• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah Pemaknaan Pada Penyandang Autisme

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Autisme

1. Masalah Pemaknaan Pada Penyandang Autisme

Salah satu aspek penting diagnosis autisme adalah adanya gangguan pada bidang komunikasi. Ini berarti kemampuan penyandang autisme untuk berkomunikasi secara efektif sangat terbatas.

Proses komunikasi dimulai dari pikiran komunikator yang akan menyampaikan pesan atau informasi (encoding). Apa yang dipikirkan itu kemudian dilambangkan dengan bahasa lisan atau tertulis (verbal) maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (non-verbal). Proses selanjutnya, dengan melalui transmisi berupa media atau channel, maka pesan tiba pada komunikan. Setelah menerima pesan, komunikan kemudian memberikan makna pada pesan tersebut

(decoding) dan akhirnya memahami isi pesan yang disampaikan komunikator.

Decoding, istilah teknis untuk proses berpikir penerima, melibatkan interpretasi. Pada proses pemberian makna inilah penyandang autisme mangalami kesulitan.

Komunikasi yang efektif terjadi tidak hanya saat seseorang telah melekatkan arti tertentu terhadap perilaku orang lain, tetapi juga terhadap

96

Wawancara dengan Informan Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB di Ruang I SLA Fredofios

persepsinya yang sesuai dengan pemberi pesan. Menurut David K. Berlo, sukses tidaknya suatu komunikasi sangat bergantung pada bagaimana komunikator dan komunikan memberi makna tertentu pada isi pesan bukan pada suksesnya pengiriman dan penerimaan pesan itu sendiri.97 Pemaknaan tersebut sangat tergantung dengan pengetahuan, minat, pengalaman, lingkungan, budaya, dan nilai peserta komunikasi.

Kesulitan penyandang autisme untuk memaknai dan memahami sesuatu disebabkan oleh masalah kognisi yang berbeda. Theo Peeters menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, manusia belajar tentang bahasa dan mulai belajar bicara. Kemudian anak anak belajar menambahkan makna pada persepsi terhadap suara. Hal ini berbeda dengan penyandang autisme. Mereka mendengar, melihat, dan merasa tetapi otak mereka memproses informasi ini dengan cara berbeda.98 Jika seorang penyandang autisme memiliki masalah makna dalam kehidupan sehari harinya, maka dia terasing dalam dunia dimana makna secara umum ditemukan melalui komunikasi dan perilaku sosial. Viki Satkiewicz Gayhardt, seorang penyandang autisme dari Amerika Serikat, menggambarkan kesulitan dalam berkomunikasi ini sebagai berikut :

kau katakan karena terlalu banyak gangguan disekitarku. Aku harus berkonsentrasi keras untuk mengerti satu hal. Engkau mungkin merasa

97

Alo Liliweri, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi:Suatu Pendekatan Ke Arah Psikologi

Sosial Komunikasi (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1994) hlm. 52

98

aku cuek, tapi sebenarnya tidaklah demikian. Aku mendengar semuanya

99

Paradigma tersebut penting kalau dihubungkan dengan pendekatan interaksi simbolis yang dalam berinteraksi, simbol simbol yang mewakili isi pesan manusia. Isi pesan itu bersumber dari kegiatan mind seseorang lalu melihat dirinya dalam persepsi orang lain. Karena perbedaan mind yang dimiliki oleh setiap orang maka setiap orang juga berkemungkinan menambahkan makna pada persepsi secara berbeda. Akibatnya bisa terjadi peristiwa misscommunication

terhadap pesan yang dikirim.100 Tidak sesuainya umpan balik yang diberikan karena adanya perbedaan makna antara komunikator dan komunikan dapat terlihat pada saat peneliti mengomentari baju seorang guru dengan salah satu murid yang kebetulan berwarna sama. Ketika peneliti bilang bahwa mereka kompak, tiba tiba murid yang lain bernama DT datang dan menjelaskan bahwa ia sudah potong rambut. Setelah ditelusuri ternyata kompak adalah nama salon langganannya, dan salon sendiri diidentikkan dengan kegiatan potong rambut. Di sini terlihat bahwa pengalaman DT dengan kata kompak berpengaruh pada bagaimana dia memaknai kata tersebut sehingga terjadi misscommunication

karena makna kata kompak menurut komunikator adalah memakai baju dengan warna yang sama. Kesulitan dalam decoding mungkin juga merupakan alasan mengapa penyandang autisme menggunakan bahasa yang repetitif (diulang) atau

99

Pernyataan Viki Satkiewicz Gayhardt seperti dikutip oleh Leny Marijani dalam Bunga Rampai,

Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara Foundation, 2003) hlm. 3

100

stereotip (meniru) sebagai umpan balik. VR misalnya, ketika ditanya nama serangga yang ada di kartu bergambar, bukannya menjawab dia justru mengulangi pertanyaan yang diucapkan guru.

Lebih lanjut, masalah pemaknaan ini tentu berpengaruh pada kemampuan komunikasi seseorang. Gangguan komunikasi yang dialami oleh penyandang autisme berarti juga bahwa mereka kesulitan menyampaikan pikiran atau perasaan kepada orang lain. Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kagairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Penyandang autisme bukannya sama sekali tidak bisa berkomunikasi, mereka tetap berkomunikasi, hanya saja bahasa yang mereka gunakan untuk mengungkapkan sesuatu berbeda dan terkadang

aneh. ulang.

Hal ini seperti yang diceritakan informan CH, ayah dari LS.

kadang LS juga berbicara sesuatu pada saya, dan kadang sesuatu itu diulang ulang terus. Beli DVD lah, beli film, dan akhirnya kita mengerti, kalau dia udah mulai mengulang ulang sesuatu, ini mau ngamuk nih, jadi ada sesuatu yang enggak dia senang. Tapi kalau dia

ketawa 101

Cara berkomunikasi yang aneh juga terlihat dari komunikasi nonverbal penyandang autisme ketika menyampaikan ketidaknyamanannya pada sesuatu.

101

Wawancara dengan informan CH dilakukan pada 7 Mei 2011 pukul 13.00 WIB di Kantor Guru SLA Fredofios

Berdasarkan pengakuan dari penyandang autisme berkemampuan tinggi (High Functioning Autism), perilaku stereotip merupakan cara mereka berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya bahwa mereka merasa terganggu dengan sesuatu.Viki Satkiewicz Gayhardt menjelaskannya seperti berikut :

, bergumam, menaruh jari-jariku kemuka, mengibas-ibaskan tangan, atau menggerakkan benda yang berbeda - beda. Aku bukanlah mencoba untuk mengganggu atau bersikap aneh tapi aku melakukannya agar otak ku dapat beradaptasi dengan dunia- 102

Pada spektrum autisme yang lebih ringan, penyandang asperger biasanya tidak bermasalah dengan bahasa verbal. Ada kecenderungan mereka justru aktif berbicara. Meskipun demikian, pembicaraan mereka seringkali tidak komunikatif dan terpaku pada topik pembicaraan yang monoton. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Fred :

berbicara pintar tapi komunikasi tidak, dalam arti mereka hanya senang mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka, tapi reaksi orang lain mereka tidak/sedikit mengerti. Kalau sedikit mengerti, reaksinya juga

103

Masalah pemaknaan dan gangguan komunikasi berpengaruh pada gangguan autisme lainnya, yaitu interaksi sosial. Autisme adalah suatu kelainan perkembangan otak yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam

102

Pernyataan Viki Satkiewicz Gayhardt seperti dikutip oleh Leny Marijani dalam Bunga Rampai,

Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara Foundation, 2003) hlm. 5

103 Wawancara dengan Pak Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB di Ruang

memahami lingkungan di sekitarnya. Ada keterbatasan di dalam otak yang tidak terlihat yang kemudian melemahkan kemampuan penyandang autisme untuk beradaptasi dengan keadaan di sekitarnya.

Gangguan dalam interaksi sosial tampak pada kecilnya motivasi penyandang autisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya, mereka cenderung asyik dengan aktivitasnya sendiri, seperti menggambar, menonton video dari HP, atau berperilaku stereotip.

Sikap isolasi sosial ini terjadi karena penyandang autisme mengalami kesulitan untuk melakukan kontak dengan orang lain secara efektif. Jenis kognitif yang kaku menyebabkan mereka yang mengalami gangguan perkembangan ini mengalami kesulitan untuk memahami berbagai aturan sosial yang bersifat abstrak. Mereka selalu merasa bingung dengan situasi sosial yang selalu berubah. Theresa Joliffe yang juga seorang penyandang autisme mengasosiasikan keadaan ini seperti berikut :

dengan makhluk makhluk asing mungkin akan merasa takut serta tidak akan tahu bagaimana harus menyesuaikan diri dan tentu saja akan mengalami kesulitan dalam memahami apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dikehendaki oleh makhluk makhluk asing itu, serta bagaimana bereaksi terhadap semua itu. Begitulah halnya dengan autisme....kehidupan sosial sulit karena hal itu tampaknya tidak memiliki pola tertentu. Ketika saya menyangka bahwa saya baru mulai memahami suatu pemikiran, tiba tiba tampak tidak mengikuti/memiliki pola yang sama ketika situasinya agak berubah. Banyak sekali hal yang harus dipelajari. Penyandang autisme sangat marah karena rasa frustasi yang

diakibatkan oleh parahnya ketidakmampuan untuk memahami dunia

104

Masih berhubungan dengan hal abstrak lainnya, penyandang autisme juga bermasalah dengan pemahaman emosi dan kesulitan dalam membaca ekspresi wajah. Hal ini menjadi penjelasan mengapa mereka tidak menggunakan gestur untuk mengkomunikasikan emosi mereka. Mereka memiliki perasaan tetapi tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya, sama seperti mereka kesulitan untuk memahami hal yang sama pada diri orang lain. Contohnya LS, remaja berumur 18 tahun ini selalu tertawa saat guru memarahinya. Keterbatasan dalam memahami emosi manusia ini kemudian berpengaruh pada kemampuan mereka dalam berhubungan emosional secara timbal balik dengan orang lain. Hal ini terlihat jelas saat melayat ke rumah salah satu guru yang meninggal, VR justru asyik makan permen, sementara LS tertawa tawa sambil sesekali memanggil VR.

Kemampuan terbatas dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya serta kesulitan untuk menjalin hubungan dengan orang lain seringkali menjadi alasan munculnya masalah perilaku pada penyandang autisme. Lebih jauh, penyandang autisme juga biasanya bermasalah dengan perilaku seksual ketika mereka menginjak usia remaja. Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan guru

104 Pernyataan Therese Joliffe, dkk sebagaimana dikutip oleh Theo Peeters dalam Autisme : Hubungan

Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis, penerjemah Oscar H.

untuk memberikan pengetahuan seputar pubertas dan pemahaman mengenai etika sosial pada remaja autisme.