• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Dalam dokumen SHAFIRA MAULIDA NIM : (Halaman 17-0)

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait.

3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama. Dan memberikan kontribusi bagi keperpustakaan departemen ilmu administrasi publik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Menurut Dyedalam Subarsono (2005:2) kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan ( public policy is whatever governments choose to do or not to do ). Dari defenisi di atas mengandung makna kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta, kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badanpemerintah, kebijakan pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap pada status quo.

Menurut chandler dan planodalam Tangkilisan (2003:1) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya – sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah – masalah publik atau pemerintah.

Sedangkan menurut Anderson dalam Tangkilisan (2003:2) memberikan defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan – kebijakan yang dibangun oleh badan – badan dan pejabat – pejabat pemerintah dimana implikasi dari kebijakan itu adalah :

1. kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan – tindakanyang berorientasi pada tujuan

2. kebijakan publik berisi tindakan – tindakan pemerintah

3. kebijakan publik merupakan apa yang benar – benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang dimaksudkan untuk di lakukan 4. kebijakan publik yang di ambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan

tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negative dalam arti merpakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak – tidaknya dalam arti yang positif di dasarkan pada peraturan perundangan yang mengikat dan memaksa.

2.1.1 Proses Kebijakan Publik

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh kebijakan public Dunn mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukakan (Tangkilisan,2003:8) yaitu :

1. Agenda Setting ( Agenda Kebijakan )

Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah public tersebut.

2. Policy Formulation ( Formulasi Kebijakan )

Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah public untuk menentukan kebijakan tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan dimana keputusan harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas.

3. Policy Adoption ( Adopsi Kebijakan )

Merupakan tahap untuk menentukanpilihan kebijkan yang akan dilakukan.

Terdapat di beberapa hal yaitu identifikasi kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang di inginkan dan juga mengidentifikasi alternative – alternative dengan menggunakan kriterai – kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan lebih besar daripada efek negative yang akan terjadi.

4. Policy Implementation ( Implementasi Kebijakan )

Pada tahap ini implementasi kebijakan lebih dilakukan oleh unit – unit eksekutor ( birokrasi pemerintah ) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya ( teknologi dan manajemen ). Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan ynag diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pda posisi ini eksekutifmengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah di seleksi. Sehingga unit – unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program.

5. Policy Assessment ( Evaluasi Kebijakan )

Tahap akhir dari sebuah proses kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi di nilai apakah telah sesuai dengan yang di tentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran – ukuran ( criteria – criteria yang telah di tentukan )

James Anderson dalam Subarsono (2005:12) sebagai pakar kebijakan publik menetapkan proses kebijakan publik sebagai berkut :

1. Formulasi masalah ( problem formulation ) : Apa masalahnya ? Apa yang membuat hal tersebut menjadi maslah kebijaka ?Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah ?

2. Formulasi kebijakan ( formulation ) : Bagaimana mengembangkan pilihan – pilihan atau alternative – alternative untuk memecahkan masalah tersebut ? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan ?

3. Penentuan kebijakan (adoption ) : Bagaimana alternative di tetapkan ? Persyaratan atau criteria seperti apa yang hars dipenuhi ? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan ? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan ? Apa isi dari kebijakn yang telah ditetapkan ? 4. Implementasi ( implementation) : Siapa yang terlibat dalam implemntasi

kebijakan ? Apa yang mereka kerjakan ? Apa dampak isi dari kebijakan ? 5. Evaluasi ( evaluation ) : Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak

kebijakan di ukur ? Siapa yang mengevaluasi kebijakan ? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan ? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan ?

2.2 Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah di rekomendasikan untuk dipilih oleh policy maker bukan jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya.Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok institusi.Implementasi dari suatu program melibatkan upaya – upaya policy maker untuk memengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

Implementasi kebijakan dalam Tangkilisan (2003:17) merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumusakan akan sia-sia. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik.

Menurut Patton dan Sawicki dalam Santoso (2008:41) implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterprestasikan dan menerapkan kebijakan yang telah di seleksi.

Menurut Robert Nakamara dan Frank Smallwood dalam Tangkilisan (2003:7) hal – hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkannya kedalam keputusan – keputusan yang bersifat khusus.

Menurut Peters dalam Tangkilisan (2003:22) implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa factor :

1. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dan isi kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.

2. Isi kebijakan

Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan dan ketidaktegasan intern ataupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yngan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang menyangkutnsuber daya pembantu.

3. Dukungan

Implementasi kebijakan public akan sangat sulit bila pada pelaksanaanya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian potensi

Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para actor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan VanHorn menetapkan beberapa variable – variable yang dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja dari kebijakan tersebut (Subarsono, 2005:99). Beberapa variable tersebut sebagai berikut :

1. Standar dan sasaran kebijakan.

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya.

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human

resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

3. Hubungan antar Organisasi.

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana.

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi.

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan;

karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor.

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni: (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untu melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Sementara model implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008:141-144), terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan

juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena itu sumber daya yang diminta dan dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik.

Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan dari atas (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, danpolitik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

2.3 Informasi Publik

Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik.

Fisher (2007:74) memberikan 3 (tiga) konsep informasi sebagai berikut:

1. Informasi menunjukkan fakta atau data yang diperoleh selama proses komunikasi. Informasi dikonseptualisasikan sebagai kuantitas fisik yang dapat dipindahkan dari satu titik ke titik yang lain, individu satu kepada individu yang lain, atau medium yang satu ke medium yang lainnya. Semakin banyak memperoleh fakta atau data, secara kuantitas seseorang juga memiliki banyak informasi.

2. Informasi menunjukkan makna data. Informasi merupakan arti, maksud atau makna yang terkandung dalam data. Peranan seseorang sangat dominan di dalam memberikan makna data. Suatu data akan mempunyai nilai informasi bila bermakna bagi seseorang yang menafsirkannya. Kemampuan seseorang untuk memberikan makna pada data akan menentukan kepemilikan informasi. Penafsiran terhadap data atau stimulus yang diterima otak akan menentukan kualitas informasi..

3. Informasi sebagai jumlah ketidakpastian yang diukur dengan cara mereduksi sejumlah alternatif yang ada. Informasi berkaitan erat dengan situasi ketidakpastian. Keadaan yang semakin tidak menentu akan menimbulkan banyak alternatif informasi, yang dapat digunakan untuk mereduksi ketidakpastian.

Informasi publik menurut Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Informasi Publik adalah adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

1. Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala:

a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;

b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait.

c. informasi mengenai laporan keuangan, dan/atau

d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta yaitu:

a. Badan Publik wajib mengumumkan secara serta mcrta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

b. Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik disampaikan dengancara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

3. Informasi yang wajib Tersedia Setiap Saat meliputi:

a. Daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah Penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan,

b. Hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;

c. Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;

d. Rencana kerja proyek termasuk didalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;

e. Perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;

f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dala pertemuan yang terbuka untuk umum;

g. prosedur keda pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat atau h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sobagaimana diatur dalam Undang-Undang ini

4. Informasi yang dikecualikan Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali

a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum.

b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.

c. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan Negara.

d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia

e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional.

f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ke ngan hubungan luar negeri.

g. Informasi yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang.

h. Informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi.

i. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan

j. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang- Undang.

2.4 Transparansi

Menurut Mardiasmo (2004:30), transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan seumber daya publik kepada pihak – pihak yang membutuhkan informasi.

Transparansi lebih mengarah pada kejelasan mekanisme formulasi dan implementasi kebijakan, program dan proyek yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. pemerintahan yang baik adalah pemerintaha yang bersifat transparan terhadap rakyatnya. rakyat secara pribadi dapat mengetahui secara jelas dan tanpa

ada yang ditutupi mengenai proses perumusan kebijakan publik dan implementasinya.( Mihradi, 2011:43)

Agus Dwiyanto (2006:80) mendefinisikan transparansi sebagai penyediaan informasi tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam memperoleh informasi-informasi yang akurat dan memadai. Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa transparansi tidak hanya sekedar menyediakan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, namun harus disertai dengan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi tersebut.

Agus Dwiyanto mengungkapkan tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat transparansi penyelenggaraan pemerintahan.

1. Pertama, mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Persyaratan, biaya, waktu dan prosedur yang ditempuh harus dipublikasikan secara terbuka dan mudah duiketahui oleh yang membutuhkan, serta berusaha menjelaskan alasannya.

2. Indikator kedua merujuk pada seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain. Aturan dan prosedur tersebut bersifat “simple, straightforward and easy to apply”

(sederhana, langsung dan mudah diterapkan) untuk mengurangi perbedaan dalam interpretasi.

3. Indikator ketiga merupakan kemudahan memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Informasi tersebut bebas didapat dan siap tersedia (freely dan readily available).

Transparansi merupakan keterbukaan pemerintah kepada masyarakat untuk mengakses informasi berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyelunuh atas pertanggungjawaban pemerintah tersebut. Transparansi memiliki prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi mengenai kebijakan, proses pembuatan, pelaksanaan, dan hasil yang dicapai.

Menurut Mardiasmo (2002:19) karakteristik Transparansi yang harus dipenuhi meliputi sebagai berikut :

1. Informativeness (informatif)

Pemberian arus informasi, berita, penjelasan mekanisme, prosedur, data,fakta kepada stakeholders yang membutuhkan informasi secara jelas danakurat.

2. Openess (keterbukaan).

Keterbukaan Informasi Publik memberi hak kepada setiap orang untuk memperoleh informasi dengan mengakses data yang ada di badan publik, dan menegaskan bahwa setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, selain dari informasi yang dikecualikan yang diatur oleh Undang-Undang.

3. Disclosure (pengungkapan)

Pengungkapan kepada masyarakat atau publik (stakeholders) atas aktivitas dan kinerja finansial

Menurut Kep. Menpan No. KEP/26/M.PAN/2/2004 Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya meliputi :

1. Manajemen dan Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik moliputikcbijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian oleh masyarakat Kegiatan tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat

2. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, schingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan.

Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak berhelit belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan, serta diwujudkan dalam bentuk Bagan Alir (FlowChart) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi sebagai a. Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan.

b. Informasi bagi penerima pelayanan.

c. Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan.

d. Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.

e. Pengendali (control) dan acuan bagi masyarakat dan aparat Pengawasan untumolakukan penilaian pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja.

3. Persyaratan Teknis dan Administratif

Pelayanan Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, haik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Dalam menentukan persyaratan, haik teknis maupun adminsitratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlehih dahulu agar

benar scsuai/relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan terscbut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

4. Rincian Biaya Pelayanan

Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian polayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Waktu Penyelesaian Pelayanan

Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka wakm pelayanan publik mulai dari dilengkapinyaldipenuhinya persyaratan toknis dan/atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan.

6. Pejabat yang Berwenang dan bertanggung Jawab

Pejabat petugas yang berwenang dan hertanggung jawab mcamberikan pelayanan dan mcayclesaikan keluhan persoalan clau, diwajibkan memakai tanda pengenal danpapan nama di meja/tempat kera petugas. Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan Surat Penugasan dari pejabat yang bcrwenang.

7. Lokasi Pelayanan

Tempar dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-

Tempar dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-

Dalam dokumen SHAFIRA MAULIDA NIM : (Halaman 17-0)