• Tidak ada hasil yang ditemukan

META-ANALISIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "META-ANALISIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

META-ANALISIS

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

(Meta-analisis terhadap Jurnal Nasional Tahun Publikasi 2016 – 2020)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ANNISA RISTANTI YAUMADINA NIM 11160163000025

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

(4)

iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

(5)

iv

ABSTRAK

ANNISA RISTANTI YAUMADINA (11160163000025), Meta-Analisis Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Meta-Analisis terhadap Jurnal Nasional Tahun Publikasi 2016 – 2020), Skripsi Program Studi Tadris Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah systematic literature review terhadap jurnal nasional peer review tahun publikasi 2016 – 2020 pada pangkalan data Portal Garuda dan mesin pencari akademik Semantic Scholar. Besar pengaruh pembelajaran kooperatif berdasarkan temuan artikel penelitian dianalisis dengan teknik meta-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif berpengaruh positif dengan besar pengaruh 1,03 atau pada kategori efek besar. Model pembelajaran kooperatif juga memberikan pengaruh positif jika ditinjau dari jenis model pembelajaran kooperatif, penggunaan bantuan pembelajaran, dan materi fisika.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif secara keseluruhan efektif dalam meningkatkan hasil belajar fisika.

Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, meta-analisis, effect size, hasil belajar fisika

(6)

v

ABSTRACT

ANNISA RISTANTI YAUMADINA (11160163000025), Meta-Analysis of The Effect of The Cooperative Learning Model on Students’ Physics Learning Outcomes (Meta-Analysis of The National Journal of Publication Year 2016 – 2020), Thesis Physics Education Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2021.

This study aims to analyze the effect of the cooperative learning model on the physics learning outcomes of high school students in Indonesia. The research method used is a systematic literature review of national peer reviewed journals for the 2016 – 2020 publication year on the Portal Garuda database and the Semantic Scholar academic search engine. The effect of cooperative learning based on the findings of research articles was analyzed using meta-analysis techniques. The results showed that cooperative learning had a positive effect with a magnitude of 1.03 or in the category of large effect. The cooperative learning model also has a positive effect when viewed from the type of cooperative model, the use of learning aids, and physics material. The conclusion of this study is that the cooperative learning model as a whole is effective in improving physics learning outcomes.

Keywords: Cooperative Learning Model, meta-analysis, effect size, physics learning outcomes

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirraahiim.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

“Meta-Analisis Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Meta-Analisis terhadap Jurnal Nasional Tahun Publikasi 2016 – 2020) sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, dan kita selaku umatnya yang insyaAllaah mendapat syafa’at di yaumil akhir kelak. Rasa terima kasih ingin penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini. Rasa terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Sururin, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Tadris Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Kinkin Suartini, M.Pd., selaku Sekretaris Program Studi Tadris Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dwi Nanto, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan waktu, motivasi, saran, dan inspirasi dalam membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

5. Ibu Erina Hertanti, M.Si. dan Ibu Ai Nurlaela, M.Si., selaku dosen penguji munaqasah yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Erina Hertanti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberi motivasi kepada penulis selama menjadi mahasiswi Tadris Fisika.

7. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta pengarahan selama proses perkuliahan.

(8)

vii

8. Orang tua yang ku sayangi (Alm) Bapak Yamin Nuryadin dan Ibu Neni Nurhaeni yang senantiasa memberikan do’a, nasihat, dan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman Tadris Fisika 2016 yang telah sama-sama berjuang menempuh proses perkuliahan di Prodi Tadris Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran proses perkuliahan dan proses penyusunan skripsi.

Semoga atas bantuan dan dukungan yang diberikan dapat menjadi amal ibadah di hadapan Allah SWT. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna. Akan tetapi, dengan ilmu yang menyertai di setiap pengerjaannya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 22 Juli 2021

Penulis

(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORETIK ... 8

A. Deskripsi Teoretik ... 8

1. Hasil Belajar ... 8

2. Tinjauan Mata Pelajaran Fisika ... 12

3. Model Pembelajaran Kooperatif... 13

4. Konsep Meta-analisis ... 25

B. Hasil Penelitian Meta-analisis yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metode Penelitian... 34

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

(10)

ix

D. Tahapan Penelitian ... 37

E. Instrumen Penelitian... 45

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Hasil Penelitian ... 50

B. Pembahasan terhadap Hasil Penelitian... 59

C. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional

... 18

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

Tabel 3.1 Kriteria Inklusi Artikel Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Tahapan Penelitian ... 37

Tabel 3.3 Kombinasi Kata Kunci Pencarian Artikel ... 41

Tabel 4.1 Karakteristik Hasil Pencarian... 51

Tabel 4.2 Data Keseluruhan Effect Size ... 53

Tabel 4.3 Tabel Effect Size Berdasarkan Jenis-jenis Model Pembelajaran Kooperatif ... 55

Tabel 4.4 Data Effect Size Berdasarkan Bantuan Pembelajaran ... 56

Tabel 4.5 Data Effect Size Berdasarkan Materi Fisika ... 58

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 33 Gambar 4.1 Alur Pencarian Artikel Relevan ... 51

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Penyaringan Full Text Artikel Penelitian ... 79

Lampiran 2 Tabel Penilaian Kualitas Artikel Penelitian... 88

Lampiran 3 Tabel Artikel yang Masuk Ekstraksi dan Sintesis Data ... 91

Lampiran 4 Tabel Ekstraksi dan Sintesis Data ... 94

Lampiran 5 Tabel Hasil Perhitungan Effect Size Secara Keseluruhan ... 110

Lampiran 6 Tabel Perhitungan Effect Size Berdasarkan Unit Analisis ... 112

Lampiran 7 Lembar Uji Referensi ... 115

Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup ... 133

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Capaian hasil belajar fisika menjadi hal yang sangat krusial pada proses pembelajaran di masa kini karena hal tersebut merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran.1 Keberhasilan proses pembelajaran ditandai dengan nilai hasil belajar fisika yang memenuhi kriteria minimum yang telah ditetapkan.2 Namun, fakta menunjukkan bahwa hasil belajar fisika siswa di Indonesia terbilang rendah. Data yang diperoleh dari rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) fisika dalam kurun waktu 2015 – 2019 hanya mencapai 52,13 dari nilai minimum 55.3 Rendahnya hasil belajar fisika siswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pembelajaran fisika cenderung berfokus pada guru (teacher centered).4 Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah ketika pembelajaran berlangsung sehingga membuat siswa tidak fokus karena hanya mencatat dan mendengarkan saja.5 Penyebab lain adalah kurangnya kerja sama antar siswa secara positif dalam pembelajaran.6 Kemudian penyebab selanjutnya adalah pembelajaran lebih memfokuskan pada pemberian materi untuk persiapan ujian dan ulangan siswa.7 Penyebab-penyebab tersebut membuat siswa tidak ikut berperan aktif dalam

1 Bistari Basuni Yusuf, “Konsep dan Indikator Pembelajaran Efektif,” Jurnal Kajian Pembelajaran dan Keilmuan, Vol. 01, No. 2, 2017, h. 20.

2 Tri Wijayanti Trisnaning, Ani Cahyati, dan Wiyanto, “Penerapan Pendidikan Karakter Melalui Metode Kooperatif Tipe Learning Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fisika Siswa SMA Negeri 1 Semarang,” Jurnal Profesi Keguruan, Vol. 03, No. 2, 2017, h. 193.

3 “Laporan Hasil Ujian Nasional, Pusat Penilaian Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” diakses 2 September 2020, https://hasilun.puspendik.kemdikbud.go.id/.

4 Weni Susanti dan Budi Jatmiko, “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA Pada Materi Elastisitas,” Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), Vol. 06, No. 1, 2016, h. 27.

5 Ahmad Fauzi, Supurwoko, dan Edy Wiyono, “Potret Pembelajaran Fisika Berbasis Empat Pilar Pendidikan di SMA,” dalam Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal, Vol. 03, No. 3 (Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika, Surakarta: FKIP UNS, 2013), h. 187.

6 Eka Trisianawati, Tomo Djudin, dan Rendi Setiawan, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Vektor di Kelas X SMA Negeri 1 Sanggau Ledo,” Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), Vol. 06, No. 2, 2016, h. 53.

7 Nova Irwan dan Ridwan Abdullah Sani, “Efek Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Teamwork Skills terhadap Hasil Belajar Fisika,” Jurnal Pendidikan Fisika Vol.

04, No. 1, 2015, h. 42–43.

(15)

pembelajaran sehingga hasil belajar fisika siswa tidak mengalami peningkatan.

Agar hasil belajar fisika siswa dapat meningkat, maka perlu dilaksanakan proses pembelajaran aktif.8 Salah satu bentuk proses pembelajaran aktif adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif.9

Model pembelajaran kooperatif melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dengan cara saling membantu dalam belajar dan membuat suasana belajar menyenangkan agar tujuan pembelajaran tercapai.10 Melalui cara tersebut, siswa berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi dapat bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sehingga dapat meningkatkan nilai hasil belajar siswa.11 Peningkatan nilai hasil belajar fisika siswa juga diperoleh ketika menerapkan model pembelajaran kooperatif yang merupakan alternatif dari model pembelajaran tradisional.12 Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nadrah dkk. bahwa hasil belajar fisika siswa ketika dilakukan penerapan pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada hasil belajar fisika siswa yang diterapkan pembelajaran tradisional.13 Penelitian lain yang dilakukan oleh Tirta dkk. juga menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif efektif digunakan pada proses pembelajaran fisika.14 Maka dari itu, model pembelajaran

8 Kifayat Khan, Muhammad Iqbal Majoka, dan Khalid Khurshid, “Impact of Active Learning Method on Student Academic Achivement in Physics at Secondary School Level in Pakistan,”

Journal of Education and Social Sciences, Vol. 05, No. 2, 2017, p. 134.

9 Teresa Costorous, “Jigsaw Learning Versus Traditional Lectures Impact on Student Grades and Learning Experience,” Teaching and Learning Inquiry, Vol. 08, No. 1, 2020, p. 154.

10 George M. Jacobs dan Willy A. Renandya, Student Centered Cooperative Learning Linking Concepts in Education to Promote Student Learning (Singapore: Springer Nature Singapore Pte. Ltd., 2019), p. 7.

11 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, Cet. 8 (Bandung:

Alfabeta, 2016), h. 27.

12 Awoniyi Samuel Adebayo, “Comparative Study of Effectiveness of Cooperative Learning Strategy and Traditional Instructional Method in The Physics Classroom: A Case of Chibote Girls Secondary School, Kitwe District, Zambia,” European Journal of Educational Sciences, Vol. 01, No. 1, 2014, p. 39.

13 Nadrah dkk., “The Effect of Cooperative Learning Model of Teams Games Tournament (TGT) and Students’ Motivation toward Physics Learning Outcome,” International Education Studies, Vol. 10, No. 2, 2017, p. 128.

14 G.A.R Tirta, P. Prabowo, dan S. Kuntjoro, “Implementation of Cooperative Learning Group Investigation to Improve Students Self-Efficacy and Learning Achievement on Statics Fluid,”

vol. Vol. 1157 (International Conference on Mathematics and Science Education (ICMScE), IOP Publishing, 2019), h. 6.

(16)

kooperatif banyak digunakan pada berbagai jenjang pendidikan, salah satunya jenjang SMA.15

Banyaknya penggunaan model pembelajaran kooperatif pada jenjang SMA dibuktikan melalui studi pendahuluan pada salah satu pangkalan data yang memuat publikasi jurnal nasional, yaitu situs http://garuda.ristekbrin.go.id/. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa terdapat 125 artikel penelitian eksperimen yang berkaitan dengan pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa. Artikel-artikel tersebut melalui proses pembacaan abstrak agar ringkasan penelitian yang dilakukan dapat diketahui. Hasilnya, artikel-artikel penelitian tersebut memiliki beragam intervensi pembelajaran, dimulai dari jenis model pembelajaran kooperatif, penggunaan bantuan pembelajaran, dan materi fisika yang diajarkan.16

Kyndt dkk. mengemukakan bahwa adanya keberagaman ini membuat analisis lanjutan penting untuk dilakukan agar kondisi pembelajaran kooperatif yang efektif terhadap hasil belajar fisika siswa dapat diketahui.17 Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian Hattie yang menyatakan bahwa keefektifan suatu intervensi pembelajaran terhadap hasil belajar dapat diketahui melalui analisis lanjutan.18 Kyriakides juga mengemukakan hasil penelitiannya bahwa faktor-faktor yang membuat pembelajaran efektif sehingga dapat memengaruhi hasil belajar siswa dapat diketahui melalui analisis lanjutan.19 Selain itu, analisis lanjutan ini dapat membantu pengajar maupun peneliti lain dalam melakukan inovasi pembelajaran di kelas. Analisis lanjutan dapat dilakukan melalui meta-analisis.

Meta-analisis merupakan pendekatan statistik yang merangkum hasil dari beberapa penelitian kuantitatif yang menyelidiki permasalahan penelitian yang

15 Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan, Cet. 14 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), h. 289.

16 Hasil Analisis Studi Pendahuluan.

17 Kyndt dkk., op. cit., p. 134.

18 John Hattie, Visible Learning: A Synthesis of Over 800 Meta-Analyses Relating to Achievement (New York: Routledge, 2009), 7.

19 Leonidas Kyriakides, Christiana Christoforou, dan Charalambos Y. Charalambous, “What Matters for Student Learning Outcomes: A Meta-Analysis of Studies Exploring Factors of Effective Teaching,” Teaching and Teacher Education, Vol. 36, 2013, p. 143.

(17)

sama.20 Dalam bidang pendidikan, permasalahan penelitian berkaitan dengan jenis intervensi pembelajaran dan hasil yang dipengaruhi oleh intervensi pembelajaran tersebut. Umumnya, keberhasilan suatu intervensi pembelajaran dapat dilihat dari hasil dan kesimpulan penelitian-penelitian yang ada (penelitian primer). Namun, meta-analisis tidak terfokus pada kesimpulan hasil penelitian-penelitian primer, melainkan pada analisis statistik dalam bentuk effect size masing-masing penelitian primer.21 Effect size dari masing-masing penelitian primer tersebut dikumpulkan dan digabungkan untuk mendapatkan rata-rata effect size.22 Penggunaan meta- analisis memungkinkan peneliti menyajikan kesimpulan yang lebih akurat dan kredibel daripada hasil penelitian primer.23

Uraian tersebut menunjukkan pentingnya melakukan penelitian meta- analisis. Akan tetapi, penelitian meta-analisis dalam bidang pendidikan terutama dalam permasalahan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar belum banyak tersedia. Penelitian meta-analisis sebelumnya menyasar pada berbagai rumpun mata pelajaran, diantaranya matematika dan rumpun sains, yaitu kimia dan fisika. Penelitian meta-analisis yang menyasar pada bidang matematika dilakukan oleh Sedat Turgut pada tahun 2018 di Turki dengan melakukan analisis terhadap 47 studi. Hasilnya, pembelajaran kooperatif berpengaruh positif terhadap prestasi akademik matematika dengan kategori sedang sebesar 0,840 dengan standard error 0,07724. Selanjutnya penelitian meta-analisis pada bidang kimia dilakukan oleh Abdi-Rizak M. Warfa pada tahun 2016 di Turki dengan melakukan analisis pada 25 studi. Hasilnya, terdapat pengaruh positif pembelajaran kooperatif terhadap prestasi akademik kimia sebesar 0,68.25

20 Geoffrey E. Mills dan L.R. Gay, Educational Research Competencies for Analysis and Applications, Twelfth Edition (Boston: Pearson Education, 2019), p. 119.

21 Noel A. Card, Applied Meta-Analysis for Social Science Research (New York: The Guildford Press, 2012), p. 5–7.

22 Paul D. Ellis, The Essential Guide to Effect Sizes (Statistical Power, Meta-Analysis, and the Interpretation of Research Results) (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), p. 97

23 R. Rosenthal dan M. R. DiMatteo, “Meta-Analysis: Recent Developments in Quantitative Methods for Literature Reviews.,” Annual Review of Psychology, Vol. 52, 2001, p. 61.

24 Sedat Turgut dan İlknur Turgut, “The Effects of Cooperative Learning on Mathematics Achievement in Turkey: A Meta-Analysis Study,” International Journal of Instruction Vol. 11, 2018, p. 663.

25 Abdi-Rizak M. Warfa, “Using Cooperative Learning To Teach Chemistry: A Meta- analytic Review,” Journal of Chemical Education, Vol. 93, No. 2, 2016, p. 248.

(18)

Demikian juga penelitian meta-analisis pada bidang fisika telah dilakukan oleh Rhoudatul Annisa dkk. pada tahun 2018 di Universitas Negeri Padang. Penelitian tersebut menganalisis 15 buah skripsi mahasiswa S1 Pendidikan Fisika Universitas Negeri Padang dalam rentang tahun 2009 – 2015. Hasilnya, semua skripsi mahasiswa yang dianalisis menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.26

Penelitian meta-analisis yang telah dipaparkan sebelumnya belum ada yang menyasar bidang fisika dalam bentuk artikel jurnal nasional sehingga atas dasar pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul, “Meta-analisis Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Meta-Analisis terhadap Jurnal Nasional Tahun Publikasi 2016 – 2020)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

1. Pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia belum diketahui.

2. Kondisi pembelajaran kooperatif yang efektif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia belum diketahui.

3. Penelitian meta-analisis terhadap artikel jurnal nasional yang menyelidiki pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia belum tersedia.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang dikaji tidak terlalu luas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Fokus analisis hanya terhadap artikel jurnal nasional yang membahas model pembelajaran kooperatif berdasarkan buku Robert E. Slavin serta merupakan

26 Rhoudatul Annisa dkk., “Meta-Analisis Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik” (Prosiding Seminar Nasional Hibah Program Penugasan Dosen ke Sekolah (PDS), Universitas Negeri Padang: PDS UNP, 2018), h. 225.

(19)

bagian dari jenis Pembelajaran Tim Siswa (Student Teams Learning) dan Spesialisasi Tugas (Task Specialization).

2. Hasil belajar fisika yang dianalisis berupa hasil belajar kognitif yang berkaitan dengan penguasaan siswa terhadap materi fisika berdasarkan taksonomi Bloom revisi Anderson dan Krathwohl.

3. Unit analisis keefektifan model pembelajaran kooperatif ditinjau dari jenis model pembelajaran kooperatif, penggunaan bantuan pembelajaran, dan materi fisika.

4. Penelitian meta-analisis ini bersifat deskriptif sebagaimana metode study effect meta-analysis yang mencari rata-rata dan standar deviasi dari effect size yang teramati.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia secara keseluruhan?

2. Bagaimana besar pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia ditinjau dari jenis model pembelajaran kooperatif?

3. Bagaimana besar pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia ditinjau dari penggunaan bantuan pembelajaran?

4. Bagaimana besar pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia ditinjau dari materi fisika?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia secara keseluruhan.

(20)

2. Mengetahui besar pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia ditinjau dari jenis model pembelajaran kooperatif.

3. Mengetahui besar pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia ditinjau dari penggunaan bantuan pembelajaran.

4. Mengetahui besar pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA di Indonesia ditinjau dari materi fisika.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan berguna bagi beberapa pihak, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi penulis, penelitian ini menjadi salah satu syarat kelulusan untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dari program studi Tadris Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta menambah wawasan dalam melakukan analisis hasil penelitian-penelitian yang telah ada.

b. Bagi sekolah, penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan serta bahan evaluasi bagi guru tentang inovasi pembelajaran yang efektif untuk tercapainya tujuan pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan rujukan mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif dalam melakukan pembelajaran di kelas.

b. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian meta-analisis pada tema penelitian yang sama maupun tema penelitian lain.

(21)

8

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Teoretik 1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar diperoleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran. Suprijono mengemukakan bahwa hasil belajar berupa pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi, dan keterampilan.1 Rusman juga berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.2 Sementara Husamah berpendapat bahwa hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.3 Hal tersebut senada dengan pendapat Susanto, yang mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.4 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan siswa meliputi pengetahuan, sikap, dan tingkah laku setelah melalui pengalaman belajar.

Perubahan tingkah laku yang merupakan hasil belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut.5

1) Perubahan yang disadari, artinya siswa yang telah melalui proses pembelajaran akan lebih percaya terhadap dirinya dan menyadari bahwa pengetahuan serta keterampilannya telah bertambah.

1 Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2011), h. 22.

2 Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:

Kencana, 2017), h. 130.

3 Husamah dkk., Belajar dan Pembelajaran (Malang: UMM Press, 2016), h. 20.

4 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Edisi Pertama (Jakarta:

Kencana, 2013), h. 5.

5 Tutik Rachmawati dan Daryanto, Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik (Yogyakarta: Gava Media, 2015), h. 37.

(22)

2) Perubahan yang bersifat kontinu (berkesinambungan), artinya perubahan dari hasil pembelajaran akan menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku yang lain.

3) Perubahan yang bersifat fungsional, artinya perubahan dari hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi siswa yang bersangkutan.

4) Perubahan yang bersifat positif, artinya perubahan dalam diri siswa tersebut telah bertambah.

5) Perubahan yang diperoleh akan selalu bertambah dan menjadi pembeda dari keadaan sebelumnya.

6) Perubahan bersifat aktif, artinya perubahan tersebut terjadi melalui aktivitas masing-masing bukan terjadi dengan sendirinya.

7) Perubahan bersifat permanen, artinya perubahan yang telah terjadi akan menetap secara kekal dalam diri siswa dan akan berkembang terus.

8) Perubahan yang terjadi bertujuan dan terarah, artinya perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh tujuan yang hendak dicapai.

b. Klasifikasi Hasil Belajar

Aspek-aspek yang menyangkut gambaran kemampuan siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga domain berdasarkan taksonomi Bloom. Ketiga domain tersebut merupakan klasifikasi dari tujuan pembelajaran, yaitu:

1) Domain kognitif mencakup kemampuan dan kecakapan intelektual berpikir;

2) Domain afektif mencakup kemampuan dan penguasaan segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai;

3) Domain psikomotor mencakup keterampilan atau gerakan-gerakan fisik.6 Dari ketiga domain tersebut, domain kognitif merupakan domain yang lebih dominan daripada domain afektif dan psikomotor. Domain kognitif merupakan inti dari keseluruhan domain pembelajaran.7 Domain kognitif berkaitan dengan tujuan

6 Rusman, op. cit., h. 131.

7 Gowrishankar Kasilingam, Mritha Ramalingam, dan Elanchezian Chinnavan, “Assessment of Learning Domains to Improve Student’s Learning in Higher Education,” Journal of Young Pharmacists Vol. 06, No. 42, 2014, p. 28.

(23)

penting dari sebuah pembelajaran, yaitu meretensi dan mentransfer materi.

Meretensi bertujuan agar siswa dapat mengingat materi yang telah dipelajari, sedangkan mentransfer bertujuan agar siswa memahami dan menggunakan materi yang telah dipelajari.8

c. Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif terbagi dalam beberapa kategori proses kognitif yang menjadi indikator keberhasilan meretensi dan mentransfer materi. Adapun proses kognitif tersebut terbagi menjadi enam tingkatan menurut taksonomi Bloom revisi Anderson dan Krathwohl, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Penjelasan keenam proses tersebut tersaji sebagai berikut.

1) Mengingat

Mengingat merupakan kategori proses kognitif yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan meretensi materi pelajaran sama seperti materi yang telah diajarkan. Proses ini mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang.

Mengingat juga merupakan proses penting yang menjadi bekal pembelajaran bermakna dan penyelesaian masalah dari tugas-tugas yang lebih kompleks. Adapun proses mengingat terdiri dari proses mengenali dan mengingat kembali.9

2) Memahami

Memahami merupakan proses kognitif yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan mentransfer materi bersama dengan proses kognitif lainnya, yaitu mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Proses memahami dapat ditunjukkan ketika siswa mampu mengkontruksi makna dari pesan-pesan dari proses pengajaran, buku, atau layar komputer, baik berupa lisan, tulisan, maupun grafis. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi proses menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.10

8 Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. oleh Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 94-95.

9 Ibid., h. 99-103.

10 Ibid., h. 105-106.

(24)

3) Mengaplikasikan

Mengaplikasikan merupakan proses kognitif yang melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk latihan soal atau menyelesaikan masalah. Soal latihan adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya diketahui oleh siswa, sehingga siswa mengerjakannya secara rutin. Adapun masalah adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya belum diketahui oleh siswa, sehingga siswa harus mencari prosedur untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yaitu mengeksekusi yang dilakukan ketika tugas hanya soal latihan dan mengimplementasikan yang dilakukan ketika tugasnya merupakan masalah.11

4) Menganalisis

Menganalisis merupakan proses kognitif yang melibatkan proses memecah- mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan hubungan antarbagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori ini terdiri dari proses membedakan (menentukan potongan-potongan informasi relevan yang penting), mengorganisasi (menentukan cara-cara menata potongan-potongan informasi relevan), dan mengatribusikan (menentukan tujuan di balik informasi relevan).12

5) Mengevaluasi

Mengevaluasi adalah kategori proses kognitif dengan cara membuat keputusan berdasarkan standar dan kriteria tertentu. Kriteria-kriteria ini ditentukan oleh siswa, seperti kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Adapun standar yang ditentukan dapat bersifat kuantitatif (berupa jumlah) atau kualitatif (berupa kondisi). Standar-standar tersebut diterapkan pada kriteria yang telah ditetapkan, seperti keefektifan sebuah proses atau kualitas suatu produk. Mengevaluasi meliputi proses memeriksa (keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal) dan mengkritik (keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal).13

6) Mencipta

11 Ibid., h. 116.

12 Ibid., h. 120.

13 Ibid., h. 125.

(25)

Mencipta adalah proses kognitif yang melibatkan proses menyusun elemen- elemen menjadi sebuah keseluruhan yang fungsional. Tujuan dari proses mencipta adalah siswa dapat membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah bagian menjadi suatu struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Proses mencipta menuntut siswa memiliki kemampuan untuk menggabungkan sesuatu menjadi sebuah keseluruhan. Proses ini mengaruskan cara berpikir kreatif yang terdiri dari tiga tahap, yaitu penggambaran masalah, perencanaan solusi, dan eksekusi solusi.

Proses mencipta terdiri dari proses merumuskan (memikirkan berbagai solusi ketika berusaha memahami tugas), merencanakan (merencanakan metode solusi dan mengubahnya menjadi rencana aksi), dan memproduksi (melaksanakan rencanadengan merekonstruksi solusi).14

2. Tinjauan Mata Pelajaran Fisika

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari gejala alam melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis.15 Fisika dipelajari secara spesifik pada tingkat SMA bersama dengan cabang IPA yang lain, yaitu kimia dan biologi. Pada tingkat SMA, fisika dipandang penting untuk diajarkan kepada siswa sebagai mata pelajaran tersendiri karena fisika merupakan salah satu alat untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, fisika diajarkan kepada siswa sebagai bekal pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta untuk pengembangan ilmu dan teknologi.16

Fisika di tingkat SMA merupakan bagian dari peminatan mata pelajaran MIPA yang berfokus pada fenomena alam dan pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut.17

14 Ibid., h. 129-130.

15 Marthen Kanginan, Fisika untuk SMA/MA Kelas X (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 6.

16 Arif Hidayat dkk., “Pedoman Guru Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA)” (Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), h. 10.

17 Ibid., h. 11-12.

(26)

1) Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar gelombang elektromagnetik.

2) Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, dan termodinamika.

3) Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan arus bolak balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom, relativitas, dan radioaktivitas.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru.18 Cara mengajar yang baik diperlukan agar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik.19 Selain cara mengajar, diperlukan pula prosedur yang menjadi acuan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran pun tercapai.20 Para ahli dalam bidang pendidikan telah menyusun beberapa cara dan langkah yang dapat digunakan untuk kesuksesan kegiatan pembelajaran dalam bentuk model pembelajaran.

Model pembelajaran merupakan suatu rancangan konseptual yang berisi prosedur sistematis untuk mengatur pengalaman belajar siswa agar mencapai tujuan belajar.21 Senada dengan pengertian tersebut, Helmiati menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah gambaran tahapan pembelajaran yang akan disajikan oleh

18 Nurdyansyah dan Eni Fariyarul Fahyuni, Inovasi Model Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013 (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), h. 17.

19 Ibid.

20 Muhamad Afandi, Evi Chamalah, dan Oktarina Puspita Wardani, Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah (Semarang: Unissula Press, 2013), h. 16.

21 Direktorat Pembinaan SMA, “Model-model Pembelajaran” (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), h.

3.

(27)

guru.22 Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan tertata secara sistematis.23 Pendapat lain juga dikemukakan Joyce dan Weil yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang dipakai dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran.24 Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah gambaran tahapan pembelajaran yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran terdiri dari beberapa macam, satu diantaranya adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).25 Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif mengacu pada berbagai metode pembelajaran yang menuntut siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu dalam mempelajari materi.26 Maka dalam suatu kegiatan pembelajaran, pembelajaran kooperatif dimaknai sebagai pembentukan beberapa kelompok kecil yang terdiri dari beberapa siswa untuk saling bekerja sama dan saling meningkatkan masing-masing pembelajarannya.27 Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk memberi siswa kesempatan agar dapat terlibat aktif dalam proses berpikir dan kegiatan pembelajaran28 serta melatih siswa untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab.29 Kelompok yang dibentuk umumnya terdiri dari 4 – 5 orang anggota dan bersifat heterogen dilihat dari kemampuan, gender, dan karakter.30 Pembelajaran ini menekankan kerja sama dalam kelompok

22 Helmiati, Model Pembelajaran (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012), h. 19.

23 Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual (Jakarta: Kencana, 2017), h. 23.

24 Muhammad Fathurrohman, Model-model Pembelajaran Inovatif (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2015), h. 30.

25 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, h. 16.

26 Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik, trans. oleh Narulita Yusron (Bandung: Nusa Media, 2005), h. 4.

27 Huda, op. cit., h. 31.

28 Al-Tabany, op. cit., h. 108.

29 Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar- ruz Media, 2014), h. 45.

30 Ibid.

(28)

untuk mencapai tujuan pembelajaran, yaitu dengan cara belajar bersama-sama, saling membantu antaranggota kelompok dalam belajar, dan memastikan setiap anggota kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.31 Keberhasilan belajar dalam pembelajaran ini bergantung pada kemampuan dan aktivitas kelompok, baik secara individu maupun seluruh anggota kelompok.32 b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Keberhasilan belajar siswa yang diperoleh melalui pembelajaran kooperatif merupakan salah satu tujuan dari model pembelajaran ini. Menurut Johnson dan Johnson, keberhasilan belajar siswa tersebut dilihat dari peningkatan prestasi akademik dan pemahaman siswa baik secara individu maupun kelompok.33 Ibrahim (2000) juga menyebutkan tiga tujuan utama pembelajaran kooperatif, yaitu:34 1) Hasil Belajar Akademik

Pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya juga dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa.

2) Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Pembelajaran kooperatif dapat memberi peluang bagi siswa dengan latar belakang dan kondisi berbeda untuk bekerja sama dan saling bergantung pada tugas-tugas akademik.

3) Pengembangan Keterampilan Sosial

Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.

Dalam konteks hasil belajar akademik, Arends juga menyatakan bahwa hal tersebut dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif.35 Hal ini memberi keuntungan bagi siswa berkemampuan rendah maupun siswa berkemampuan tinggi karena mereka bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.36 Selain

31 Isjoni, op. cit., h. 45-46.

32 Ibid.

33 Al-Tabany, op.cit., h. 109.

34 Isjoni, op. cit., h. 27.

35 Richard I. Arends, Learning to Teach, Tenth Edition (New York: McGraw-Hill Education, 2015), p. 378.

36 Ibid., p. 371.

(29)

itu, dua tujuan lain yang telah disebutkan secara simultan juga dapat membantu pembelajaran akademik siswa.37

c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran lain karena selain bertujuan meningkatkan hasil belajar akademik dalam arti penguasaan materi pelajaran, dalam model pembelajaran ini terdapat kerja sama antaranggota kelompok untuk penguasaan materi tersebut. Kerja sama ini merupakan salah satu ciri khas atau karakteristik dari model pembelajaran kooperatif. Adapun karakteristik dari model pembelajaran kooperatif berdasarkan Johnson dan Johnson (1994) dijelaskan sebagai berikut.38

1) Interpedensi Positif

Interpedensi positif menuntut siswa bertanggung jawab terhadap terhadap dua hal, yaitu mempelajari materi yang ditugaskan serta memastikan semua anggota dalam kelompoknya mempelajari materi tersebut. Tanggung jawab tersebut muncul karena kesuksesan kelompok bergantung pada keberhasilan anggota kelompok dalam mengerjakan tugas masing-masing.

2) Interaksi Promotif

Interaksi promotif muncul sebagai akibat dari interpedensi positif yang membuat setiap anggota kelompok saling membantu menyelesaikan tugas untuk tujuan bersama. Interaksi promotif juga menciptakan anggota kelompok yang saling berbagi informasi dan mengemukakan pendapat satu sama lain serta menjaga kelompok agar tetap kondusif.

3) Akuntabilitas Individu

Akuntabilitas individu adalah tanggung jawab masing-masing individu kepada tugas yang telah diberikan. Baik tugas-tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok maupun secara individu sehingga masing-masing individu akan memperhatikan anggota satu kelompoknya jika ada yang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan tugas.

37 Ibid., p. 378.

38 Huda, op. cit., h. 46-59.

(30)

4) Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil

Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil merupakan keterampilan sosial yang perlu dimiliki siswa untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran kooperatif. Keduanya merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas kelompok. Ketika siswa memiliki keterampilan sosial yang tinggi dan guru memberikan reward atas keterampilan tersebut, maka performa siswa yang meningkat akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

5) Pemrosesan Kelompok

Pemrosesan kelompok merupakan refleksi anggota kelompok dalam hal memilih tindakan yang tepat ketika melakukan kerja kelompok serta membuat keputusan tentang tindakan yang perlu dilanjutkan atau diubah. Pemrosesan kelompok ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja sama antaranggota kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Selain itu, ciri-ciri lain yang terdapat pada model pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.39

1) Siswa melakukan kerja kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan hasil belajarnya.

2) Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3) Jika memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih diutamakan pada kelompok daripada individu.

Ciri-ciri yang telah disebutkan di atas menjadi ciri khas atau karakteristik dari pembelajaran kooperatif. Selain ciri-ciri di atas, ada lima unsur dasar kooperatif menurut Johnson dan Johnson (1986) yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan tradisional (konvensional). Perbedaan-perbedaan tersebut tersaji dalam tabel berikut.40

39 Lefudin, Belajar dan Pembelajaran (Dilengkapi dengan Model Pembelajaran, Strategi Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran, dan Metode Pembelajaran) (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 186.

40 Huda, op. cit., h. 82-83.

(31)

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional

No. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Tradisional

1.

Interpedensi positif yang memiliki langkah-langkah terstruktur

Tidak ada interpedensi positif

2. Akuntabilitas individu dalam kerja kelompok

Tidak ada akuntabilitas individu dalam kerja kelompok

3.

Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa-siswa dengan level kemampuan berbeda (heterogen)

Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa-siswa dengan level

kemampuan sama (homogen) 4. Saling berbagi peran

kepemimpinan

Jarang menunjuk ketua kelompok

5.

Masing-masing anggota saling berbagi tugas belajar dengan anggota lain

Masing-masing anggota jarang membantu anggota lain untuk belajar

6.

Berfokus untuk memaksimalkan pembelajaran setiap anggota kelompok

Berfokus untuk menyelesaikan tugas

7. Menjaga hubungan kerja sama yang baik

Sering kali mengabaikan hubungan kerja sama yang baik

8. Mengajarkan keterampilan kerja sama yang baik

Menganggap semua siswa memiliki keterampilan kerja sama yang baik 9. Guru mengamati kualitas kerja

kelompok

Jarang ada pengamatan dari guru

10.

Merancang langkah-langkah terstruktur dan mengalokasikan waktu untuk pemrosesan kelompok

Jarang merancang langkah-langkah terstruktur dan mengalokasikan waktu untuk pemrosesan kelompok

(32)

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk saling bekerja sama dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya terdapat enam langkah utama pembelajaran kooperatif yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran tersebut seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.41

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah Aktivitas Guru

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Mengorganisasikan ke dalam kelompok- kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu tiap kelompok ketika pembentukan kelompok agar efisien.

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas mereka.

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu ataupun kelompok.

e. Jenis-jenis Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki beragam jenis yang secara umum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Beragam jenis pembelajaran kooperatif ini merupakan hasil dari pengembangan para ahli untuk dapat memfasilitasi guru

41 Shoimin, op. cit., h. 46.

(33)

dalam menerapkan pembelajaran tersebut di ruang kelas mereka. Robert E. Slavin membagi beragam jenis tersebut ke dalam dua bagian, yaitu jenis Pembelajaran Tim Siswa (Student Teams Learning) dan Spesialisasi Tugas (Task Specialization). Jenis Pembelajaran Tim Siswa terdiri dari Student Teams Achievement Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction (TAI), dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).42 Sementara jenis Spesialisasi Tugas terdiri dari Group Investigation (GI), Co-op Co-op, Jigsaw dan Jigsaw II, serta Complex Instruction (CI).43

a) Pembelajaran Tim Siswa (Student Teams Learning)

Pembelajaran Tim Siswa menekankan tujuan-tujuan dan kesuksesan kelompok dapat diraih jika semua anggota kelompok dapat belajar mengenai materi yang telah dipelajari, artinya siswa mempelajari suatu materi sebagai satu kesatuan kelompok.44 Hal ini berkaitan dengan tiga konsep penting PTS, yaitu penghargaan bagi kelompok yang akan diperoleh jika kelompok tersebut berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, tanggung jawab individu berarti setiap anggota kelompok memastikan tiap orang dalam kelompok mampu mengerjakan penilaian yang diberikan, dan kesempatan sukses yang sama berarti kontribusi dari semua anggota kelompok baik siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah masing- masing ada nilainya.45 Keempat jenis Pembelajaran Tim Siswa adalah sebagai berikut.

1) Student Team Achievement Divisions (STAD)

Slavin menyatakan bahwa tipe STAD dapat diterapkan untuk beragam materi pelajaran yang di dalamnya terdapat tugas yang hanya memiliki satu jawaban benar, termasuk sains.46 STAD bukan hanya sebagai metode pengajaran komprehensif untuk mata pelajaran tertentu, tetapi juga merupakan metode pengaturan kelas.47

42 Slavin, op. cit., h. 10-16.

43 Ibid., p. 213.

44 Ibid., h. 10.

45 Ibid.

46 Huda, op. cit., h. 116.

47 Nurdyansyah dan Fahyuni, op. cit., h. 69.

(34)

Selain itu, tipe STAD paling cocok diterapkan untuk bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas, seperti matematika, tata bahasa, geografi, dan konsep- konsep ilmu pengetahuan ilmiah.48 Penerapan STAD dalam pembelajaran dilakukan dengan membentuk 4 – 5 orang siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi maupun rendah kemudian mereka bekerja sama meningkatkan skor kuis kelompok dengan masing-masing menjawab kuis individu dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas peningkatan nilai kuis kelompok.49 2) Teams Games Tournament (TGT)

Pembelajaran TGT yang juga dikembangkan oleh Slavin tidak jauh berbeda dengan STAD. Perbedaannya terletak pada pengelompokan siswa yang didasarkan pada level kemampuan saja.50 Selain itu, jika dalam STAD terdapat kuis, maka dalam TGT kuis tersebut diganti dengan sebuah permainan akademik yang dimainkan dalam bentuk kelompok.51 Permainan tersebut dilakukan dengan kelompok lain untuk mendapat tambahan poin untuk skor kelompok masing- masing.52 Pembelajaran TGT juga dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, mulai dari ilmu-ilmu eksak, ilmu sosial, maupun bahasa dan sangat cocok untuk tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara tajam dengan satu jawaban benar.53

3) Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction (TAI) Pembelajaran TAI yang juga dikembangkan oleh Slavin menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual.54 Pembelajaran individual dalam TAI menuntut setiap anggota kelompok untuk memahami sendiri materi yang dipelajari sehingga jika ada anggota kelompok yang tidak memenuhi syarat kemampuan tertentu, mereka dapat menguatkan pemahaman mereka

48 Slavin, op. cit., h. 12.

49 Kim Dongryeul, “A Study on The Influence of Korean Middle School Students’

Relationship Through Science Class Applying STAD Cooperative Learning,” Journal of Technology and Science Education Vol. 08, No. 4, 2018, h. 292.

50 Huda, op. cit., h. 117.

51 Ibid.

52 Al-Tabany, op. cit., h. 131.

53 Ibid., h. 132.

54 Slavin, op. cit., h. 15.

(35)

sebelum melangkah ke tahap berikutnya.55 Pada pembelajaran ini, masing-masing anggota kelompok diberi beberapa soal bertahap yang harus dikerjakan dan dicek oleh mereka sendiri, kemudian dicek kembali oleh anggota lain dalam kelompok tersebut. Soal-soal ini disusun berdasarkan tingkat kesukaran sehingga pembelajaran TAI lebih banyak digunakan untuk memecahkan masalah.56 Keberhasilan kelompok ditentukan oleh peningkatan skor individu yang diperoleh dari selisih skor akhir dan skor awal. Masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab atas keseluruhan jawaban dengan cara saling berdiskusi dan membahas bersama anggota satu kelompoknya.57

4) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Pembelajaran CIRC yang dikembangkan oleh Stavens merupakan metode yang dirancang untuk memfasilitasi keragaman level kemampuan siswa, baik melalui pengelompokan heterogen maupun pengelompokan homogen.58 Tipe ini menuntun siswa mengikuti serangkaian pengajaran guru, praktik kelompok, pra- penilaian kelompok, dan kuis.59 Kuis yang diberikan diikuti oleh kelompok yang seluruh anggotanya benar-benar siap.60 Pada tipe ini, penghargaan diberikan kepada kelompok berdasarkan skor rata-rata semua anggota kelompok.61

Pembelajaran CIRC sebenarnya diperuntukkan bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah untuk mengajarkan kemampuan membaca dan menulis.62 Akan tetapi, terdapat penelitian yang juga menggunakan tipe CIRC dalam pembelajaran matematika dan sains. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Noto Margianto pada siswa kelas 12 SMA yang menggunakan tipe CIRC dalam pembelajaran matematika63 dan penelitian yang dilakukan oleh Junianti, Muhammad Arsyad, dan

55 Ibid., h. 16.

56 Fathurrohman, op. cit., h. 74.

57 Ibid.

58 Huda, op. cit., h. 126.

59 Slavin, op. cit., h. 17.

60 Huda, op. cit., h. 127.

61 Slavin, loc. cit..

62 Ibid., h. 16.

63 Noto Margianto, “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Implementasi Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) pada Siswa SMA Negeri 1 Punggur,” Jurnal Aksioma Universitas Muhammadiyah Metro Vol. 06, No. 1, 2017, h. 107.

(36)

Nurlina pada siswa kelas 8 SMP yang menggunakan tipe CIRC dalam pembelajaran IPA.64 Kedua penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pembelajaran CIRC dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b) Spesialisasi Tugas (Task Specialization)

Spesialisasi Tugas membuat setiap siswa bertanggung jawab untuk berkontribusi terhadap kelompok dengan cara menyelesaikan tugas yang telah diberikan.65 Tugas yang diberikan kepada tiap anggota kelompok tidak sama, hal ini untuk menghindari dari saling membandingkan antaranggota kelompok.

Sebagian besar Spesialisasi Tugas memasukkan langkah yang membuat para siswa saling bertukar informasi yang telah dikumpulkan bersama teman sekelompoknya maupun keseluruhan anggota kelas. Hal tersebut sebagai solusi dari permasalahan jika siswa hanya akan belajar mengenai materi yang menjadi tanggung jawab mereka.66 Keempat tipe Spesialisai Tugas tersebut adalah sebagai berikut.

1) Group Investigation (GI)

Group Investigation (GI) dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan merupakan metode pengaturan kelas yang membuat para siswa bekerja, menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif dalam kelompok kecil.67 Tipe GI memberi kontrol dan pilihan penuh pada siswa untuk merencanakan materi yang akan dipelajari dan diinvestigasi.68 Tipe ini menuntut para siswa memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.69 Materi yang akan dipelajari disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa. Sumber materi dapat

64 Junianti, Muhammad Arsyad, dan Nurlina, “Peningkatan Hasil Belajar IPA Fisika Melalui Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Bontonompo Kabupaten Gowa,” Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Makassar Vol. 03, No. 3, 2015), h. 295.

65 Slavin, op. cit., h. 213.

66 Ibid., h. 214.

67 Slavin, op.cit., h. 24.

68 Huda, op. cit., h. 123.

69 Fathurrohman, op. cit., h. 69.

(37)

diperoleh melalui buku, majalah, gambar, peta, katalog, rekaman, video, dan koran.70

2) Co-op Co-op

Co-op Co-op merupakan bentuk dari Group Investigation yang menempatkan kelompok-kelompok dalam kerja sama satu sama lain untuk mempelajari suatu materi di kelas.71 Tipe ini memberi siswa kesempatan untuk meningkatkan pemahaman mereka dan saling berbagi pemahaman baru dengan teman-teman sekelasnya melalui kelompok-kelompok kecil.72

3) Jigsaw dan Jigsaw II

Tipe Jigsaw II yang dikembangkan oleh Slavin merupakan hasil pengembangan dari tipe Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Aronson.73 Tipe ini dapat digunakan untuk materi dalam bentuk narasi tertulis dan sesuai untuk pelajaran ilmu sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah, dan materi-materi yang tujuan pembelajarannya mengarah pada penguasaan konsep daripada penguasaan kemampuan.74 Tipe Jigsaw maupun Jigsaw II juga dikenal dengan kooperatif ahli. Setiap anggota bertanggung jawab pada penguasaan materi subtopik yang telah diberikan oleh guru.75 Anggota dari tiap kelompok yang mendapatkan subtopik sama membentuk kelompok lagi untuk bekerja sama menyelesaikan tugas kooperatif dalam belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya serta merencanakan cara mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompok semula.76 Perbedaan tipe Jigsaw dengan Jigsaw II adalah tidak adanya penghargaan khusus terhadap individu maupun kelompok atas keberhasilan bekerja sama dan mengerjakan kuis pada metode Jigsaw,77 sedangkan pada tipe Jigsaw II setiap kelompok berkompetisi untuk memperoleh penghargaan.78

70 Shlomo Sharan, The Handbook of Cooperative Learning Inovasi Pengajaran dan Pembelajaran untuk Memacu Keberhasilan Siswa di Kelas, trans. oleh Sigit Prawoto (Yogyakarta:

Istana Media, 2012), h. 173.

71 Slavin, op. cit., h. 229.

72 Ibid.

73 Ibid., h. 236-237.

74 Ibid., h. 237.

75 Rusman, op. cit., h. 310.

76 Ibid., h. 308-309.

77 Huda, op. cit., h. 121.

78 Ibid., h. 118.

(38)

4) Complex Instruction (CI)

Complex Instruction (CI) dikembangkan oleh Elizabeth Cohen dan rekan- rekannya. Tipe ini menekankan pentingnya penerapan proyek-proyek berorientasi penemuan terutama pada materi sains, matematika dan ilmu sosial.79 Tipe ini didasarkan pada mencari keterangan dan investigasi dan biasanya diterapkan pada kelas dwibahasa.80 Pada tipe ini juga, para siswa dapat saling bekerja sama melakukan eksperimen untuk menemukan prinsip-prinsip magnetisme, suara, cahaya, dan sebagainya.81

4. Konsep Meta-analisis a. Pengertian Meta-Analisis

Meta-Analisis terdiri dari kata “Meta” dan “Analisis”. Kata “Meta” dalam kamus Merriam-Webster merupakan prefiks atau awalan yang memiliki arti terjadi kemudian atau setelah,82 sedangkan “Analisis” memiliki arti penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.83 Jadi, secara bahasa meta-analisis dapat diartikan sebagai penyelidikan kembali suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya.

Dalam konteks penelitian, Smith dan Glass (1977) mengembangkan meta-analisis, yaitu teknik statistik yang menggabungkan besar pengaruh yang dilaporkan dalam hasil penelitian dengan variabel bebas dan terikat yang sama atau serupa.84 Menurut Mills dan Gay, meta-analisis merupakan pendekatan statistik yang digunakan untuk merangkum hasil penelitian kuantitatif yang meneliti permasalahan yang sama.85 Tuckman juga berpendapat bahwa meta-analisis adalah langkah kuantitatif sistematis untuk meringkas atau menggabungkan literatur tentang hubungan antara

79 Ibid., h. 124.

80 Fathurrohman, op. cit., h. 73.

81 Slavin, op. cit., h. 249.

82 “Meta,” diakses 27 Juli 2021, https://www.merriam-webster.com/dictionary/meta.

83 Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Karya Agung, 2005), h. 41.

84 Donald Ary dkk., Introduction to Research in Education, 8th Edition (California:

Wadsworth, 2010), p. 138.

85 Geoffrey E. Mills dan L.R. Gay, Educational Research Competencies for Analysis and Applications, Twelfth Edition (Boston: Pearson Education, 2019), p. 119

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................
Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran  Tradisional
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Research) dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pelajaran tisika dengan materi penerapan konsep listrik arus searah dapat disarankan kepa<la

Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui hasil belajar kognitif dan kemampuan kerjasama siswa melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada

Penelitian ini adalah penelitian meta-analisis yang bertujuan merangkup hasil penelitian tentang pengaruh model pembelajran kooperatif terhadap hasil belajar siswa

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh selama proses pembelajaran pada siklus I, II dan III dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada materi

Dari hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: penerapan pembelajaran Fisika dengan model kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas

Salah satu hipotesis yang signifikan yakni secara signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar pada materi vektor, siswa kelas X di SMAN 1 Peukan

e-ISSN: 2655-1403 p-ISSN: 2685-1806 META-ANALISIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA MATA PELAJARAN FISIKA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA Alhadi Erpan*1, Fadilah Fajria