• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat. Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat. Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBERIAN PELATIHAN ASERTIVITAS TERHADAP KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS X

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BHINNEKA KARYA SURAKARTA

SKRIPSI

Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Oleh:

Anisa Ismi Nabila G 0107024

Pembimbing:

1. Drs. Hardjono, M.Si.

2. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

(2)

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, Januari 2012

Anisa Ismi Nabila

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal dengan judul : Pengaruh Pemberian Pelatihan Asertivitas terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya Surakarta

Nama Peneliti : Anisa Ismi Nabila

NIM : G0107024

Tahun : 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

Hari : Senin

Tanggal : 16 Januari 2012

Pembimbing I

Drs. Hardjono, M.Si.

NIP. 195901191989031002

Pembimbing II

Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.

NIP. 198007022005011001

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi.

NIP. 197608172005012002

(4)

commit to user

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Pengaruh Pemberian Pelatihan Asertivitas terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Bhinneka Karya Surakarta Anisa Ismi Nabila, G0107024, Tahun 2012 Telah diuji dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi

Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari : Senin

Tanggal : 16 Januari 2012

1. Ketua Sidang

Drs. Hardjono, M.Si.

NIP. 195901191989031002 ( ________________ )

2. Sekretaris Sidang

Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.

NIP. 198007022005011001 ( ________________ )

3. Anggota Sidang I

Dra. Tuti Hardjajani, M.Si.

NIP. 195012161979032001 ( ________________ )

4. Anggota Sidang II

Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.

NIP.197810222005011002 ( ________________ )

Surakarta, _________________

Ketua Program Studi Psikologi

Drs. Hardjono, M.Si.

NIP. 195901191989031002

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M. Psi.

NIP. 197608172005012002

(5)

commit to user

v

MOTTO

Hidup adalah pengalaman belajar. Anda tidak bisa gagal, Anda hanya dapat memilih. Hal paling penting yang dapat Anda lakukan adalah memilih.

Hal terburuk yang dapat Anda lakukan adalah tidak mengejar pilihan Anda.

(Max A. Eggert, 2000)

Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia adalah menundukkan diri sendiri.

(Ibu Kartini)

Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kegagalan.

(General Collin Power)

(6)

commit to user

vi

UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN

Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang yang sangat saya cinta dan sayang.

Berkat perhatian, dukungan, dan doa merekalah tercipta suatu karya yang indah dari tetesan ilmu ilahi. Terima kasih Allah atas segala perencanaan-Mu yang indah.

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Ayah dan Mamah tercinta untuk doa, semangat, perhatian, cinta, dan kepercayaan yang telah diberikan untukku.

2. Saudara kandungku satu-satunya mas Dian Hatri, S.Sn., untuk semangat, canda tawa, perhatian, dan doa yang selalu menyertaiku.

3. Irvan Aji Pratama, S.T., untuk perhatian, kesabaran, dan motivasi yang selalu mewarnai hariku. Terima kasih telah menjadi paket lengkapku yang selalu menguatkanku menjalani kehidupan.

4. Psikologi zero-zero seven, untuk segala kenangan yang indah dan menjadi bagian sejarah hidupku di bangku perkuliahan.

5. Almamaterku tercinta.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya serta menganugerahkan ilmu, kesehatan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Psikologi dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS dengan judul Pengaruh Pemberian Pelatihan Asertivitas terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya Surakarta

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan pembimbing satu skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan perhatian, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama penyelesaian skripsi ini.

3. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M., selaku pembimbing dua skripsi yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan ilmu yang bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

(8)

commit to user

viii

4. Dra. Tuti Hardjajani, M.Si. dan Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku Anggota Sidang I dan II yang telah bersedia memberikan saran dan kritik kepada penulis demi sempurnanya penulisan skripsi ini.

5. Dra. Makmuroch, M.S., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan arahan selama penulis menempuh studi.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan banyak bekal ilmu, pengalaman berharga, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian studi.

7. Staf Tata Usaha Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS (Mbak Ana, Mas Dimas, dan Mas Ryan) dan segenap karyawan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS (Pak No, Mas Aan, Bu Jum, Pak Satpam) atas kesabaran dan bantuannya yang dapat memperlancar proses penyelesaian kuliah dan skripsi ini.

8. Drs. Sri Wahyoto selaku Kepala SMK Bhinneka Karya Surakarta, Drs.

Munajad selaku Wakil Kepala Sie Kesiswaan, Drs. Didik Sunarto selaku koordinator Bimbingan Penyuluhan (BP), beserta seluruh staf pengajar dan staf tata usaha yang bersedia memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Adik-adik kelas X Teknik Mesin A, Teknik Mesin B, Teknik Mesin D, dan Teknik Otomotif C yang telah bersedia menjadi subyek penelitian dan membantu dalam proses pengumpulan data.

(9)

commit to user

ix

10. Yudha Herfriteknika Inastralian, S.Psi., S.Pd. selaku trainer dan mas Zein Hidayat, S.Psi., CHt. CI. CBA., yang telah meluangkan waktu dan memberikan semangat serta motivasi selama pelatihan berlangsung.

11. Teman-teman fasilitator (Citra, Zulfa, Farah, Nina, Ullum) yang telah bersedia meluangkan waktu dan energinya untuk membantu penelitian ini.

12. Teman-teman 2007 (Busrini, Anis, Putri, Hiemma, Widya, Ayu, Jessica, Zee, Nisong, Debok, Aan, Septi, Ichdy, Berlian) dan seluruh keluarga besar 2007 yang telah memberikan waktu, energi, masukan, dukungan, tempat untuk berbagi air mata dan keluhan, serta persahabatan yang indah.

13. Teman-teman kos Gracia Revala, sahabat-sahabatku 8a (Beatricx, Yona, Pety, Etha, Erma, Dewi, Pipit), dan anak-anak B4 (Ullu, Dita, Milly, Pita, Dyah, Emma) yang telah memberikan perhatian, dukungan, masukan saran, serta menjadi tempat berbagi kebahagiaan dan kesedihan.

14. Kakak-kakak dan adik-adik angkatan 2004, 2005, 2006, 2008, 2009, dan 2010 yang banyak memberikan ilmu dan kebersamaannya selama menempuh studi dan menyelesaikan skripsi.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan pahala yang sepadan dengan jerih payah Bapak, Ibu, dan teman-teman lakukan, dan semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Januari 2012

Penulis

(10)

commit to user

x

PENGARUH PEMBERIAN PELATIHAN ASERTIVITAS TERHADAP KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS X

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BHINNEKA KARYA SURAKARTA

Anisa Ismi Nabila

Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

Pengaruh teman sebaya memiliki peran yang sangat besar pada seorang anak yang menginjak usia remaja. Banyak sekali tekanan yang dihadapi dari teman sebaya, misalnya rayuan, ajakan, bahkan paksaan untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan atau yang tidak pantas dilakukan. Dalam hal ini banyak remaja yang tidak berani atau ragu-

memiliki teman, takut dimusuhi, atau takut dianggap tidak cool. Oleh karena itu, remaja membutuhkan suatu keterampilan sosial yaitu asertivitas untuk menolak pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan. Salah satu prosedur yang dapat dilakukan untuk mengajarkan asertivitas yaitu dengan melalui beberapa jam pelatihan. Pemberian pelatihan asertivitas dapat membantu mengurangi kecenderungan kenakalan remaja akibat pengaruh negatif yang berasal dari teman sebaya.

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh pemberian pelatihan asertivitas terhadap kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas X SMK Bhinneka Karya Surakarta. Penelitian ini merupakan eksperimen kuasi dengan rancangan eksperimental nonrandomized pretest-posttest control-group design.

Subyek penelitian adalah 20 siswa kelas X SMK Bhinneka Karya Surakarta yang terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan pelatihan asertivitas, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala kecenderungan kenakalan remaja yang dikenakan pada subyek sebelum dan setelah perlakuan.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik parametrik uji T-Test. Diperoleh nilai t=3,680 (t<2,101) dan p= 0,002 (p<0,05).

Nilai rata-rata pada kelompok eksperimen adalah 90,6 sedangkan nilai rata-rata pada kelompok kontrol adalah 104,1. Nilai rata-rata ini dapat diinterpretasi bahwa terdapat perbedaan pada kedua kelompok sebesar 13,5. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian pelatihan asertivitas terhadap kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas X SMK Bhinneka Karya Surakarta.

Kata Kunci : Kecenderungan kenakalan remaja, pelatihan asertivitas

(11)

commit to user

xi

THE INFLUENCE OF ASSERTIVENESS TRAINING TO THE TENDENCY OF JUVENILE DELINQUENCY ON THE STUDENTS OF CLASS X IN

VOCATIONAL SCHOOL SMK BHINNEKA KARYA SURAKARTA

Anisa Ismi Nabila

Sebelas Maret University Surakarta ABSTRACT

The influence of peer has a crucial contribution for kid who grows up to be an adolescent. Peer has given a lot of pressures such as temptation, persuasion, or even compulsion of doing improper things. In this kind of case, many adolescents out, h

skill named assertiveness that means a courage to refuse negative influence from environment. One of the ways to train assertiveness is by giving some hours training. Assertiveness training can help reduce the tendency of juvenile delinquency as the cause of peer negative influence.

The purpose of this research was to find out the influence of assertiveness training to the tendency of juvenile delinquency on the students of Class X SMK Bhinneka Karya Surakarta. This research was an experiment with the master plan

nonrandomized pretest-posttest control group d

were 20 students of Class X SMK Bhinneka Karya Surakarta devided into experiment group and control group. Experiment Group was given a treatment of assertiveness training while control group got no treatment. The instrument of this research was a scale of juvenile delinquency tendency tested on subjects before and after the treatment.

Data analysis used in this research was statistic parametric T-Test. The result was t=3.680 (t<2.101) and p=0.002 (p<0.05). The average score of experiment group was 90.6 while control group had 104.1. This average score could be interpreted that there was a dissimilarity 13.5 on both groups. Therefore the conclusion was that there was an influence of assertiveness training to the tendency of juvenile delinquency on the students of Class X SMK Bhinneka Karya Surakarta.

Keywords: Juvenile delinquency tendency, assertiveness training.

(12)

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... . i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... .iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAKSI ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Kecenderungan Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 16

2. Pengertian Remaja ... 18

3. Karakteristik Remaja ... 20

4. Karakteristik Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 22

5. Bentuk-bentuk Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 26

6. Upaya Penanggulangan Kecenderungan Kenakalan Remaja 30 7. Aspek-aspek Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 33

8. Faktor-faktor Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 35

B. Pelatihan Asertivitas 1. Pengertian Asertivitas ... 39

2. Perbedaan Agresivitas, Asertivitas, dan Nonasertivitas ... 44

(13)

commit to user

xiii

3. Pengertian Pelatihan Asertivitas ... 47

4. Pendekatan Pelatihan Asertivitas ... 48

5. Metode Pelatihan Asertivitas ... 50

6. Faktor-faktor Asertivitas ... 52

7. Aspek-aspek Asertivitas ... 54

C. Pengaruh Pemberian Pelatihan Asertivitas terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ... 57

D. Kerangka Pemikiran ... 67

E. Hipotesis ... 67

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel ... 68

B. Definisi Operasional ... 68

C. Desain Penelitian ... 70

D. Populasi, Sampel, dan Sampling ... 72

E. Sumber Data ... 73

1. Sumber Data Primer ... 73

2. Teknik Pengumpulan Data ... 74

a. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 74

b. Modul Asertivitas ... 77

F. Validitas dan Reliabilitas ... 80

G. Metode Analisis Data ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian ...84

1. Orientasi Tempat Penelitian ... 85

2. Persiapan Administrasi ... 85

3. Persiapan Alat Ukur ... 86

4. Persiapan Eksperimen ... 88

5. Pelaksanaan Uji-Coba ... ... 90

a. Uji-Coba Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 90

b. Uji-Coba Modul Pelatihan ... 91

(14)

commit to user

xiv

6. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 95

a. Uji Validitas ... 95

b. Uji Reliabilitas ... 98

7. Penyusunan Alat Ukur ... 98

B. Pelaksanaan Penelitian ... ...100

1. Pelaksanaan Pengambilan Data Pretest ...100

2. Penentuan Subyek Penelitian ...101

3. Pelaksanaan Eksperimen ...102

a. Pertemuan Pertama ...103

b. Pertemuan Kedua ...109

4. Pelaksanaan Pengambilan Data Posttest ...115

C. Hasil Penelitian ...116

1. Hasil Analisis Kuantitatif ...116

a. Hasil Pretest dan Posttest ...116

b. Uji Asumsi ...118

c. Uji Hipotesis ...120

d. Hasil Analisis Evaluasi dan Hasil Pemberian Perlakuan 124 2. Hasil Analisis Deskriptif ...129

a. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 1 ...130

b. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 2 ...132

c. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 3 ...134

d. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 4 ...136

e. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 5 ...138

f. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 6 ...140

g. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 7 ...142

h. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 8 ...144

i. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 9 ...147

j. Analisis Kualitatif pada Subyek KE 10 ...148

D. Pembahasan ...150

1. Pengaruh Pemberian Pelatihan Asertivitas terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja ...150

(15)

commit to user

xv

2. Analisis Deskriptif ...153 3. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian ...161 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 164 B. Saran ... 164 DAFTAR PUSTAKA ... 166

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Tingkah Laku Nonasertivitas, Asertivitas, dan Agresivitas

... 46

Tabel 2 Blue Print (Kisi-kisi) Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 76

Tabel 3 Rangkaian Pelatihan Asertivitas ... 77

Tabel 4 Aspek dan Kriteria Evaluasi Proses ... 78

Tabel 5 Distribusi Skala Kecenderungan Remaja Sebelum Uji-Coba ... 87

Tabel 6 Nilai Tes Evaluasi Materi Uji-Coba Modul ... 91

Tabel 7 Nilai Pemahaman Materi Uji-Coba Modul ... 92

Tabel 8 Hasil Penilaian Modul Asertivitas ... 93

Tabel 9 Hasil Penilaian Kualitatif Pelatihan Asertivitas ... 94

Tabel 10 Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Kenakalan untuk Penelitian. 97 Tabel 11 Hasil Uji Realibilitas ... 98

Tabel 12 Distribusi Aitem Skala Kenakalan Remaja untuk Penelitian ... 99

Tabel 13 Subyek Kelompok Kontrol ... 102

Tabel 14 Subyek Kelompok Eksperimen ... 102

Tabel 15 Deskripsi Hasil Penelitian ... 117

Tabel 16 Hasil Uji Homogenitas ... 120

Tabel 17 Uji Independent Sample T Test ... 121

Tabel 18 Uji Paired Sample T Test Kelompok Eksperimen ... 122

Tabel 19 Uji Paired Sample T Test Kelompok Kontrol ... 123

Tabel 20 Hasil Evaluasi Proses Pemberian Perlakuan Hari Pertama ... 124

Tabel 21 Hasil Evaluasi Proses Pemberian Perlakuan Hari Kedua ... 125

Tabel 22 Nilai Tes Evaluasi Materi Pelatihan ... 126

Tabel 23 Nilai Pemahaman Materi Pelatihan ... 127

(17)

commit to user

xvii

Tabel 24 Crosstabulation Usia berdasarkan Kategorisasi ... 157 Tabel 25 Crosstabulation Usia berdasarkan Mean Posttest Kategorisasi ... 157 Tabel 26 Crosstabulation Urutan Kelahiran berdasarkan Kategorisasi ... 158 Tabel 27 Crosstabulation Urutan Kelahiran berdasarkan Mean Posttest

Kategorisasi ... 158

(18)

commit to user

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 67 Gambar 2 Desain Penelitian Nonrandomized Control-Group Pretest-Posttest

Design ... 70 Gambar 3 Rata-rata Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 118 Gambar 4 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 1 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 130 Gambar 5 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 2 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 132 Gambar 6 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 3 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 134 Gambar 7 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 4 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 136 Gambar 8 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 5 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 138 Gambar 9 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 6 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 140 Gambar 10 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 7 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 142 Gambar 11 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 8 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 144 Gambar 12 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 9 Sebelum

dan Sesudah Pelatihan ... 147 Gambar 13 Skor Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Subyek KE 10 Sebelum dan Sesudah Pelatihan ... 148 Gambar 14 Grafik Perbedaan Rata-rata Skor Pretest dan Posttest pada Kelompok

Eksperimen ( ) dan Kelompok Kontrol ( ) ... 152

(19)

commit to user

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Detail Rancangan Pelatihan ... 170

Lampiran B Skala untuk Try-Out dan Penelitian ... .. 173

Lampiran C Penjelasan Pelatihan ... 183

Lampiran D Modul ... ... 186

Lampiran E Lembar Review, Lembar Observasi, Lembar Kesediaan, Lembar Evaluasi Proses, Lembar Evaluasi Hasil ... 195

Lampiran F Tabulasi Try-Out, Tabulasi Pretest, Tabulasi Posttest, Pengkategorian Tingkat Kecerdasan Emosi ... 207

Lampiran G Uji Reliabilitas, Uji Asumsi, Uji Hipotesis ... 217

Lampiran H Dokumentasi ... 222

Lampiran I Surat-surat ... 224

(20)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa mencari jati diri dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya, sehingga masa remaja menjadi suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai (Monks, dkk., 1998). Remaja sudah merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang (Sarwono, 1985). Pembentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau dengan mengembangkannya sendiri.

Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Dalam periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Jika remaja berperilaku seperti anak- anak, ia akan diajarkan untuk bertindak sesuai dengan usianya. Sebaliknya, jika remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa, ia akan dituduh terlalu dewasa dari usianya (Hurlock, 2002).

Masa remaja merupakan masa transisi yang dapat menimbulkan krisis identitas, ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang yang dalam kondisi tertentu akan menjadi perilaku yang mengganggu (Hurlock, 2002).

Kondisi tersebut, bila disertai oleh lingkungan yang kurang kondusif dan kepribadian yang negatif dapat menjadi pemicu timbulnya perbuatan-perbuatan

(21)

commit to user

negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat bahkan melanggar hukum.

Permasalahan mengenai remaja memang sangat beragam dan sangat ditentukan oleh lingkungannya. Pergaulan masyarakat adalah lingkungan terluas bagi remaja yang banyak menawarkan berbagai pilihan. Kecenderungan kenakalan remaja yang terjadi di masyarakat cukup menonjol baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini karena kenakalan yang tampak bukan sekedar pencarian jati diri remaja melainkan sudah mengarah pada tindak kriminal, seperti pengrusakan, pemerasan, penganiayaan, perkelahian masal (tawuran), mabuk-mabukan, menghisap narkoba, bahkan pembunuhan (Willis 2005).

Kecenderungan adalah suatu susunan sikap untuk bertingkah laku dengan cara tertentu (Chaplin, 1995). Kecenderungan kenakalan remaja merupakan keinginan untuk berperilaku kejahatan/kenakalan yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang cenderung menyimpang (Kartono, 1992).

Secara umum, kecenderungan kenakalan remaja dapat dikelompokkan menjadi empat kategori (Thornburg 1981, dalam Mulyono, 1992). Pertama, keinginan yang melanggar status, meliputi keinginan untuk membolos sekolah, melawan orang tua, dan kabur dari rumah. Kedua, keinginan berperilaku yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain, seperti: kemauan untuk mabuk-mabukan, menggunakan obat terlarang, dan terlibat dalam kegiatan

(22)

commit to user

pelacuran. Ketiga, keinginan berperilaku yang menimbulkan korban materi, antara lain keinginan untuk mencuri, mencopet, melakukan pemerasan, dan merusak fasilitas umum. Keempat, keinginan berperilaku yang menimbulkan korban fisik, antara lain kemauan untuk menganiaya, membunuh, dan pemerkosaan.

Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah.

Beberapa wilayah lain seperti Surabaya tercatat 54%, Bandung 47% dan 52%

Medan. Hasil penelitian di Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37%

mengalami kehamilan sebelum menikah. Estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa, 800 di antaranya terjadi di kalangan remaja. Selain itu data penyalahgunaan narkoba menunjukkan dari 3,2 juta jiwa yang ketagihan narkoba 75% nya adalah remaja (Kertapati, 2010).

Data tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 245 kasus perkelahian yang di tangani di Poltabes Kota Yogyakarta, 127 di antaranya adalah pelajar SMA, 47 kasus perkelahian adalah pelajar SMP, dan 71 kasus adalah mahasiswa. Selama bulan April 2007, data dari Bina Mitra Poltabes tercatat ada 63 kasus pelajar yang membolos. Dari jumlah tersebut, terdiri dari 32 pelajar SMA, 27 pelajar SMP dan 4 pelajar SD (Sari, 2010).

Banyak remaja yang cenderung melakukan hal-hal negatif yang akhirnya mempengaruhi masa depan dan jalan hidupnya hanya karena ikut-ikutan teman.

Penelitian yang dilakukan oleh Family and Consumer Science di Ohio, Amerika Serikat menunjukkan fakta bahwa kebanyakan remaja cenderung merokok karena dipengaruhi oleh temannya, terutama sahabat yang sudah memulai merokok atau

(23)

commit to user

terbiasa dengan lingkungan yang merokok akan lebih mudah untuk ikutan merokok. Hal yang sama juga terjadi pada pengguna narkotika, alkohol maupun hubungan seks bebas (Utamadi, 2010a).

Remaja merokok setiap tahun semakin meningkat. Pada umumnya mereka sudah mulai merokok usia 9 12 tahun. Saat ini terdapat 1.100 juta penghisap rokok di dunia yang 45 % masih pelajar. Hasil angket Yayasan Jantung Indonesia sebanyak 77 % siswa merokok karena ditawari teman. Menurut hasil survei Sensus Nasional tahun 2004 jumlah perokok di usia 19 tahun meningkat menjadi 78,2 % dari 68,8 % pada tahun 2001 (Ardiyansyah, 2011).

Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat adiktif), teman kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAZA pada diri seseorang. Perkenalan pertama dengan NAZA justru datangnya dari teman kelompok 81,3 % (Hawari, 1990). Pengaruh teman sebaya ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan sehingga yang bersangkutan sulit melepaskan diri. Berbagai cara teman kelompok mempengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari, bahkan sampai dijebak sehingga anak turut menyalahgunakan NAZA.

Berdasarkan fakta di atas, beberapa bentuk kecenderungan kenakalan remaja di Indonesia masih tergolong tinggi. Kecenderungan kenakalan tersebut dapat terjadi karena berasal dari pengaruh teman sebaya. Menurut Brown dan Klute (2003, dalam Papalia, 2009) mengemukakan bahwa kekuatan dan pentingnya pertemanan serta jumlah waktu yang dihabiskan dengan teman, lebih besar di

(24)

commit to user

masa remaja dibandingkan dengan masa-masa lain di rentan kehidupan manusia.

Remaja cenderung untuk memilih teman yang serupa dalam gender, suku bangsa, dan dalam hal lain. Teman juga saling mempengaruhi satu sama lain, terutama dalam masalah beresiko/bermasalah, remaja lebih mungkin untuk memulai keinginan merokok jika seorang teman sudah merokok.

Menurut Coopersmith dan De Roseier (dalam Santrock, 2007) bagi remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Pengalaman ditolak dan diabaikan oleh teman-teman sebaya berkaitan dengan masalah kesehatan mental dan masalah kejahatan di masa selanjutnya. Budaya teman sebaya dapat menyepelekan nilai dan kendali orang tua terhadap mereka. Teman-teman sebaya dapat memperkenalkan remaja kepada alkohol, minuman keras, kenakalan, serta bentuk-bentuk lain yang dianggap maladaptif oleh orang dewasa.

Menurut Dodge dkk. (dalam Santrock, 2007) relasi dengan teman-teman sebaya berperan penting dalam kecenderungan kenakalan. Memiliki kawan-kawan yang nakal dapat meningkatkan risiko menjadi nakal. Sebuah komunitas yang memiliki angka kejahatan tinggi dapat menyebabkan remaja mengamati banyak model yang terlibat dalam aktivitas kriminal dan mungkin mereka dihargai karena perilaku tersebut (Richards,dkk., dalam Santrock, 2007).

Shapiro (1998, dalam Sari, 2005) berpendapat bahwa remaja yang kurang mendapat pemenuhan kebutuhan psikis dari lingkungannya dapat mengakibatkan remaja tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan susah tidur, lebih gugup dan cenderung cemas serta lebih impulsif dan agresif. Pada kondisi

(25)

commit to user

ini, remaja menjadi rentan untuk terlibat pada kasus-kasus kriminalitas akibat pengaruh kekuatan yang tidak baik dalam lingkungan sosialnya, seperti: risiko pemakaian obat terlarang, kekerasan atau kegiatan seksual yang tidak aman (Gottman & De Claire, 1998, dalam Sari, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa SMA berjumlah 1500 responden, diperoleh hasil penghitungan nilah chi-square 3, 36 memperlihatkan gejala untuk derajat keandalan 95% yang berarti bahwa terdapat hubungan antara variabel terhadap penyimpangan dengan variabel keterikatan teman sebaya (Hadisuprapto, 2008).

Kecenderungan kenakalan remaja juga merupakan upaya menentang otoritas. Penentangan terhadap otoritas terjadi karena adanya ketidakharmonisan antara remaja dan lingkungannya (Thornburg, 1981, dalam Sari, 2005).

Ketidakharmonisan tersebut juga diperkuat oleh keinginan remaja untuk dapat diterima di lingkungan teman sebaya. Akibatnya adalah remaja mengalami konflik yang dapat mengarahkan perilakunya pada tindakan yang tidak terkendali (agresif).

Salah satu alasan banyak remaja terlibat dalam tanggapan agresif adalah karena tidak memiliki keterampilan sosial dasar. Mereka tidak tahu bagaimana merespons provokasi dari orang lain, tidak tahu cara membuat permintaan atau untuk menolak permintaan tanpa membuat orang lain tersebut marah. Orang- orang yang tidak memiliki keterampilan sosial dasar tampak terlibat dalam kekerasan dan proporsi cukup tinggi di banyak masyarakat (Toch, 1985, dalam

(26)

commit to user

Baron, 2005). Jadi, membekali remaja dengan keterampilan sosial sangat bermanfaat untuk mengurangi agresi.

Remaja sangat membutuhkan keterampilan sosial untuk berani mengambil sikap tegas menolak berbagai macam tawaran negatif yang berasal dari lingkungannya. Faktor teman sebaya sangat mendorong remaja untuk melakukan kecenderungan perilaku menyimpang. Semakin terikat seorang anak dengan teman sebaya, terutama yang berkualitas delinkuen, maka semakin tinggi kecenderungan anak dalam melakukan penyimpangan (Hadisuprapto, 2008).

Dalam perkembangan sosial remaja, harga diri yang positif sangat berperan dalam pembentukan pribadi yang kuat, sehat dan memiliki kemampuan untuk -hal negatif.

Artinya, tidak mudah terpengaruh berbagai godaan yang dihadapi seorang remaja setiap hari dari teman sebaya mereka sendiri (peer presure negative) (Utamadi, 2005, dalam Nasution, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Dwiputriadi (2010) diperoleh kesimpulan terdapat hubungan negatif antara perilaku asertif dengan peer pressure (tekanan teman sebaya) negatif. Artinya semakin tinggi perilaku asertif maka semakin rendah peer pressure negatif yang mempengaruhinya.

Ketidakmampuan untuk bersikap asertif sering berperan terhadap terjadinya hubungan seks yang sebetulnya tidak diinginkan. Misalnya seorang remaja yang berani berhubungan seks karena takut menolak keinginan pacarnya. Banyak studi yang telah dilakukan oleh universitas dan lembaga negara maju sehubungan dengan peer pressure (tekanan teman sebaya), kebiasaan merokok, NAPZA serta

(27)

commit to user

hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa semua itu berkaitan dengan kemampuan remaja yang bersangkutan untuk bertindak asertif. (Utamadi, 2010)

Penelitian yang dilakukan oleh Rinawati (2009) diperoleh hasil yaitu terdapat hubungan negatif antara perilaku asertif dengan kenakalan remaja.

Maksud hubungan negatif tersebut adalah semakin tinggi asertivitas maka semakin rendah kecenderungan kenakalan remaja.

Remaja seharusnya mampu menolak pengaruh negatif yang ditawarkan dari

tersebut dikenal dengan asertivitas. Asertivitas adalah kemampuan untuk mengeskpresikan kenyataan dirinya, yaitu kemampuan untuk menga

atau negatif (Lazarus, 1973, dalam Rakos, 1991).

Manusia selalu dihadapkan pada berbagai kejadian, peristiwa, ataupun permasalahan yang akan memunculkan reaksi-reaksi fisik, reaksi psikologis, maupun gabungan antara keduanya. Setiap orang akan memberikan reaksi berbeda dalam menghadapi suatu kejadian atau peristiwa. Ada yang menerima dengan pasif, namun adapula yang aktif berjuang menghadapinya (Setiono, dkk., 2005).

Setiap orang tidak terlepas dari hubungan antarpribadi dengan orang lain, baik dengan keluarganya, teman, dan masyarakat. Hubungan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan dan pemenuhan kebutuhan. Pada saat interaksi dengan orang lain, seseorang mungkin akan merasa bahwa cara pandangnya tidak

(28)

commit to user

dipahami orang lain, mendapat reaksi yang kurang menyenangkan, merasa haknya tidak terpenuhi atau gagal mengatakan dengan jelas apa yang diinginkan (Setiono, dkk., 2005).

Remaja pada saat berinteraksi dengan pergaulan di lingkungannya tentunya pernah mengalami masalah dalam komunikasi. Hal-hal tersebut akan menimbulkan tekanan pada individu yang mengakibatkan individu tersebut menghindari relasi sosial tertentu, sehingga timbul suatu konflik yang menghasilkan masalah pada perilaku sosialnya.

Remaja cenderung memperlihatkan perilaku menang sendiri, tidak mau diatur, ingin mandiri, dan menjadi mudah tersinggung terhadap ucapan dan perilaku orang lain mengenai dirinya. Remaja cenderung akan diam atau memberontak jika keinginan atau pendapatnya tidak diterima atau diabaikan.

Seberapa serius perubahan masa puber akan mempengaruhi perilaku remaja selanjutnya, sebagian besar tergantung pada kemampuan dan kemauan remaja tersebut untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya kepada orang lain sehingga dengan begitu dapat diperoleh pandangan baru dan lebih baik (Hurlock, 2002).

Dunbar (dalam Hurlock, 2002) mengatakan bahwa reaksi efektif terhadap perubahan seringkali ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi, dalam pengertian komunikasi sebagai cara mengatasi kecemasan yang selalu disertai tekanan. Anak yang merasa sulit atau tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain lebih banyak berperilaku negatif daripada anak yang mampu dan mau berkomunikasi.

(29)

commit to user

Dalam membentuk hubungan interpersonal yang baik diperlukan keterampilan sosial (social skills) yang baik pula. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang sangat penting dalam menciptakan keberhasilan saat berinteraksi dengan orang lain. Salah satunya adalah menumbuhkan asertivitas di dalam diri individu tersebut (Silitonga, 2011).

Salah satu cara yang tepat dalam menciptakan dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi adalah dengan melatih dan mengembangkan kemampuan asertivitas. Menurut Alberti dan Emmons (2002), asertivitas merupakan perilaku berani menuntut hak-haknya tanpa mengalami ketakutan atau rasa bersalah serta tanpa melanggar hak-hak orang lain.

Asertivitas yaitu memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi serta bernegosiasi. Para ahli (Alberti &

Emmons, 2002) menawarkan tingkah laku asertif sebagai bentuk keterampilan sosial yang tepat untuk berbagai situasi sosial. Untuk menjalin hubungan interpersonal yang baik, seseorang membutuhkan kemampuan berperilaku asertif.

Individu yang sering berperilaku tidak asertif akan merasa tidak nyaman. Apabila hal ini terjadi terus-menerus akan menimbulkan konflik intrapersonal maupun interpersonal pada individu tersebut.

Menurut Schneider (1991, dalam Baron, 2005), prosedur untuk mengajarkan keterampilan sosial memang ada dan tidak terlalu kompleks. Orang dewasa, remaja, maupun anak-anak dapat secara cepat memperbaiki keterampilan sosial mereka dengan cara melihat orang lain (model sosial) melakukan perilaku yang

(30)

commit to user

efektif. Kemajuan ini dapat diperoleh hanya dengan melalui beberapa jam pelatihan. Jadi, hal ini bersifat praktis, hemat, serta berhasil.

Asertivitas bukanlah sesuatu yang sudah ada sejak lahir, sehingga untuk membentuk dan membiasakan seseorang berperilaku asertif diperlukan pelatihan asertivitas yang bertahap. Pendekatan bertahap digunakan dengan melatih kemampuan asertif langkah demi langkah. Pelatihan berawal dari respons asertif sederhana pada situasi umum hingga respons-respons yang lebih kompleks dalam situasi yang lebih spesifik (Setiono, dkk., 2005)

Pelatihan asertivitas bertujuan melatih serta membiasakan individu berperilaku asertif dalam hubungannya sehari-hari dengan orang lain di sekitarnya. Remaja sangat membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik dan efektif. Mereka seharusnya mempunyai kemampuan untuk menyatakan apa yang diinginkan tanpa harus menyinggung hak orang lain dan juga mampu untuk menolak berbagai macam tawaran negatif yang diperoleh dari lingkungannya (Setiono, dkk., 2005).

Menurut statistik pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan bahwa 8 dari 10 kasus kenakalan remaja dilakukan oleh laki-laki (Snyder dan Sickmund, 1999, dalam Santrock, 2007). Peneliti memilih Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai tempat penelitian karena mayoritas siswa SMK adalah laki-laki. Sekolah yang akan diteliti adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya dengan alasan sosial image mengenai sekolah tersebut adalah para siswanya memiliki kecenderungan kenakalan remaja. Selain itu, peneliti juga mendapatkan

(31)

commit to user

rekomendasi dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) untuk melakukan penelitian di SMK Bhinneka Karya.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti kepada Bapak Didik Sunarto selaku koordinator guru BP (Bimbingan Penyuluhan) di SMK Bhinneka Karya (BK), diketahui bahwa permasalahan paling tinggi yang dihadapi di sekolah adalah membolos dan keterlambatan siswa. Siswa membolos disebabkan pengaruh dari temannya, terutama siswa kelas X. Siswa kelas X berasal dari SMP yang berbeda-beda, mereka membawa kebiasaan yang berasal dari aturan di SMP nya yang longgar. Siswa yang membawa kebiasan buruk mudah memberikan pengaruh ke teman sebayanya terutama siswa yang berasal dari desa atau pinggiran.

Menurut Santrock (2003), salah satu faktor penyebab kecenderungan kenakalan adalah kurangnya keharmonisan keluarga. Di SMK BK pada umumnya pendidikan orang tua mereka rendah dan berasal dari golongan menengah ke bawah. Dari home visit yang pernah dilakukan oleh guru BP diketahui bahwa rata- rata murid di SMK BK berasal dari keluarga yang tidak harmonis dan kurang memiliki komunikasi yang baik. Menurut Gunarsa (1980), salah satu karakteristik kecenderungan kenakalan remaja adalah memiliki tingkat inteligensi yang lebih rendah. Rata-rata murid di SMK BK memiliki inteligensi yang rendah karena sebagai alternatif pilihan SMK terakhir jika tidak diterima di sekolah negeri.

Berdasarkan uraian di atas, untuk memperbaiki kondisi kecenderungan kenakalan pada remaja, peneliti tertarik memberikan pelatihan asertivitas guna meningkatkan perilaku asertif untuk menolak kecenderungan kenakalan pada

(32)

commit to user

remaja. Pentingnya asertivitas pada remaja, mendorong peneliti untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul

Asertivitas terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah penel

asertivitas terhadap kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pemberian pelatihan asertivitas terhadap kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya Surakarta.

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terutama psikologi sosial dan psikologi perkembangan remaja mengenai pengaruh pemberian pelatihan asertivitas terhadap kecenderungan kenakalan remaja.

(33)

commit to user

b. Memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan kepada remaja mengenai pentingnya mengembangkan asertivitas.

c. Berguna bagi bidang pengetahuan maupun pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi, seperti: guru, pekerja sosial, maupun praktisi lain yang menangani masalah remaja.

d. Bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai referensi pengembangan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai asertivitas dan kecenderungan kenakalan remaja.

2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja

Mampu menumbuhkan asertivitas sehingga remaja memiliki adap pengaruh buruk yang dapat merugikan dirinya sendiri.

b. Bagi orang tua

Mendidik anak mereka untuk dapat menumbuhkan asertivitas dalam diri remaja sehingga remaja dapat membentengi diri dari pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan.

c. Bagi masyarakat

Memberikan dukungan kepada remaja untuk dapat menumbuhkan asertivitas dalam diri remaja dan menghargai penolakan remaja terhadap pengaruh negatif sebagai hak pribadi setiap remaja.

(34)

commit to user

d. Bagi pendidik

Membantu remaja menumbuhkan asertivitas sebagai salah satu bentuk keterampilan sosial untuk mencegah atau mengurangi kecenderungan kenakalan remaja.

(35)

commit to user

16

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kecenderungan Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kecenderungan Kenakalan Remaja

Menurut Chaplin (1995) kecenderungan merupakan suatu susunan sikap untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Kecenderungan adalah hasrat atau keinginan yang selalu timbul berulang-ulang (Sudarsono, 1995). Menurut Soekanto (1993) kecenderungan adalah suatu dorongan yang muncul dalam diri individu secara inheren menuju satu arah tertentu, untuk menunjukkan suka atau tidak suka terhadap suatu objek.

Kenakalan remaja (juvenile delinquency) secara etimologis berarti kejahatan anak. Istilah kejahatan anak dirasakan memiliki makna sangat tajam dan memiliki konotasi negatif secara kejiwaan terhadap anak. Simandjuntak menggunakan istilah kenakalan anak. Sementara Fuad Hassan (dalam Willis, 2005) memasukkan remaja dalam pengertian anak sehingga muncul istilah kenakalan remaja.

Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja.

Delinquent berasal dari kata Latin delinquere yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, dan sebagainya (Kartono, 1992).

(36)

commit to user

Delinquency selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan, dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun.

Pengaruh sosial dan kultural memainkan peran penting dalam pembentukan tingkah laku kriminal remaja. Mayoritas angka tertinggi kenakalan remaja (juvenile delinquency) ada pada usia 15 19 tahun, dan mulai menurun di usia 22 tahun (Kartono, 1992).

Kecenderungan kenakalan remaja adalah keinginan untuk berperilaku kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh salah satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang cenderung menyimpang (Kartono, 1992).

Thornburg (1981, dalam Elfida, 1995) melihat beberapa kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja dari beberapa sudut pandang, yaitu:

a. Secara hukum, seorang remaja dipandang delinkuen jika memiliki keinginan melakukan tindakan melanggar hukum dan pelanggaran tersebut menarik perhatian aparat pengadilan dan kepolisian.

b. Secara psikologis, seseorang dianggap delinkuen jika memiliki emosi atau masalah pribadi yang memunculkan perilaku antisosial.

c. Secara sosiologis, seseorang dikatakan delinkuen jika memiliki kemauan untuk melanggar norma masyarakat.

d. Secara fungsional, remaja dikatakan delinkuen jika memiliki kemauan untuk melanggar hak-hak orang lain. Secara teknis, remaja tidak akan disebut delinkuen kecuali bila telah dihukum oleh pengadilan.

(37)

commit to user

Pedoman 8 Bakolak Inpres No. 6/1971 (dalam Willis, 2005) mengatakan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kemauan untuk melakukan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Secara sosiologis, menurut Fuad Hassan, kecenderungan kenakalan remaja adalah keinginan untuk melakukan perbuatan anti sosial dan anti normatif.

Kusumanto mengatakan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kemauan individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan.

Berdasarkan uraian di atas, kecenderungan kenakalan remaja adalah keinginan remaja untuk melakukan tindakan melanggar norma agama, norma hukum, dan norma sosial yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain yang dilakukan remaja berusia 15 19 tahun.

2. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2002).

(38)

commit to user

Pandangan ini di dukung oleh Piaget (dalam Hurlock, 2002) yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.

Remaja sebenarnya tidak memiliki tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang

(Hurlock, 2002) .

Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia atau WHO (World Health Organization) definisi remaja mencakup biologik, psikologik, sosial ekonomi, yaitu remaja adalah suatu masa di mana: a. individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual; b. individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; c. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, 1980).

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2002). Menurut Monks, dkk. (1998), masa remaja secara umum berlangsung antara usia 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12

(39)

commit to user

15 tahun adalah masa remaja awal, 15 18 adalah masa remaja pertengahan, dan 18 21 tahun adalah masa remaja akhir.

Menurut Singgih Gunarsa (dalam Hadisuprapto, 2008) usia anak hingga dewasa dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu a. anak adalah seseorang yang berusia di bawah 12 tahun; b. remaja awal adalah seseorang yang berusia 12 15 tahun; c. remaja penuh adalah seseorang yang berusia 15 17 tahun;

d. dewasa muda adalah seseorang yang berusia 17 21 tahun; dan e. dewasa adalah seseorang yang berusia di atas 21 tahun.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa masa remaja adalah individu yang mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang berlangsung di antara usia 15 18 tahun. Remaja mengalami fase mencari jati diri dan mengalami kebingungan untuk mencari identitas diri sehingga fenomena kecenderungan kenakalan remaja seringkali terjadi pada usia ini.

3. Karakteristik Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya (Hurlock, 2002). Ciri-ciri tersebut di antaranya:

a. Masa remaja sebagai periode penting.

Pada periode remaja, ada periode yang penting karena akibat fisik maupun akibat psikologis. Perkembangan fisik dan mental yang cepat

(40)

commit to user

menimbulkan perlunya penyesuaian mental serta membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada lima perubahan yang bersifat universal yaitu meningginya emosi, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masa remaja sering mengalami kesulitan mengatasi masalahnya karena tidak berpengalaman mengatasi masalah dan merasa diri mandiri tanpa perlu bantuan orang lain.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Remaja berupaya mencari jawaban untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, sebagai seorang anak atau dewasa, dan sebagainya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Stereotip negatif terhadap remaja seperti tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak menyebabkan remaja tidak mampu belajar bertanggungjawab dan membuat peralihan menuju dewasa menjadi sulit.

(41)

commit to user

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita- cita.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja menjadi gelisah untuk menghilangkan stereotip belasan tahun dan mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat- obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks.

Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat diketahui bahwa masa remaja adalah masa individu mengalami keraguan akan peran yang dijalankan, masa individu mencari identitas mengenai dirinya, masa individu mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah, dan memiliki ketakutan mengenai stereotip negatif cenderung berperilaku merusak. Remaja berusaha untuk menemukan jati diri dan peranannya di lingkungan. Pada masa ini remaja sebagai ambang masa dewasa yang sering dihubungkan dengan status orang dewasa.

4. Karakteristik Kecenderungan Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (1992), remaja yang cenderung nakal itu mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal.

Perbedaan itu mencakup :

a. Perbedaan struktur intelektual

(42)

commit to user

Pada umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda. Biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigu.

b. Perbedaan fisik dan psikis

perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif.

Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannya fungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.

c. Perbedaan ciri karakteristik individual

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang, seperti :

1) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.

2) Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.

(43)

commit to user

3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial.

4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.

5) Pada umumnya mereka sangat impulsif serta suka tantangan dan bahaya.

6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.

7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi liar dan jahat.

Menurut Gunarsa (1980) ada beberapa karakteristik yang terlihat pada remaja delinkuen, di antaranya:

a. Remaja yang delinkuen lebih sering merasa deprivasi (keterasingan) dibandingkan dengan remaja nondelinkuen. Remaja delinkuen cenderung merasa tidak aman, sengaja berusaha melanggar hukum dan peraturan.

b. Remaja yang delinkuen memiliki tingkat intelegensi yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja nondelinkuen. Remaja yang delinkuen menunjukkan bahwa remaja tidak mampu memikirkan dengan baik konsekuensi dari setiap tindakan yang remaja delinkuen ambil.

Penggunaan obat terlarang dan putus sekolah merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan munculnya kenakalan remaja.

(44)

commit to user

c. Remaja delinkuen tidak menyukai sekolah dan oleh sebab itu remaja seringkali membolos. Kegagalan akademis sendiri merupakan salah satu kontributor dari delinkuensi (Santrock dalam Gunarsa 1980).

d. Sikap yang menonjol pada remaja delinkuen: bersikap menolak (resentful), bermusuhan (hostile), penuh curiga, tidak konvensional, tertuju pada diri sendiri (self-centered), tidak stabil emosinya, mudah dipengaruhi, ekstrovert, dan suka bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu (Cole dan Rice dalam Gunarsa, 1980).

e. Remaja yang delinkuen menyukai aktivitas yang penuh tantangan akan tetapi tidak menyukai kompetisi.

f. Remaja yang delinkuen cenderung tidak matang secara emosional, tidak stabil, dan cenderung frustrasi. Keadaan-keadaan demikian yang membuat remaja delinkuen tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik di rumah, sekolah, dan masyarakat (Cole dalam Gunarsa, 1980).

Dari uraian di atas tampak bahwa remaja yang cenderung nakal biasanya berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Remaja yang cenderung nakal biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Karakteristik menonjol yang terlihat dari remaja yang cenderung nakal yaitu kurang memiliki disiplin dan kontrol diri, merasa terasing,

(45)

commit to user

bisanya memiliki intelegensi yang lebih rendah, dan tidak menyukai sekolah sehingga membolos.

5. Bentuk-bentuk Kecenderungan Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (1992), bentuk-bentuk kecenderungan kenakalan remaja menurut struktur kepribadiannya dibagi menjadi 4, yaitu:

a. Kenakalan terisolasi (Delinkuensi terisolasi)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :

1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gengnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan, atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.

2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya komunitas kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan, dan prestise tertentu.

3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustrasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Geng remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.

(46)

commit to user

4) Delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gengnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya.

b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah :

1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma serta nilai subkultur geng yang kriminal itu saja.

2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan, dan kebingungan batinnya.

3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

(47)

commit to user

5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisoliasi diri dari lingkungan.

6) Motif kejahatannya berbeda-beda.

7) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

c. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah :

1) Berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka.

2) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.

3) Bentuk kejahatannya majemuk, bergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar- masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gengnya sendiri.

5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.

Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik

(48)

commit to user

sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapa pun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapa pun tanpa sebab.

d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan antisosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya.

Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional.

Menurut Gunarsa (1980), bentuk kecenderungan kenakalan remaja di antaranya:

1) Keinginan untuk berbohong/dusta, yaitu keinginan untuk melakukan pemalsuan yang sengaja dilakukan dengan tujuan memperdayakan,

2) Kemauan untuk pergi tanpa ijin (kabur),

3) Keinginan untuk mencuri, yaitu bentuk kenakalan melanggar hak milik,

(49)

commit to user

4) Emosionalitas anak sebagai sumber permasalahan,

5) Emosionalitas anak yang gelisah (perasaan takut dan kecemasan) , 6) Kemampuan intelektual sebagai sumber kesulitan anak.

Berdasarkan paparan di atas, bentuk-bentuk kecenderungan kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Kartono (1992) memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan Gunarsa (1980). Bentuk kecenderungan kenakalan yang terbesar adalah kenakalan terisolasi, disebabkan ingin meniru teman satu geng, berasal dari daerah yang memiliki struktur kriminal, keluarga yang berantakan, dan mencari panutan serta rasa aman dari teman satu geng.

6. Upaya Penanggulangan Kecenderungan Kenakalan Remaja

Upaya menanggulangi kenakalan remaja tidak bisa dilaksanakan oleh tenaga ahli saja seperti: psikolog, konselor, dan pendidik, tetapi perlu kerjasama semua pihak antara lain guru, orang tua, pemerintah, masyarakat, tenaga ahli lain, maupun pemuda-pemuda itu sendiri. Kerjasama itu pun perlu didukung oleh dana dan sarana yang memadai. Persoalan kenakalan tidak dapat diselesaikan hanya melalui ceramah dan pidato, akan tetapi lebih baik jika dengan perbuatan nyata (action).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka upaya menanggulangi kenakalan remaja dibagi atas 3 bagian (Willis, 2005), yaitu:

(50)

commit to user

a. Upaya preventif

Upaya preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan anak tidak timbul.

Beberapa upaya preventif di antaranya, yaitu:

1) Di rumah tangga (keluarga)

Orang tua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama, menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis, adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah, ibu, dan keluarga lainnya di rumah tangga dalam mendidik anak-anak, memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak, memberikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan anak-anak, dan memberikan pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat.

2) Upaya di sekolah

Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid, mengintensifkan pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru agama ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru umum lainnya, mengintensifkan bagian bimbingan dan konseling di sekolah, adanya kesamaan norma-norma yang dipegang oleh guru-guru, melengkapi fasilitas pendidikan, dan perbaikan ekonomi guru.

3) Upaya di masyarakat

Upaya bimbingan pada waktu luang (leisure time guidance) sangat diperlukan bagi remaja selama masa libur. Beberapa konsep pengisian

(51)

commit to user

waktu luang yang dikemukakan oleh Safiyuddin Sastrawijaya (1997) yaitu: a) bersifat hobi, misalnya: seni tari, seni lukis, seni drama, seni suara, elektronika, filatelis, botani, biologi, pecinta alam, fotografi, home industri, dan dekorasi; b) bersifat keterampilan organisasi, misalnya: organisasi taruna karya, olahraga, pramuka, remaja independen; c) bersifat kegiatan sosial, misalnya: PMR, BKLL, pemadam kebakaran remaja, dan sebagainya.

b. Upaya kuratif

Upaya kuratif adalah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan itu tidak meluas dan merugikan masyarakat.

Upaya kuratif secara formal dilakukan oleh Polri dan kejaksaan negeri.

Sebab jika terjadi kenakalan remaja berarti sudah terjadi suatu pelanggaran hukum yang dapat berakibat merugikan diri mereka dan masyarakat.

Upaya untuk membasmi kenakalan remaja tentunya dengan jalan organisasi, yaitu RT dan RW dengan tiga karakteristik, yaitu yang berkuasa membasmi kejahatan itu dengan tangannya (kekuasaannya), apabila tidak sanggup maka mencegah dengan lisan (ucapan, pidato, khotbah, ceramah, dan diskusi-diskusi), dan jika tidak sanggup juga karena lemah, maka mencegah dengan hati, artinya tidak mentoleransi perbuatan jahat yang dilakukan orang lain dan tidak mengikuti.

c. Upaya pembinaan

Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui pengaruh variasi waktu fermentasi pada minuman sinbiotik labu kuning terhadap aktivitas antioksidan dan kualitas (sifat fisik, kimia, mikrobiologis dan

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala ridha dan kemurahan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Perencanaan Pengamanan Pantai Dari

Tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun

Hal ini sekaligus juga sesuai dengan hasil penelitian Morgan dan Hunt (2004 ) yang membuktikan bahwa kepercayaan akan mengurangi keinginan untuk menghentikan

Hasil penelitian menunjukkan beton mutu tinggi dengan menggunakan terak nikel sebagai agregat dan sebagai bahan pencampur semen mempunyai kekuatan tekan, tarik,

Mengenai konversi diatur dalam PBI NO.4/1/PBI/2002. Permohonan di ajukan oleh Direksi Bank konvensional kepada dewan Gubernur bank Indonesia. Tentang konversi ini

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH KUALITAS LAYANAN,

Perkembangan Tamadun Islam Di Andalus (711-1492M): Satu Sorotan Sejarah Menurut Sumber-Sumber Berbahasa Indonesia oleh Saifullah Mohd. Prosiding Simposium Tamadun Islam