• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.2. Manfaat Praktis

Secara praktis rangkaian kegiatan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengkaji lebih dalam tentang penelitian mengenai multikulturalisme. Selain itu diharapkan dapat memberikan

11

manfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam membuat kebijakan yang berhungan dengan pendidikan Multikultural.

1.6 Defenisi Konsep 1. Multikulturalisme

Multikulturalisme menurut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’

Muzhar) adalah mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan oleh masyarakat suatu negara yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama, dan sebagainya namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut.

Menurut (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, watson 2000) multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam konteks ini, tidak jauh beda dengan pendapat para ahli diatas, di Perguruan YPSIM ini juga menitikberatkan pada proses pengharmonisasian masyarakat sekolah dari semua golongan tanpa membeda-bedakan latar belakang (etnis, agama, ras, gender, kemampuan berbeda/difabel), menjungjung tinggi nilai keberagaman, demokrasi, keadilan dan kesetaraan.

Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa terutama guru, apabila melakukan tindakan diskriminasi akan mendapatkan sanksi bahkan sampai yang terberat dikeluarkan karena telah menyalahi budaya sekolah YPSIM yang menghargai segala perbedaan.

12 2. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikulturalisme versi YPSIM ini diadopsi dari pendidikan multikultural (multikultural education) yang dikembangkan oleh Raihani (2014) dalam buku terbarunya Creating Multikultural Citizen: A Portrayal of contemporary Indonesian education. Pendekatan ini yang dirasa cocok dan relevan untuk menjelaskan model pendidikan multikulturalisme yang dikembangkan dan dijalankan di YPSIM saat ini. Adapun elemen-elemen yang ditawarkan dalam pendidikan multikulturalisme tersebut adalah 1. School vision and policies (visi dan kebijakan sekolah), 2. Leadership and management (kepemimpinan dan manajemen), 3. Capacity and cultures (kapasitas dan kebudayaan), 4. Studen activities (aktivitas peserta didik), 5. Collaboration with wider community (kolaborasi dengan masyarakat luas), 6. Curriculum and teaching (kurikulum dan pengajaran).

Kemudian dari ke enam elemen tersebut, penulis akan mendalami tentang kurikulum pada setiap mata pelajaran, karena menurut data sementara, pendidikan multikultural diterapkan pada setiap mata pelajaran yang telah disusun dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Oleh Guru YPSIM pada jenjang SMA. Adapun penerapan pendidikan multikultural terdapat pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah, Bahasa Inggris, Biologi dan Sosiologi.

13 3. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengarui antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya didalam masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto, proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.

1. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (2012), bahwa interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa dengan dua syarat antara lain sebagai berikut:

 Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain

dimana kontak sosial merupakan awal terjadinya interaksi, dan saling bereaksi satu dengan yang lain meski tidak bersentuhan fisik.

 Komunikasi adalah adanya kegiatan yang saling menafsirkan perilaku yang meliputi pembicaraan, gerakan fisik atau sikap dan perasaan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial

15

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada beberapa faktor berikut ini.

1. Sugesti

Sugesti adalah pemberian pengaruh pandangan seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti pandangan tanpa berpikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan oleh orang yang berwibawa, mempunyai pengaruh besar atau terkenal di masyarakat.

2. Imitasi

Imitasi adalah tindakan atau usaha untuk meniru tindakan orang lain sebagai tokoh idealnya. Imitasi cenderung secara tidak disadari dilakukan oleh seseorang. Imitasi pertama kali akan terjadi dalam sosialisasi keluarga. Namun, imitasi sangat dipengaruhi oleg lingkungan terutama lingkungan sekolah.

3. Identifikasi

Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh yang lebih dalam dari sugesti dan imitasi karena dilakukan secara sadar

4. Simpati

Simpati adalah suatu proses seseorang merasa tertarik pada orang lain.

5. Empati

16

Empati adalah kemampuan mengambil atau memainkan peranan secara efektif dan seseorang atau orang lain dalam kondisi yang sebenar-benarnya, seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain seperti rasa senang, sakit, susah dan bahagia. Sikap empati mirip dengan simpati. Perbedaanya, empati lebih menjiwai atau lebih terlihat secara emosional.

6. Motivasi

Motivasi adalah dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan seorang individu kepada individu lain sedemikian rupa sehingga orang yang diberi motivasi tersebut menuruti apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional dan penuh tanggung jawab.

2.2 Multikulturalisme

Kondisi masyarakat yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Dalam kondisi masyarakat tersebut, termasuk di Indonesia, wacana tentang pendidikan multikultural menjadi penting untuk membekali peserta didik memiliki kepekaan dan menghadapi gejala-gejala dan masalah-msalah sosial yang berakar pada perbedaan karena suku, ras, agama, dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.

Sebagai sebuah terminologi yang baru, multikulturalisme muncul dan berkembang di akhir abad ke-20. Multikulturalisme menjadi sebuah gagasan baru

17

sebagai respon terhadap banyaknya budaya yang beragam terutama di Inggris (Taher Abbas dalam Saliman, 2013). Secara etimologi multikulturalisme berasal dari kata

“multi” yang berarti prulal/banyak, dan “kultural” berarti kultur atau budaya, sedangkan “isme” berarti paham atau aliran. Jadi multikulturalisme secara sederhana adalah paham atau aliran tentang budaya yang plural. Choirul Mahfud (2010: 75) mengatakan bahwa secara hakiki, dalam kata multikulturalisme itu terkandung pengakuan atas martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaanya yang masing-masing unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnnya.

Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui (politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam pengertian yang lebih mendalam istilah multikulturalisme bukan hanya sekedar pengakuan terhadap budaya (kultur) yang beragam, melainkan pengakuan yang memiliki implikasi-implikasi politik, sosial, ekonomi dan lainya.

2.3 Pendidikan Multikultural

Istilah pendidikan multikultural didefinisikan ke dalam berbagai macam sejak kemunculanya pertamanya. Pendidikan bisa dikatakan sebagai proses sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi budaya dalam suatu masyarakat. Pendidikan multikultural dapat dimaknai sebagai proses sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi tentang adanya keragaman budaya (multikultural) dalam masyarakat. Pemahaman bahwa realita masyarakat tidaklah homogen ini yang mendorong upaya penyadaran

individu-18

individu anggota masyarakat. Hal tersebut perlu diupayakan agar dampak negtif dari heterogenitas masyarakat Indonesia dapat diminimalkan.

James A Bank dikenal sebagai perintis pendidikan multikultural menekankan pada pendidikanya. Menurutnya, pendidikan lebih mengarah pada upaya mengajari bagaimana berfikir dari pada apa yang difikirkan. Siswa harus diajari memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan dan interpretasi yang berbeda-beda. Lebih lanjut dijelaskan bahwa siswa yang baik adalah siswa yang mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi pengetahuan. Para siswa perlu disadarkan bahwa dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Dijelaskan pula oleh Zamroni (dalam Saliman 2013) bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu bentuk reformasi pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara bagi siswa tanpa memandang latar belakangnya, sehingga semua siswa dapat meningkatkan kemampuan yang setara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat dan bakat yang dimiliki.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan akan dipaparkan sebagai berikut :

1. Hasil penelitian Siti Hairiyah (2016) yang berjudul “Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam dan Implementasinya di Lembaga Pendidikan”. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa kurikulum pendidikan agama Islam multikulturalisme merupakan kurikulum yang komponen kurikulumnya terdiri

19

dari hal-hal berikut: pertama, kompetensi yang berkaitan dengan aspek sikap.

Kedua, kompetensi yang berkaitan dengan aspek pengetahuan. Ketiga, kompetensi yang berkaitan dengan aspek pembelajaran. Materi dalam kurikulum pendidikan multikultural, dalam hal ini memperkenalkan konsep dan tema-tema baru yang berkaitan dengan multikulturalisme. Proses pembelajaran dalam kurikulum multikultural, dalam hal ini dilakukan melalui: pertama, menempatkan ruang kelas sebagai laboratorium. Kedua, memerlukan adanya setting dan lay-out ruang kelas yang dinamis agar proses komunikasi dan interaksi edukatif antar peserta didik dapat berlangsung dengan mudah. Ketiga, memungkinkan pendidik dan peserta didik dapat merumuskan secara bersama tentang tujuan dan materi pembelajaran. Keempat, menempatkan peserta didik sebagai subjek dan proses pembelajaran. Kelima, gaya kepeminpinan pendidik multikultural, dalam hal ini menggunakan tehnik studi kasus, pemecahan masalah, kinerja, pengamatan dan bermain peran.

2. Hasil penelitian dari Zubaedi (2008) yang berjudul “Pendidikan Multikultural:

Konsepsi dan Implementasinya dalam pembelajaran”. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh dengan cara membongkar kukurangan, kegagalan dan praktek-praktek diskriminatif dalam proses pendidikan. pendidikan multikultural menjadi sebuah komitmen untuk memfasilitasi pengalaman belajar yang memberi kemungkinan bagi setiap siswa dalam mengembangkan potensi diri secara maksimal sebagai

20

pelajar dan sebagai pribadi yang aktif serta memupuk kepekaan sosial tinggi dalam pergaulan lokal, nasional dan global.

Pembelajaran yang berparadigma multikultural memerlukan dukungan sistem budaya yang tidak monolitik, kaku, penuh prsangka/bias, hegemonik dan etnosentris. Sebuah praktek pendidikan dianggap berparadigma multikulturalisme jika memiliki ciri-ciri dasar sebagai berikut. 1. Berupaya mewujudkan pemahaman dan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya dan masyarakat.

2. Mengreksi dan merehabilitasi kesalahan sekolah dalam mendidik anak yang berbeda budaya khususnya dari golongan miskin dan minoritas. 3. Ada hubungan erat antara proses, struktur dan substansi, tindakan dan pendidikan multikultural merupakan suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan secara menyeluruh dengan membongkar kekurangan, kegagalan dan refleksi, pengetahuan da nilai pemikiran dan metodologi dan antara sarana pendidikan dengan tujuan pendidikan. 4. Dimaksudkan untuk mewujudkan persamaan dalam kesempatan pendidikan bagi siswa yang berlatar belakang berbeda-beda.. 5. Ada sebuah titik temu antara warisan budaya, pengalaman, sudut pandang dan sumbangan yang beraneka ragam.

21 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial.

Penelitian deskriptif juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007:68). Artinya data yang dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, cacatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo dan dokumen resmi lainya.

3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di Perguruan Sultan Iskandar Muda tepatnya di Jalan Tengku Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Medan Sunggal. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di tempat tersebut karena peneliti melihat bahwa perguruan tersebut menerapkan pendidikan berbasis multikulturalisme sehingga sangat relevan dengan masalah yang dibahas oleh peneliti.

22 3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2008:266). Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian lain, unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau komponen yang diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga. Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi, budaya, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahanya. Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis penelitian adalah Guru dan Siswa di Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan

3.3.2 Informan

Informan penelitian di dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan bagaimana langkah yang ditempuh peneliti agar data atau informasi dapat diperoleh. Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami permasalahan penelitian (Bungin 2014:78). Adapun informan yang menjadi subjek penelitian adalah :

1. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah dan Guru pada masing-masing agama yang sudah mengajar di YPSIM minimal 6 tahun, karena dalam waktu tersebut peneliti menganggap guru sudah memiliki pengalaman dalam menjalankan pendidikan multikultural.

2. Informan pendukung adalah siswa/siswi kelas XII SMA yang ada di Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan.

23 3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan digunakan berdasar dari dua sumber yaitu dengan pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

a) Observasi

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115). Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainya. Adapun yang menjadi objek observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung ke lokasi penelitian dan mengamati bagaimana aktivitas sosial sebelum dilanjutkan kepada wawancara yang mendalam.

b) Wawancara

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada orang-orang yang menjadi informan dari peneliti, ini bisa disebut dengan metode interview guide yakni aturan-aturan daftar pertanyaan yang dijadikan acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berulang-ulang kali dan membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan di

24

lokasi penelitian (Bungin 2007:108). Wawancara mendalam yang dimaksud adalah percakapan yang sifatnya terbuka dan tidak baku. Wawancara dilakukan bertujuan untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang multikulturalisme yang diterapkan di YPSIM.

c) Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian (Suhartono 1990:70). Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dimaknai sebagai data yang tidak diperoleh dari sumber pertama atau data penunjang dan pendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka dan pencetakan dokumen yaitu dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku referensi, dokumen, jurnal dan internet yang berisikan tentang multikulturalisme, pendidikan multikulturalisme yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap pengkajian data yang mencakup perilaku objek, hasil wawancara, temuan data di lapangan yang yang teridentifikasi dan

25

bahan-bahan kepustakaan yang telah dikumpulkan. Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Setelah itu data yang diperoleh dipelajari dan ditelaah kembali untuk mencari jawaban dari pertanyaan rumusan masalah sehingga tebentuklah solusi. Lalu data yang sudah lengkap direduksi dengan cara abstraksi. Interpretasi data merujuk pada pemberian makna dan pembagian ide-ide berdasarkan hasil penelitian (Nanang Martono, 2016:124).

26 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1 Gambaran Umum Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) adalah salah satu sekolah swasta yang terletak di kota Medan, lokasinya berada di jalan Tengku Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Medan Sunggal. YPSIM yang mengemban visi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan diskriminasi sosial ini berdiri pada tahun 25 Agustus 1987. Adalah dr. Sofyan Tan, yang berinisiatif penuh dalam mendirikan sebuah sekolah dengan alasan utama untuk menyediakan akses pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu. Selain itu beliau punya kesadaran bahwa negara Indonesia yang komposisi penduduknya sangat beragam harus ditanamkan sikap yang tidak rasis tetapi menghargai keberagaman yang ada tanpa memandang suku, agama, etnis, ras, kelas, bahasa dan lain-lain. Hal itulah yang pada kemudian hari nama sekolah ini memiliki sebutan sebagai “sekolah pembauran”. Nama Sultan Iskandar Muda dipilih sebagai nama sekolah karena merupakan sultan Aceh pertama yang memiliki wawasan dan pengetahuan kebangsaan yang luas. Dengan harapan bahwa nantinya generasi muda yang akan menempuh pendidikan di sekolah ini akan menjadikan Sultan Iskandar Muda sebagai inspirasi dan meneladani sikapnya.

Pada awalnya sekolah ini berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 1.500 m² yang dipinjamkan oleh seorang warga Melayu bernama Datuk M.Bahar. Modal untuk membangun gedung sekolah, membayar tukang bangunan, ongkos ukur tanah

27

diperoleh dari pinjaman beberapa simpatisan yang mendukung gagasan didirikanya sekolah. Bahkan untuk material bangunan, diutang dari panglong karena modal yang minim. Bulan April 1988 adalah permulaan dibangunya kelas yakni 11 ruangan, yang digunakan untuk proses belajar mengajar sebanyak 7 lokal masing-masing Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk ruangan kepala sekolah sebanyak 2 lokal, 2 lokal lagi untuk ruang guru dan tata usaha.

Setelah pembangunan ruangan kelas selesai dan sudah siap untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar, maka pada tahun ajaran 1988 itu dibukalah pendaftaran penerimaan siswa, ketika itu jumlah siswa yang mendaftar kurang lebih 145 orang, masing-masing Tionghoa 40% dan non Tionghoa 60%. Pada saat itu kebanyakan yang bersekolah di YPSIM adalah anak-anak sekitaran Medan Sunggal, yang kondisi orang tuanya cenderung terdiri dari kelas menengah kebawah. Menurut kepala sekolah saat ini, Edy Jitro Sihombing Mpd ini merupakan implementasi pendidikan multikultural yang paling dasar, dimana semua anak-anak diterima disekolah YPSIM tanpa ada pembeda-bedaan, bahkan dari kelas menengah kebawah sekalipun. YPSIM menerima siswa bukan karena siswa mampu membayar semua biaya-biaya sekolah tetapi dari kalangan ekonomi lemah juga ditampung.

Dari keterbatasan ruangan tadi diikuti pula oleh fasilitas sekolah yang belum bisa disediakan dalam rangka menunjang proses pengembangan siswa menjadi lebih baik.

Perpustakaan dan laboratorium yang biasanya ada pada sekolah pada umumnya belum bisa disediakan karena untuk ruangan kelas, kepala sekolah, tata usaha serta ruangan guru saja dalam perjalananya membutuhkan usaha yang tidak mudah.

28

Tahun 1990, jumlah siswa membengkak menjadi 485 orang. Akibatnya kelas yang ada tidak mampu lagi untuk menampung. Melihat kondisi tersebut, pendiri yayasan Sofyan Tan melakukan peminjaman ke Bank untuk membiayai pembangunan ruangan kelas baru. Selain itu juga ada upaya untuk meminta bantuan kepada para pengusaha Tionghoa namun terkesan tidak terlalu berpengaruh karena tidak banyak yang tertarik dengan ide sekolah pembauran ini.

Pada tahun-tahun berikutnya, ledakan pertumbuhan siswa juga terus mengalami peningkatan yang otomatis membutuhkan ruangan kelas baru untuk menampung siswa-siswi. Tercatat pada tahun ajaran 1994/1995 jumlah siswa di YPSIM sudah mencapai 878 orang dan pada tahun ajaran 2002/2003 sudah mencapai ribuan yakni 1.524 orang.

Tabel berikut menggambarkan peningkatan siswa YPSIM dari tahun ketahun serta dengan komposisi etnis siswa-siswinya.

Tabel 1. Jumlah siswa YPSIM Tahun 1988-2002 dan 2013/2014

No Tahun WNI Non

29

8 1995/1996 563 54.66 467 45.33 1.030

9 1996/1997 715 57.11 537 42.89 1.252

10 1997/1998 901 62.31 545 37.69 1.446

11 1998/1999 821 61.82 507 38.18 1.328

12 1999/2000 907 63.60 519 36.40 1.426

13 2000/2001 961 67.25 468 32.75 1.429

14 2001/2002 969 67.71 462 32.28 1.431

15 2002/2003 1.058 69.42 465 30.21 1.524 16 2003/2004 1.064 67.68 508 32.32 1.572 17 2013/2014 1.846 76.66 562 23.33 2.409 Sumber : Laporan Tahunan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi

Seiring berjalanya waktu, berbagai fasilitas YPSIM juga terus bertambah. Areal kompleks sekolah saat ini kurang lebih satu hektar. Sekolah ini juga sudah memiliki fasilitas laboratorium komputer, ruang musik serta perpustakaan yang menyediakan buku pelajaran dan buku bacaan umum.

4.1.2 Profil SMA Sultan Iskandar Muda

Profil sekolah dimaksudkan untuk menggambarkan atau menceritakan sekolah SMA SIM sebagai lokasi penelitian. Jenjang SMA yang berada dalam naungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ini berdiri pada tanggal 08-08-1988 dengan SK Pendirian Sekolah 390/I05/A 1988. Beralamat di jalan Tengku Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan, kode pos 20121.

30

SMA ini berada tepat di dalam kompleks gedung bertingkat Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda diatas tanah kurang lebih 1 ha. Gedung SMA ini bersatu dengan jenjang pendidikan lainya yakni jenjang SD,SMP dan SMK. Sekolah yang Nomor Pokok Sekolah Nasional : 10210843 saat ini dikepalai oleh Bapak Edy Jitro Sihombing MPd. Tercatat beliau sudah berada di YPSIM mulai tahun 1996, itu artinya beliau sedang menjalani tahun ke 22 mengabdi untuk YPSIM, sedangkan untuk menjabat kepala sekolah sudah 11 tahun sampai sekarang.

Izin Operasional :KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MEDAN

NO. SK : 420/10.021/DIKMENJUR/2014, 8 OKT 2014

NSS : 304076006210

NDS : 3007120133

NPSN : 10210843

NIS : 301700

JENJANG AKREDITASI : A

TAHUN BERDIRI :1987

Seiring dengan berjalanya waktu, SMA ini makin lama semakin mengalami peningkatan dalam semua bidang termasuk jumlah siswa. Tercatat sampai saat tercatat

31

jumlah siswa-siswi yang ada mencapai 700an, pada umumnya berasal dari daerah tempat sekolah itu berdiri yakni sekitaran Medan Sunggal. Berikut data detail jumlah

jumlah siswa-siswi yang ada mencapai 700an, pada umumnya berasal dari daerah tempat sekolah itu berdiri yakni sekitaran Medan Sunggal. Berikut data detail jumlah