• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISA DATA

3.2.2. Menghimpun kekuatan gerakan mahasiswa

54

Gerakan Mahasiswa Indonesia selama ini dalam membela dan berjuang bersama rakyat tertindas tampaknya selalu mendapat hambatan. Refleksi dan munculnya kritik semakin menyadarkan mereka bahwa untuk melakukan perubahan secara ekonomi politik perlu dibangun kerja sama yang lebih luas dengan kekuatan elemen rakyat lainnya serta membuka jaringan yang sifatnya internasional. Peran politik mahasiswa berlainan sesetiap kurun waktu yang harus disesuaikan dengan kondisi objektif yang ada di sekitarnya.

Peristiwa Rengasdengklok terbukti ampuh mendesak dua tokoh bangsa untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Arah kehidupan politik Indonesia pun berubah sesuai kebutuhan zaman. Saat itu, kebutuhan adanya aliansi antarkelompok mahasiswa dirasakan cukup kuat. Pada 1947, Kongres Mahasiswa pertama di Malang mendeklarasikan kelahiran Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). PMKRI dan organisasi mahasiswa lain awalnya membentuk PPMI sebagai wadah mereka untuk menyatukan semua spirasi untuk organisasi yang menjadi anggotanya. Perhimpunan ini awalnya dibentuk memiliki tujuan yang baik namun dengan berjalannya waktu, organisasi mahasiswa yang pada saat itu tidak bisa lepas dengan kehidupan politik mengalami pergeseran. Hal ini disebabkan perselisihan yang terjadi antara sesama anggota PPMI dimana organisasi ini terpecah mengikuti pola nasakom. Di perserikatan ini ada CGMI, organisasi mahasiswa yang merupakan underbouw dari PKI, ada GMNI yang nasionalis(pro Bung Karno), dan kelompok mahasiswa yang pro-pancasila seperti PMKRI, GMKI, dan Somal(Sekretariat Mahasiswa Lokal) dan organisasi lainnya.

Di antara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha memengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga

GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961. Apalagi HMI dianggap sebagai organisasi

kontra-revolusi. Tahun 1960-an (sampai tahun 1966) diperciri oleh dampak Marxisme dan dominasi kaum komunis dengan semboyan ”Politik adalah panglima”. Sudah barang tentu dengan ”politik” dimaksudkan politik Partai Komunis Indonesia (PKI) Dalam masa orde lama yang didominasi oleh PKI ini organisasi extra juga tetap menonjol. Hanya saja yang menonjol kaum komunis saja dengan satelit-satelitnya dan golongan yang ditolerir olehnya.

Organisasi extra yang didukung oleh pemerintah Orde Lama adalah organisasi extra “Nasakom” yang merupakan onderbouw daripada partai-partai Nasakom. Yang paling menonjol adalah Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan GMNI-Asu, masing-masing sebagai onderbouw PKI dan PNI-Asu.

Organisasi extra lainnya, seperti HMI, PMKRI, GMKI tidak diberi angin atau bahkan dimusuhi. Organisasi lokal tergantung kepada pengurusnya. GMD misalnya karena opportunisme pengurusnya, masuk dalam orbit Orde Lama.Dalam suasana yang demikian itu perjuangan menegakkan identitas organisasi intra semakin berat. Upaya menangkis dominasi atau infiltrasi organisasi extra onderbouw atau satelit PKI itu menimbulkan reaksi yang hebat dari mereka, dan mengundang ”cap” kontra-revolusi, reaksioner dan Manikebu (Manifes Kebudayaan suatu dokumen yang dirumuskan oleh sekelompok budayawan yang menentang dominasi PKI, ”Manikebu” dimaksudkan sebagai maki-makian dengan konotasi anti PKI.

Dari sketsa sejarah itu kiranya jelas, perjuangan organisasi intra untuk menegakkan identitasnya tidaklah mudah. Namun dengan segala hambatan yang ada landasan identitas organisasi intra sebagai wadah bagi mahasiswa sebagai studerend wezen dapat ditegaskan.55

55

http://staff.blog.ui.ac.id/rani/2009/03/24/sejarah-organisasi-kemahasiswaan-bag2/ diunduh 25 juli 20013 pukul 17.55 wib

Pada pertengahan tahun 1960-an, setelah runtuhnya Orde Lama karena kesaktian Pancasila pada tanggal 1 Oktober 1965 didukung oleh aksi-aksi Tritura selama beberapa bulan sesudahnya, terjadi perubahann situasi yang luar biasa di dalam konstelasi politik di Indonesia. Sudah barang tentu dampaknya sangat terasa di kampus. Bukan saja karena gelombang-gelombang politik selalu memukul-mukul dinding kampus, juga karena peranan mahasiswa sangat menonjol dalam peristiwa-peristiwa di sekitar peralihan tahun 1965 -1966 itu.

Karena selalu terselip perselisihan di antara anggota organisasi mahasiswa yang terlibat didalamnya, apalagi setelah meletusnya peristiwa G30S/PKI maka PPMI akhirnya dibubarkan karena pimpinannya menjadi anggota Dewan Revolusi. Karenanya organisasi ini dianggap cacat oleh anggotanya, maka akhirnya mereka sepakat memutuskan untuk membubarkan PPMI. Dan akhirnya dibentuklah KAMI yang beranggotakan HMI, PMKRI, Mapancas, Somal, IMM, Semmi, PMII, GMKI, Pelmasi, dan IPMI. Dan setelah pembentukan KAMI, akhirnya GMNI akhirnya juga ikut tergabung dengan KAMI.

Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb. Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.

KAMI yang menjadi badan koordinasi aksi massa mahasiswa di masa pergolakan akhir Orde Lama setelah pemberontakan G-30-S; dibentuk 25 Oktober 1965 dengan restu menteri PTIP, dengan tujuan utama menumpas habis Gestapu/PKI. Organisasi ini secara formal hanya berusia 4 bulan, tetapi sempat menggetarkan Indonesia

dengan berbagai gerakan dan aksi-aksi selama 60 hari, sampai keluarnya keputusan KOGAM Keroncong No. 041/1966 yang mencabut ijin KAMI pada 25 Feb 1966.

Pokok perjuangan KAMI melawan Orde Lama dituangkan dalam Tri Tuntutan Rakyat (disingkat; Tritura) yang meliputi: 1) pembubaran PKI untuk jangka pendek; konsekuensi logis untukjangka panjang ialah pernyataan perang terhadap setiap bentuk dominasi kekuatan tertentu yang ingin memenangkan kehendak golongan tertentu; 2) penurunan harga, yang pada waktu pencetusan Tritura mempunyai esensi penurunan tingkat harga kebutuhan pokok sehari-hari secara nominal. Konsekuensi logis untuk jangka panjang ialah rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi; 3) pembubaran atau perombakan Kabinet Dwikora dengan sasaran jangka panjang berupa pemerintahan yang efisien, kompak dan efektif.56

Betapapun besarnya gejolak yang terjadi pada masa peralihan 1965-1966 itu namun dikotomi extra-intra tetap nampak. Yang tampil ke muka di dalam aksi-aksi Tritura itu adalah organisasi extra, yang setelah layunya PPMI tergabung di dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk

56

www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1426/Kesatuan-Aksi-Mahasiswa-Indonesia/ diunduh 25 juli 20013 pukul 17.55 wib

mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabinet pemerintahan Orde Baru.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan sesuai dengan wawancara saya bersama Cosmas Batubara tentang partisipasi PMKRI di masa peralihan orde lama menuju orde baru. Menurutnya, pada saat itu katolik dianggap berperan penting dalam membangun kemerdekaan bangsa.PPMI melakukan kongres ke 5 di jakarta dan pada saat itu pimpinan sidang dianggap jadi presidium karena tidak mencapai kesepakatan. Sikap PMKRI jelas menolak PPMI tergabung dalam IUS, organisasi yg berhaluan kiri. Dengan GMKI karena dari dulu kita jadi observer. Teman-teman dari CGMI dan GMNI. Sikap PMKRI yg paling jelas adalah ketika rapat PPMI mengenai tuduhan-tuduhan CGMI dan GMNI bahwa HMI merupakan organisasi kontrarevolusi. PMKRI membela karena menurutnya HMI bukan organisasi kontrarevolusi yang tidak boleh dibubarkan. Kemudian setelah G30S/PKI PPMI dibawa2 namanya ke dewan revolusi oleh ketuanya bambang dan tergabung ke dalam saudara untung ke PKI. Karena itu organisasi ini dinilai tidak bisa digunakan lagi sebagai perjuangan mahasiswa. Karena itu dibentuklah KAMI dan PMKRI menjadi orang kedua setelah M.Zamroni dari PMII. Presidium pada saat itu periodik bergantian dan saya selaku presidium sering memimpin aksi 10 januari-16 maret dan dipimpin langsung oleh saya. Langkah khusus yang dilakukan PMKRI ketika MPA dan kongres tahun 1967 di bandung yang mengeluarkan deklarasi perlu melakukan perombakan politik. Hasilnya deklarasi mengeluarkan keputusan dimana PMKRI menilai partai politik harus program orientasi tidak perlu menggunakan katolik. Berpolitik tidak boleh dikaitkan dengan agama namun lebih dikaitkan dengan programnya karena PMKRI merupakan organisasi pengkaderan bukan sebagai tujuan. Artinya, PMKRI merupakan tempat mendidik dan melatih insan-insan yang ditempah untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Dia juga mengatakan menurutnya PMKRI sangat mengutuk dengan ideologi komunis karena gereja dimatikan di indonesia china unisoviet. Perjuangan menolak komunis sudah sangat lama dilakukan dan CGMI sebagai salah satu anak organisasi dari PKI tidak pernah setuju dengan kehadiran mereka. Karena pmkri merasa ideologi komunis sangat bertentangan dengan ideologi pancasila karena mengajarkan folosofi materialis dan atheis sehingga kader PMKRI selalu menolak kehadiran ideologi komunis.57

57