BAB I KATA PENGANTAR
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat-manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1.4.1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Publik.
1.4.2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi institusi yang terkait dalam menetapkan kebijakan bagi Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi dan Usaha Menengah dalam memberdayakan Usaha Kecil Menengah (UKM).
1.4.3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan memberikan penjelasan dan masukan dalam memperoleh pelayanan kepada masyarakat dalam pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) dari Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi dan Usaha Menengah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.
Untuk itu perludisusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti.Menurut Masri Singarimbun (1989: 37), teori adalah serangkaian konsep, defenisi dan preposisi yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena sosial.
Bedasarkan rumusan diatas maka dalam bab ini penulis akan mengemukakanteori, pendapat, ataupun gagasan yang akan dijadikan dalam penelitian ini.
2.1 Kebijakan Publik
Menurut Riant Nugroho (2008:54) Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara khususnya pemerintah sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan Publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal memasuki masyarakat pada masa transisi untuk menuju pada masyrakat yang di citacitakan.
Menurut James Anderson (Winarno,2012:23) kebijakan publik ini mempunyai beberapa impilikasi,yakni pertama,titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud dan tujuan dan bukan perilaku secara serampangan.Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern bukan suatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam sistem poltik.kedua,Kebijakan merupakan arah atau pola
tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat Pemerintan dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang tersendiri.Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal,tetapi juga keputusan -keputusan beserta dengan pelaksanaannya.Ketiga,kebijakan adalah apa yang sebenarnya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan,mengendalikan inflasi,atau mempromosikan perumahan rakyat,dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah.Keempat,kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau negatif.Secara positif,kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu.Secara negatif ,kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat Pemerintah,tetapi tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah.Dengan kata lain,pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk tidak melakukan campur tangan dalam bidang-bidang umum maupun khusus.
Maka kebijakan publik adalah kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat dimana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Kebijakan publik merupakan suatu keputusan atau suatu pilihan keputusan untuk mengambil atau tidak mengambil keputusan dalam permasalahan yang ada di tengah masyarakat.
Kebiajakan publik mengatur baik secara langsung maupun tidak langsung pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia atau pengelolaan tatanan kenegaraan dan perekonomian untuk kepentingan publik atau kepentingan umum,yaitu masyarakat luas,segala lapisan penduduk dalam suatu Negara.
2.2 Implementasi Kebijakan
Menurut Lester dan Stewart (dalam Winarno 2012:147),implementasi kebijakan dipandang dalam penertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor.organisasi, prosedur,dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.Menurut Ripley dan Frankin (dalam Winarno 2012:148) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program kebijakan,keuntungan,atau suatu jenis keluaran yang nyata.Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat Pemerintah.Implentasi mencakup tindakan-tindakan
oleh berbagai aktor,khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.
Merilee S Grindle (dalam Winarno 2012:149) Implementasi membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan Pemerintah. Oleh karena itu,tugas implementasi mencakup terbentuknya a policy delivery system,dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan.
Maka dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan adalah salah satu proses tahapan dari kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah untuk melihat sejauh mana program Pemerintah dilaksanakan,apakah telah sesuai dengan maksud dan tujuan awal apakah masih ada bernagai permasalahan atau penhambat dalam penerapan atau pencapaian kebijakan atau program yang dilakukan oleh Pemerintah.Jadi implementasi adalah kegiatan untuk melihat sejauh mana kebijakan dilaksanakan sesuai dengan sasaran awal sebagai upaya penyelesaian masalah di lingkungan sasaran tersebut.
2.3 Model Implementasi Kebijakan
Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknis atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah” (top-botom) versus “dari bawah ke atas” (bottom-topper), dan pemilahan implementasi yang berpola paksa (command-and-control), dan mekanisme pasar (economic incentive) (Nugroho, 2003:165). Namun secara umum model implementasi kebijakan yang dikemukakan para ahli lebih dipandang pemilahan yang pertama disebut model top-down dan bottom-up.
Model top-down berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, dimana partisipasi lebih oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Diantara keduanya ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat (Nugroho, 2003:167).
2.3.1 Model Merilee S.Grindle
Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya ditentukan oleh implementability (Nugroho, 2008: 445). Menurutnya keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal, yaitu:
1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan dengan merujuk pada aksi kebijakannya
2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:
a. Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran
dan perubahan yang terjadi
Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan dari tingkat implemientability kebijakan itu sendiri, yaitu terdiri dari Content of policy dan Context of Policy, Grindle (dalam Agustino, 2008: 168).
1. Content of Policy menurut Grindle adalah
a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaanya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan
dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.
e. Pelaksana program. Dalam melaksanakan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.
f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanannya berjalan dengan baik.
2. Context of Policy menurut Grindle adalah:
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat. Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh dari tujuan yang akan dicapai.
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang juga penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksanaa dalam menanggapi suatu kebijakan.
Pada pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi dan lingkungan, dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dapat diketahui juga apakah isi kebijakan terkait dengan lingkungan implementasi mempengaruhi tingkat perubahan yang diharapkan bisa terjadi.
Bagan 2.1: Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle (1980)
Sumber: Subarsono, 2005:100.
2.4 Usaha Kecil dan Menengah
Ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan kemudian dilaksanakan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, di mana pengertian UKM adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebagai berikut:
1. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2. Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.
Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia Tahun 2003, menggambarkan bahwa perusahaan dengan:
a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga.
b. Perusahaan dengan tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil
c. Perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri sedang atau menengah.
d. Perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, yang mendifenisikan UKM menurut dua kategori, yaitu:
a. Menurut omset. Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset tetapkurang dari Rp 200 juta dan omset per tahun kurang Rp 1 milyar.
b. Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memilikitenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang. Industri rumah tangga adalahindustri yang memperkerjakan kurang dari lima orang.
Data di atas menunjukkan pembagian perusahaan di Indonesia dikelompokkan dalam 4 bagian berdasarkan jumlah tenaga kerja. Sesuai dengan data tersebut yang termasuk UKM adalah perusahaan/usaha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang. Dari segi omset usaha, yang termasuk dalam kelompok UKM adalah kelompok usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp.200.000.000, - dan omset penghasilan pertahun kurang dari 1 Milyar.
2.4.1 Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menegah
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, pada pasal 6 dijelaskan kriteria-kriteria yang tepat mengenai UMKM:
1. Kriteria Usaha Mikro, Ada dua kriteria usaha ini yakni :
a. memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil . Kriteria usaha ini meliputi:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah. Ada dua kriteria Usaha Menengah, yaitu : a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Data di atas menunjukkan pembagian kelompok usaha berdasarkan kriteria jumlah kekayaan bersih yang dimiliki perusahaan (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan jumlah penjualan tahunan perusahaan.
2.4.2 Kebijakan Usaha Kecil Menengah (UKM)
Dalam UU NO.23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah dinyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban dalam mengatur daerahnya, maka dalam hal ini pemerintah daerah Sidikalang yang merupakan daerah otonomi juga mempunyai hak dan kewajiban dalam mengatur daerahnya termasuk dalam hal pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM). Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) tersebut yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, khususnya dalam pasal 7 ayat 1 sangat jelas dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek :
1. Pendanaan
Dukungan pemerintah atas UMKM lewat kebijakannya dipertegas lagi dalam pasal 8, yakni bahwa aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk :
a) memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
b) memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
c) memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d) membantu para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
2. Sarana dan Prasarana
Dukungan pemerintah atas UMKM lewat kebijakannya dipertegas lagi dalam pasal 9, aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk :
a) mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan
b) memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.
3. Informasi Usaha
Dukungan pemerintah atas UMKM dalam pasal 10, aspek informasi usaha sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) huruf (b) ditujukan untuk :
a) membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan bisnis;
b) mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu;
dan
c) memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atas segala informasi usaha.
4. Kemitraan
Dukungan pemerintah atas UMKM dalam pasal 11, aspek kemitraan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk :
a) mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
b) mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;
c) mendorong terjadinyahubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro,Kecil dan Menengah;
d) mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro,Kecil dan Usaha Besar;
e) mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
f) mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan
g) mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorang atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
5. Perizinan Usaha
Aspek perizinan usaha dalam pasal 12 sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) huruf e ditujukan untuk :
a) menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan
b) membebaskan biaya perizinan bagi Usaha Mikro dan memberikan keringan biaya perizinan bagi Usaha Kecil.
6. Kesempatan Berusaha
Aspek kesempatan berusaha dalam pasal 13 sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan untuk:
a) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima serta lokasi lainnya;
b) menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor perdagangan retail;
c) mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun temurun;
d) menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerjasama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
e) melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
f) mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara langsung;
g) memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja pemerintah dan pemerintan daerah;
h) memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.
7. Promosi Dagang
Aspek promosi dagang dalam pasal 14 sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk:
a) meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah di dalam dan di luar negeri;
b) memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil dan Mennegah di dalam dan di luar negeri;
c) memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan
d) memfasilitasi pemilikan ha katas kekayaan intelektual atas produk dan desan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatab usaha dalam negeri dan ekspor.
8. Dukungan Kelembagaan
Aspek dukungan kelembagaan dalam pasal 15 sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sebagai bagian
terpenting dari perekonomian nasional, UKM seharusnya mendapat dukungan serius dari pemerintah. Dukungan ini dapat diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan yang lebih berpihak pada UKM, baik kebijakan-kebijakan legalitas maupun keuangan dan kebijakan lain-lain.
2.5 Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentingya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum.
Menurut Pranaka (dalam Sedarmayanti. 2003:113) menyatakan bahwa munculnya konsep pemberdayaan pada awalnya menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Selanjutnya menekankan pada proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.
Proses Pemberdayaan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu;
1. Menstimulasi
Stimulasi bertujuan untuk mempermudah para pelaku usaha untuk memperoleh bantuan modal usaha.
2. Mendorong
Dalam hal ini, lebih menekankan pada lahirnya kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan UKM yang sudah berdiri.
3. Memotivasi
Pemberian motivasi terhadap pelaku UKM untuk membantu pengembangan UKM seperti pelaksanaan sosaliasi dan pendampingan langsung terhadap pelaku UKM.
Dapat disimpulkan, tujuan utama dari pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang berada dalam kondisi kurang mampu untuk dapat memperkuat usahanya agar menjadi tangguh dan mandiri, sehingga dapat menghadapi persaingan perdagangan bebas dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
2.6 Hipotesis Kerja
Hipotesis kerja disusun berdasarkan atas teori yang dipandang handal.
Oleh karena itu, berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis merumuskan hipotesis kerja: Implementasi Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah pada Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Sidikalang meliputi: (1) kepentingan kelompok sasaran; (2) tipe manfaat; (3) derajat perubahan yang diinginkan; (4) letak pengambilan keputusan; (5)
pelaksanaan program; (6) sumber daya yang dilibatkan; (7) kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; (8) karakteristik lembaga dan penguasa; (9) kepatuhan dan daya tanggap.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Adapun alasan digunakannya metode penelitian kualitatif adalah karena peneliti ingin mengetahui dan mendapat informasi secara langsung kepada sumber data yaitu para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) secara alamiah melalui wawancara dan ingin mengetahui apakah peran Dinas Ketenagakerjaan,Koperasi dan Usaha Mikro telah dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Ketenagakerjaan,Koperasi dan Usaha Mikro.Hal ini akan terjawab dengan lebih jelas apabila dilakukan dengan mewawancarai pihak-pihak yang bersangkutan secara mendalam (indepth interview).
Menurut Sugiyono(2012:9-10) penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrument kunci, lebih bersifat deskriptif dimana data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada gambar, lebih menenkankan pada proses dari pada produk atau outcome, melakukan analisis data secara induktif, lebih menekankan makna.
Oleh karena itu,dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencari realitas dan menginterpretasi sesuatu fenomena mengenai Implementasi Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada Dinas Ketenagakerjaan,Koperasi dan Usaha Mikro di Sidikalang melalui isi dan konteks kebijakan sesuai hipotesis kerja.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi dan Usaha Mikro di Sidikalang Kabupaten Dairi sebagai lembaga instansi pemerintah yang
Penelitian dilakukan di Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi dan Usaha Mikro di Sidikalang Kabupaten Dairi sebagai lembaga instansi pemerintah yang