• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.4. Implementasi Pendidikan Multikultural Mata Pelajaran Agama

4.4.2. Program Anak Asuh

Yayasan Pergurun Sultan Iskandar Muda (YPSIM) merupakan sekolah yang peduli dengan anak-anak yang secara ekonomi tegolong miskin atau kurang mampu.

Dimana untuk menggenapi rasa peduli tersebut sekolah ini melakukan terobosan program anak asuh yang sekaligus menjadi pembeda dengan sekolah pada umumnya.

Program ini dimulai sejak tahun 1989 yang bertujuan untuk menyediakan akses pendidikan terhadap anak-anak yang karena tidak bersekolah banyak bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga, kernet angkutan umum dan pekerjaan kasar lainya. Keluarga miskin biasanya cenderung akan melahirkan keluarga miskin juga sehingga sikap yang ada pada golongan masyarakat kurang mampu adalah pesimis dalam mencapai kemajuan hidup.

Disinilah peran YPSIM dibutuhkan untuk menghadirkan akses pendidikan yang bekualitas untuk keluarga yang pesimis akan kemajuan hidup mereka. Namun disadari betul bahwa YPSIM juga punya keterbatasan dana dalam merangkul semua anak-anak dari keluarga kurang mampu, maka dari situ muncul sebuah ide untuk melibatkan masyarakat dari kalangan orang mampu yang etnis Thionghoa maupun yang lokal.

Inilah yang disebut program anak asuh..

93

Masyarakat dermawan yang datang dari berbagai kalangan tersebut diwajibkan untuk memilih anak asuh yang berasal dari luar etnis atau agamanya. Misalnya ketika orangtua asuh berasal dari warga Thionghoa maka dia harus memilih anak asuh non Thionghoa pun begitu sebaliknya, ketika donaturnya berasal dari warga loka maka dia harus mengambil anak asuh yang Thionghoa.

Sistem menyilang seperti ini diharapkan akan mampu mengurang stereotip terhadap masing masing karena akan merubah stigma-stigma negatif yang beredar dimasyarakat, seperti misalnya Thionghoa yang biasa diidentikan dengan pelit, batak berperangai kasar dan stigma-stigma negatif lain akan tereduksi didalam pemikiran siswa.

Keuntungan lain dari program ini adalah ketika siswa yakni anak asuh tidak melanjutkan sekolah ketahap yang lebih tinggi dan orang tua asing misalanya memiliki perusahaan maka secara langsug orangtua asuh dapat langsung menangkat menjadi karyawan di perusahaanya. Dari situ juga anak asuh dapat mempelajari etos kerja orangtua asuhnya, sementara orang tua mendapatkan loyalitas dari anak asuh yang sudah tidak diragukan lagi sehingga sifatnya menjadi lebih simbiosis mutualisme.

Dalam program ini YPSIM melakukan inverstigasi terlebih dahulu, melakukan wawancara untuk melakukan seleksi anak asuh setelah lolos kemudian pihak orang tua akan diundang kesekolah untuk membicarakan masa depan anak tersebut. Tahapan selanjutnya adalah mengikuti tes tertulis baik itu tes kecerdasan maupun psikologi.

Faktor utama penerimaan anak asuh lebih condong karena faktor ekonomi yang kurang mampu. Ketika anak sudah dipilih dengan tepat sasaran baru sekolah akan mengirimkan

94

profil singkat kepada calon orangtua asuh untuk kemudian orangtua asuh menetukan pilihan terhadap calon anak asuhnya.

Tabel 9. Data Jumlah Anak Asuh

No Tahun Ajaran Jumlah

1 2015/2016 86 siswa

2 2016/2017 114 siswa

3 2017/2018 107 siswa

(sumber: Data YPSIM 2018)

4.4.3 Penyediaan rumah ibadah masing-masing agama yang ada di sekolah Penyediaan rumah ibadah masing-masing agama yang ada di lingkungan sekolah seperti Mesjid untuk siswa beragama Islam, Gereja untuk siswa Kristen, Vihara untuk Budha dan Pura untuk siswa Hindu dibangun di sekitar kompleks sekolah merupakan salah satu wujud pengimplementasian pendidikan multikultural yang dilakukan oleh pihak sekolah. Sekolah melakukan terobosan ini karena siswa dianggap tidak cukup diajarkan dengan hanya belajar dikelas secara formal dan teoritis, tetapi lebih dari itu harus mampu dipraktekkan senyata mungkin agar substansi yang hendak disampaikan dalam mata pelajaran agama dapat dirasakan langsung oleh siswa/siswi Perguruan Sultan Iskandar Muda.

Seperti pernyataan dari kepala sekolah bapak Edy Jitro sebagai berikut:

95

“kita ingin mewujudkan demokrasi sebagai salah satu nilai multikultural melalui kebebasan beragama. Ya tentu difasilitasi melalui penyediaan rumah ibadah mini. Kita bangun tempat ibadah mini tujuanya supaya siswa merasakan secara langsung bahwa bangsa kita penuh dengan keberagaman, bahkan di kampus sekalipun jarang ada rumah ibadah masing-masing agama di Indonesia”.(Edy Jitro)

Senada dengan itu, guru agama Budha juga mengungkapkan hal yang hampir sama sebagai berikut:

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa penyediaan rumah ibadah mini merupakan salah satu praktik yang dilaksanakan di Perguruan Sultan Iskandar Muda sekaligus menjadi indikator bahwa konsep pendidikan multikultural yang diusung oleh pihak yayasan dijalankan dengan baik khususnya dalam mata pelajaran agama.

Pendidikan agama yang dilakukan bukan hanya dalam tataran formal diruangan kelas melainkan mempraktikkan langsung melalui penyediaan sarana-prasarana yang berhubungan dengan pelajaran agama.

Pelajaran agama dirasa tidak cukup hanya dipelajari secara teori, namun juga harus sebisa mungkin dirasakan oleh siswa/siswi Perguruan Sultan Iskandar Muda sehingga inti dari belajar agama menyangkut keberagaman agama yang ada dapat diterima dan terinternalisasi dalam pemikiranya. Hal ini juga dimaksudkan untuk mempermudah siswa untuk bisa beribadah dengan kapan saja siswa/siswi ingin melakukanya.

96

Praktik pendidikan multikultural melalui penyediaan rumah ibadah ini merupakan wujud bahwa pihak sekolah berusaha untuk menghargai keberagaman agama yang ada di lingkungan sekolah. Dengan begitu diharapkan siswa secara tidak langsung akan terbiasa dengan budaya sekolah yang sangat mengutamakan penghargaan pada setiap siswa tanpa ada pembedaan-bedaan, tanpa diskriminasi agama mayoritas dan minoritas tetapi menjunjung tinggi persamaan derajat setiap siswa.

Sebagai salah satu isu yang sensitif ditengah masayarakat, penyediaan rumah ibadah mengajarkan secara langsung tentang betapa pentingnya agar setiap warga sekolah menerima dan menghargai perbedaan agama yang menjadi realitas sosial di tengah masyarakat. kondisi ini sering menjadi permasalahan dimana tidak jarang di tengah masyarakat terjadi konflik khususnya pelarangan rumah ibadah berdiri, sekelompok masyarakat melakukan penyegelan rumah ibadah dan contoh lainya.

Dengan demikian penyedian fasilitas ini memberitahukan kepada siswa mengenai kebiasaan-kebiasaan, ritual keagamaan yang berbeda dengan dirinya, sehingga akan berdampak pada terpupuknya jiwa toleransi, saling menghargai antar semua warga sekolah.

4.4.4 Kelas Kebersamaan

Kelas kebersamaan menjadi salah satu praktik pendidikan multikultural yang dilaksanakan di Perguruan Sultan Iskandar Muda. Tercatat sejak tahun 2014 yayasan ini mencetuskan ide tersebut dalam upaya bagaimana agar siswa-siswi yang bersekolah disini memiliki sikap dan pikiran yang positif terhadap keberbedaan agama yang ada di

97

Indonesia khususnya di lingkungan sekolah. Kekuatiran berkembangnya pemikiran yang fanatik terhadap suatu agama yang bertentangan dengan semangat pancasila dan bhinneka tunggal ika menjadi dasar kelas kebersamaan diperkenalkan keseluruh siswa.

Hal tersebut sesuai denga pernyataan guru agama kristen Bapak Dabukke:

“Kelas kebersamaan baru-baru aja kita lakukan kemarin sampai masuk di koran, kita semua guru agama naik keatas, dalam sebuah ruangan.

Itu kita panggil siswa SMA sistemnya bergiliran dan yang kemarin itu kelas XI berkumpul dalam satu ruangan, lalu kita bawa sebuah topik, topik itulah yang dikembangkan di kelas. Misalnya kemarin mengangkat isu radikalisme, jadi kita diskusi bersama, saling tukar pikiran mengenai radikalisme seperti teroris yang kemarin marak terjadi.

Misalnya teroris, guru agama islam jelaskan teroris itu seperti apa?, nanti saya dari pandangan agama Budha seperti apa? Baru giliran saya menjelaskan, begitupun dengan yang lain. Jadi kita semua berperan dalam kelas itu.

Senada dengan itu, guru agama Budha bapak Satya Raz juga memiliki pernyataan yang hampir sama sebagai berikut:

“Kelas kebersamaan biasanya dilaksanakan pada permulaan ajaran baru, itu pasti. Kemudian juga minimal dilakukan dalam satu bulan sekali. Kalau untuk topiknya biasanya seputar tentang kasih, saling menghargai. Karena semua agama mengajarkan tentang hal itu. Kami menekankan itu sih toleransi beragama, mengenalkan masjid dengan

98

yang non muslim, mengenalkan gereja dengan yang lain, seperti itu”.

(Tri Rizky)

“ada disini kami buat satu sesion, berkumpul semua agama itu dan keempat guru agama itu hadir di depan. Yang Islam, Kristen, Hindu dan Budha semua hadir. Karena sederhana sekali kalau berbicara tentang agama, saya mau tanya, agama mana yang tidak mengajarkan kasih?tidak ada. Berarti semua agama itu mengajarkan kebaikan, tidak ada yang mengajarkan kebencian. Disitu saja kalau semua mengajarkan kebaikan damailah bangsa ini. Jadi di agama seperti itu.

Jangan menyalahkan agama lain. Kita mesti berfikir bahwa agama itu baik adanya”. (Edy Jitro)

Dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa kelas kebersamaan dilakukan di Perguruan Sultan Iskandar Muda dalam rangka mewujudkan konsep pendidikan multikultural, praktik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan semua guru agama mulai dari Islam, Kristen, Hindu dan Budha masuk kedalam sebuah ruangan dan secara bersama-sama mengajar kepada siswa dengan materi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Biasanya materi bahasan diambil dari nilai-nilai yang umum (universal) yang semua agama mengajarkannya pada umatnya.

Selain itu kelas kebersamaan juga terkadang mengambil topik dari isu-isu sosial yang tengah menyita pehatian publik, menjadi pemberitaan di media seperti Televisi.

Seperti contohnya peristiwa bom bunuh diri, penyegelan rumah ibadah atau pun tentang maraknya radikalisme.

99

Dalam kelas kebersamaan ini, pembelajaran biasanya diawali dengan berdoa.

Berdoa secara bergantian dipinpin oleh peserta didik yang diwakili oleh setiap agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha). Kemudian setelah selesai berdoa, giliran guru agama untuk menyampaikan tujuan dan maksud tujuan kelas kebersamaan dilakukan sekaligus memberi tentang hal-hal yang berhubungan dengan menghargai keberagaman, toleransi, persaudaraan atau mungkin mengambil salah satu kasus yang sedang viral di media massa.

Pada saat pemberian materi oleh guru agama dari sudut pandang agama masing-masing, pada intinya harus diberi penekakanan bahwa semua manusia itu memiliki harkat dan martabat yang sama dalam masyarakat. Semua siswa harus mendengarkan pemaparan dari setiap guru kendati yang menjelaskan bukan dari ajaran agamanya sendiri karena praktik ini juga merupakan salah satu wujud pembelajaran toleransi.

Seperti pernyataan guru agama Budha sebagai berikut:

“jadi kelas kebersamaan ini semua guru agama masuk, menjelaskan tapi gak bawa ajaran agama-agama masing, aplikasinya. Contoh

“indahnya kebersamaan ditengah keberagaman” jadi saya yang menjelaskan ini, guru lain ganti-gantian. Tapi tidak kaku. Kemarin kami buat, bisa dilihat dikoran dua minggu yang lewat, artinya ada bukti konkret ya. Kami masuk dalam satu ruangan, menjelaskan sambil memberi motivasi, sambil dibuat semacam game, setelah itu gantian dari guru agama lain. (Satya Raz)

100

4.4.5 Monumen sekolah yang menjadi representasi visi sekolah

Diantara kawasan rumah ibadah terdapat monumen Pohon Bisbul dan Rumah Tawon sebagai simbol monumen. Monumen sekolah sebenarnya dapat berbentuk dan berukuran apa saja tergantung dari tujuan dan pesan yang ingin disampaikan pada yang melihatnya. Satu yang pasti bahwa monumen cenderung menjadi perwakilan dari visi dan misi sekolah YPSIM secara fisik, menyampaikan secara jelas pendekatan pendidikan yang diadopsi oleh sekolah tersebut.

Keberadaan secara simbolis ini dapat menjadi sesuatu hal yang bisa meningkatkan ciri khas dan citra dari sebuah sekolah. Berbeda dengan wujud monumen pada umumnya yang berbahan konkrit dan dibangun secara khusus sesuai dengan permintaan, monumen sekolah YPSIM adalah sesuatu tanaman yang terus tumbuh dan berkontribusi untuk sekelilingnya.

Pohon bisbul atau dalam bahasa lain disebut juga sebagai (Dyospyos Pilippensis) merupakan merupakan pohon yang hanya bisa berbuah jika ditanam berpasangan dan berdekatan ini mengajarkan kepada warga sekolah akan pentingnya berbagi. Sebagai mahluk hidup yang mengeluarkan oksigen untuk kelangsungan hidup mahluk hidup yang lain, pohon bisbul tidak pernah memilih-milih dalam memberikan oksigen.

Walaupun dia ditanam oleh seorang yang beretnis Jawa, ia tidak pernah membatasi pemberian oksigen dan buahnya hanya untuk yang beretnis Jawa saja.

Manusia sebagai mahluk sosial yang secara biologis dikatakan lebih tinggi derajatnya daripada hewan dan tumbuhan, yang mempunyai akal dan pikiran sudah seyogyanya

101

hidup berdampingan dan saling membantu satu sama lain, tanpa membeda-bedakan agama, etnis, ras, gender dan status sosial.

Monumen pohon bisbul ini dikelilingi oleh tempat duduk berwarna-warni yang berbentuk rumah tawon. Adapun makna dibalik tempat duduk yang dibuat segi lima seperti bentuk rumah tawon ini adalah agar warga sekolah dapat duduk bersama melepas lelah samil berdiskusi dengan manis layaknya madu yang dihasilkan oleh tawon. Selain itu, tawon dikenal sebagai hewan rajin yang bekerja keras, maka diharapkan warga sekolah dapat juga belajar dari tawon mengenai keuletan dan pantang menyerah. Tempat duduk juga sengaja dibuat berwarna-warni untuk mengingatkan indahnya keberagaman dan diharapkan warga sekolah hidup bersama walaupun berbeda-bed adengan penuh kebersamaan.

4.4.6 Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan

Sebagai upaya pengimplementasian pendidikan multikultural dalam pelajaran agama, merayakan hari besar keagaman menjadi salah satu praktik yang dilaksanakan dilingkungan sekolah. Sekolah memfasilitasi semua agama untuk merayakan hari besar keagamaanya yang dalam penyelenggaraanya dipanitiai oleh siswa-siswi yang tidak hanya siswa yang merayakan, tetapi siswa yang bergama lain juga dilibatkan untuk berpartisipasi didalamnya.

Dalam kegiatan ini guru berfungsi sebagai pengawas agar kegiatan tetap terfokus pada tujuan utama perayaan. Keikutsertaan semua pihak dari berbagai latar belakang yang berbeda dimaksud untuk mempererat kebersamaan sekaligus menjadi pembelajaran mengenai teamwork (kerjasama), kepemimpinan dan rasa saling

102

menghargai perbedaan yang ada di kehidupan sehari-hari baik disekolah dan ketika berada di luar sekolah.

“Buktinya dari sekolah ini, saat perayaan hari raya idul fitri misalnya yang agama kristen, agama budha, hindu ikut membantu mendekorasi. Saat natal gitu juga, yang lain ikut mendekorasi. Sehingga semua siswa saling menerima, tidak membeda-bedakan antara etnis ini, agama ini semua berbaur dengan kebersamaan, itu yang ditekankan”. (Tri Rizky)

“perayaan hari-hari besar agama baik Islam, Kristen, Hindu dan Budha semua siswa ikut berpartisipasi. Misalnya kalau ada perayaan idul fitri disekolah, siswa dari agama lain dilibatkan sebagai panitia pelaksana. Hal ini agar siswa memiliki rasa toleransi yang tinggi, saling menghargai. Begitupun dengan perayaan lain siswa akan mengucapkan selamat bagi yang merayakan hari besar keagamaanya”.

Dari penuturan beberapa informan tersebut dapat diketahui bahwa perayaan hari-hari besar keagamaan selalu dilaksanakan dan difasilitasi oleh pihak sekolah.

Tujuannya agar pendidikan multikultural yang diusung oleh pihak sekolah terserap oleh siswa secara optimal. Tidak hanya terpaku pada pelajaran secara teoritis, yang terkadang membuat siswa/siswi tidak menyerap substansi pelajaran dengan baik.

Praktik pendidikan multikultural ini biasanya dilakukan di arena sekolah secara sederhana serta dengan suasana yang penuh keakraban. Di sekolah ini, paniatia yang

103

terbentuk untuk mempersiapkan acara perayaan hari kegamaan adalah siswa/siswi dari berbagai latar belakang yang berbeda seperti agama, suku ataupun status sosial.

Biasanya panitia akan dibimbing dan diawasi oleh guru-guru yang bersangkutan.

Seperti pernyataan salah satu siswa sebaai berikut:

“kalau ada kegiatan hari besar keagamaan disini bang, siswa terlibat. Misalnya israj mi’roj biarpun non muslim tetap dilibatkan dalam panitia.

“guru disini selalu mengajarkan untuk selalu bekerjasama ketika menyelenggarakan sebuah kegiatan, semua siswa terlibat tidak membeda-bedakan”

Partisipasi siswa dari berbagai latar belakang seperti yang dilakukan di Perguruan Sultan Iskandar Muda sangat penting karena merupakan bagian dari pengajaran nilai multikultural seperti sikap saling menghargai, toleransi serta memperkuat kerjasama dalam menyelenggarakan sebuah kegiatan.

4.5 Analisis Data

Pendidikan berbasis multikultural yang berkembang dalam dunia pendidikan saat ini merupakan respon dari sistem pendidikan yang hanya cenderung mengutamakan nilai akademik diatas segalanya dan sisi lain mengabaikan pendidikan yang mengacu pada penghargaan nilai-nilai kemanusiaan, toleransi serta menjunjung tinggi nilai keberagaman atau kemajemukan. Terlihat dari stigma sosial saat ini yang menganggap bahwa mata pelajaran ilmu pasti (eksakta) seperti matematika, fisika, kimia, bahasa

104

inggris lebih prestisius dibanding mata pelajaran ilmu sosial. Akibatnya banyak dari siswa siswi yang kurang memiliki keterampilan sosial yang pada akhirnya pendidikan tidak sedikit yang malah menciptakan siswa-siswi fanatik dan memiliki sikap primordial.

Berdasarkan inilah, pihak membuat Perguruan Sultan Iskandar Muda menggalakan sistem pendidikan yang berbasis multikultural saat ini. YPSIM menyadari betapa pentingnya siswa dibekali ilmu sosial yang akan membuat siswa mampu bersikap demokratis, humanis serta menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Artinya pendidikan multikultural akan dapat mengantarkan siswa-siswi menjadi manusia toleran yang menghargai perbedaan.

Peserta didik dibimbing menjadi manusia yang penuh toleransi terhadap manusia lainya. sekolah juga telah memberikan hak-hak peserta didik untuk menciptakan pendidikan yang setara. Untuk mengimplementasikan pendidikan multikultural di YPSIM pihak yayasan melakukan berbagai upaya untuk merealisasikanya seperti nasihat, internalisasi nilai-nilai multikultural, pembiasaan di lingkungan sekolah, kegiatan dan sebagainya.

Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan Zamroni (dalam Saliman 2013) bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu bentuk reformasi pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara bagi siswa tanpa memandang latar belakangnya, sehingga semua siswa dapat meningkatkan kemampuan yang setara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat dan bakat yang dimiliki.

105

Seperti halnya yang dikemukakan oleh Kepala Sekolah SMA Perguruan Sultan Iskandar Muda, pendidikan yang diterapkan disini sejalan dengan teori yang di nyatakan oleh Zamroni dimana pendidikan multikultural harus menyediakan akses sekolah yang setara bagi siapapun, bahkan untuk anak-anak yang secara ekonomi atau finansial kurang mampu, tetap bisa bersekolah ditempat ini. Ini membuktikan bahwa perguruan YPSIM berkomitmen menyelenggarakan pendidikan multikultural dimana memperlakukan setiap anak sama berhak untuk mendapat pendidikan. `

YPSIM melakukan penyediaan akses sekolah terhadap kalangan orang kurang mampu dengan cara melibatkan masyarakat yang secara ekonomi mampu dan siap untuk membiayai anak asuh. Dalam prosesnya YPSIM pertama-tama akan membentuk tim internal yang nantinya akan turun kelapangan untuk melakukan survey terhadap calon siswa, kemudian apabila sudah memenuhi syarat maka calon siswa akan mengikuti tahap wawancara dan test tertulis. Faktor utama penerimaan anak asuh lebih condong karena faktor ekonomi yang kurang mampu. Ketika anak sudah dipilih dengan tepat sasaran baru sekolah akan mengirimkan profil singkat kepada calon orangtua asuh

untuk kemudian orangtua asuh menetukan pilihan terhadap calon anak asuhnya.

Selain itu, interaksi sosial yang terjadi di sekolah ini yang dilakukan melalui upaya pengaturan tempat duduk, dimana murid yang sebangku berasal dari agama, etnis dan status sosial yang bcrbeda. Proses penjembatanan ini menjadi penting karena disinilah kesempatan untuk berinteraksi dan bertukar budaya antara para siswa dengan agama, etnis, gender, ras dan status sosial yang berbeda tercipta. Guru dalam hal ini memegang kunci untuk membuka pintu gcrbang komunikasi.

106

Seperti ungkapan tak kenal maka tak sayang, pcmbangunan hubungan yang multikultur perlu melibatkan strategi mediasi untuk memulai sebuah interaksi yang bermutu. Perlu ditekankan bahwa strategi seperti ini hanya bisa meningkatkan intensitas pertemuan siswa-siswa tersebut. Selanjutnya, harus ada upaya yang sadar untuk memupuk dan mengembangkan kualitas dari hubungan ini agar keharmonisan yang sesungguhnya dapat terjalin dengan baik.

Selanjutnya adalah melakukan terobosan melalui pembuatan kelas kebersamaan dan merayakan hari besar keagamaan masing masing agama serta menyediakan secara fisik rumah ibadah mini merupakan bentuk langkah-langkah yang dilakukan oleh YPSIM dalam menerapkan pendidikan multikultural.

Dimana seperti landasan teori Interaksi Sosial terjadi karena ada hubungan sosial yang terjadi dalam hal ini antar Siswa, Guru Kepala Sekolah,dan komponen sekolah lainya dalam ruang lingkup sekolah. Faktor-faktor interaksi sosial yang mempengaruhi terjadinya interaksi seperti sugesti, imitasi, identifikasi, simpati dan empati merupakan suatu hal yang terjadi dalam proses sosial di sekolah ini.

Sofyan Tan dan para Guru yang ada di YPSIM menjadi motor penggerak dimana diwajibkan untuk menjadi role model dalam menerapkapkan visi dan misi yang memuat nilai-nilai multikultural di lingkungan sekolah. Untuk membuat visi dan misi sekolah tercapai tepat sasaran maka YPSIM melakukan program pengayaan dan pelatihan secara berkala.

Hal ini bertujuan untuk membantu para guru memahami sejarah, struktur sosial, budaya, bahasa, dan sebagainya dalam komunitas kultural mereka agar mampu

107

memahami diri secara lebih baik dan mampu mengambil keputusan ditengah-tengah msayarakat yang sangat beragam. Artinya pendidikan di YPSIM ini melalui para pendiri dan guru-guru menjadi agen dalam merubah struktur sosial di lingkungan sekolah yang beragam.

Oleh karena itu YPSIM selalu mendukung dan selalu terlibat dalam pelatihan dan sosialisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah dan dinas pendidikan daerah maupun pusat. Topik dan pelatihan yang selama ini diberikan seperti sosialisasi kebijakan pendidikan baru, penyusunan kurikulum, teknik mengajar dan sertifikasi guru.

Selain mengikuti pelatihan dan sosialisasi yang diselenggarakan oleh

Selain mengikuti pelatihan dan sosialisasi yang diselenggarakan oleh