• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terutama psikologi sosial dan psikologi perkembangan remaja mengenai pengaruh pemberian pelatihan asertivitas terhadap kecenderungan kenakalan remaja.

commit to user

b. Memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan kepada remaja mengenai pentingnya mengembangkan asertivitas.

c. Berguna bagi bidang pengetahuan maupun pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi, seperti: guru, pekerja sosial, maupun praktisi lain yang menangani masalah remaja.

d. Bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai referensi pengembangan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai asertivitas dan kecenderungan kenakalan remaja.

2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja

Mampu menumbuhkan asertivitas sehingga remaja memiliki adap pengaruh buruk yang dapat merugikan dirinya sendiri.

b. Bagi orang tua

Mendidik anak mereka untuk dapat menumbuhkan asertivitas dalam diri remaja sehingga remaja dapat membentengi diri dari pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan.

c. Bagi masyarakat

Memberikan dukungan kepada remaja untuk dapat menumbuhkan asertivitas dalam diri remaja dan menghargai penolakan remaja terhadap pengaruh negatif sebagai hak pribadi setiap remaja.

commit to user

d. Bagi pendidik

Membantu remaja menumbuhkan asertivitas sebagai salah satu bentuk keterampilan sosial untuk mencegah atau mengurangi kecenderungan kenakalan remaja.

commit to user

16

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kecenderungan Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kecenderungan Kenakalan Remaja

Menurut Chaplin (1995) kecenderungan merupakan suatu susunan sikap untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Kecenderungan adalah hasrat atau keinginan yang selalu timbul berulang-ulang (Sudarsono, 1995). Menurut Soekanto (1993) kecenderungan adalah suatu dorongan yang muncul dalam diri individu secara inheren menuju satu arah tertentu, untuk menunjukkan suka atau tidak suka terhadap suatu objek.

Kenakalan remaja (juvenile delinquency) secara etimologis berarti kejahatan anak. Istilah kejahatan anak dirasakan memiliki makna sangat tajam dan memiliki konotasi negatif secara kejiwaan terhadap anak. Simandjuntak menggunakan istilah kenakalan anak. Sementara Fuad Hassan (dalam Willis, 2005) memasukkan remaja dalam pengertian anak sehingga muncul istilah kenakalan remaja.

Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja.

Delinquent berasal dari kata Latin delinquere yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, dan sebagainya (Kartono, 1992).

commit to user

Delinquency selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan, dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun.

Pengaruh sosial dan kultural memainkan peran penting dalam pembentukan tingkah laku kriminal remaja. Mayoritas angka tertinggi kenakalan remaja (juvenile delinquency) ada pada usia 15 19 tahun, dan mulai menurun di usia 22 tahun (Kartono, 1992).

Kecenderungan kenakalan remaja adalah keinginan untuk berperilaku kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh salah satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang cenderung menyimpang (Kartono, 1992).

Thornburg (1981, dalam Elfida, 1995) melihat beberapa kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja dari beberapa sudut pandang, yaitu:

a. Secara hukum, seorang remaja dipandang delinkuen jika memiliki keinginan melakukan tindakan melanggar hukum dan pelanggaran tersebut menarik perhatian aparat pengadilan dan kepolisian.

b. Secara psikologis, seseorang dianggap delinkuen jika memiliki emosi atau masalah pribadi yang memunculkan perilaku antisosial.

c. Secara sosiologis, seseorang dikatakan delinkuen jika memiliki kemauan untuk melanggar norma masyarakat.

d. Secara fungsional, remaja dikatakan delinkuen jika memiliki kemauan untuk melanggar hak-hak orang lain. Secara teknis, remaja tidak akan disebut delinkuen kecuali bila telah dihukum oleh pengadilan.

commit to user

Pedoman 8 Bakolak Inpres No. 6/1971 (dalam Willis, 2005) mengatakan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kemauan untuk melakukan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Secara sosiologis, menurut Fuad Hassan, kecenderungan kenakalan remaja adalah keinginan untuk melakukan perbuatan anti sosial dan anti normatif.

Kusumanto mengatakan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kemauan individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan.

Berdasarkan uraian di atas, kecenderungan kenakalan remaja adalah keinginan remaja untuk melakukan tindakan melanggar norma agama, norma hukum, dan norma sosial yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain yang dilakukan remaja berusia 15 19 tahun.

2. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2002).

commit to user

Pandangan ini di dukung oleh Piaget (dalam Hurlock, 2002) yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.

Remaja sebenarnya tidak memiliki tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang

(Hurlock, 2002) .

Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia atau WHO (World Health Organization) definisi remaja mencakup biologik, psikologik, sosial ekonomi, yaitu remaja adalah suatu masa di mana: a. individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual; b. individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; c. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, 1980).

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2002). Menurut Monks, dkk. (1998), masa remaja secara umum berlangsung antara usia 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12

commit to user

15 tahun adalah masa remaja awal, 15 18 adalah masa remaja pertengahan, dan 18 21 tahun adalah masa remaja akhir.

Menurut Singgih Gunarsa (dalam Hadisuprapto, 2008) usia anak hingga dewasa dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu a. anak adalah seseorang yang berusia di bawah 12 tahun; b. remaja awal adalah seseorang yang berusia 12 15 tahun; c. remaja penuh adalah seseorang yang berusia 15 17 tahun;

d. dewasa muda adalah seseorang yang berusia 17 21 tahun; dan e. dewasa adalah seseorang yang berusia di atas 21 tahun.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa masa remaja adalah individu yang mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang berlangsung di antara usia 15 18 tahun. Remaja mengalami fase mencari jati diri dan mengalami kebingungan untuk mencari identitas diri sehingga fenomena kecenderungan kenakalan remaja seringkali terjadi pada usia ini.

3. Karakteristik Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya (Hurlock, 2002). Ciri-ciri tersebut di antaranya:

a. Masa remaja sebagai periode penting.

Pada periode remaja, ada periode yang penting karena akibat fisik maupun akibat psikologis. Perkembangan fisik dan mental yang cepat

commit to user

menimbulkan perlunya penyesuaian mental serta membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada lima perubahan yang bersifat universal yaitu meningginya emosi, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masa remaja sering mengalami kesulitan mengatasi masalahnya karena tidak berpengalaman mengatasi masalah dan merasa diri mandiri tanpa perlu bantuan orang lain.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Remaja berupaya mencari jawaban untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, sebagai seorang anak atau dewasa, dan sebagainya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Stereotip negatif terhadap remaja seperti tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak menyebabkan remaja tidak mampu belajar bertanggungjawab dan membuat peralihan menuju dewasa menjadi sulit.

commit to user

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja menjadi gelisah untuk menghilangkan stereotip belasan tahun dan mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks.

Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat diketahui bahwa masa remaja adalah masa individu mengalami keraguan akan peran yang dijalankan, masa individu mencari identitas mengenai dirinya, masa individu mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah, dan memiliki ketakutan mengenai stereotip negatif cenderung berperilaku merusak. Remaja berusaha untuk menemukan jati diri dan peranannya di lingkungan. Pada masa ini remaja sebagai ambang masa dewasa yang sering dihubungkan dengan status orang dewasa.

4. Karakteristik Kecenderungan Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (1992), remaja yang cenderung nakal itu mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal.

Perbedaan itu mencakup :

a. Perbedaan struktur intelektual

commit to user

Pada umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda. Biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigu.

b. Perbedaan fisik dan psikis

perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif.

Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannya fungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.

c. Perbedaan ciri karakteristik individual

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang, seperti :

1) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.

2) Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.

commit to user

3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial.

4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.

5) Pada umumnya mereka sangat impulsif serta suka tantangan dan bahaya.

6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.

7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi liar dan jahat.

Menurut Gunarsa (1980) ada beberapa karakteristik yang terlihat pada remaja delinkuen, di antaranya:

a. Remaja yang delinkuen lebih sering merasa deprivasi (keterasingan) dibandingkan dengan remaja nondelinkuen. Remaja delinkuen cenderung merasa tidak aman, sengaja berusaha melanggar hukum dan peraturan.

b. Remaja yang delinkuen memiliki tingkat intelegensi yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja nondelinkuen. Remaja yang delinkuen menunjukkan bahwa remaja tidak mampu memikirkan dengan baik konsekuensi dari setiap tindakan yang remaja delinkuen ambil.

Penggunaan obat terlarang dan putus sekolah merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan munculnya kenakalan remaja.

commit to user

c. Remaja delinkuen tidak menyukai sekolah dan oleh sebab itu remaja seringkali membolos. Kegagalan akademis sendiri merupakan salah satu kontributor dari delinkuensi (Santrock dalam Gunarsa 1980).

d. Sikap yang menonjol pada remaja delinkuen: bersikap menolak (resentful), bermusuhan (hostile), penuh curiga, tidak konvensional, tertuju pada diri sendiri (self-centered), tidak stabil emosinya, mudah dipengaruhi, ekstrovert, dan suka bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu (Cole dan Rice dalam Gunarsa, 1980).

e. Remaja yang delinkuen menyukai aktivitas yang penuh tantangan akan tetapi tidak menyukai kompetisi.

f. Remaja yang delinkuen cenderung tidak matang secara emosional, tidak stabil, dan cenderung frustrasi. Keadaan-keadaan demikian yang membuat remaja delinkuen tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik di rumah, sekolah, dan masyarakat (Cole dalam Gunarsa, 1980).

Dari uraian di atas tampak bahwa remaja yang cenderung nakal biasanya berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Remaja yang cenderung nakal biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Karakteristik menonjol yang terlihat dari remaja yang cenderung nakal yaitu kurang memiliki disiplin dan kontrol diri, merasa terasing,

commit to user

bisanya memiliki intelegensi yang lebih rendah, dan tidak menyukai sekolah sehingga membolos.

5. Bentuk-bentuk Kecenderungan Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (1992), bentuk-bentuk kecenderungan kenakalan remaja menurut struktur kepribadiannya dibagi menjadi 4, yaitu:

a. Kenakalan terisolasi (Delinkuensi terisolasi)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :

1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gengnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan, atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.

2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya komunitas kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan, dan prestise tertentu.

3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustrasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Geng remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.

commit to user

4) Delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gengnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya.

b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah :

1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma serta nilai subkultur geng yang kriminal itu saja.

2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan, dan kebingungan batinnya.

3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

commit to user

5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisoliasi diri dari lingkungan.

6) Motif kejahatannya berbeda-beda.

7) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

c. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah :

1) Berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka.

2) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.

3) Bentuk kejahatannya majemuk, bergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar-masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gengnya sendiri.

5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.

Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik

commit to user

sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapa pun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapa pun tanpa sebab.

d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan antisosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya.

Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional.

Menurut Gunarsa (1980), bentuk kecenderungan kenakalan remaja di antaranya:

1) Keinginan untuk berbohong/dusta, yaitu keinginan untuk melakukan pemalsuan yang sengaja dilakukan dengan tujuan memperdayakan,

2) Kemauan untuk pergi tanpa ijin (kabur),

3) Keinginan untuk mencuri, yaitu bentuk kenakalan melanggar hak milik,

commit to user

4) Emosionalitas anak sebagai sumber permasalahan,

5) Emosionalitas anak yang gelisah (perasaan takut dan kecemasan) , 6) Kemampuan intelektual sebagai sumber kesulitan anak.

Berdasarkan paparan di atas, bentuk-bentuk kecenderungan kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Kartono (1992) memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan Gunarsa (1980). Bentuk kecenderungan kenakalan yang terbesar adalah kenakalan terisolasi, disebabkan ingin meniru teman satu geng, berasal dari daerah yang memiliki struktur kriminal, keluarga yang berantakan, dan mencari panutan serta rasa aman dari teman satu geng.

6. Upaya Penanggulangan Kecenderungan Kenakalan Remaja

Upaya menanggulangi kenakalan remaja tidak bisa dilaksanakan oleh tenaga ahli saja seperti: psikolog, konselor, dan pendidik, tetapi perlu kerjasama semua pihak antara lain guru, orang tua, pemerintah, masyarakat, tenaga ahli lain, maupun pemuda-pemuda itu sendiri. Kerjasama itu pun perlu didukung oleh dana dan sarana yang memadai. Persoalan kenakalan tidak dapat diselesaikan hanya melalui ceramah dan pidato, akan tetapi lebih baik jika dengan perbuatan nyata (action).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka upaya menanggulangi kenakalan remaja dibagi atas 3 bagian (Willis, 2005), yaitu:

commit to user

a. Upaya preventif

Upaya preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan anak tidak timbul.

Beberapa upaya preventif di antaranya, yaitu:

1) Di rumah tangga (keluarga)

Orang tua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama, menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis, adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah, ibu, dan keluarga lainnya di rumah tangga dalam mendidik anak-anak, memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak, memberikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan anak-anak, dan memberikan pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat.

2) Upaya di sekolah

Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid, mengintensifkan pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru agama ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru umum lainnya, mengintensifkan bagian bimbingan dan konseling di sekolah, adanya kesamaan norma-norma yang dipegang oleh guru-guru, melengkapi fasilitas pendidikan, dan perbaikan ekonomi guru.

3) Upaya di masyarakat

Upaya bimbingan pada waktu luang (leisure time guidance) sangat diperlukan bagi remaja selama masa libur. Beberapa konsep pengisian

commit to user

waktu luang yang dikemukakan oleh Safiyuddin Sastrawijaya (1997) yaitu: a) bersifat hobi, misalnya: seni tari, seni lukis, seni drama, seni suara, elektronika, filatelis, botani, biologi, pecinta alam, fotografi, home industri, dan dekorasi; b) bersifat keterampilan organisasi, misalnya: organisasi taruna karya, olahraga, pramuka, remaja independen; c) bersifat kegiatan sosial, misalnya: PMR, BKLL, pemadam kebakaran remaja, dan sebagainya.

b. Upaya kuratif

Upaya kuratif adalah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan itu tidak meluas dan merugikan masyarakat.

Upaya kuratif secara formal dilakukan oleh Polri dan kejaksaan negeri.

Sebab jika terjadi kenakalan remaja berarti sudah terjadi suatu pelanggaran hukum yang dapat berakibat merugikan diri mereka dan masyarakat.

Upaya untuk membasmi kenakalan remaja tentunya dengan jalan organisasi, yaitu RT dan RW dengan tiga karakteristik, yaitu yang berkuasa membasmi kejahatan itu dengan tangannya (kekuasaannya), apabila tidak sanggup maka mencegah dengan lisan (ucapan, pidato, khotbah, ceramah, dan diskusi-diskusi), dan jika tidak sanggup juga karena lemah, maka mencegah dengan hati, artinya tidak mentoleransi perbuatan jahat yang dilakukan orang lain dan tidak mengikuti.

c. Upaya pembinaan

Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini

commit to user

telah diungkapkan pada upaya preventif, yaitu upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja. Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan atau yang telah menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar mereka tidak mengulangi kenakalannya. Pembinaan dapat diarahkan beberapa aspek, yaitu pembinaan mental dan kepribadian beragama, pembinaan mental ideologi negara yakni Pancasila, pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang stabil dan sehat, pembinaan ilmu pengetahuan, pembinaan keterampilan khusus, dan pengembangan bakat-bakat khusus.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, salah satu cara untuk menanggulangi

Berdasarkan beberapa uraian di atas, salah satu cara untuk menanggulangi