• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI YAYASAN PERGURUAN SULTAN ISKANDAR MUDA. (Studi Deskriptif Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI YAYASAN PERGURUAN SULTAN ISKANDAR MUDA. (Studi Deskriptif Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI YAYASAN PERGURUAN SULTAN ISKANDAR MUDA

(Studi Deskriptif Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

DISUSUN OLEH :

DARWIN S

140901040

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2022

(2)

ii

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI YAYASAN PERGURUAN SULTAN ISKANDAR MUDA

(Studi Deskriptif Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

DISUSUN OLEH :

DARWIN S

140901040

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memproleh Gelar Sarjana Sosiologi

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2022

(3)

iii

(4)

i

(5)

i

(6)

i Abstrak

Pendidikan multikultural secara sederhana bisa diartikan sebagai proses pengembangan masyarakat agar mempunyai pengetahuan dan mampu bersikap adaptif di tengah-tengah masyarakat yang beragam. Tujuan utama pendidikan multikultural adalah menciptakan kesadaran mulitkultur pada setiap anak yang pada akhirnya akan mampu menciptakan kondisi sosial yang berasaskan persamaan hak dan penghargaan bagi setiap kelompok. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif karena metode ini menggunakan data yang diambil melalui observasi, dokumentasi dan wawancara terhadap kepala sekolah, gur-guru dan siswa di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar muda (YPSIM). Untuk mengkaji tulisan ini, penulis menggunakan teori interaksi sosial dan pendidikan multikultural. Menurut Banks Pendidikan Multikultural merupakan ide, sebuah gerakan reformasi pendidikan dan proses. Dengan demikian, hasil penelitian dalam tulisan ini, menemukan bahwa Yayasan Perguruan Sultan Iskandar muda (YPSIM)sudah melaksanakan pendidikan yang multikultural, terlihat dari pengintegrasian Pendidikam Multikultural dalam Mata Pelajaran Agama, sekolah juga membuat fasilitas melalui penyediaan Rumah Ibadah Masing-Masing agama di Sekolah, untuk semakin memperkuat penerapan pendidikan multikultural dalam pelajaran agama, para guru membuat program Kelas Kebersamaan yang diikuti seluruh siswa-siswi, selain itu perguruan juga merayakan Hari-Hari Besar Keagamaan seluruh siswa yang dalam pelaksanaanya melibatkan seluruh siswa yang bertujuan untuk membuat interaksi penghuni sekolah semakin akrab dan bermuara pada pemahaman satu sama lain.

Kata kunci:Multikullturalisme,Pendidikan Multikultural, interaksi sosial, YPSIM.

(7)

ii Abstract

Multikultural education can simply be interpreted as a process of community development so that they have knowledge and are able to be adaptive in the midst of a diverse society. The main goal of multikultural education is to create multikultural awareness in every child which in the end will be able to create social conditions based on equal rights and respect for each group. In this paper, the author uses a qualitative research method because this method uses data taken through observation, documentation and interviews with school principals, teachers and students at the Sultan Iskandar Muda College Foundation (YPSIM). To review this paper, the author uses the theory of social interaction and multikultural education. According to Banks, Multikultural Education is an idea, an educational reform movement and a process.

Thus, the results of the research in this paper, found that the Sultan Iskandar Muda Education Foundation (YPSIM) has implemented multikultural education, as seen from the integration of Multikultural Education in Religious Subjects, schools also make facilities through the provision of houses of worship for each religion in schools, To further strengthen the application of multikultural education in religious lessons, the teachers create a Mutual Class program which is attended by all students, besides that the college also celebrates Religious Holidays for all students which in its implementation involves all students which aims to make the interaction of school residents more intimate. and lead to mutual understanding.

Keywords: Multikulturalism, Multikultural Education, social interaction, YPSIM.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “Implementasi Pendidikan Multikultural Di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda” disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa ada dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati baik berupa ide, semangat, doa dan bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya tidak akan cukup penulis ucapkan baik kepada dosen pembimbing sekaligus, kepad orang tua dan teman maupun sahabat sampai pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini yaitu kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(9)

iv

3. Bapak Drs. T Ilham Saladin, M.SP selaku Ketua Departemen Sosiologi yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada mahasiswa khususnya kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi tepat waktu.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu baik ide, meluangkan waktunya, dan tenaga dalam membimbing penulis dengan kesabaran dan semangat hingga selesai menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si selaku Sekretaris program studi Sosiologi sekaligus dosen penguji skripsi mulai dari seminar proposal hingga selesai menyelesaikan skripsi ini, yang banyak memberikan ilmu dan pengalaman dalam bidang penelitian khususnya kelengkapan skripsi penulis supaya lebih baik lagi.

6. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya Program Studi Sosiologi yaitu Bang Abel dan Kak Ernita yang telah banyak membantu mengurus berkas dan dokumen yang diperlukan dari awal hingga selesai. .

7. Keluarga yang selalu mendukung keputusan saya, selalu mengarahkan saya ke arah yang baik, selalu menyemangati kuliah, selalu bertanya kebutuhan saya saat perkuliahan, dan selalu memberikan semangat.

8. Teruntuk yang terkasih, Yuli Santa Monica, tetaplah menjadi pendampingku dalam situasi apapun dalam hidupku. Semoga apa yang ingin kita gapai dapat terwujud dengan seijin yang maha kuasa.

9. Untuk kerabat satu kantor Rudenim, khususnya Seksi Perawatan dan Kesehatan yakni Bu Mida, Pak Sahat, Pak Edward, Fasa, dan terimakasih sudah

(10)

v

memberikan saya izin untuk mengurus hal-hal yang penting terkait perkuliahan saya.

10. Teman-teman di Perumahan Bumi Marelan Permai Geo, Danni, Febri, Gery, Waspin, Stepen, Joske terimakasih sudah turut berbahagia karena saya bias menyelesaikan perkuliahan.

11. Teman-teman Sosiologi 2014 yang baik, solid dan luar biasa. Terima kasih banyak atas pengalaman, penghargaan dan kepercayaan kalian semua kepada penulis selama masuk kuliah hingga penulis selesai menyelesaikan skripsi ini, segala dukungan dan semangat kalian akan selalu penulis ingat, terutama kepada Diagung yang menjadi teman diskusi, kepada Adrianus Sianipar, Nivo Panjaitan, Agus Sutiwi, dan juga Efraim Sitepu yang tidak hentinya memberikan semangat, dan terimakasih banyak buat teman-teman P3 Azulnizar Harahap, Rahmad Ulya Khairun, Rio Apsena, Irsyad Maulana, Antonius Buulele, Diagung Putra, Efraim Sitepu. Dan terima kasih banyak buat teman perjuangan sosiologi 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

12. Teman saya Diagung Putra Canceryo Gultom yang selalu memberikan sokongan dana, masukan dan semangat sejak masuk kuliah di program studi Sosiologi, dan selalu mendengarkan curhatan keluh kesah saya, penulis ucapkan sebanyak- banyaknya dan semoga pertemanan kita selalu solid selama-lamanya.

13. Segenap informan yang telah banyak membantu memberkan informasi dan pengalaman hidup yang sangat penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Terutama kepada Kepala Sekolah, Guru dan Siswa - Siswi YPSIM yang terlibat, penulis ucapkan terima kasih banyak.

(11)

vi

14. Yang paling spesial kedua orangtua saya Alm. Djapisman Situmorang dan Orlita Sihombing yang telah membesarkan saya dan mendidik saya sejak kecil dengan penuh kasih sayang, memberikan pengorbanan, dan doa dalam setiap kata untuk keberhasilan penulis. Khusus buat Ayah yang telah berada di sisi Allah semoga tenang disana ya pak dan bangga melihat perjuangan anakmu hingga sekarang dan teruntuk Ibu semoga selalu sehat hingga anakmu bisa membahagiakanmu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran serta kritikan yang bersifat membangun demi kebaikan dan kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan akhir kata dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Januari 2022

Penulis

Darwin Situmorang

140901040

(12)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 9

1.3. Rumusan Masalah ... 9

1.4. Tujuan Penelitian ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1. Manfaat Teoritis ... 10

1.5.2. Manfaat Praktis ... 10

1. 6. Defenisi Konsep ... 11

(13)

viii

1.6.1. Multikultural ... 11

1.6.2. Pendidikan Multikultural ... 12

1.6.3. Interaksi Sosial ... 13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Interaksi Sosial ... 14

2.2. Multikulturalisme ... 16

2.3. Pendidikan Multikultural………17

2.4. Penelitian Tedahulu ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Jenis Penelitian ... 21

3.2. Lokasi Penelitian ... 21

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 22

3.3.1. Unit Analisis ... 22

3.3.2. Informan ... 22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.4.1. Data Primer ... 23

3.4.2. Data Sekunder ... 24

3.5. Interpretasi Data ... 24

(14)

ix

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1.Deskripsi Lokasi ... 26

4.1.1. Gambaran Umum Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda ... 26

4.1.2. profil SMA Sultan Iskandar Muda ... 29

4.1.3. Visi dan Misi Yayasan Perguruan Sultan Iskanda Muda ... 34

4.1.4. Keadaan Guru ... 35

4.1.5. Struktur Organisasi ... 37

4.1.5. Sarana dan Prasarana ... 39

4.2. Profil Informan ... 39

4.3. Kurikulum di Yayasan Sultan Iskandar Muda ... 49

4.4. Implementasi Pendidikan Multikultural Mata Pelajaran Agama ... 73

4.4.1. Integrasi Pendidikam Multikultural dalam Mata Pelajaran Agama.... 78

4.4.2. Program Anak Asuh ... 92

4.4.3. Penyediaan Rumah Ibadah Masing-Masing agama di Sekolah ... 94

4.4.4. Kelas Kebersamaan ... 96

4.4.5 Monumen sekolah yang menjadi representasi visi sekolah ... 100

4.4.6 Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan ... 101

4.5. Analisis Data ... 103

BAB V. PENUTUP ... 109

5.1. Kesimpulan ... 109

(15)

x

5.2. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

LAMPIRAN ... 115

(16)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah siswa YPSIM Tahun 1988-2002 dan 2013/2014 ... 28

Tabel 2. Jumlah Siswa berdasarkan Jenis Kelamin ... 31

Tabel 3. Jumlah Siswa berdasarkan Tingkat ... 32

Tabel 4. Jumlah Siswa berdasarkan Agama ... 32

Tabel 5. Jumlah Siswa berdasarkan Umur ... 33

Tabel 6. Jumlah Guru berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

Tabel 7. Jumlah Guru berdasarkan Ijazah ... 36

Tabel 8. Nilai, deskripsi dan Indikator Pendidikan Multikultural di YPSIM ... 54

Tabel 9. Data Jumlah Anak Asuh ... 94

(17)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. wawancara dengan informan Ebenezer Parulian Dabukke M.Pd ... 115

Gambar 2. wawancara dengan informan Ibu Tri Rizki Zahara S.Pdi ... 116

Gambar 3. wawancara dengan siswa kelas XII Abdul Farid ... 116

Gambar 4. wawancara dengan informan Purna Satya Raz (Guru Agama Budha)117 Gambar 5. wawancara dengan siswa kelas XII Gilbert Yeremi Naibaho ... 118

Gambar 6. Sekolah Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) ... 119

Gambar 7. Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan sekolah YPSIM ... 120

Gambar 8. Rumah Ibadah yang berada di Komplek sekolah YPSIM ... 121

Gambar 9. Keterlibatan siswa dalam mendekor untuk perayaan hari besar keagamaan ... 122

(18)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks, hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu luas. Tercatat jumlah pulau yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mencapai 17.677 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 1,028 etnik (menurut Badan Pusat Statistik) dan menggunakan hampir 746 bahasa. Selain itu masyarakatnya menganut agama yang beragam seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, konghucu serta berbagai macam aliran lainya. Masyarakat dengan berbagai macam keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah masyarakat multikultural. Multukultural keadaan masyarakat yang di dalamnya terdapat keanekaragaman budaya, termasuk di dalamnya terdapat keragaman bahasa, agama, adat-istiadat dan pola-pola sebagai tatanan perilaku anggota masyarakatnya

Dari sinilah muncul konsep multikulturalisme. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan budaya, suku, agama, ras dan antargolongan untuk mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak

(19)

2

kehidupan masyarakat. Artinya masyarakat dengan segala perbedaanya adalah sama di dalam ruang publik sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, suku, jender, bahasa atau agama (wikipedia). Sementara itu, dalam Akhmad Syafei (2009:157) mengartikan bahwa Multikulturalisme adalah sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya etnis orang lain. Artinya, ia meliputi sebuah penilaian terhadap kebudayaan-kebudayaan orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan-kebudayaan tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri (Atmaja, 2003).

Jika ditelaah, konsep multikulturalisme sebenarnya relatif baru dibanding konsep pluralitas (pluralitas) maupun keragaman (diversity). Menurut Bhiku Parekh (Gurpreet Mahajan, Democracy, Difference and justice, 1998, baru sekitar tahun 1970-an gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lainya. Selain itu ketiganya memiliki titik tekan dimana konsep pluralitas mengandaikan adanya “hal-hal yang lebih dari satu” (many), keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang “lebih dari satu” itu berbeda-beda, heterogen dan bahkan tak dapat disamakan. Sedangkan multikulturalisme memberikan penekanan atau penegasan bahwa dengan segala perbedaan itu mereka adalah sama di dalam ruang publik. Sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai satu kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa ataupun agama.

Dalam mencapai transformasi sosial semacam itu, lembaga pendidikan menjadi salah satu pilihan untuk mentransfer nilai-nilai berkesadaran multikultural yang berpijak

(20)

3

pada nilai keadilan dan kesetaraan. Mengacu pada hal itulah muncul wacana pendidikan multikultural di lembaga sekolah. Kemunculan wacana itu sendiri tidak dapat dilepaskan dengan peristiwa gerakan hak-hak sipil yang terjadi pada 1960-an di Amerika. Gerakan ini muncul dilatarbelakangi oleh adanya praktik-praktik kehidupan yang diskriminatif, baik di tempat-tempat publik, di rumah-rumah, di tempat-tempat kerja maupun di lembaga-lembaga pendidikan yang dilakukan oleh sekelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.

Praktik kehidupan yang diskriminatif ini terjadi karena selama tahun 1950-an, Amerika hanya mengenal kebudayaan yang dominan dan mayoritas, yaitu kebudayaan kulit putih. Sementara golongan-golongan lainya yang ada dalam masyarakat tersebut dikelompokkan sebagai minoritas dengan pembatasan hak-hak mereka. Padahal secara factual, Amerika ketika itu dihuni oleh penduduk yang beragam asal-usulnya. Secara umum, menurut Wilson J.Gonzales-Espada, penduduk Amerika dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu: penduduk asli Amerika dan penduduk pendatang.

Pennduduk pendatang datang dari berbagai negara, seperti: Afrika, Polandia, Italia, Jerman dan Spanyol. Terhadap penduduk pendatang ini, ada diskriminasi perlakuan yang berlaku di Amerika. Pembatasan hak-hak sipil pun menjadi kenyataan sehari-hari di masyarakat Amerika ketika itu.

Praktik kehidupan diskriminatif yang terjadi di Amerika pada 1950-an selanjutnya menuai protes dari kelompok minoritas, terutama dari orang-orang Afrika-Amerika yang berkulit hitam. Protes teersebut mengambil 7 bentuk, yaitu: 1) pembentukan terhadap Emmelt Till, seorang anak usia 14 tahun yang berkulit putih pada 1955, 2) memboikot bus umum Montgomery pada 1995, 3) tuntutan agar akomodasi umum

(21)

4

dibuka untuk orang-orang Afrika-Amerika yang berkulit hitam 4) tuntutan kebebasan sepenuhnya untuk memiliki kendaraan umum pada 1961, 5) perjuangan Brimingham yang menuntut kebebasan memperoleh pekerjaan bangi orang-orang yang berkulit hitam pada 1963, 6) kebebasan musim panas yang menuntuk hak-hak untuk memasukkan hak-hak suara bagi orang-orang yang berkulit hitam pada 1964, dan 7) tuntutan untuk memasukkan hak suara bagi orang-orang berkulit hitam ke dalam sebuah undang yang lazim disebut Federal Voting Rights Act pada 1965.

Selain faktor sosial kemasyarakatan, ada faktor lain yang mendorong kemunculan pendidikan multikultural yaitu faktor diskriminasi pendidikan. menurut Banks lembaga-lembaga pendidikan di Amerika pada 1960-an dan 70-an belum memberikan kesempatan yang sama bagi semua ras untuk memperoleh pendidikan.

praktik pendidikan di Amerika pada dua dasawarsa tersebut dan pada tahun-tahun sebelumnya sangat diskriminatif, terutama terhadap anak-anak usia sekolah yang berkulit hitam dan ana-anak disabilitas. Praktik pendidikan yang diskriminatif ini diperkuat oleh kurikulum dan pendekatan pembelajaran yang diskriminatif pula.

Wacana pendidikan multikultural pada perkembangan-perkembnagan yang berikutnya terus bergulir hingga akhir abad ke-20. Kini, pendidikan multikultural tidak hanya diwacanakan melainkan juga dipraktikkan di lembaga-lembaga pendidikan di Amerika, terutama untuk pendidikan dasar dan menengah.

Wacana pendidikan multikultural berikutnya menggema di negara-negara Eropa, seperti: Belgia, Jerman, Perancis, Inggris, Belanda dan Swedia. Di negara-negara tersebut, setelah perang dunia II, terjadi gelombang imigran yang luar biasa, tidak kurang dari 30 juta manusia yang melakukan migrasi dan menyebar ke negara-negara

(22)

5

Eropa. Selanjutnya wacaa global pendidikan multikultural ternyata juga menggema di Australia. Seperti yangterjadi di Jerman, kebutuhan pendidikan multikultural di Australia juga dilatarbelakangi oleh fakta bahwa negeri Australia juga dihuni oleh para imigran dan pengungsi.

Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar Amerika termasuk Indonesia yang terkenal memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya. Itu bisa dibuktikan dengan adanya penyelenggaraan berbagai diskusi, seminar, workshop yang kemudia disusul oleh penerbitan jurnal ataupun buku yang bertema multikuturalisme.

Dalam konteks keindonesiaan, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter- militeristik Orde Baru karena hempasan badai refomasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa namun juga memberi peluang bagi meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultural untuk menangkal semangat primordialisme tersebut.

Secara generik, pendidikan multikultural memang merupakan sebuah konsep yang dibuat untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnik, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negoisasi dan komunikasi dengan warga dari

(23)

6

kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.

Berdasarkan pemahaman itulah Sofyan Tan ingin membuat sebuah yayasan sekolah yang bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat yang beragam. Karena menurut Sofyan Tan (1999:144), hubungan antara warga etnis Tionghoa dengan wajah asli dapat diibaratkan seperti api dalam sekam dari luar nampak sudah padam, tetapi begitu diamati lebih dalam masih dijumpai bara api yang jika disuatu saat dihembus angin akan mudah tersulut atau terbakar menjadi kobaran api yang besar.

Menurut Pelly (1995), Medan sampai tahun 2000-an, belum memiliki kesatuan urban, antara lain karena kota itu tidak memiliki kelompok yang dianggap sebagai kelompok dominan (dominan kultural group) seperti orang Sunda di Bandung, orang Jawa Solo, atau orang Bugis di Makassar, dimana kelompok-kelompok etnik ini dapat dijadikan sebagai rujukan kesatuan budaya. Medan merupakan konfederasi kelompok- kelompok etnik yang dibakukan sejak zaman kolonial, baik dalam pengertian fisik maupun budaya. Dengan setting budaya seperti itu, pemerintah merasa perlu menjadikan lembaga pendidikan sebagai wadah pembauran atau melting pot.

Suatu program pemerintah orde baru untuk mempercepat proses asimilasi melalui generasi muda WNI Tionghoa dan WNI Asli. Karena dalam sekolah-sekolah pembauran diharapkan siswa-siswa yang beragam etnis, budaya dan agama dalam berbagai aktivitas dan interaksi sosial akan tergolong untuk berintegrasi dan terjadinya asimilasi. Dalam generasi mudah WNI Tionghoa dapat meleburkan diri ke dalam

(24)

7

budaya nasional. Usaha-usaha terjadinya asimilasi melalui lembaga pendidikan dapat dilihat dari aturan-aturan baku yang diterapkan di sekolah-sekolah pembauran.

Dengan mendirikan Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) di Medan merupakan sebuah pilihan dimana pendirian YPSIM tersebut dipandang bisa menjadi kendaraan untuk menuju integrasi bangsa sekaligus melahirkan generasi bangsa yang penuh toleransi dan dapat hidup dalam perbedaan.

Pada awalnya sekolah ini dirancang untuk mendekatkan dan mengatasi persoalan warga “asli” dengan etnis Tionghoa yang selama ini dianggap sulit berbaur dan merupakan “pekerjaan” yang harus diselesaikan. Ada beberapa sejarah yang menyebabkan etnis Tionghoa sulit berbaur dengan etnis lain pada masa pada orde baru hingga saat ini, di antaranya: Pertama, Pemakaian bahasa Mandarin dan Hokien masih mendominasi walapun pemakaian Bahasa Mandarin dilarang pada masa Orde Baru, akan tetapi perkembangan bahasa itu diantara cukup besar. Sejak saat itu semua anak - anak golongan/etnis Tionghoa harus menerima pendidikan seperti anak orang Indonesia yang lain secara nasional. Bahkan larangan menggunakan istilah atau nama toko atau perusahaan dengan aksara China (bahasa Mandarin) dilarang untuk diajarkan dalam bentuk formal atau informal. Walaupun bahasa Mandarin merupakan salah satu bahasa internasional yang diucapkan di Forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dampak dari kebijakan Orde Baru ini selama lebih 30 tahun Golongan/ Etnis Tionghoa di Indonesia tidak dapat menikmati kebudayaan mereka sendiri. Larangan pemakaian Bahasa Mandarin berdampak pada komunitas pengobatan China tradisional karena pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia memberi izin

(25)

8

dengan catatan bahwa China Indonesia (komunitas Tionghoa) berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan (Husein, 2015).

Kedua, Pemerintah Orde Baru walaupun hanya memberikan kesempatan kepada golongan/Etnis China di bidang ekonomi untuk mengembangkan usahanya sekalipun dalam suasana diskriminatif. Golongan etnis Tionghoa, populasi yang hanya + 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh dominan di sektor perekonomian Indonesia (Husein, 2015). Hal senada juga ditemukan di Kota Medan bahwa orang Tionghoa mendominasi sektor perekonomian yang cukup besar. Penelitian Amalia (2015), menunjukkan bahwa etos budaya kerja yang dimiliki pedagang etnis Tionghoa terdapat enam etos kerja di antaranya; kerja keras, hemat (hidup sederhana), disiplin, jujur, kemandirian dan profit oriented.

Terbentuknya etos budaya kerja disebabkan oleh faktor kekerabatan, faktor tradisi atau adat-istiadat serta faktor ilmu pengetahuan. Faktor kekerabatan; berguna sebagai melanjutkan usaha keluarga dari generasi ke generasi selanjutnya, faktor budaya;

sebagai kebiasaan pedagang Tionghoa yang sudah melekat dalam usaha perdagangan yang memiliki prinsip “buka awal tutup akhir”, faktor ilmu pengetahuan; latar belakang pendidikan dan kemauan untuk belajar. Etos budaya kerja pedagang etnis Tionghoa berimplikasi terhadap kehidupan bagi pedagang etnis Tionghoa dalam bidang ekonomi dan sosialbudaya. Implikasi bidang ekonomi; memberikan kesejahteraan bagi keadaan ekonomi keluarga, menumbuhkan orientasi masa depan di bidang ekonomi sedangkan implikasi bidang sosial budaya; sebagai eksistensi budaya, memperkuat solidaritas dan semakin mengokohkan identitas atau jati diri.

(26)

9

Singkatnya, paradigma pendidikan multikultural diharapkan dapat menghapus stereotipe satu sama lain, menghilangkan sikap dan pandangan egoistik, indivisualistik dan eksklusif di kalangan anak didik. Sebaliknya, anak didik senantiasa dikondisikan ke arah tumbuhnya pandangan komprehensif terhadap sesama yaitu sebuah pandangan yang mengakui bahwa keberadaan dirinya tidak bisa dipisahkan atau terintegrasi dengan lingkungan sekeliling yang realitasnya atas pluralitas etnis, ras, agama, budaya lainya.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan Sunggal.

1.2 Batasan Masalah

Agar penelitian ini dilakukan secara fokus dan mendalam, maka peneliti memandang perlu ada pembatasan masalah. Oleh karena itu, peneliti membatasi diri hanya berkaitan dengan bagaimana implementasi nilai-nilai multikulturalisme pada mata pelajaran agama yang ada di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Perguruan YPSIM.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan topik ataupun judul penelitian yang akan dijawab dan mencari jalan pemecahanya. Rumusan masalah akan mengarahkan peneliti supaya terfokus dan tidak lari dari jalur yang telah ditetapkan. Oleh karena itu berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar

(27)

10

belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana implementasi pendidikan multikultural pada mata pelajaran agama di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Perguruan YPSIM .

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bagaimana implementasi pendidikan multikulturalisme pada mata pelajaran agama yang ada di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Perguruan YPSIM.

1.5 Manfaat Penelitian

Secara umum, manfaat penelitian ini terdiri atas dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis bermanfaat untuk menambah wawasan ilmiah bagi mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Serta menambah referensi bagi mahasiswa Sosiologi secara khusus dalam multikulturalisme..

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis rangkaian kegiatan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengkaji lebih dalam tentang penelitian mengenai multikulturalisme. Selain itu diharapkan dapat memberikan

(28)

11

manfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam membuat kebijakan yang berhungan dengan pendidikan Multikultural.

1.6 Defenisi Konsep 1. Multikulturalisme

Multikulturalisme menurut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’

Muzhar) adalah mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan oleh masyarakat suatu negara yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama, dan sebagainya namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut.

Menurut (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, watson 2000) multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam konteks ini, tidak jauh beda dengan pendapat para ahli diatas, di Perguruan YPSIM ini juga menitikberatkan pada proses pengharmonisasian masyarakat sekolah dari semua golongan tanpa membeda- bedakan latar belakang (etnis, agama, ras, gender, kemampuan berbeda/difabel), menjungjung tinggi nilai keberagaman, demokrasi, keadilan dan kesetaraan.

Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa terutama guru, apabila melakukan tindakan diskriminasi akan mendapatkan sanksi bahkan sampai yang terberat dikeluarkan karena telah menyalahi budaya sekolah YPSIM yang menghargai segala perbedaan.

(29)

12 2. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikulturalisme versi YPSIM ini diadopsi dari pendidikan multikultural (multikultural education) yang dikembangkan oleh Raihani (2014) dalam buku terbarunya Creating Multikultural Citizen: A Portrayal of contemporary Indonesian education. Pendekatan ini yang dirasa cocok dan relevan untuk menjelaskan model pendidikan multikulturalisme yang dikembangkan dan dijalankan di YPSIM saat ini. Adapun elemen-elemen yang ditawarkan dalam pendidikan multikulturalisme tersebut adalah 1. School vision and policies (visi dan kebijakan sekolah), 2. Leadership and management (kepemimpinan dan manajemen), 3. Capacity and cultures (kapasitas dan kebudayaan), 4. Studen activities (aktivitas peserta didik), 5. Collaboration with wider community (kolaborasi dengan masyarakat luas), 6. Curriculum and teaching (kurikulum dan pengajaran).

Kemudian dari ke enam elemen tersebut, penulis akan mendalami tentang kurikulum pada setiap mata pelajaran, karena menurut data sementara, pendidikan multikultural diterapkan pada setiap mata pelajaran yang telah disusun dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Oleh Guru YPSIM pada jenjang SMA. Adapun penerapan pendidikan multikultural terdapat pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah, Bahasa Inggris, Biologi dan Sosiologi.

(30)

13 3. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

(31)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengarui antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya didalam masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto, proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.

1. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (2012), bahwa interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa dengan dua syarat antara lain sebagai berikut:

 Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain

dimana kontak sosial merupakan awal terjadinya interaksi, dan saling bereaksi satu dengan yang lain meski tidak bersentuhan fisik.

 Komunikasi adalah adanya kegiatan yang saling menafsirkan perilaku yang meliputi pembicaraan, gerakan fisik atau sikap dan perasaan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial

(32)

15

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada beberapa faktor berikut ini.

1. Sugesti

Sugesti adalah pemberian pengaruh pandangan seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti pandangan tanpa berpikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan oleh orang yang berwibawa, mempunyai pengaruh besar atau terkenal di masyarakat.

2. Imitasi

Imitasi adalah tindakan atau usaha untuk meniru tindakan orang lain sebagai tokoh idealnya. Imitasi cenderung secara tidak disadari dilakukan oleh seseorang. Imitasi pertama kali akan terjadi dalam sosialisasi keluarga. Namun, imitasi sangat dipengaruhi oleg lingkungan terutama lingkungan sekolah.

3. Identifikasi

Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh yang lebih dalam dari sugesti dan imitasi karena dilakukan secara sadar

4. Simpati

Simpati adalah suatu proses seseorang merasa tertarik pada orang lain.

5. Empati

(33)

16

Empati adalah kemampuan mengambil atau memainkan peranan secara efektif dan seseorang atau orang lain dalam kondisi yang sebenar-benarnya, seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain seperti rasa senang, sakit, susah dan bahagia. Sikap empati mirip dengan simpati. Perbedaanya, empati lebih menjiwai atau lebih terlihat secara emosional.

6. Motivasi

Motivasi adalah dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan seorang individu kepada individu lain sedemikian rupa sehingga orang yang diberi motivasi tersebut menuruti apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional dan penuh tanggung jawab.

2.2 Multikulturalisme

Kondisi masyarakat yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Dalam kondisi masyarakat tersebut, termasuk di Indonesia, wacana tentang pendidikan multikultural menjadi penting untuk membekali peserta didik memiliki kepekaan dan menghadapi gejala-gejala dan masalah-msalah sosial yang berakar pada perbedaan karena suku, ras, agama, dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.

Sebagai sebuah terminologi yang baru, multikulturalisme muncul dan berkembang di akhir abad ke-20. Multikulturalisme menjadi sebuah gagasan baru

(34)

17

sebagai respon terhadap banyaknya budaya yang beragam terutama di Inggris (Taher Abbas dalam Saliman, 2013). Secara etimologi multikulturalisme berasal dari kata

“multi” yang berarti prulal/banyak, dan “kultural” berarti kultur atau budaya, sedangkan “isme” berarti paham atau aliran. Jadi multikulturalisme secara sederhana adalah paham atau aliran tentang budaya yang plural. Choirul Mahfud (2010: 75) mengatakan bahwa secara hakiki, dalam kata multikulturalisme itu terkandung pengakuan atas martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaanya yang masing-masing unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnnya.

Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui (politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam pengertian yang lebih mendalam istilah multikulturalisme bukan hanya sekedar pengakuan terhadap budaya (kultur) yang beragam, melainkan pengakuan yang memiliki implikasi-implikasi politik, sosial, ekonomi dan lainya.

2.3 Pendidikan Multikultural

Istilah pendidikan multikultural didefinisikan ke dalam berbagai macam sejak kemunculanya pertamanya. Pendidikan bisa dikatakan sebagai proses sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi budaya dalam suatu masyarakat. Pendidikan multikultural dapat dimaknai sebagai proses sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi tentang adanya keragaman budaya (multikultural) dalam masyarakat. Pemahaman bahwa realita masyarakat tidaklah homogen ini yang mendorong upaya penyadaran individu-

(35)

18

individu anggota masyarakat. Hal tersebut perlu diupayakan agar dampak negtif dari heterogenitas masyarakat Indonesia dapat diminimalkan.

James A Bank dikenal sebagai perintis pendidikan multikultural menekankan pada pendidikanya. Menurutnya, pendidikan lebih mengarah pada upaya mengajari bagaimana berfikir dari pada apa yang difikirkan. Siswa harus diajari memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan dan interpretasi yang berbeda-beda. Lebih lanjut dijelaskan bahwa siswa yang baik adalah siswa yang mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi pengetahuan. Para siswa perlu disadarkan bahwa dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Dijelaskan pula oleh Zamroni (dalam Saliman 2013) bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu bentuk reformasi pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara bagi siswa tanpa memandang latar belakangnya, sehingga semua siswa dapat meningkatkan kemampuan yang setara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat dan bakat yang dimiliki.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan akan dipaparkan sebagai berikut :

1. Hasil penelitian Siti Hairiyah (2016) yang berjudul “Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam dan Implementasinya di Lembaga Pendidikan”. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa kurikulum pendidikan agama Islam multikulturalisme merupakan kurikulum yang komponen kurikulumnya terdiri

(36)

19

dari hal-hal berikut: pertama, kompetensi yang berkaitan dengan aspek sikap.

Kedua, kompetensi yang berkaitan dengan aspek pengetahuan. Ketiga, kompetensi yang berkaitan dengan aspek pembelajaran. Materi dalam kurikulum pendidikan multikultural, dalam hal ini memperkenalkan konsep dan tema-tema baru yang berkaitan dengan multikulturalisme. Proses pembelajaran dalam kurikulum multikultural, dalam hal ini dilakukan melalui: pertama, menempatkan ruang kelas sebagai laboratorium. Kedua, memerlukan adanya setting dan lay-out ruang kelas yang dinamis agar proses komunikasi dan interaksi edukatif antar peserta didik dapat berlangsung dengan mudah. Ketiga, memungkinkan pendidik dan peserta didik dapat merumuskan secara bersama tentang tujuan dan materi pembelajaran. Keempat, menempatkan peserta didik sebagai subjek dan proses pembelajaran. Kelima, gaya kepeminpinan pendidik multikultural, dalam hal ini menggunakan tehnik studi kasus, pemecahan masalah, kinerja, pengamatan dan bermain peran.

2. Hasil penelitian dari Zubaedi (2008) yang berjudul “Pendidikan Multikultural:

Konsepsi dan Implementasinya dalam pembelajaran”. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh dengan cara membongkar kukurangan, kegagalan dan praktek-praktek diskriminatif dalam proses pendidikan. pendidikan multikultural menjadi sebuah komitmen untuk memfasilitasi pengalaman belajar yang memberi kemungkinan bagi setiap siswa dalam mengembangkan potensi diri secara maksimal sebagai

(37)

20

pelajar dan sebagai pribadi yang aktif serta memupuk kepekaan sosial tinggi dalam pergaulan lokal, nasional dan global.

Pembelajaran yang berparadigma multikultural memerlukan dukungan sistem budaya yang tidak monolitik, kaku, penuh prsangka/bias, hegemonik dan etnosentris. Sebuah praktek pendidikan dianggap berparadigma multikulturalisme jika memiliki ciri-ciri dasar sebagai berikut. 1. Berupaya mewujudkan pemahaman dan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya dan masyarakat.

2. Mengreksi dan merehabilitasi kesalahan sekolah dalam mendidik anak yang berbeda budaya khususnya dari golongan miskin dan minoritas. 3. Ada hubungan erat antara proses, struktur dan substansi, tindakan dan pendidikan multikultural merupakan suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan secara menyeluruh dengan membongkar kekurangan, kegagalan dan refleksi, pengetahuan da nilai pemikiran dan metodologi dan antara sarana pendidikan dengan tujuan pendidikan. 4. Dimaksudkan untuk mewujudkan persamaan dalam kesempatan pendidikan bagi siswa yang berlatar belakang berbeda-beda.. 5. Ada sebuah titik temu antara warisan budaya, pengalaman, sudut pandang dan sumbangan yang beraneka ragam.

(38)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip- prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial.

Penelitian deskriptif juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007:68). Artinya data yang dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, cacatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo dan dokumen resmi lainya.

3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di Perguruan Sultan Iskandar Muda tepatnya di Jalan Tengku Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Medan Sunggal. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di tempat tersebut karena peneliti melihat bahwa perguruan tersebut menerapkan pendidikan berbasis multikulturalisme sehingga sangat relevan dengan masalah yang dibahas oleh peneliti.

(39)

22 3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2008:266). Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian lain, unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau komponen yang diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga. Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi, budaya, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahanya. Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis penelitian adalah Guru dan Siswa di Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan

3.3.2 Informan

Informan penelitian di dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan bagaimana langkah yang ditempuh peneliti agar data atau informasi dapat diperoleh. Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami permasalahan penelitian (Bungin 2014:78). Adapun informan yang menjadi subjek penelitian adalah :

1. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah dan Guru pada masing-masing agama yang sudah mengajar di YPSIM minimal 6 tahun, karena dalam waktu tersebut peneliti menganggap guru sudah memiliki pengalaman dalam menjalankan pendidikan multikultural.

2. Informan pendukung adalah siswa/siswi kelas XII SMA yang ada di Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan.

(40)

23 3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan digunakan berdasar dari dua sumber yaitu dengan pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

a) Observasi

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115). Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainya. Adapun yang menjadi objek observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung ke lokasi penelitian dan mengamati bagaimana aktivitas sosial sebelum dilanjutkan kepada wawancara yang mendalam.

b) Wawancara

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada orang-orang yang menjadi informan dari peneliti, ini bisa disebut dengan metode interview guide yakni aturan-aturan daftar pertanyaan yang dijadikan acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berulang-ulang kali dan membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan di

(41)

24

lokasi penelitian (Bungin 2007:108). Wawancara mendalam yang dimaksud adalah percakapan yang sifatnya terbuka dan tidak baku. Wawancara dilakukan bertujuan untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang multikulturalisme yang diterapkan di YPSIM.

c) Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian (Suhartono 1990:70). Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dimaknai sebagai data yang tidak diperoleh dari sumber pertama atau data penunjang dan pendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka dan pencetakan dokumen yaitu dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku referensi, dokumen, jurnal dan internet yang berisikan tentang multikulturalisme, pendidikan multikulturalisme yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap pengkajian data yang mencakup perilaku objek, hasil wawancara, temuan data di lapangan yang yang teridentifikasi dan

(42)

25

bahan-bahan kepustakaan yang telah dikumpulkan. Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Setelah itu data yang diperoleh dipelajari dan ditelaah kembali untuk mencari jawaban dari pertanyaan rumusan masalah sehingga tebentuklah solusi. Lalu data yang sudah lengkap direduksi dengan cara abstraksi. Interpretasi data merujuk pada pemberian makna dan pembagian ide-ide berdasarkan hasil penelitian (Nanang Martono, 2016:124).

(43)

26 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1 Gambaran Umum Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) adalah salah satu sekolah swasta yang terletak di kota Medan, lokasinya berada di jalan Tengku Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Medan Sunggal. YPSIM yang mengemban visi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan diskriminasi sosial ini berdiri pada tahun 25 Agustus 1987. Adalah dr. Sofyan Tan, yang berinisiatif penuh dalam mendirikan sebuah sekolah dengan alasan utama untuk menyediakan akses pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu. Selain itu beliau punya kesadaran bahwa negara Indonesia yang komposisi penduduknya sangat beragam harus ditanamkan sikap yang tidak rasis tetapi menghargai keberagaman yang ada tanpa memandang suku, agama, etnis, ras, kelas, bahasa dan lain-lain. Hal itulah yang pada kemudian hari nama sekolah ini memiliki sebutan sebagai “sekolah pembauran”. Nama Sultan Iskandar Muda dipilih sebagai nama sekolah karena merupakan sultan Aceh pertama yang memiliki wawasan dan pengetahuan kebangsaan yang luas. Dengan harapan bahwa nantinya generasi muda yang akan menempuh pendidikan di sekolah ini akan menjadikan Sultan Iskandar Muda sebagai inspirasi dan meneladani sikapnya.

Pada awalnya sekolah ini berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 1.500 m² yang dipinjamkan oleh seorang warga Melayu bernama Datuk M.Bahar. Modal untuk membangun gedung sekolah, membayar tukang bangunan, ongkos ukur tanah

(44)

27

diperoleh dari pinjaman beberapa simpatisan yang mendukung gagasan didirikanya sekolah. Bahkan untuk material bangunan, diutang dari panglong karena modal yang minim. Bulan April 1988 adalah permulaan dibangunya kelas yakni 11 ruangan, yang digunakan untuk proses belajar mengajar sebanyak 7 lokal masing-masing Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk ruangan kepala sekolah sebanyak 2 lokal, 2 lokal lagi untuk ruang guru dan tata usaha.

Setelah pembangunan ruangan kelas selesai dan sudah siap untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar, maka pada tahun ajaran 1988 itu dibukalah pendaftaran penerimaan siswa, ketika itu jumlah siswa yang mendaftar kurang lebih 145 orang, masing-masing Tionghoa 40% dan non Tionghoa 60%. Pada saat itu kebanyakan yang bersekolah di YPSIM adalah anak-anak sekitaran Medan Sunggal, yang kondisi orang tuanya cenderung terdiri dari kelas menengah kebawah. Menurut kepala sekolah saat ini, Edy Jitro Sihombing Mpd ini merupakan implementasi pendidikan multikultural yang paling dasar, dimana semua anak-anak diterima disekolah YPSIM tanpa ada pembeda-bedaan, bahkan dari kelas menengah kebawah sekalipun. YPSIM menerima siswa bukan karena siswa mampu membayar semua biaya-biaya sekolah tetapi dari kalangan ekonomi lemah juga ditampung.

Dari keterbatasan ruangan tadi diikuti pula oleh fasilitas sekolah yang belum bisa disediakan dalam rangka menunjang proses pengembangan siswa menjadi lebih baik.

Perpustakaan dan laboratorium yang biasanya ada pada sekolah pada umumnya belum bisa disediakan karena untuk ruangan kelas, kepala sekolah, tata usaha serta ruangan guru saja dalam perjalananya membutuhkan usaha yang tidak mudah.

(45)

28

Tahun 1990, jumlah siswa membengkak menjadi 485 orang. Akibatnya kelas yang ada tidak mampu lagi untuk menampung. Melihat kondisi tersebut, pendiri yayasan Sofyan Tan melakukan peminjaman ke Bank untuk membiayai pembangunan ruangan kelas baru. Selain itu juga ada upaya untuk meminta bantuan kepada para pengusaha Tionghoa namun terkesan tidak terlalu berpengaruh karena tidak banyak yang tertarik dengan ide sekolah pembauran ini.

Pada tahun-tahun berikutnya, ledakan pertumbuhan siswa juga terus mengalami peningkatan yang otomatis membutuhkan ruangan kelas baru untuk menampung siswa- siswi. Tercatat pada tahun ajaran 1994/1995 jumlah siswa di YPSIM sudah mencapai 878 orang dan pada tahun ajaran 2002/2003 sudah mencapai ribuan yakni 1.524 orang.

Tabel berikut menggambarkan peningkatan siswa YPSIM dari tahun ketahun serta dengan komposisi etnis siswa-siswinya.

Tabel 1. Jumlah siswa YPSIM Tahun 1988-2002 dan 2013/2014

No Tahun WNI Non

Tionghoa

% WNI

Tionghoa

% Total

1 1988/1989 84 46.15 98 53.85 182

2 1989/1990 122 37.65 202 62.35 324

3 1990/1991 206 43.37 269 56.63 475

4 1991/1992 275 43.44 358 56.56 633

5 1992/1993 319 43.34 417 56.66 736

6 1993/1994 361 44.99 428 55.01 789

7 1994/1995 435 49.54 443 50.45 878

(46)

29

8 1995/1996 563 54.66 467 45.33 1.030

9 1996/1997 715 57.11 537 42.89 1.252

10 1997/1998 901 62.31 545 37.69 1.446

11 1998/1999 821 61.82 507 38.18 1.328

12 1999/2000 907 63.60 519 36.40 1.426

13 2000/2001 961 67.25 468 32.75 1.429

14 2001/2002 969 67.71 462 32.28 1.431

15 2002/2003 1.058 69.42 465 30.21 1.524 16 2003/2004 1.064 67.68 508 32.32 1.572 17 2013/2014 1.846 76.66 562 23.33 2.409 Sumber : Laporan Tahunan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi

Seiring berjalanya waktu, berbagai fasilitas YPSIM juga terus bertambah. Areal kompleks sekolah saat ini kurang lebih satu hektar. Sekolah ini juga sudah memiliki fasilitas laboratorium komputer, ruang musik serta perpustakaan yang menyediakan buku pelajaran dan buku bacaan umum.

4.1.2 Profil SMA Sultan Iskandar Muda

Profil sekolah dimaksudkan untuk menggambarkan atau menceritakan sekolah SMA SIM sebagai lokasi penelitian. Jenjang SMA yang berada dalam naungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ini berdiri pada tanggal 08-08-1988 dengan SK Pendirian Sekolah 390/I05/A 1988. Beralamat di jalan Tengku Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan, kode pos 20121.

(47)

30

SMA ini berada tepat di dalam kompleks gedung bertingkat Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda diatas tanah kurang lebih 1 ha. Gedung SMA ini bersatu dengan jenjang pendidikan lainya yakni jenjang SD,SMP dan SMK. Sekolah yang Nomor Pokok Sekolah Nasional : 10210843 saat ini dikepalai oleh Bapak Edy Jitro Sihombing MPd. Tercatat beliau sudah berada di YPSIM mulai tahun 1996, itu artinya beliau sedang menjalani tahun ke 22 mengabdi untuk YPSIM, sedangkan untuk menjabat kepala sekolah sudah 11 tahun sampai sekarang.

Izin Operasional :KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MEDAN

NO. SK : 420/10.021/DIKMENJUR/2014, 8 OKT 2014

NSS : 304076006210

NDS : 3007120133

NPSN : 10210843

NIS : 301700

JENJANG AKREDITASI : A

TAHUN BERDIRI :1987

Seiring dengan berjalanya waktu, SMA ini makin lama semakin mengalami peningkatan dalam semua bidang termasuk jumlah siswa. Tercatat sampai saat tercatat

(48)

31

jumlah siswa-siswi yang ada mencapai 700an, pada umumnya berasal dari daerah tempat sekolah itu berdiri yakni sekitaran Medan Sunggal. Berikut data detail jumlah siswa berdasarkan jenis kelamin di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda.

Tabel 2. Jumlah Siswa berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 313 44

Perempuan 408 56

Total 721 100

(Sumber: SMAS Sultan Iskandar Muda 2018).

Dari tabel diatas terlihat jelas bahwa komposisi murid ditinjau dari jenis kelamin menunjukkan jumlah siswa yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak yakni sejumlah 408 orang dibanding siswa yang berjenis kelamin laki-laki yang hanya berjumlah 313 orang.

Kemudian jumlah siswa sebanyak 721 orang tersebut terbagi kedalam tiga tingkat kelas pada jenjang SMA yakni kelas X, XI dan XII. Berikut tabel berdasarkan tingkat kelas yang ada pada jenjang SMA. Kelas X adalah jumlah terbanyak dari ketiga kelas ini, dimana tercatat jumlah siswa yang ada berjumlah 288 orang, disusul kelas XI sebanyak 222 orang, diikuti kelas XII sebanyak 211 orang. Total jumlah siswa dari ketiga tingkat kelas adalah 721 orang. Berikut tabelnya.

(49)

32

Tabel 3. Jumlah Siswa berdasarkan Tingkat

Tingkat Jumlah %

X 288 40

XI 222 31

XII 211 29

Total 721 100

(sumber: SMAS Sultan Iskandar Muda 2018).

Sebagai sekolah yang mengutamakan keberagaman, sekolah ini juga menerima semua kalangan tanpa melihat latar agama siswa. Hal itu terlihat dari jumlah siswa berdasarkan agama cukup variatif. terlihat dalam tebel ada penganut agama-agama resmi di Indonesia yakni agama Islam 376 orang, kedua ada Kristen sebanyak 172 orang, kemudian ketiga ada agama Katholik berjumlah 36 orang, diikuti agama Hindu sebanyak 25 orang dan terakhir agama Budha sebanyak 11 orang. Total keseluruhan ditinjau dari jenis agama yang dianut. Data tersebut bisa dikonfirmasi melalui tabel yang disajikan berikut ini.

Tabel 4. Jumlah Siswa berdasarkan Agama

Agama Jumlah %

Islam 376 53

Kristen 172 24

Katholik 36 4,9

Hindu 25 3

(50)

33

Budha 111 15

Kong Hu Chu 0 0

Lainnya 1 0,1

Total 721 100

(sumber: SMAS Sultan Iskandar Muda 2018)

Dari sisi umur, sebagaimana sekolah SMA pada umumnya, siswa di YPSIM ini terlihat didominasi oleh siswa berumur antara 16-18 tahun dengan jumlah 664 orang.

Sementara untuk siswa umur dibawah 16 tahun tetapi sudah berada pada jenjang SMA, tercatata ada sebanyak 36 orang. Ada juga siswa yang masih pada tingkat SMA tapi umurnya sudah 18 lebih terlihat dalam tabel dibawah sebanyak 21 orang. Dari total jumlah kelompok penduduk berdasarkan umur pada jenjang SMA berjumlah 721 orang.

Berikut tabel detailnya

Tabel 5. Jumlah Siswa berdasarkan Umur

Umur Jumlah %

< 16 Tahun 36 5

16 – 18 Tahun 664 92

>18 Tahun 21 3

Total 721 100

(sumber: SMAS Sultan Iskandar Muda 2018)

(51)

34

4.1.3 Visi dan Misi Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Setiap lembaga pendidikan pasti memiliki visi dan misi untuk mencapai tujuan dalam sebuah proses pembelajaran. Visi menjadi elemen paling penting dalam menentukan suksesnya sebuah aktivitas pendidikan, dalam artian visi menjadi kerangka dan tulang punggung dari semua aktivitas yang dilaksanakan di sekolah. Adapun visi yang ditetapkan di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda adalah sebagai berikut:

“Menjadi sekolah yang unggul dalam IPTEK dan mendukung keberagaman dalam suasana kebersamaan.

Untuk misinya sendiri adalah

1. Menciptakan suasana belajar yang aman, harmonis dan kondusif.

2. Meningkatkan kinerja para guru, staf dan pegawai berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.

3. Mewujudkan nilai-nilai pendidikan dalam bentuk siswa/siswi yang beriman, bertaqwa dan produktif.

4. Membekali peserta didik dengan keterampilan bidang seni dan olahraga.

5. Menumbuhkan jiwa persatuan dan kesatuan dengan tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan status sosial ekonomi serta jenis kelamin.

6. Menjadikan lulusannya mempunyai life skill untuk dapat diterima di dunia kerja.

7. Menumbuhkan kerjasama dengan instansi lain dalam pengembangan kualitas dan kuantitas siswa.

8. Menumbuhkan sikap kepedulian sosial siswa secara optimal terhadap lingkungan sekolah dan sekitarnya.

(52)

35

9. Melaksanakan bimbingan dan pembelajaran secara efektif sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimiliki untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

10. Menjadikan siswa yang memiliki dedikasi, disiplin, jujur, inovatif, tekun dan ulet sebagai wujud pengembangan SDM yang unggul.

4.1.4 Keadaan Guru

Guru adalah salah satu faktor terpenting di dalam keberlangsungan lembaga pendidikan. Ini dimaksudkan agar setiap proses kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik sebagaimana yang diharapakan agar tercapai visi dan misi sekolah yang telah ditentukan diawal.

Guru di SMA YPSIM sendiri ada sebanyak 26 orang. Untuk mendapat gamabaran yang lebih jelas, berikut data guru dalam bentuk tabel ditampilkan berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 6. Jumlah Guru berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 10 38

Perempuan 16 62

Total 26 100

(sumber: SMAS Sultan Iskandar Muda 2018)

Jumlah guru yang berada di SMA Sultan Iskandar Muda tercatat sebanyak 26 orang terbagi dalam beberapa mata pelajaran. Guru yang berjenis kelamin perempuan terlihat lebih banyak dibandingkan dengan guru yang berjenis kelamin laki-laki.

(53)

36

Masing-masing berjumlah 16 orang diikuti laki-laki sejumlah 10 orang, jumlah keseluruhan mencapai 26 orang. Para guru inilah salah satu elemen yang telah membantu tercapainya sasaran pendidikan SMA Sultan Iskandar Muda yang telah ditetapkan di visi dan misi sekolah. Melaksanakan tugas dan peran dengan maksimal sehingga transfer ilmu kepada siswa berada pada kondisi optimal.

Sedangkan ditinjau berdasarkan pendidikan, guru-guru di SMA YPSIM bisa dilihat dalam tabel dibawah.

Tabel 7. Jumlah Guru berdasarkan Ijazah

Ijazah Tertinggi Jumlah %

Kurang dari S1 0 0

S1 atau Lebih 26 100

(sumber: SMAS Sultan Iskandar Muda

Para guru yang mengajar di SMA Sultan Iskandar Muda merupakan pengampuh mata pelajaran yang sudah mendapatkan pendidikan di universitas sesuai mata pelajaran. Kondisi itu dibuktikan dari gelar pendidikan terakhir yang mereka capai adalah tingkat S1 (Sarjana) bahkan beberapa dari guru sudah ada yang memperoleh gelar M.Pd, yang artinya sudah menjajaki pendidikan setingkat lebih tinggi dari pada sarjana.

Ini membuat kondisi intelektual di ligkungan SMA Sultan Iskandar Muda sudah memenuhi standart atau kriteria yang dibutuhkan sebagai seorang guru seperti sekolah kebanyakan pada umumnya.

(54)

37

Dalam KBM di kelas guru mengacu pada student centered. Guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa yang aktif untuk menemukan penyelesaian dalam pembelajaran. Untuk membuktikan teori yang ada kegiatan praktikum menjadi salah satu program yang dilaksanakan oleh guru, disamping memanfaatkan lingkungan sebagai media belajar misalnya kegiatan outdor, kunjungan museum, kebun botani dan lain sebagainya.

Guru di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda juga selalu mendapat pelatihan atau sosialisasi terkait bagaimana menerapkan pendidikan multikultural. Pihak yayasan mengundang para akademisi, pemerintah kota maupun aktivis untuk memberikan penyuluhan. Hal ini penting karena guru menjadi pemegang peran sentral dalam mewujudkan pendidikan multikultural kepada siswa, sehingga menjadi keharusan untuk terus memupuk dan meningkatkan kapasitas setiap guru.

4.1.5 Struktur Organisasi

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan dalam usaha mensukseskan pendidikan formal suatu sekolah mesti memiliki struktur oeganisasi yang baik yakni suatu badan yang mengatur segala urusan untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi merupakan kerangka dan susunan pewujudan pola hubungan diantara fungsi, tugas, wewenang serta taggung jawab yang berbeda-beda. Struktur organisasi SMA Yayasan Pergurun Sultan Iskandar Muda Medan, Sunggal dapat dilihat dalam foto terlampir. (Dokumentasi 4 Juni 2018)

Gambar

Tabel  berikut  menggambarkan  peningkatan  siswa  YPSIM  dari  tahun  ketahun  serta  dengan komposisi etnis siswa-siswinya
Tabel 2. Jumlah Siswa berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 3. Jumlah Siswa berdasarkan Tingkat
Tabel 5. Jumlah Siswa berdasarkan Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dasar dan Menengah Jl. Ujung Pandang No. Palm Raja No.. Tello Baru Kec. Petrus Rasul Stasi Nipa-Nipa Antang Paroki St. Paulus Tello Jl. Inspeksi PAM LR. Campagaya Utara Km.

Saat langkah bebas kopling terlalu jauh maka unit kopling tidak dapat merededam daya dari mesin bakar karena realese bearing tidak dapat menekan pegas diafragma dengan maksimal

28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, kembali Tim Badan Sertifikasi Asosiasi (BSA) HATTI akan mengadakan Sertifikasi Ahli Muda dan Ahli Madya

dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Senatb.

28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, kembali Tim Badan Sertifikasi Asosiasi (BSA) HATTI akan mengadakan Sertifikasi Ahli Muda dan Ahli Madya

perguruan tinggi negeri lain sesuai dengan ketentuan..

Acara yang digagas untuk dilakukan rutin dan dalam suasana yang lebih santai ini diharapkan dapat bermanfaat pada peningkatan kualitas dan kesadaran akan perlunya