ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN
Koordinat 52 Titik Pilar Batas Perbatasan Darat Antara RI dengan PNG
C. Pelayanan Sosial dasar
Isu strategis terkait dengan pelayanan social dasar sebagai berikut:
1) Minimnya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan, termasuk air bersih dan sanitasi; pelayanan pendidikan dasar; dan pelayanan dasar listrik rumah tangga lingkungan kawasan perbatasan
Derajat kesehatan, pendidikan, dan keterampilan penduduk di perbatasan umumnya masih rendah sehingga kualitas SDM relatif tergolong rendah.
Sarana prasarana pendidikan dan kesehatan di perbatasan masih terbatas.
Peningkatan pelayan publik terutama transportasi, informasi, pendidikan dan kesehatan sulit diwujudkan tanpa adanya insentif (guru, dokter, penyuluh maupun sektor swasta), termasuk sangat terbatasnya sarana prasarana pendidikan dan kesehatan.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik 2008, Distrik Muara Tami di Papua memiliki 9 SD dengan 68 guru dan 1.463 siswa. Tiap SD seharusnya diisi minimal tujuh guru. Namun, di SD Inpres itu, ternyata hanya ada dua guru yang mengajar. Kondisi ini sangat tertinggal jauh dibandingkan distrik tetangganya, Abepura, yang tiap-tiap SD rata-rata diajar 18 guru. Dengan kondisi pendidikan seperti diatas, maka tingkat pendidikan masyarakat di kawasan perbatasan relatif rendah. Persebaran sarana dan prasarana pendidikan yang tidak dapat menjangkau desa-desa yang letaknya dengan jarak yang berjauhan mengakibatkan pelayanan pendidikan di kawasan perbatasan tertinggal. Disamping sarana pendidikan yang terbatas, minat penduduk terhadap pendidikan pun masih relatif rendah. Sebagai akibat rendahnya tingkat pendidikan dan mudahnya akses informasi yang diterima dari negara tetangga melalui siaran televisi, radio, dan interaksi langsung dengan penduduk di negara tetangga, maka orientasi kehidupan seari-hari penduduk di perbatasan lebih mengacu kepada serawak-Malaysia dibanding kepada Indonesia. Kondisi ini tentunya sangat tidak baik terhadap rasa kebangsaan dan potensial memunculkan aspirasi disintegrasi.
Dari sisi kesehatan, budaya hidup sehat masyarakat di kawasan perbatasan pada umumnya masih belum berkembang. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat pemahaman terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit. Sebelum tahun 1980-an banyak penduduk yang berobat ke Serawak karena mudah dijangkau dan biayanya lebih murah, namun saat ini jumlah penduduk yang berobat ke Serawak semakin sedikit karena puskesmas sudah tersedia di setiap kecamatan
2) Sebagian masyarakat perbatasan merupakan komunitas adat terpencil ( KAT )
Untuk memberikan gambaran mengenai komunitas adat, berikut diberikan gambaran masyarakat yang berdomisili di sepanjang kawasan perbatasan RI-PNG dari utara sampai ke selatan memiliki etnis yang beragam mendiami dataran rendah di bagian selatan Papua, Etnis Senggi dan Web mendiami daerah perbukitan di bagian utara Pegunungan Tengah, serta Etnis Muyu yang mendiami daerah-daerah perbukitan di bagian Selatan Pulau Papua memiliki mata pencaharian sebagai petani (berkebun) disamping berburu dan meramu sagu sebagai aktivitas pendukung. Sedangkan Kelompok etnis Ngalum (Wara Smol) yang mendiami bagian Pegunungan Tengah yang
bergunung-gunung hidup terutama dari kegiatan berkebun dan berburu disamping meramu berbagai hasil hutan. Masyarakat tersebut merupakan komunitas adat terpencil/terisolasi dan tertinggal karena tidak tersedianya infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan dsb yang memadai.
Disisi lain, secara tradisional dalam lingkungan masyarakat adat, struktur penguasaan tanah di Papua dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: 1) Tanah ulayat (milik bersama) dari beberapa marga, suku, keret; 2) Tanah adat (milik bersama/peorangan). Selanjutnya, ada 3 hal yang terkandung pada penguasaan tanah secara tradisional: 1) Tanah merupakan karunia Tuhan utk memenuhi kebutuhan hidup; 2) Tanah sebagai tumpah darah; 3) Tidak ada tanah yang tidak bertuan.
Pengertian hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam termaksud tanah dalam wilayahnya bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat dengan wilayah yang bersangkutan.
Dengan adanya model atau struktur penguasaan tanah seperti ini, banyak warga PNG yang berdiam di wilayah Papua maupun sebaliknya tanpa memperhatikan batas-batas negara. Sebagai contoh, ada ribuan WN-PNG yang berdiam di wilayah RI, seperti di kampung Warasmol dan Marantikin, kab. Pegunungan Bintang. Implikasi lain dari adanya hak ulayat adalah terkendalanya proses pembangunan karena pemerintah tidak dapat menerapkan sistem tata ruang wilayah tanpa adanya perundingan dengan masyarakat adat untuk penetapan hak pengelolaan tanah ulayat.
D. Penguatan Kelembagaan
Isu strategis mengenai kelembagaan adalah:
1) Lemahnya koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi ( KISS ) antar sektor dan antar daerah dalam pengelolaan batas wilayah negara ( Penjelasannya dapat dilihat pada point mengenai penguatan kelembagaan )
2) Rendahnya kapasitas fiskal daerah serta minimnya investasi swasta untuk membangunan kawasan perbatasan
3) Belum memadai kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan kawasan perbatasan
Belum memadainya kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan kawasan perbatasan mengingat penanganannya bersifat lintas administrasi wilayah pemerintahan dan lintas sektoral, sehingga masih memerlukan koordinasi dari institusi yang secara hirarkis lebih tinggi, belum tersosialisasikannya peraturan dan perundang-undangan mengenai pengelolaan kawasan perbatasan, terbatasnya anggaran pembangunan pemerintah daerah; masih adanya tarik menarik kewenangan pusat-daerah, misalnya dalam pengelolaan kawasan konservasi seperti hutan lindung dan taman nasional sebagai international inheritance yang selama ini menjadi kewenangan pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan).
3.2.2 Perbatasan Laut
Isu terkait pengelolaan di kawasan perbatasan laut lebih dominan pada masalah keterbatasan jumlah personil dan sarana prasarana pendukungnya dalam upaya penegakan hukum, kedaulatan wilayah dan keamanan di laut. Isu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan laut antara lain masih tingginya tingkat kemiskinan, pemanfaatan sumberdaya alam yang belum optimal serta belum termanfaatkannya alur transportasi laut sebagai sarana dalam upaya pengembangan ekonomi wilayah dan mengoptimalkan fungsi PKSN, disamping itu masih ada isu terkait dengan aksesibilitas yang rendah baik dari segi transportasi, telekomunikasi, dan listrik).
Pelayanan sosial dasar di kawasan perbatasan isu strategis yang diangkat adalah minimnya sarana dan prasarana sosial dasar sehingga pelayanan terhadap sarana dan prasarana ini sangat kurang, misalnya untuk sanitasi lingkungan, air bersih, pendidikan dasar dan kesehatan, disamping adanya isu komunitas adat yang terpencil di kepulauan menjadi isu yang cukup strategis untuk diangkat.
Lemahnya koordinasi, intregrasi, sinergi dan sinkronisasi menjadi salah satu isu yang dimunculkan dalam penguatan kapasitas kelmbagaan pengelolaan kawasan perbatasan laut, disamping ada pula isu tentang rendahnya pembiayaan pembangunan yang dialokasikan untuk pembangunan di kawasan perbatasan, serta belum memadainya kapasitas pemerintah daerah dalampengelolaan kawasan perbatasan.
A. Aspek Peningkatan Keamanan dan Pertahanan serta Penegakan