ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN AGENDA PROGRAM PRIORITAS
3. Mempercepat Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Batas Maritim
Strategi untuk mewujudkan arah kebijakan ini adalah: Menata Ulang Struktur Kelembagaan Penanganan Batas Maritim
Penataan kapasitas kelembagaan akan semakin jelas dan terarah dengan terbentuknya BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan) di pusat, maka diharapkan badan yang serupa juga terbentuk di daerah-daerah perbatasan baik propinsi maupun kabupaten agar terjadi pola hubungan dan koordinasi yang baik untuk mensinergikan pengelolaan perbatasan yang melibatkan kementerian/lembaga terkait. Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana memposisikan BNPP dengan lembaga-lembaga adhoc yang selama ini sudah ada seperti General Border Commiittee dan Joint Border Committee.
5.1.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Pembangunan kawasan perbatasan merupakan keniscayaan yang harus segera dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat perbatasan.
Pembangunan yang dilakukan haruslah memperhatikan kondisi, kebutuhan dan karakteristik masyarakat lokal, serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup di kawasan perbatasan.
A. Perbatasan Darat
Arah daripada kebijakan pembangunan kawasan perbatasan darat adalah 1. Pembangunan Sistem Pengamanan Perbatasan yang Terintegrasi,
Handal, serta Mengoptimalkan Kerjasama Antar Negara untuk Menegakan Kedaulatan, Keamanan, dan Hukum
Sasaran dari arah kebijakan membangun sistem pengamanan perbatasan yang teritegrasi, handal, serta mengoptimalkan kerjasama antar negara untuk menegakkan kedaulatan, keamanan, dan hukum adalah memperkuat pertahanan, keamanan negara dan mengatasi tindakan-tindakan ilegal lintas batas yang banyak terjadi di kawasan perbatasan.
Strategi untuk mendukung arah kebijakan ini adalah:
a. Menyediakan Sistem Pertahanan dan Keamanan Perbatasan yang Terintegerasi
Wilayah perbatasan negara yang sangat luas memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul dari berbagai kegiatan illegal yang marak terjadi di kawasan perbatasan. Saat ini dirasakan bahwa gelar pasukan TNI masih kurang memadai untuk hal tersebut di kawasan perbatasan negara.
Upaya meningkatkan fungsi pertahanan dan keamanan kawasan perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gelar pasukan TNI. Secara nyata dapat dilihat dengan keberadaan pos-pos pengamanan perbatasan yang di gelar di seluruh perbatasan NKRI. Untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang, maka ke depan perlu disiapkan untuk tidak hanya menempatkan personil militer di pos perbatasan, namun juga pembangunan pangkalan militer di titik-titik strategis di sekitar kawasan perbatasan dengan aksesibilitas yang mendukung seperti jalan, helipad, maupun pangkalan udara.
Selain itu, keterbatasan pos pengamanan perbatasan dan fasilitasnya menjadi kendala bagi efektifnya pengamanan wilayah perbatasan. Jumlah pos penjaga dan fasilitas yang tersedia tidak sebanding dengan panjangnya garis perbatasan darat wilayah Indonesia. Demikian juga dengan jumlah pos polisi di sepanjang perbatasan yang masih minim baik jumlah maupun fasilitasnya. Oleh karena itu, ke depan fasilitas pos penjaga perbatasan dan kantor polisi di kawasan perbatasan perlu ditingkatkan. Fasilitas pendukung pengamanan perbatasan antara lain, pos penjaga perbatasan dengan fasilitas pendukungnya (seperti alat dan sistem komunikasi, early warning system, GPS – Global Positioning System, peta, kompas, dll), persenjataan standard yang memadai, kendaraan operasional, serta dukungan logistik yang memadai.
Selain itu, kedepan perlu disiapkan skema dalam pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan yang berbasis koridor dan simpul pusat pertahanan. Tujuan pengembangan koridor kawasan pertahanan ini adalah dalam rangka memberikan akses pertahanan dan keamanan secara merata. Bentuk koridor tersebut ditandai oleh simpul-simpul strategis pusat pertahanan sehingga dapat mewujudkan akses pertahanan dan keamanan yang merata.
Kebijakan operasionalisasi dalam rangka perwujudan akses pertahanan dan keamanan secara merata tersebut adalah dengan memberikan penguatan sarana prasarana pertahanan keamanan pada koridor-koridor tersebut seperti CIQS (Customs, Imigration, Quarantine, and Security) di PLB,
jaringan jalan, pangkalan pertahanan militer guna mengantisipasi tindakan-tindakan illegal lintas batas yang banyak terjadi di kawasan perbatasan.
Bentuk pemanfaatan ruang tipologi pertahanan cenderung berbentuk berlapis atau berhierarki:
1. Lapis (ring) terluar merupakan zona penyangga (buffer zone) yang menjadi pembatas antara “kota” pertahanan dengan kawasan luar. Zona penyangga ini dapat berupa green belt hutan kecil dan lebih baik lagi apabila terdapat sungai yang mengelilinginya.
2. Lapis kedua berupa zona pendukung yaitu zona prasarana sarana pemukiman berupa kompleks hunian militer yang dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial.
3. Lapis inti/pusat merupakan zona pusat pangkalan militer.
4. Dari zona inti ke lapis zona lainnya akan melalui gerbang (gate) yang akan dijaga ketat.
b. Meningkatkan Sarana Prasarana Dan Pelayanan CIQS yang Terintegerasi di Pos Lintas Batas (PLB)
Keberadaan Pos Lintas Batas (PLB) beserta fasilitas bea cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan (CIQS) sebagai pintu/gerbang yang mengatur arus keluar masuk (exit/entry) orang dan barang di kawasan perbatasan sangat penting. Sebagai pintu gerbang negara, keberadaan PLB diharapkan dapat mengatur hubungan sosial dan ekonomi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat di wilayah negara tetangga.
Oleh karenanya, pembangunan dan peningkatan sarana prasarana pendukung pelayanan pos lintas batas (PLB) yang terintegrasi mutlak untuk dilakukan guna meningkatkan fungsi dan peran dalam mengawasi dan memfasilitasi aktivitas lintas batas. Peningkatan sarana dan prasarana dilakukan dengan pembangunan tempat pemeriksaan keluar masuk barang dan manusia (dokumen keimigrasian), pengadaan gedung sita negara, dan pengadaan gedung karantina serta pos penjagaan. Disamping itu juga perlu diupayakan koordinasi yang baik antar instansi yang bersangkutan seperti bea cukai, imigrasi, karantina (pertanian dan kesehatan) dan aparat keamanan agar pelayanan terhadap masyarakat pelintas batas lebih optimal, dan juga perlu diperhatikan tingkat kesejahteraan para petugasnya.
Untuk mendukung kelancaran fungsi PLB ini, maka harus disiapkan infrastruktur pendukung seperti bangunan yang representatif, jalan,
pasokan listrik, alat komunikasi, peralatan teknologi informasi yang memadai, dan lain sebagainya
c. Meningkatkan Kerjasama Keamanan dengan Negara Tetangga Masalah perbatasan tidak dapat diselesaikan oleh suatu negara tanpa melibatkan negara tetangga, karena kegiatan-kegiatan illegal yang berlangsung di kawasan perbatasan melibatkan pelaku (actors) maupun sasaran (target) yang bersifat lintas batas. Kegiatan illegal lintas batas (transnational crimes) yang sering terjadi di kawasan perbatasan darat adalah seperti human trafficking, people smuggling, illegal logging, illegal trading, illegal mining, small arms smuggling dan lain sebagainya. Untuk menangani masalah ini perlu dilakukan kerjasama yang melibatkan aparat keamanan baik militer maupun polisi antara negara yang berbatasan.
Kegiatan kerjasama yang bisa dilakukan antara lain patroli bersama pengamanan perbatasan, tukar menukar informasi intelijen, latihan perang bersama, dan sebagainya.
Kerjasama dengan negara tetangga dapat dilakukan dalam aspek pertahanan dan keamanan yang diarahkan untuk meningkatkan ketahanan regional dan meningkatkan pengamanan wilayah masing-masing serta memberikan rasa tenang kepada masyarakat di kawasan perbatasan.
d. Meningkatkan Kesadaran Wawasan Kebangsaan Masyarakat Perbatasan
Saat ini informasi memiliki dampak yang sangat signifikan baik secara ekonomi maupun politik. Kedekatan wilayah perbatasan dengan negara tetangga menyebabkan intensnya informasi dari media elektronik asing terutama televisi dan radio yang dapat diakses oleh masyarakat perbatasan. Hal ini menjadi suatu permasalahan ketika informasi yang diperoleh oleh masyarakat perbatasan tidak diimbangi oleh informasi dari dalam negeri karena minimnya ketersediaan sarana dan prasarana informasi maupun komunikasi. Apalagi dengan keterbatasan aksesibilitas dari pusat-pusat pelayanan, masyarakat perbatasan terkondisikan untuk lebih mengenal negara tetangga daripada negaranya sendiri. Dalam jangka panjang hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan lunturnya wawasan kebangsaan yang menimbulkan disintegrasi sosial maupun politik. Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya kerja sama pemerintah dan pihak swasta dalam hal pengadaan sarana dan prasarana informasi maupun komunikasi seperti pembangunan jaringan telekomunikasi, pembangunan stasiun pemancar media elektronik seperti televisi maupun radio di daerah perbatasan agar masyarakat lebih mudah mengakses informasi dan menggunakan fasilitas telekomunikasi di negara sendiri. Untuk dapat
menarik pihak swasta agar dapat bekerja sama, maka pemerintah harus memberikan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan kedua pihak.
2. Percepatan Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Perbatasan Dengan