Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis dalam upaya meningkatkan pembelajaran fisika pada materi pemanasan global, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi peneliti lain menjadi landasan dalam pengembangan e-modul berbasis problem based learning secara lebih lanjut.
b. Bagi guru fisika, menambah wawasan dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi sains siswa pada materi fisika.
c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi pembelajaran di sekolah terkait bahan ajar yang digunakan guru dalam pembelajaran fisika.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengalaman langsung mengenai cara meningkatkan kemampuan literasi sains siswa dengan pembelajaran menggunakan e-modul berbasis problem based learning.
b. Bagi siswa, membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi sains fisika siswa dengan menggunakan e-modul.
c. Bagi guru, memberikan gambaran mengenai kemampuan literasi sains siswa melalui e-modul.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik
1. Modul
a. Pengertian Modul
Modul merupakan rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu para siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.18 Modul menjadi sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang disusun secara sistematis.
Melalui penggunaan modul, siswa dapat belajar dengan atau tanpa guru (fasilitator).19 Modul dirancang untuk belajar secara mandiri oleh siswa. Karena itu modul dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar sendiri. Modul memiliki sifat self contained, artinya dikemas dalam satu kesatuan yang utuh untuk mencapai kompetensi tertentu, dan tidak bergantung pada media lain (self alone) dalam penggunaannya.20
Modul merupakan paket pengajaran yang memuat satu unit konsep dari suatu bahan pelajaran.21 Modul juga dapat berarti kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh murid dengan bantuan yang minimal dari guru pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhkan, serta alat untuk penilai, mengukur keberhasilan murid di akhir penyelesaian pelajaran. Modul adalah semacam paket program untuk keperluan belajar. Dari satu paket program modul terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan belajar, metode belajar, alat dan sumber belajar, dan sistem evaluasi22
b. Karakteristik dan Tujuan Modul
18 Basyrudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, 1st edn (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2020).h. 63
19 Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Pengembangan Bahan Ajar (Jakarta: Depdiknas, 2008).h.20
20 Hamdani, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2011).h219
21 ST. Vembriarto, Pengantar Pengajaran Modul (Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita, 1985).h.20
22 Cece Wijaya, Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan Dan Pengajaran, 4th edn (Bandung: : PT Remaja Rosdakarya, 1992).h. 88
Suatu modul hendaknya menjadikan siswa sebagai titik pusat kegiatan belajar mengajar. Kemajuan siswa senantiasa dapat diikuti melalui evaluasi yang diberikan pada akhir modul. Sehingga modul disusun mengikuti konsep “mastery learning”
dengan prinsip bahwa siswa tidak diperbolehkan mengikuti program selanjutnya sebelum menguasainya paling sedikit 75%23
Untuk mencapai mastery learning atau pembelajaran tuntas tersebut, maka suatu modul hendaknya memiliki karakteristik berikut ini:
1) Instruksi Mandiri (Self instruction)
Melalui karakteristik ini, siswa dapat belajar mandiri dengan mempermudah penyajiannya melalui penyampaian tujuan pembelajaran yang jelas, materi spesifik, kontekstual, banyak contoh dan ilustrasi, terdapat rangkuman, soal-soal, dan kunci jawaban. Selain itu juga memuat self assesment, penugasan, umpan balik atas penilaiannya, informasi/referensi/ situs internet untuk mempelajari lebih dalam, serta menggunakan kalimat sederhana yang komunikatif.
2) Serba Lengkap (Self contained)
Karakteristik ini menuntut supaya modul memuat kesatuan materi yang dibutuhkan sehingga dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Selain itu juga memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas.
3) Berdiri Sendiri (Stand alone)
Stand alone (berdiri sendiri) menjadikan modul yang tidak bergantung pada bahan ajar lainnya. Sehingga siswa tidak perlu buku lain saat mempelajari dan mengerjakan soal latihan dalam modul.
4) Adaptif (Adaptive)
Modul hendaknya dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu meningkatkan motivasi, kemampuan komunikasi, dan kemandirian belajar siswa
5) Mudah Digunakan (User friendly)
23 B. Suryosubroto, Sistem Pengajaran Dengan Modul (Yogyakarta: BinaAksara, 1983), h. 18
Karakteristik user friendly dalam modul ditunjukkan dengan penggunaan bahasa yang sederhana dan istilah-istilah umum, serta mudah dimengerti, sehingga modul dapat membantu siswa dalam merespons instruksi yang diberikan24
Adapun karakteristik modul bila dikaitkan dengan tujuan pembuatannya dapat dilihat pada tabel 2.125
Tabel 2. 1 Karakteristik dan tujuan modul
Karakteristik Tujuan
Self instruction Memperjelas/ mempermudah penyajian Self contained dan
Stand alone
Mengatasi keterbatasan (misalnya waktu dan tempat)
Adaptif Meningkatkan motivasi, kemampuan komunikasi, dan kemandirian belajar User friendly Memberikan kesempatan siswa untuk
menilai diri sendiri
c. Fungsi Modul
Sebagai salah satu bentuk bahan ajar, modul memiliki fungsi sebagai berikut:26
1) Bahan ajar mandiri. Penggunaan modul berfungsi untuk meningkatkan kemampuan siswa agar dapat belajar sendiri tanpa tergantung kepada guru.
2) Pengganti fungsi pendidik. Modul sebagai bahan ajar, harus mampu memuat materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa, sesuai dengan usia dan tingkat pengetahuan mereka.
3) Sebagai alat evaluasi. Melalui modul, siswa dituntut untuk dapat mengukur sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang telah dipelajari.
24 Daryanto, Menyusun Modul: Bahan Ajar Untuk Persiapan Guru Dalam Mengajar (Yogyakarta:
Gava Media, 2014), h.80
25 Daryanto, Strategi DanTahapan Mengajar: BekalKeterampilan Dasar Bagi Guru (Bandung:
Yrama Widya, 2013).
26 Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, VII (Yogyakarta: Diva Press, 2015).
4)
Sebagai bahan rujukan bagi siswa. Modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari siswad. Manfaat Modul
Modul memiliki banyak manfaat dalam proses pembelajaran, diantaranya yaitu:27
1) Dapat membimbing orang yang membacanya untuk mengarahkan proses belajarnya.
2) Dapat memotivasi peserta didik dan latihan jarak jauh agar senantiasa aktif dalam belajar
3) Meningkatkan pengetahuan dan wawasan peserta
4) Membantu peserta didik anda dalam memecahkan kesulitan yang dihadapi ketika memahami materi yang disajikan
5) Untuk membelajarkan orang secara efektif dan efisien sehingga bisa mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan
Selain itu, manfaat modul bagi siswa adalah:28
1) Siswa memiliki kesempatan melatih diri belajar secara mandiri;
2) Belajar menjadi lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan di luarjam pembelajaran;
3) Berkesempatan mengekspresikan cara-cara belajar yang sesuai dengan mengerjakan latihan yang disajikan dalam modul;
4) Mampu membelajarkan diri sendiri;
5) Mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya.
Bagi guru, penyusunan modul bermanfaat karena:
1) Mengurangi kebergantungan terhadap kesediaan buku teks;
2) Memperluas wawasan karena disusun dengan menggunakan berbagai referensi;
27 Meilinda, E-Modul Interaktif Berbasis Kontruktivisme pada Materi Genetika untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Biologi SLTP Tesis S-2 Sekolah Pasca Sarjana (Bandung:
Univerisitas Pendikan Indonesia), h. 18.
28 Hamdani, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011).
3) Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis bahan ajar;
4) Membangun komunikasi yang efektif antara dirinya dan siswa karena pembelajaran tidak harus berjalan secara tatap muka
2. E- Modul
Teknologi yang semakin berkembang memberikan inovasi baru dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya terhadap modul. Modul mulai disajikan dalam bentuk elektronik sehingga diberi istilah E-modul (modul elektronik).29 Wijayanto menyatakan bahwa E-modul merupakan modul elektronik yang menampilkan sejumlah informasi dalam format buku secara elektronik. E-modul ini dimuat ke dalam hardisk, disket, CD ataupun flashdisk yang dibaca menggunakan piranti elektronik seperti komputer, dll.30
Pengertian e-modul diperluas oleh Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa e- modul merupakan bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang disusun secara sistematis ke dalam unit-unit pembelajaran. E- modul menggunakan alat elektronik dalam penggunaannya dimana setiap kegiatan belajar terdapat tautan yang akan membuat peserta didik interaktif dalam belajar. Selain itu, e- modul juga dilengkapi dengan video tutorial, animasi dan audio untuk memperkaya pengalaman belajar31
3. Model Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) menurut Duch (1955), merupakan model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata untuk para siswa belajar berpikir kritis dan meningkatkan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan.32 PBL menurut Frinkle dan Torp (1955) merupakan
29 Dony Sugianto, dkk, ‘Modul Virtual: Multimedia Flipbook Dasar Teknik Digital’, Jurnal INVOTEC, 9 (2013), h.102-103.
30 I Gede Partha Sindu I Wayan Bayu Permana, I Made Agus Wirawan, ‘PengembanganE- Modul Berbasis Project Based Learning Pada Mata Pelajaran Pemrograman Berorientasi Objek Kelas XI RPL Di SMK Negeri 2 Tabanan’, 6 (2017), 144.
31 Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Penduan Praktus Peyusunan E-Modul Tahun 2017 (Jakarta: Kemdikbud, 2017).
32 Aris Shoimin, Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2014).
pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan serta keterampilan dengan menempatkan siswa berperan aktif sebagai problem solver sehari-hari. 33Beberapa definisi di atas mengandung arti bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menyajikan materi dengan memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari agar siswa berperan aktif dalam menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran PBL memiliki karakteristik yang khusus yang berbeda dari model pembelajaran lainnya. Menurut teori yang dikembangkan Min Liu, karakteristik PBL, yaitu: (a) Learning is student- centered. Proses pembelajaran dalam PBL berpusat pada siswa. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri, (b) Authentic problems from the organizing focus for learning. Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang nyata sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan, (c) New information is acquired through self-directed learning. Dalam proses pemecahan masalah, sangat memungkinkan jika siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan dasarnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku ataupun informasi lainnya, (d) Learning occurs in small group. Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBL dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas dan penetapan tujuan yang jelas, (e) Teacher act as facilitators. Disini guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong agar mereka mencapai target yang ingin dicapai.34
Berikut ini merupakan tahapan dalam melaksanakan pembelajaran dengan model Problem Based Learning menurut Richard I. Arends pada Tabel 2.1
33 Ibid, h.130
34 Ibid, h.130
Tabel 2. 2 Tahapan Model Pembelajaran PBL35
Tahap Kegiatan Guru
Tahap 1
Mengorientasi siswa terhadap masalah
Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, dan sarana atau logistik yang dibutuhkan serta memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah nyata yang telah ditentukan
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah ditentukan pada tahap sebelumnya Tahap 3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa untuk berbagi tugas dan merencanakan
menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan
35 Richard I. Arends, Learning to Teach Ninth Edition (New York: Mc Graw Hill, 2012).
4. Literasi Sains
a. Pengertian Literasi Sains
Penjelasan mengenai literasi saintifik terdapat dari berbagai literatur.
Beberapa literatur mendefinisikan literasi saintifik sebagai berikut: literasi saintifik merupakan pengetahuan dasar yang harus diketahui mengenai sains. Pengetahuan dasar ini akan berdampak terhadap sikap yang diberikan pada hakikat, tujuan keterbatasan sains, serta pemahaman mengenai pentingnya konsep sains.36 Literasi saintifik yakni pengembangan kemampuan dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan ilmiah yang tepat berdasarkan fakta secara kreatif, terutama dengan relevansi untuk kehidupan sehari-hari, dalam menyelesaikan tantangan pribadi ataupun masalah ilmiah yang bermakna.37
Literasi sains yang dimaksudkan dalam penelitian ini yakni literasi sains yang merujuk pada framework PISA 2015. Istilah literasi sains yang dimaksud PISA 2015 yakni kemampuan untuk terlibat dalam permasalahan dan ide-ide yang berhubungan dengan sains sebagai warga yang reflektif.38 Seseorang yang memiliki kemampuan literasi saintifik bersedia untuk terlibat dalam penalaran wacana mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memerlukan kompetensi untuk:
1) Menjelaskan fenomena ilmiah
Mengenali, menawarkan dan mengevaluasi penjelasan untuk berbagai fenomena ilmiah
2) Mengevaluasi dan mendesain penelitian ilmiah
Mendeskripsikan dan menilai penyelidikan ilmiah, serta mengusulkan cara-cara menjawab pertanyaan secara ilmiah
3) Menafsirkan data dan bukti ilmiah
Menganalisis dan mengevaluasi data, klaim, dan argumen dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang sesuai.
36 John Duran, “What is scientific literacy?”, Europian Review, Vol. 2, h. 84-87
37 Regina Soobard dan Miia Rannikmae, “Assessing student’s level of scientific literacy using interdisciplinary Scenarios”, Science Education International, Vol. 22, No. 2, h. 134, 2011
38 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework.
Sejalan dengan definisi tersebut digunakan empat aspek yaitu; 1) aspek konteks (contexts), 2) aspek kompetensi (competencies), 3) aspek pengetahuan (knowledge). 4) aspek sikap (attitudes)39
1) Aspek Konteks (context)
Konteks menurut PISA 2015 merupakan materi pengetahuan ilmiah yang mengangkat isu-isu pilihan dalam ruang lingkup pribadi/ personal, lokal/ nasional dan global, baik saat ini maupun dalam sejarah. Aspek konteks ini menuntut pemahaman tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
Tabel 2. 3 Hubungan isu dan ruang lingkup isu dalam aspek konteks40 Pribadi Lokal / Nasional Global
Kesehatan
39 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework.h. 25
40 Analytical Framework, PISA 2018 Assessment and Analytical Framework, 2018. h.103 konteks dan bukti secara ilmiah
Bagaimana seorang individu melakukan hal ini dipengaruhi oleh
Gambar 2. 1 Kerangka Aspek Literasi Sains PISA 2018 Gambar 2. 2 Kerangka Aspek Literasi Sains PISA 2018
Pribadi Lokal / Nasional Global
Bahaya Penilaian risiko pilihan gaya 2) Aspek Kompetensi (competencies)
Menurut PISA 2015 aspek kompetensi terdiri dari tiga kompetensi ilmiah yaitu menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan mengevaluasi penelitian ilmiah, serta menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Setiap kompetensi memiliki beberapa indikator pada Tabel 2.3
Tabel 2. 4 Kompetensi Literasi Sains PISA 201541
Kompetensi Indikator
Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah
Mengenali, menawarkan dan mengevaluasi penjelasan untuk berbagai fenomena alam dan teknologi yang menunjukkan kemampuan untuk:
41 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework.h.26-27
Kompetensi Indikator
Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai;
Mengidentifikasi, menggunakan dan
menghasilkan model dan representasi penjelasan;
Membuat dan membenarkan prediksi yang sesuai;
Menawarkan hipotesis penjelas;
Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat
Mengevaluasi dan Mengevaluasi Penelitian Ilmiah
Menjelaskan dan menilai penyelidikan ilmiah dan mengusulkan cara-cara menjawab pertanyaan secara ilmiah melalui:
Mengidentifikasi pertanyaan yang dieksplorasi dalam studi ilmiah tertentu;
Membedakan pertanyaan yang dapat diteliti secara ilmiah;
Mengusulkan cara untuk mengeksplorasi pertanyaan tertentu secara ilmiah;
Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah;
Menjelaskan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan para ilmuwan untuk memastikan keandalan data dan objektivitas dan generalisasi penjelasan.
Menginterpretasikan Data dan Bukti Ilmiah
Menganalisis dan mengevaluasi data ilmiah, klaim dan argumen dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan yang sesuai, menunjukkan kemampuan untuk:
Mentransformasi data dari satu representasi ke representasi lainnya;
Kompetensi Indikator
Menganalisis dan menafsirkan data serta menarik kesimpulan yang sesuai;
Mengidentifikasi asumsi, bukti dan penalaran dalam teks yang berhubungan dengan sains;
Membedakan argumen yang didasarkan pada bukti dan teori ilmiah dengan yang didasarkan pada yang lain pertimbangan;
Mengevaluasi argumen ilmiah dan bukti dari berbagai sumber (misalnya surat kabar, internet, jurnal).
3) Aspek Pengetahuan
Menurut PISA 2015 aspek pengetahuan merupakan pemahaman tentang fakta utama, konsep, dan teori penjelasan yang membentuk dasar pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan tersebut mencangkup tiga aspek utama yaitu pengetahuan konten, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan epistemik.42
a) Pengetahuan Konten
Pengetahuan konten yang dinilai PISA 2015 dipilih dari bidang utama fisika, kimia, biologi, dan ilmu bumi yang memiliki relevansi dengan situasi kehidupan nyata, merupakan konsep ilmiah yang penting, dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak usia 15 tahun.43
b) Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang prosedur standar yang digunakan para ilmuwan untuk mendapatkan data yang valid dan andal. Fitur yang dapat diuji dari pengetahuan prosedural menurut PISA 2015, yaitu:
42 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework. h.25
43 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework. h.28
(1) Konsep variabel, termasuk variabel dependen, independen dan kontrol;
(2) Konsep pengukuran, misalnya kuantitatif (pengukuran), kualitatif (observasi), penggunaan skala, dan pengelompokan variabel (kategori dan kontinu);
(3) Cara menghitung dan meminimalkan ketidakpastian seperti pengulangan dan pengukuran rata-rata suatu data;
(4) Mekanisme untuk memastikan replikasi (kedekatan antara pengukuran berulang dari kuantitas yang sama) dan akurasi (kedekatan antara kuantitas yang diukur dan nilai sebenarnya) pengukuran;
(5) Cara-cara umum untuk mengabstraksi dan merepresentasikan data menggunakan tabel, grafik dan diagram dan menggunakannya dengan tepat;
(6) Strategi pengendalian variabel dan perannya dalam desain eksperimental atau penggunaan uji coba terkontrol secara acak untuk menghindari temuan yang membingungkan dan mengidentifikasi kemungkinan mekanisme penyebab;
(7) Penentuan rancangan penelitian yang sesuai dengan pernyataan ilmiah tertentu, misalnya eksperimental, berbasis lapangan atau hanya melihat pola.44
c) Pengetahuan Epistemik
Pengetahuan epistemic merupakan pengetahuan untuk membentuk dan mendefinisikan aspek penting dalam proses pembangunan pengetahuan dalam sains serta proses dalam menjustifikasi pengetahuan ilmiah45
Pengetahuan epistemik menurut PISA 2018, yaitu:
(1) Konstruksi dan ciri-ciri sains, yaitu:
(a) Sifat observasi ilmiah, fakta, hipotesis, model dan teori;
(b) Maksud dan tujuan sains (untuk menghasilkan penjelasan tentang alam) yang dibedakan dari teknologi (untuk menghasilkan solusi optimal bagi kebutuhan manusia), apa yang merupakan pertanyaan ilmiah atau teknologi, dan apa yang merupakan data yang sesuai;
(c) Nilai-nilai sains, misalnya komitmen terhadap publikasi, objektivitas, dan menghilangkan praduga awal;
44 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework. h.29
45 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework. h.29
(d) Sifat penalaran yang digunakan dalam sains, seperti deduktif, induktif, inferensi hingga penjelasan terbaik (abduktif), analogis dan berbasis model;
(2) Peran konstruksi dan pendefinisian aspek ilmiah dalam menjustifikasi pengetahuan yang dihasilkan secara ilmiah, yaitu;
(a) Bagaimana klaim ilmiah didukung oleh data dan penalaran dalam sains;
(b) Fungsi berbagai bentuk penyelidikan empiris dalam membangun pengetahuan, termasuk tujuan mereka (untuk menguji hipotesis penjelas atau mengidentifikasi pola) dan desain mereka (observasi, eksperimen terkontrol, studi korelasional);
(c) Bagaimana kesalahan pengukuran mempengaruhi tingkat kepercayaan dalam pengetahuan ilmiah;
(d) Penggunaan dan peran model fisik, sistem dan abstrak serta batasannya;
(e) Peran kolaborasi dan kritik dan bagaimana peninjauan dapat membantu membangun kepercayaan pada klaim ilmiah;
(f) Peran pengetahuan ilmiah, bersama dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, dalam mengidentifikasi dan menangani masalah-masalah sosial dan teknologi.
d) Aspek sikap
Sikap terhadap sains memainkan peran penting dalam minat, perhatian dan respons mereka terhadap sains dan teknologi, serta terhadap masalah yang secara khusus mempengaruhi mereka. Salah satu tujuan PISA mengembangkan aspek sikap yakni mengarahkan siswa untuk terlibat dalam masalah ilmiah.46
(1) Minat, dalam sains dan teknologi
(a) Minat Belajar Sains: Sebuah ukuran seberapa besar minat siswa dalam belajar tentang fisika, biologi, geologi dan proses dan produk penelitian ilmiah
(b) Menyukai Sains: Sebuah ukuran seberapa banyak siswa suka belajar tentang ilmu pengetahuan baik dalam dan luar sekolah.
(c) Aktivitas masa depan yang berorientasi pada sains: sebuah ukuran minat siswa setelah sekolah untuk mengejar karier ilmiah ataupun studi sains.
46 OECD, PISA 2015 Assessment and Analytical Framework PISA 2015 Assessment and Analytical Framework. h.38
(d) Motivasi belajar: sebuah ukuran tingkat seberapa besar motivasi siswa dalam belajar sains
(e) Menghargai Sains: ukuran seberapa banyak siswa yang memilih karir berbeda termasuk yang sains
(f) Kemampuan diri dalam sains: ukuran seberapa siswa mampu untuk merasakan keberadaan mereka dalam sains
(g) Wibawa kerja dan karier tertentu: ukuran seberapa berharganya siswa dalam melihat sains untuk dirinya sendiri
(h) Menggunakan teknologi: ukuran bagaimana siswa dalam menggunakan teknologi terbaru
(i) Pengalaman sais di luar sekolah: mengukur bagaimana aktivitas siswa dalam belajar sains di luar sekolah. Berhubungan pula dengan kegiatan ekstrakulikuler
(j) Cita-cita dalam karier: mengukur seberapa besar siswa memiliki kemauan terhadap karier di bidang sains
(k) Persiapan sekolah dalam karier sains: mengukur seberapa besar siswa merasa bahwa pendidikan sekolah dan formal sudah memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk karier ilmiah
(l) Informasi yang dimiliki siswa terkait dengan karier dalam sains: mengukur bagaimana siswa merasa bahwa mereka memungkinkan untuk memiliki karier47
(2) Menilai pendekatan ilmiah untuk penyelidikan
(a) Komitmen untuk memberikan bukti sebagai dasar keyakinan untuk penjelasan
(b) Komitmen untuk menggunakan pendekatan sains untuk penyelidikan jika diperlukan
(c) Menghargai segala kritik sebagai sarana dalam membangun ide48 (3) Kesadaran terkait masalah lingkungan
47 OECD, ‘PISA 2015 DRAFT SCIENCE FRAMEWORK’, March 2013, 2015, h.38.
48 OECD, ‘PISA 2015 DRAFT SCIENCE FRAMEWORK’.h.38
(a) Kesadaran terkait masalah lingkungan: mengukur seberapa besar siswa mengetahui informasi terkait masalah lingkungan saat ini
(b) Persepsi masalah lingkungan: mengukur seberapa besar siswa peduli pada permasalahan lingkungan sekitar
(c) Optimisme Lingkungan: mengukur keyakinan siswa bahwa tindakan manusia dapat memberikan kontribusi untuk mempertahankan dan memperbaiki lingkungan.49
5. Konsep Pemanasan Global a. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa kelas XI SMA kurikulum 2013 pada konsep fluida statis yaitu:
3.12 Menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan serta lingkungan
1.12 Mengajukan ide/ gagasan penyelesaian masalah pemanasan global
1.12 Mengajukan ide/ gagasan penyelesaian masalah pemanasan global