapun masalah adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya belum diketahui oleh siswa, sehingga siswa harus mencari prosedur untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yaitu mengeksekusi yang dilakukan ketika tugas hanya soal latihan dan mengimplementasikan yang dilakukan ketika tugasnya merupakan masalah.11

4) Menganalisis

Menganalisis merupakan proses kognitif yang melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan hubungan antarbagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori ini terdiri dari proses membedakan (menentukan potongan-potongan informasi relevan yang penting), mengorganisasi (menentukan cara-cara menata potongan-potongan informasi relevan), dan mengatribusikan (menentukan tujuan di balik informasi relevan).12

5) Mengevaluasi

Mengevaluasi adalah kategori proses kognitif dengan cara membuat keputusan berdasarkan standar dan kriteria tertentu. Kriteria-kriteria ini ditentukan oleh siswa, seperti kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Adapun standar yang ditentukan dapat bersifat kuantitatif (berupa jumlah) atau kualitatif (berupa kondisi). Standar-standar tersebut diterapkan pada kriteria yang telah ditetapkan, seperti keefektifan sebuah proses atau kualitas suatu produk. Mengevaluasi meliputi proses memeriksa (keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal) dan mengkritik (keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal).13

6) Mencipta

11 Ibid., h. 116.

12 Ibid., h. 120.

13 Ibid., h. 125.

Mencipta adalah proses kognitif yang melibatkan proses menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang fungsional. Tujuan dari proses mencipta adalah siswa dapat membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah bagian menjadi suatu struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Proses mencipta menuntut siswa memiliki kemampuan untuk menggabungkan sesuatu menjadi sebuah keseluruhan. Proses ini mengaruskan cara berpikir kreatif yang terdiri dari tiga tahap, yaitu penggambaran masalah, perencanaan solusi, dan eksekusi solusi.

Proses mencipta terdiri dari proses merumuskan (memikirkan berbagai solusi ketika berusaha memahami tugas), merencanakan (merencanakan metode solusi dan mengubahnya menjadi rencana aksi), dan memproduksi (melaksanakan rencanadengan merekonstruksi solusi).14

2. Tinjauan Mata Pelajaran Fisika

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari gejala alam melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis.15 Fisika dipelajari secara spesifik pada tingkat SMA bersama dengan cabang IPA yang lain, yaitu kimia dan biologi. Pada tingkat SMA, fisika dipandang penting untuk diajarkan kepada siswa sebagai mata pelajaran tersendiri karena fisika merupakan salah satu alat untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, fisika diajarkan kepada siswa sebagai bekal pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta untuk pengembangan ilmu dan teknologi.16

Fisika di tingkat SMA merupakan bagian dari peminatan mata pelajaran MIPA yang berfokus pada fenomena alam dan pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut.17

14 Ibid., h. 129-130.

15 Marthen Kanginan, Fisika untuk SMA/MA Kelas X (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 6.

16 Arif Hidayat dkk., “Pedoman Guru Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA)” (Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), h. 10.

17 Ibid., h. 11-12.

1) Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar gelombang elektromagnetik.

2) Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, dan termodinamika.

3) Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan arus bolak balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom, relativitas, dan radioaktivitas.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru.18 Cara mengajar yang baik diperlukan agar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik.19 Selain cara mengajar, diperlukan pula prosedur yang menjadi acuan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran pun tercapai.20 Para ahli dalam bidang pendidikan telah menyusun beberapa cara dan langkah yang dapat digunakan untuk kesuksesan kegiatan pembelajaran dalam bentuk model pembelajaran.

Model pembelajaran merupakan suatu rancangan konseptual yang berisi prosedur sistematis untuk mengatur pengalaman belajar siswa agar mencapai tujuan belajar.21 Senada dengan pengertian tersebut, Helmiati menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah gambaran tahapan pembelajaran yang akan disajikan oleh

18 Nurdyansyah dan Eni Fariyarul Fahyuni, Inovasi Model Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013 (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), h. 17.

19 Ibid.

20 Muhamad Afandi, Evi Chamalah, dan Oktarina Puspita Wardani, Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah (Semarang: Unissula Press, 2013), h. 16.

21 Direktorat Pembinaan SMA, “Model-model Pembelajaran” (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), h.

3.

guru.22 Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan tertata secara sistematis.23 Pendapat lain juga dikemukakan Joyce dan Weil yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang dipakai dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran.24 Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah gambaran tahapan pembelajaran yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran terdiri dari beberapa macam, satu diantaranya adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).25 Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif mengacu pada berbagai metode pembelajaran yang menuntut siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu dalam mempelajari materi.26 Maka dalam suatu kegiatan pembelajaran, pembelajaran kooperatif dimaknai sebagai pembentukan beberapa kelompok kecil yang terdiri dari beberapa siswa untuk saling bekerja sama dan saling meningkatkan masing-masing pembelajarannya.27 Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk memberi siswa kesempatan agar dapat terlibat aktif dalam proses berpikir dan kegiatan pembelajaran28 serta melatih siswa untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab.29 Kelompok yang dibentuk umumnya terdiri dari 4 – 5 orang anggota dan bersifat heterogen dilihat dari kemampuan, gender, dan karakter.30 Pembelajaran ini menekankan kerja sama dalam kelompok

22 Helmiati, Model Pembelajaran (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012), h. 19.

23 Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual (Jakarta: Kencana, 2017), h. 23.

24 Muhammad Fathurrohman, Model-model Pembelajaran Inovatif (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2015), h. 30.

25 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, h. 16.

26 Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik, trans. oleh Narulita Yusron (Bandung: Nusa Media, 2005), h. 4.

27 Huda, op. cit., h. 31.

28 Al-Tabany, op. cit., h. 108.

29 Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2014), h. 45.

30 Ibid.

untuk mencapai tujuan pembelajaran, yaitu dengan cara belajar bersama-sama, saling membantu antaranggota kelompok dalam belajar, dan memastikan setiap anggota kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.31 Keberhasilan belajar dalam pembelajaran ini bergantung pada kemampuan dan aktivitas kelompok, baik secara individu maupun seluruh anggota kelompok.32 b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Keberhasilan belajar siswa yang diperoleh melalui pembelajaran kooperatif merupakan salah satu tujuan dari model pembelajaran ini. Menurut Johnson dan Johnson, keberhasilan belajar siswa tersebut dilihat dari peningkatan prestasi akademik dan pemahaman siswa baik secara individu maupun kelompok.33 Ibrahim (2000) juga menyebutkan tiga tujuan utama pembelajaran kooperatif, yaitu:34 1) Hasil Belajar Akademik

Pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya juga dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa.

2) Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Pembelajaran kooperatif dapat memberi peluang bagi siswa dengan latar belakang dan kondisi berbeda untuk bekerja sama dan saling bergantung pada tugas-tugas akademik.

3) Pengembangan Keterampilan Sosial

Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.

Dalam konteks hasil belajar akademik, Arends juga menyatakan bahwa hal tersebut dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif.35 Hal ini memberi keuntungan bagi siswa berkemampuan rendah maupun siswa berkemampuan tinggi karena mereka bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.36 Selain

31 Isjoni, op. cit., h. 45-46.

32 Ibid.

33 Al-Tabany, op.cit., h. 109.

34 Isjoni, op. cit., h. 27.

35 Richard I. Arends, Learning to Teach, Tenth Edition (New York: McGraw-Hill Education, 2015), p. 378.

36 Ibid., p. 371.

itu, dua tujuan lain yang telah disebutkan secara simultan juga dapat membantu pembelajaran akademik siswa.37

c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran lain karena selain bertujuan meningkatkan hasil belajar akademik dalam arti penguasaan materi pelajaran, dalam model pembelajaran ini terdapat kerja sama antaranggota kelompok untuk penguasaan materi tersebut. Kerja sama ini merupakan salah satu ciri khas atau karakteristik dari model pembelajaran kooperatif. Adapun karakteristik dari model pembelajaran kooperatif berdasarkan Johnson dan Johnson (1994) dijelaskan sebagai berikut.38

1) Interpedensi Positif

Interpedensi positif menuntut siswa bertanggung jawab terhadap terhadap dua hal, yaitu mempelajari materi yang ditugaskan serta memastikan semua anggota dalam kelompoknya mempelajari materi tersebut. Tanggung jawab tersebut muncul karena kesuksesan kelompok bergantung pada keberhasilan anggota kelompok dalam mengerjakan tugas masing-masing.

2) Interaksi Promotif

Interaksi promotif muncul sebagai akibat dari interpedensi positif yang membuat setiap anggota kelompok saling membantu menyelesaikan tugas untuk tujuan bersama. Interaksi promotif juga menciptakan anggota kelompok yang saling berbagi informasi dan mengemukakan pendapat satu sama lain serta menjaga kelompok agar tetap kondusif.

3) Akuntabilitas Individu

Akuntabilitas individu adalah tanggung jawab masing-masing individu kepada tugas yang telah diberikan. Baik tugas-tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok maupun secara individu sehingga masing-masing individu akan memperhatikan anggota satu kelompoknya jika ada yang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan tugas.

37 Ibid., p. 378.

38 Huda, op. cit., h. 46-59.

4) Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil

Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil merupakan keterampilan sosial yang perlu dimiliki siswa untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran kooperatif. Keduanya merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas kelompok. Ketika siswa memiliki keterampilan sosial yang tinggi dan guru memberikan reward atas keterampilan tersebut, maka performa siswa yang meningkat akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

5) Pemrosesan Kelompok

Pemrosesan kelompok merupakan refleksi anggota kelompok dalam hal memilih tindakan yang tepat ketika melakukan kerja kelompok serta membuat keputusan tentang tindakan yang perlu dilanjutkan atau diubah. Pemrosesan kelompok ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja sama antaranggota kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Selain itu, ciri-ciri lain yang terdapat pada model pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.39

1) Siswa melakukan kerja kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan hasil belajarnya.

2) Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3) Jika memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih diutamakan pada kelompok daripada individu.

Ciri-ciri yang telah disebutkan di atas menjadi ciri khas atau karakteristik dari pembelajaran kooperatif. Selain ciri-ciri di atas, ada lima unsur dasar kooperatif menurut Johnson dan Johnson (1986) yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan tradisional (konvensional). Perbedaan-perbedaan tersebut tersaji dalam tabel berikut.40

39 Lefudin, Belajar dan Pembelajaran (Dilengkapi dengan Model Pembelajaran, Strategi Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran, dan Metode Pembelajaran) (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 186.

40 Huda, op. cit., h. 82-83.

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional

No. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Tradisional

1.

Interpedensi positif yang memiliki langkah-langkah terstruktur

Tidak ada interpedensi positif

2. Akuntabilitas individu dalam kerja kelompok

Tidak ada akuntabilitas individu dalam kerja kelompok

3.

Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa-siswa dengan level kemampuan berbeda (heterogen)

Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa-siswa dengan level

kemampuan sama (homogen) 4. Saling berbagi peran

kepemimpinan

Jarang menunjuk ketua kelompok

5.

Masing-masing anggota saling berbagi tugas belajar dengan anggota lain

Masing-masing anggota jarang membantu anggota lain untuk belajar

6.

Berfokus untuk memaksimalkan pembelajaran setiap anggota kelompok

Berfokus untuk menyelesaikan tugas

7. Menjaga hubungan kerja sama yang baik

Sering kali mengabaikan hubungan kerja sama yang baik

8. Mengajarkan keterampilan kerja sama yang baik

Menganggap semua siswa memiliki keterampilan kerja sama yang baik 9. Guru mengamati kualitas kerja

kelompok

Jarang ada pengamatan dari guru

10. waktu untuk pemrosesan kelompok

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk saling bekerja sama dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya terdapat enam langkah utama pembelajaran kooperatif yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran tersebut seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.41

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah Aktivitas Guru

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Mengorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu tiap kelompok ketika pembentukan kelompok agar efisien.

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas mereka.

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu ataupun kelompok.

e. Jenis-jenis Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki beragam jenis yang secara umum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Beragam jenis pembelajaran kooperatif ini merupakan hasil dari pengembangan para ahli untuk dapat memfasilitasi guru

41 Shoimin, op. cit., h. 46.

dalam menerapkan pembelajaran tersebut di ruang kelas mereka. Robert E. Slavin membagi beragam jenis tersebut ke dalam dua bagian, yaitu jenis Pembelajaran Tim Siswa (Student Teams Learning) dan Spesialisasi Tugas (Task Specialization). Jenis Pembelajaran Tim Siswa terdiri dari Student Teams Achievement Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction (TAI), dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).42 Sementara jenis Spesialisasi Tugas terdiri dari Group Investigation (GI), Co-op Co-op, Jigsaw dan Jigsaw II, serta Complex Instruction (CI).43

a) Pembelajaran Tim Siswa (Student Teams Learning)

Pembelajaran Tim Siswa menekankan tujuan-tujuan dan kesuksesan kelompok dapat diraih jika semua anggota kelompok dapat belajar mengenai materi yang telah dipelajari, artinya siswa mempelajari suatu materi sebagai satu kesatuan kelompok.44 Hal ini berkaitan dengan tiga konsep penting PTS, yaitu penghargaan bagi kelompok yang akan diperoleh jika kelompok tersebut berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, tanggung jawab individu berarti setiap anggota kelompok memastikan tiap orang dalam kelompok mampu mengerjakan penilaian yang diberikan, dan kesempatan sukses yang sama berarti kontribusi dari semua anggota kelompok baik siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah masing-masing ada nilainya.45 Keempat jenis Pembelajaran Tim Siswa adalah sebagai berikut.

1) Student Team Achievement Divisions (STAD)

Slavin menyatakan bahwa tipe STAD dapat diterapkan untuk beragam materi pelajaran yang di dalamnya terdapat tugas yang hanya memiliki satu jawaban benar, termasuk sains.46 STAD bukan hanya sebagai metode pengajaran komprehensif untuk mata pelajaran tertentu, tetapi juga merupakan metode pengaturan kelas.47

42 Slavin, op. cit., h. 10-16.

43 Ibid., p. 213.

44 Ibid., h. 10.

45 Ibid.

46 Huda, op. cit., h. 116.

47 Nurdyansyah dan Fahyuni, op. cit., h. 69.

Selain itu, tipe STAD paling cocok diterapkan untuk bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas, seperti matematika, tata bahasa, geografi, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah.48 Penerapan STAD dalam pembelajaran dilakukan dengan membentuk 4 – 5 orang siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi maupun rendah kemudian mereka bekerja sama meningkatkan skor kuis kelompok dengan masing-masing menjawab kuis individu dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas peningkatan nilai kuis kelompok.49

Selain itu, tipe STAD paling cocok diterapkan untuk bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas, seperti matematika, tata bahasa, geografi, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah.48 Penerapan STAD dalam pembelajaran dilakukan dengan membentuk 4 – 5 orang siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi maupun rendah kemudian mereka bekerja sama meningkatkan skor kuis kelompok dengan masing-masing menjawab kuis individu dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas peningkatan nilai kuis kelompok.49

Dokumen terkait