PARTISIPASI PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK
REPUBLIK INDONESIA DALAM PERUBAHAN ORDE LAMA –
ORDE BARU
SKRIPSI
ANDI PANDAPOTAN SAMOSIR
090906034
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ANDI PANDAPOTAN SAMOSIR (090906034)
PARTISIPASI PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA DALAM PERUBAHAN ORDE LAMA – ORDE BARU
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menguraikan tentang partisipasi organisasi PMKRI dalam perubahan orde lama menuju orde baru di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap perjalanan dan perjuangan yang dilakukan organisasi-organisasi mahasiswa khususnya oleh PMKRI. Oleh sebab itu skripsi ini lebih melihat bagaimana organisasi mahasiswa memiliki posisi tawar dalam transisi perubahan orde lama menuju orde baru. Peneliti juga melihat adanya pengaruh PKI yang menghegemoni di Indonesia yang menjadi tantangan terbesar di masa itu. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode studi pustaka dan wawancara sebagai teknik pengumpulan data dan penelitian ini mengandalkan hasil analisis dari data pustaka dan fakta yang diperoleh dari wawancara tokoh-tokoh yang berperan pada masa itu.
Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori gerakan sosial, perubahan politik, dan gerakan mahasiswa yang menjadi pisau analisis oleh penulis dalam membahas materi penelitian ini. Sehingga skripsi ini bisa menjadi rangkum hingga selesai sampai sekarang.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
POLITICAL SCIENCE FACULTY OF SOCIAL SCIENCE
DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
ANDI PANDAPOTAN SAMOSIR (090906034)
CATHOLIC STUDENTS SOCIETY PARTICIPATION OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA IN THE OLD ORDER CHANGES - NEW ORDER
ABSTRACT
This study tried to describe the organization 's participation in the PMKRI old order changes to the new order in Indonesia. The purpose of this study was to
uncover the journey and struggle of the student organizations in particular by PMKRI . Therefore this thesis more students see how the organization has a change of
bargaining power in the transition towards the new order of the old order . Researchers also looked at the influence of the Communist Party hegemony in Indonesia is the biggest challenge in the future .
Therefore, researchers using the method of literature study and interviews as data collection techniques and the study relies on the analysis of literature and the fact that the data obtained from the interviews were instrumental figures in the future . The data under discussion in this study is based on the book - books , newspapers and internet . The method of analysis used in this study is a qualitative research method is descriptive in describing , summarizing , and explaining of the various conditions that arise with different variables in the object of this study reveal the facts and data collection - data for later learned , processed , analyzed and then interpreted descriptively presented .
Theory is used to explain these problems is the theory of social movements , political changes , and the student movement into a blade analysis by the authors in this study to discuss the material . So that this thesis can be summarized to finish until now .
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat
dan kasih-Nya, skripsi ini yang berjudul “Partisipasi Perhimpunan Mahasiswa
Katolik Republik Indonesia dalam Perubahan Orde Lama menuju Orde Baru” ini
dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat
menempuh ujian akhir Strata – I, jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara Medan.
Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis hanturkan kepada :
1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) USU
2. Terima Kasih kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen
Ilmu Politik FISIP USU dan menjadi Dosen Pembaca yang telah memberikan
banyak masukan, kritikan dan nasihat yang membangun kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
3. Terima kasih kepada Bapak Tony P. Situmorang,M.Si selaku dosen
pembimbing yang setia memberikan saran, kritik, dan motivasi yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.
4. Kedua orang tua saya, Bapak Tunggul Samosir dan Deminar Sianipar yang
selalu memberikan saya semangat dan dukungan baik secara moril maupun
materi, dan tidak bosan –bosannya mengawasi perkembangan skripsi saya
dari awal sampai akhir, meskipun saya dalam kondisi sakit sekalipun. Apa
yang sudah saya raih sampai pada hari ini,semua karena doa dan dukungan
kalian berikan. Mungkin saya bukan anak yang baik tapi saya selalu berniat
5. Kepada kakak saya Eva Tiurma Samosir (Semoga cepat nikah ya kak) dan
buat kedua adikku Fransiskus Samosir (Semangat ya kuliahnya) dan Hendra
Samosir (Cepat balek ya dari perantauan). Semoga kita bisa membahagiakan
orang tua kita.
6. Untuk keluarga besar organisasi PMKRI baik kakanda maupun kawan-kawan
juang yang memberikan saya banyak ilmu dan pengalaman untuk lebih
memaknai hidup dengan berjuang tanpa henti dalam mewujudkan mimpi.
Semoga kita tetap semangat dalam berorganisasi dan berjuang untuk membela
kepentingan rakyat. Sehingga nanti ke depannya PMKRI bias menjadi
organisasi mahasiswa terdepan seperti yang dilakukan pendahulu kita.
7. Untuk keluarga besar Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara, terutama angkatan 2009, Julwandri,
Leonard, Ian, Desmon, Hebron, Alex, Albert, Samran dan Jimmy (Sahabat
selamanya, sahabat seutuhnya, karena berbeda tak harus sama) Elisa, Dhea,
Kafi (saingan dalam mengerjakan skripsi hahaha) Ira, Rian Indah, Sarah,
Maya, Ingrace (buat wanita-wanitaku semangat mengerjakan skripsinya ya)
dan teman-teman yang lain.
8. Untuk sahabat – sahabat terbaik saya, dr. Juan Carson Marbun, Leonardy
Siringo-ringo SH, Aran Simarmata ST, Puji Pasaribu SE, Rudolfo Siahaan,
Batara Sihotang, Albert Sinurat Sip, Bastian Sianipar dan Dewi Siregar ST
semoga kalian tetap selalu menjadi teman yang menemani kehidupan ini. (sok
puitis)
9. Untuk Keluarga Besar Mahasiswa Katolik yang menjadi keluarga untuk selalu
bersyukur kepada Tuhan Yesus yang selalu member rahmatnya. Semoga
keluarga ini akan selalu tetap utuh dan semakin berkembang ke depannya.
10.Untuk idola yang selalu menginspirasi saya, Kakanda Cosmas Batubara.
Perjuangan hidup yang dilalui beliau selalu menjadi pegangan hidup bahwa
hidup adalah perjuangan, karenanya ketika kita bermimpi kita sudah tiga
yang memberikan saya buku gratis dan bersedia untuk saya wawancarai di
tengah kesibukan yang begitu padat.
11.Untuk semua pihak yang telah membantu penulis baik yang tidak bisa disebut
satu persatu dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
setulusnya, mohon maaf kalau tidak saya sebutkan karena keterbatasan saya,
tapi hormat dan ucapan terima kasih saya ucapkan dengan hati yang murni.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dan jauh dari
kesempurnaan baik dalam pengumpulan data, pengolahan data, serta
penyajiaannya. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca walaupun terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena
itu, penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih bagi semua
pihak yang telah memberi bimbingan, masukan, bantuan, dan dukungan
selama proses pengerjaan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Medan, 22 Oktober 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……….
ABSTRACT ………
HALAMAN PERSETUJUAN ……….…..
KATA PENGANTAR ……….i
DAFTAR ISI ……….ii
DAFTAR TABEL ………iii
BAB 1 PENDAHULUAN ………1
1.1. Latar Belakang ………..………..1
1.2. Perumusan Masalah ………..……...10
1.3. Pembatasan Masalah ………...10
1.4. Tujuan Penelitian....………..10
1.5. Siginifikansi Penelitian ………....11
1.6. Kerangka Teori ………....11
1.6.1. Gerakan Sosial ………...…12
1.6.2. Perubahan Politik ………..……….…15
1.6.3. Gerakan Mahasiswa ………..………..…...19
1.7. Metodologi Penelitian ………..23
1.7.1. Jenis Penelitian ………..24
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data ………25
1.7.3. Teknik Analisa Data ………..26
1.8. Sistematika Penulisan ………..26
BAB 2 DESKRIPSI ORGANISASI PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA dan PERUBAHAN POLITIK di INDONESIA………27
2.1. Sejarah PMKRI ………...27
2.2. Orientasi Gerakan PMKRI ………..……31
BAB 3 ANALISA DATA ...…...………..61
3.1. Perubahan Politik ………..………...61
3.2. Peran Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Dalam Perubahan Orde Lama Ke Orde Baru………...68
BAB IV PENUTUP ………..88
4.1. Kesimpulan ………..88
4.2. Saran ………90
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel Lembaga Kekuasaan PMKRI...33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ANDI PANDAPOTAN SAMOSIR (090906034)
PARTISIPASI PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA DALAM PERUBAHAN ORDE LAMA – ORDE BARU
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menguraikan tentang partisipasi organisasi PMKRI dalam perubahan orde lama menuju orde baru di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap perjalanan dan perjuangan yang dilakukan organisasi-organisasi mahasiswa khususnya oleh PMKRI. Oleh sebab itu skripsi ini lebih melihat bagaimana organisasi mahasiswa memiliki posisi tawar dalam transisi perubahan orde lama menuju orde baru. Peneliti juga melihat adanya pengaruh PKI yang menghegemoni di Indonesia yang menjadi tantangan terbesar di masa itu. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode studi pustaka dan wawancara sebagai teknik pengumpulan data dan penelitian ini mengandalkan hasil analisis dari data pustaka dan fakta yang diperoleh dari wawancara tokoh-tokoh yang berperan pada masa itu.
Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori gerakan sosial, perubahan politik, dan gerakan mahasiswa yang menjadi pisau analisis oleh penulis dalam membahas materi penelitian ini. Sehingga skripsi ini bisa menjadi rangkum hingga selesai sampai sekarang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar belakang
Masa transisi dalam sebuah konstalasi politik negara merupakan periode
rekonsolidasi antara kekuatan politik yang menghendaki perubahan. Rekonsolidasi
dilakukan dalam level elite sekaligus upaya pelibatan basis massa rakyat sebagai
pemegang legitimasi negara. Masa transisi merupakan periode menentukan dalam
sebuah perkembangan politik, sehingga membutuhkan sebuah konsistensi, energi
ekstra dan konsolidasi dari kelompok progresif. Sebab, rekonsolidasi tidak hanya
sekadar menyatukan potensi kekuatan kelompok progresif, yang tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana mengantisipasi kekuatan status quo (konservatif).
Bahkan, mengawal sebuah perubahan jauh lebih penting dari memulai perubahan.
Indonesia setidaknya telah mencatat dua era transisi yang penting, yakni era peralihan
Orde Lama ke Orde Baru dan Orde Baru ke Reformasi.
Peralihan rezim Orde Lama ke Orde Baru dalam skop nasional selama ini
dipahami melalui buku-buku teks yang memuat kronologi sejarah nasional. Penulisan
sejarah yang ‘monolog’ dan cenderung pro-pemerintah (buku putih Orde Baru).
Sedangkan proses jatuhnya Orde Baru yang masih digolongkan sebagai sejarah
kontemporer dapat diakses secara luas dan variatif. Indonesia yang menganut sistem
negara kesatuan, dalam proses meraih legitimasinya hingga saat ini, kerap
dihadapkan pada permasalahan disintegrasi. Kondisi geografis yang terdiri dari
ribuan pulau, realitas multikultur, etnis, suku, dan agama menjadi tantangan tersendiri
dalam menjaga kukuhnya integritas nasional. Dalam tinjauan historis, proses
konsolidasi para pemuda dapat terwujud melalui ikrar Sumpah Pemuda pada tahun
1928, yang selanjutnya menjadi bekal peneguhan visi mewujudkan kemerdekaan,
lahir melalui kesamaan visi melepaskan diri dari imprealisme sekaligus merupakan
wujud ikatan emosionil sebagai bangsa bekas jajahan Belanda.
Ciri Orde Lama, yang dilakukan pada masa pemerintahan Soekarno
adalah Yang Pertama, sistem Presidensial dengan artian Presiden sebagai kepala
negara yang berjalan pada setiap priodik masa jabatan dan keseimbangan terhadap
pemerintah dan rakyat. Yang Kedua, sistem Parlementer dengan artian perdana mentri
sebagai kepala negara, tetapi ada kelemahannya yakni masa jabatannya sangat singkat
dan pemerintahannya tidak stabil adapun kelebihannya pengakuan terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat besar. Yang Ketiga, tentang Demokrasi
Terpimpin dengan artian menjadi kepala negara seumur hidup dan hampir
pemerintahannya sangat otoriter. Adapun kegagalan dan kelebihan pada Orde Lama
ada, terutama kegagalan Orde Lama pada pemerintahan Soekarno adalah masalah
ekonomi yang kian turun, stabilitas politik-keamanan sangat kurang, dan konstitusi
yang tidak komitmen. Adapun keberhasilan pada Orde Lama adalah nation building
yang sangat kuat dan diplomasi luar-negri yang sangat besar terhadap dunia. Akan
tetapi menurut para politik ini semuanya gagal dalam pemerintahan Orde Lama.
Ciri Orde Baru, yang dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto adalah Yang
Pertama, wawasan kebangsaan yang sangat lemah dan bersifat dogmatis atau doktrin
yang terlalu berlebihan. Yang Kedua, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang meraja
lela. Yang Ketiga, jiwa dan bathinnya yang kering. Adapun kegagalan dan kelebihan
pada Orde Baru ada, terutama kegagalan Orde Baru pada pemerintahan Soeharto
adalah ketidakadilan dalam sosial baik pemerintah maupun rakyat jelata sekalipun
sehingga timbulah korupsi pada jiwa bangsa ini, kurangnya membangun keterbukaan
politik. Adapun keberhasilan pada Orde Baru adalah pembangunan fisik, yang amat
disayangkan ialah tidak melihat sisi bathin masyarakat pada masa itu, pertumbuhan
ekonomi yang cukup baik saya kira pada era 1980 hingga 1996-an masyarakat masih
ada uang inggris yang tinggi pada waktu itu, lalu stabilitas politik-keamanan yang
sangat kuat dibandingkan pada masa Orde Baru.
Situasi perpolitikan nasional menjelang runtuhnya Orde Lama, ditandai dengan
pertarungan perebutan pengaruh dan upaya penciptaan hegemoni pada pemerintahan.
Kekuatan yang dominan dan memiliki pengaruh, diantaranya adalah Militer
(Angkatan Darat), Masyumi, PNI, PKI, dan Soekarno. Namun, perkembangan situasi
politik membawa perubahan yang lebih cepat. Semula berhembus isu Dewan Jenderal
yang berada dalam tubuh Angkatan Darat dan dituduh akan melakukan kudeta.
Peristiwa Gerakan Tiga Puluh September (G30S) telah membuka peta politik menjadi
semakin teransparan. Saat itu, PKI menjadi satu-satunya kelompok yang dituduh
sebagai dalang dari upaya kudeta tersebut.
Puncak dari konstalasi politik tersebut menggiring PKI tertuduh sebagai dalang
dan pelaku pemberontakan. Akibatnya, PKI tidak saja terdepak dari kedudukan
politiknya di kabinet maupun di parlemen. Bahkan, militer di bawah kendali Soeharto
bersama kelompok massa demonstran dari kalangan mahasiswa dan pelajar (KAMMI
dan KAPPI) seakan terhipnotis terbawa isu untuk menghancurkan PKI dan jaringan
Ormasnya.
Peralihan Orde Lama ke Orde Baru dan Orde Baru ke Reformasi dalam tinjauan
geopolitik Indonesia makro adalah fakta pengulangan sejarah yang menempatkan
sosok presiden sebagai subyek sekaligus obyek perubahan. Namun, secara
kontekstual masing-masing memiliki faktor determinisme kausalitas yang berbeda.
Praktik komunikasi politik selalu mengikuti sistem politik yang berlaku. Di
negara yang menganut sistem politik tertutup, komunikasi politik pada umumnya
mengalir dari atas (penguasa) ke bawah (rakyat). Komunikasi politik semacam itu
menerapkan paradigma komunikasi top down. Penerapan pendekatan ini memang
bukan satu-satunya, namun yang dominan dilaksanakan adalah pendekatan top down.
Untuk mewujudkan paradigma tersebut, pendekatan komunikasi politik terhadap
Komunikasi politik semacam ini banyak dipraktikkan para penguasa ketika
Indonesia menganut sistem politik tertutup. Ketika rezim Orde Lama berkuasa, pesan
politik yang mengemuka di media massa pada umumnya berisi konflik, kontradiksi
yang antagonistik, dan hiperbola. Pesan-pesan politik semacam itu kemudian jarang
ditemui di media massa semasa Orde Baru berkuasa. Pada era ini, pesan-pesan politik
lebih banyak bermuatan konsensus dan kemasan eufemisme. Meski pada dua era itu
berbeda dalam penekanan pesan politiknya, namun hakikatnya tetap menerapkan
komunikasi satu arah (linear).
Organisasi pada hakekatnya dijalankan dari sekumpulan orang yang memiliki
dasar ideologi yang sama. Dasar ideologi yang dimaksud adalah pondasi yang
dijadikan dasar dari pola pikir anggotanya. Keberadaan organisasi diinginkan untuk
membantu setiap anggotanya keluar dari masalahnya. Sehingga adanya organisasi
diharapkan ntuk mencari solusi dari visi dan misi organisasi itu. Mahasiswa sebagai
agen perubahan memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar kepada bangsa dan
negaranya dimana mahasiswa harus bisa mengambil peran yang aktif. Gerakan
mahasiswa yang menuntut pola pergerakan dari mahasiswa itu sendiri diciptakan
untuk menjadi perpanjangan tangan dari masyarakat untuk menyalurkan
kepentingannya. Organisasi kemahasiswaan merupakan suatu bentuk kegiatan di
perguruan tinggi yang diselenggarakan dengan prinsip dari, oleh dan untuk
mahasiswa.1
Organisasi tersebut merupakan wahana dan sarana pengembangan diri
mahasiswa ke arah perluasan wawasan peingkatan ilmu dan pengetahuan, serta
integritas kepribadian mahasiswa. Organisasi kemahasiswaan juga sebagai wadah
pengembangan kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa diperguruan tinggi yang meliputi
pengembangan penalaran, keilmuan, minat, bakat dan kegemaran mahasiswa itu
1
sendiri.2
Organisasi kemahasiswaan intra-perguruan tinggi adalah wahana dan sarana
pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan
kecendikiaan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi.
Sedangkan menurut Silvia Sukirman, organisasi kemahasiswaan adalah kegiatan
tidak wajib atau pilihan yang penting diikuti oleh setiap mahasiswa selama studinya
sehingga melengkapi hasil belajar secara utuh. Pilihan Kegiatan ekstrakurikuler harus
sesuai dengan minat dan bakat mahasiswa karena kegiatan tersebut merupakan sarana
pelengkap pembinaan kemampuan pribadi sebagai calon intelektual di masyarakat
nantinya.
Hal ini dikuatkan oleh Kepmendikbud RI. No. 155/U/1998 Tentang
Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, bahwa:
Bertitik tolak dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
keaktifan mahasiswa dalam kegiatan organisasi yaitu mahasiswa yang secara aktif
menggabungkan diri dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu untuk melakukan
suatu kegiatan dalam rangka mencapai tujuan organisasi, menyalurkan bakat,
memperluas wawasan dan membentuk kepribadian mahasiswa seutuhnya. Setelah
kesemua itu diperoleh oleh mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan prestasi
belajarnya, sehingga kegiatan organisasi tidak menjadi faktor penghambat dalam
memperoleh prestasi belajar yang baik. Namun sebaliknya, menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Salah satu organisasi yang cukup berperan disitu adalah Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)3
2
Paryati, Sudarman. 2004. Belajar Efektif di Perguruan Tinggi Bandung : Simbiosa Rekatama Media, , Cet. Ke-1, hlm. 48.
.PMKRI yang lahir pada awalnya
merupakan hasil fusi Federasi KSV (Katholieke Studenten Vereniging) dan
Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta. Federasi
KSV yang ada saat itu meliputi KSV St. Bellarminus Batavia (berdiri di Jakarta, 10
3
November 1928), KSV St. Thomas Aquinas Bandung (berdiri 14 Desember 1947),
dan KSV St. Lucas Surabaya (berdiri 12 Desember 1948). Federasi KSV yang berdiri
tahun 1949 tersebut diketuai oleh Gan Keng Soei (KS Gani) dan Ouw Jong Peng
Koen (PK Ojong) Salah Satu Pendiri Kompas. Adapun PMKRI Yogyakarta yang
pertama kali diketuai oleh St. Munadjat Danusaputro, didirikan pada tanggal 25 Mei
1947. Adapun penentuan tanggal 25 Mei 1947 yang bertepatan sebagai hari
Pantekosta, sebagai hari lahirnya PMKRI, tidak bisa dilepaskan dari jasa Mgr.
Soegijapranata. Atas saran beliaulah tanggal itu dipilih dan akhirnya disepakati para
pendiri PMKRI, setelah sejak Desember 1946 proses penentuan tanggal kelahiran
belum menemui hasil. Alasan beliau menetapkan tanggal tersebut adalah sebagai
simbol turunnya roh ketiga dari Tri Tunggal Maha Kudus yaitu Roh Kudus kepada
para mahasiswa katolik untuk berkumpul dan berjuang dengan landasan ajaran
agama Katolik, membela, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik
Indonesia. Sehingga keberadaan PMKRI diharapkan dapat menjadi membantu negara
dalam proses mempertahankan dan memperjuangkan kedaulatannya, karena pada
awalnya indonesia sempat diusik eksistensinya.
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia yang biasa disingkat
PMKRI adalah sebuah bentuk organisasi yang berjalan dalam ranah kemahasiswaan
yang berbasiskan jiwa kepemudaan dan memiliki nilai-nilai kekatolikan yang mana
organisasi ini berdasarkan ajaran agama katolik. Berazaskan Pancasila, dijiwai
kekatolikan, dan disemangati kemahasiswaan. Artinya keberadaan Pancasila masih
dijadikan pedoman ataupun acuan dalam melakukan kegiatan setiap harinya dengan
penjiwaan yang didasari kekatolikan dimana letak kekuatannya didasari oleh para
semangat santo yang menjadi pelindungnya dan untuk menyempurnakannya didorong
semangat mahasiswa yang pada umumnya semangat mahasiswa adalah semangat
berkobar yang sangat bergairah untuk menyalurkan kepentingan masyarakatnya.
Adapun landasan PMKRI, bukanlah organisasi primordial namun bersifat
merangkum semua mahasiswa yang mau dikader dan dibina untuk menjadi kader
yang tangguh, berani dan siap untuk berjuang membela dan mewujudkan kepentingan
rakyat.Artinya disini PMKRI yang memiliki dasar di dalam agama katolik tidak
menutup kemungkinan untuk menerima anggota maupun kader dari luar agama
katolik sehingga tidak mengherankan bila nantinya di muka umum muncul pengurus
yang bukan beragama katolik. karenanya organisasi ini bersifat terbuka dalam
tumbuh dan berkembangnya di tengah dunia kemahasiswaan. Semua mahasiswa
yang berkewarganegaran Republik Indonesia berhak menjadi anggota PMKRI.
PMKRI bersifat inklusif/terbuka bagi semua mahasiswa, tanpa memandang suku,
agama, ras, dan golongan mana pun. Asalkan bersedia menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai Kekatolikan. Sehingga jelas PMKRI adalah organisasi masyarakat yang
nasionalis, yang merangkum semua mahasiswa untuk ikut bergabung di dalamnya.
PMKRI adalah organisasi pengkaderan yang memiliki tujuan dalam
membentuk dan membina setiap anggotanya menjadi kader yang memiliki
kemampuan dan kapabilitas yang tangguh agar siap diterjunkan ke tengah-tengah
masyarakat. Kader yang memiliki sifat militan agar bisa ditempatkan di mana saja
terkhusus di dalam masalah kampus, masyarakat maupun negara. Dimana pada
awalnya munculnya PMKRI didasarkan dengan jiwa perjuangan para pahlawan kita
yang rela mati di dalam merebut kemerdekaan di tangan penjajah. Dasar semangat
inilah yang memberikan semangat bagi para pendirinya untuk bersama membentuk
orang-orang yang mampu bertarung dalam mempertahankan keberadaan pancasila
sebagai dasar negara. Karenanya dalam menjadi kader PMKRI akan menghadapi
beberapa tahap pengkaderan agar menjadi anggota PMKRI yang utuh.
PMKRI yang organisasinya bersifat dalam bentuk sosial kemasyarakatan
bertujuan untuk mengembangkan potensi diri dalam rangka mewiujudkan
aspek-aspek sifat kemanusiaan yang sudah memudar di era sekarang ini. Potensi diri yang
harusnya dimiliki para mahasiwa yang menjadi cikal bakal dari kreatifitas pola pikir
masyarakat, yang mana sikap acuh tak acuh sering ditemukan hampir di setiap diri
mahasiswa. Sehingga diharapkan PMKRI hadir bertujuan mengembalikan
semangat-semangat yang dulunya berkobar, ke tengah-tangah jiwa para anggotanya.
Selain itu, PMKRI hadir melibatkan posisi kader dalam melihat partisipasi
sosial dengan cara menumbuhkan kepribadian yang bisa dihandalkan dan memiliki
intelektualitas yang tinggi dengan cara memperkaya pengetahuan, meningkatkan
kemampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kader – kader PMKRI harus
memiliki kemampuan untuk berkarya dan peduli di tengah-tengah kehidupan
masyarakat dan mendapatkan posisi tawar dalam pergerakannya terjun langsung ke
tengah-tengah masyarakat.
Generalisasi sikap mahasiswa yang sering didendengungkan organisasi
mahasiswa sebagai penyalur aspirasi masyarakat atau sering kita dengar dengan agent
of change merupakan perwujudan yang ingin disampaikan oleh PMKRI sebagai salah
satu dari bagiannya. PMKRI dalam keberadaannya ingin mengambil tempat untuk
ikut terlibat dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat pada umumnya. Dengan
langkah membantu sesuai ranah program yang ditetapkan oleh PMKRI, dan melalui
sifat keikhlasan dari setiap kader. Maksudnya kader akan secara spontan membela
ataupun ikut mengupayakan kepentingan masyarakat ketika hak masyarakat ditindas
atau direbut tidak sesuai dengan perlakuan yang semestinya. Pencetusan sikap dan
tindakan yang dilakukan anggota PMKRI diwujudkan dalam perjalanannya
membantu menyelesaikan perselesihan maupun perdebatan yang sering terjadi di
negara kita dimana PMKRI biasanya menempatkan posisinya berdekatan atau lebih
kepada memperjuangkan pihak masyarakat.
Gerakan mahasiswa pada era orde lama yang hadir untuk melawan liarnya
PKI(Partai Komunis Indonesia) yang bergerak bebas dalam menyalurkan
ideologinya. PKI yang berbasiskan komunis sudah tak mampu lagi untuk ditepis
NASAKOM(Nasionalis, Agama, Komunis) yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno
dinilai oleh para mahasiswa adalah cara Soekarno untuk membiarkan PKI dan hidup
berkembang di Indonesia.
Kehidupan bernegara yang sempat berkecamuk, membuat banyak organisasi
mahasiswa bersemangat untuk tetap berperang dalam mempertahankan kehidupan
kenegaraan tetap bergerak dalam ranah pancasila, sebagai dasar negara yang harus
dipegang teguh keberadaaannya. Keberadaan yang diinginkan disini bermaksud untuk
tetap teguh dalam koridor atau jalan yang menjadi jalur yang harusnya dipegang
sesuai dengan pancasila. Pokok inti ajaran pancasila yang harus dipegang dinilai para
mahasiswa harus betul-betul dipegang karena pancasila adalah dasar dari keberadaan
indonesia.
Konflik yang terjadi di indonesia memanglah diawali dengan hadirnya PKI
yang ingin menguasai indonesia dengan menyalurkan ideologinya dan menyebarkan
aliran komunis. Aliran komunis yang berasal dari Uni Soviet yang pada waktu itu
bersaing dengan Amerika Serikat untuk menyebarluaskan ideologi Liberalisme
sebagai tandingannya. Situasi inilah yang disebut perang dingin. Karena itu indonesia
menjadi ajang pertarungan, ajang perdebatan dan wadah pertempuran ideologi saat
itu.
Pendekatan yang dilakukan PKI terhadap Soekarno membuat Soekarno
bersikap lebih cenderung memihak kearah PKI, dimana kebijakannya lebih mengarah
dan menguntungkan PKI. PKI mendapatkan posisi tawar yang baik di kehidupan
bernegara. Karenanya pada saat itu PKI bebas bergerak untuk menyebarkan ideologi
komunisnya yang radikal. Dan juga ikut merusak eksistensi keberadaan negara kita
termasuk di dalamnya pancasila. Tokoh-tokoh PKI yang mengelilingi Bung Karno
dengan mudah mempengaruhi Pemimpin Besar Revolusi itu dalam setiap keputusan
Karenanya PMKRI yang hadir sebagai organisasi masyarakat yang memiliki
tanggung jawab dalam usaha mempertahankan negara dari gangguan-gangguan baik
bersifat kekerasan maupun ideologi yang terlibat di dalamnya. PMKRI dalam
usahanya selalu mengupayakan agar negara indonesia dapat bergerak sesuai ranah
pancasila sebagai dasar negara.
PMKRI bersama organisasi mahasiswa lainnya menentang kehadiran PKI
yang berusaha menguasai Indonesia dengan cara penyebaran ideologi yang sempat
merusak sendi-sendi dasar negara indonesia. Banyak langkah dan cara yang ditempuh
dalam menempuh perlawanannya untuk tetap menjunjung tinggi kedaulatan negara
kita. Hal ini menjadi dasar positif yang pada prosesnya mendapat tantangan-
tantangan yang menyulitkan PMKRI untuk berusaha melawan keganasan-keganasan
yang ditimbulkan PKI.
PMKRI melakukan gebrakan-gebrakan yang cukup berpengaruh pada saat itu
diantaranya dalam setiap kaderisasi PMKRI selalu ditegaskan bahwa sikap politik
PMKRI tidak dapat menerima konsep NASAKOM (nasional,agama, dan komunis),
hal itu jelas mereka tantang karena di negara-negara komunis blok orang yang
beragama selalu ditindas. Perlakuan itu terlihat di semua negara komunis yang
melarang masyarakatnya beribadah. Selain itu, PMKRI berusaha mengambil peran
bersama organisasi mahasiswa lainnya untuk ikut menentang kehadiran PKI yang
tidak sesuai dengan norma-norma yang ada didalam PMKRI itu sendiri, Berdasarkan
latar belakang masalah dalam penelitian ini penulis tertarik untuk membahas tentang
strategi PMKRI dalam perubahan politik orde lama- orde baru
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian saya ini adalah “Apa-apa saja peran
3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan
penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi
faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja
yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan
membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang
sitematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan
diteliti oleh penulis yaitu :
1. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana program organisasi PMKRI.
2. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana perubahan politik di Indonesia
dimasa transisi orde lama ke orde baru.
3. Penelitian ini mengkaji tentang peran PMKRI dalam perubahan politik orde
lama- orde baru.
4. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana strategi PMKRI dalam perubahan politik orde lama -
orde baru.
2. Mengetahui kekuatan yang dimiliki mahasiswa dalam perubahan politik
tersebut.
5. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya
dalam menyelesaikan studi program sarjana strata satu (S1) Departemen Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Secara pribadi penelitian mampu mengasah kemampuan peneliti dalam
melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan memberikan
pengetahuan yang baru bagi peneliti sendiri.
3. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan
mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai gerakan mahasiswa,
perubahan politik, sistem pemerintahan dan memberi solusi atas permasalahan
bangsa.
4. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu
pengetahuan dalam Ilmu Politik, khususnya dalam hal ideologi politik,
organisasi, dan perubahan politik di Indonesia serta menjadi
referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fisip USU.
6.Kerangka Teori
Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan kerangka
teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari
mana peneliti melhat objek yang di teliti sehingga penelitian dapat lebih tersistematis.
Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep.4
4
6.1.Teori Gerakan Sosial
Adapun teori yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu teori gerakan sosial
baru (New Social Movement) dan teori mobilisas sumber daya (Resource
Mobilization Theory). Kata gerakan sosial identik dengan kata-kata perlawanan,
perubahan sosial dan kata ideologi marxis. Sebelum menjelaskan teori gerakan sosial
baru dan teori mobilisasi sumber daya, kita harus mengetahui tentang gerakan sosial
secara umum.5
Gerakan sosial memiliki defenisi yang luas karena beragam ruang lingkup
yang dimilikinya. Anthony Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu
upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai
tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar ruang lingkup
lembaga-lembaga yang mapan.
Defenisi yang hampir sama juga di ungkapkan oleh Tarrow yang
menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat
biasa bergabung dengan para kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh
menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan pihak-pihak
lawan lainnya. Ketika perlawanan ini didukung oleh jaringan sosial yang kuat dan di
gaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka perlawanan
mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan pihak lawan, dan hasilnya adalah
gerakan sosial.6
Adapun menurut Mansour Fakih, secara harfiah gerakan sosial dapat diartikan
sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial
terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial. Gerakan sosial
5
Fadhillah Putra dkk. 2006 Gerakan Sosial, Konsep, Strategi, Actor, Hambatan dan Tantangan
Gerakan Sosial di Indonesia.Malang : PLaCID’s dan Averroes Press, Hlm. 1
6
merupakan gejala yang telah lama ada akan tetapi baru beberapa abad yang silam
orang mulai memahami karakter dan wataknya.7
Lebih lanjut Blumer menyatakan bahwa gerakan sosial dapat dirumuskan
sebagai sejumlah besar orang yang bertindak bersama atas nama sejumlah tujuan atau
gagasan. Sedangkan Robert Mirsel menyatakan bahwa gerakan sosial didefenisikan
sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan
sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan di dalam
masyarakat.8
Dalam memahami dan menjelaskan fenomena gerakan sosial, para ahli ilmu
sosial terus mengembangkan wacana sehingga pada tataran teoritis telah melahirkan
apa yang dimanakan teori gerakan sosial baru (New Social Movement) dan teori
mobilisasi sumber daya (Resource Mobilization Theory).
Diantara defenisi tentang gerakan sosial diatas, kita menemukan benang
merah bahwa gerakan sosial menginginkan perubahan atau menghalangi perubahan
dengan beberapa tujuan, tidak terorganisir secara rapi dan memiliki tindakan kolektif
serta bertindak diluar saluran-saluran yang mapan.
Gerakan sosial baru esensialnya merupakan perkembangan dari teori gerakan
sosial yang ada sebelumnya, sebagaimana Laclau dan Mouffe menganggap gerakan
sosial baru sebagai model dalam pencarian alternatif atas kemacetan pendekatan
marxisme. Di dalam gerakan sosial baru terdapat slogan yang berbunyi there are
many alternatives (ada banyak alternatif).9
Gerakan sosial baru atau new social movement mulai muncul dan
berkembang sejak pertengahan tahun 1960 an. Gerakan sosial baru hadir sebagai
alternatif lain dari prinsip-prinsip, strategi, aksi atau pun pilihan ideologi dari
pandangan-pandangan teori marxis tradisional yang lebih menekankan pada
perjuangan kelas.
7
Mansour Fakih.2002.Tiada Transformasi Sosial Tanpa Gerakan Sosial dalam Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan. Yogyakarta : Insist Press. Hlm.26
8
Robert Mirsel. 2004. Teori Pergerakan Sosial. Yogyakarta : Resist Book. Hlm. 6
9
Secara keseluruhan gerakan social bertujuan mencapai target mereka di dalam
masyarakat yang ada. Lebih lanjut Scott menjelaskan tentang perlawanan yang
sesungguhnya bersifat:
1. Terorganisir, sistematis dan kooperatif
2. Berprinsip atau tanpa pamrih
3. Mempunyai akibat-akibat revolusioner
4. Mengandung gagasan dan tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi itu
sendiri.10
Dalam perspektif ini, beranggapan bahwa gerakan sosial lahir karena
dukungan dari mereka yang terisolasi dan teralineasi di masyarakat. Gerakan sosial
klasik ini merupakan cerminan dari perjuangan kelas di sekitar proses produksi, dan
oleh karenanya gerakan sosial selalu dipelopori dan berpusat pada kaum buruh.
Paradigma dalam gerakan ini adalah Marxist Theory , sehingga gerakan ini selalu
melibatkan dirinya pada wacana idiologis yang meneriakkan ‘anti kapitalisme’,
‘revolusi kelas’ dan ‘perjuangan kelas’.Orientasi nya juga selalu berkutat pada
penggulingan pemerintahan yang digantikan dengan pemerintahan diktator
proletariat. Tetapi dalam konteks saat ini teori gerakan sosial klasik ini sudah jarang
di jumpai di lapangan dan bahkan nyaris lenyap dari rohnya gerakan dan telah
digantikan oleh tero gerakan sosial baru.
Teori gerakan sosial baru adalah muncul sebagai kritik terhadap teori lama
sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis kelas. Gerakan sosial baru
adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak tertarik pada gagasan revolusi.
Dan tampilan dari gerakan sosial baru lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan
anti rasisme, anti nuklir, feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya. Gerakan
sosial baru beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul
tidak hanya dari gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara
langsung dalam sistem produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum
10
menengah. Karena system kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di
luar sistem produksi. Ada beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti
berubahnya media hubung antara masyarakat sipil dan negara dan berubahnya tatanan
dan representasi masyarakat kontemporer itu sendiri.
Gerakan sosial baru menaruh konsepsi idiologis mereka pada asumsi bahwa
masyarakat sipil tengah meluruh, ruang sosialnya telah mengalami penciutan dan
digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Dan secara radikal Gerakan sosial baru
mengubah paradigma marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah
kelas dan konflik kelas.Sehingga gerakan sosial baru didefenisikan oleh tampilan
gerakan yang non kelas serta pusat perhatian yang non materialistik, dan karena
gerakan sosial baru tidak ditentukan oleh latar belakang kelas, maka mengabaikan
organisasi serikat buruh industri dan model politik kepartaian, tetapi lebih melibatkan
politik akar rumput, aksi-aksi akar rumput. Dan berbeda dengan gerakan klasik,
struktur gerakan sosial baru didefenisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan , kehendak
dan orientasi heterogenitas basis sosial mereka.
Gerakan sosial baru pada umumnya merespon isu-isu yang bersumber dari
masyarakat sipil, dan membidik domain sosial masyarakat sipil ketimbang
perekonomian atau negara, dan membangkitkan isu-isu sehubungan demoralisasi
struktur kehidupan sehari-hari dan memusatkan perhatian pada bentuk komunikasi
dan identitas kolektif.
Jean Cohen ( 1985:669 ) menyatakan Gerakan Sosial Baru membatasi diri
dalam empat pengertian yaitu, (a) aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi
kembalinya komunitas-komunitas utopia tak terjangkau dimasa lalu (b) aktornya
berjuang untuk otonomi, pluralitas (c) para aktornya melakukan upaya sadar untuk
belajar dari pengalaman masa lalu, untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui
penalaran, (d) para aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi
pasar.
Dengan demikian tujuan dari gerakan sosial baru adalah untuk menata
publik yang di dalamnya terdapat wacana demokratis otonomi dan kebebasan
individual.
6.2.Teori Perubahan Politik
Teori-teori baru mengenai perubahan politik dapat dibedakan dari pendekatan
pendekatan dahulu berdasarkan beberapa ciri.11
Huntington dalam bukunya yang berjudul Political Order in Changing
Societies yang terbit pada tahun 1968 menjelaskan banhwa, fokus utama perubahan
politik adalah hubungan antara partisipasi politik dan pelembagaan politik. Hubungan
diantara kedua unsur tersebutlah yang mempengaruhi stabilitas sistem politik.
Pertama, perubahan politik yang
terjadi pada setiap taraf pembangunan. Kedua, kerangka kerangka tersebut tidak
banyak berkaitan dengan proses modernisasi. Ketiga, variabel yang berhubungan
dengan teori sebagian besar bersifat politik. Keempat, Kerangka-kerangka itu cukup
flexsibel untuk menampung perubahan perubahan politik baik dari lingkungan dalam
negeri ataupun lingkungan luar negeri. Kelima, pada umumnya teori-teori itu lebih
kompleks dari pada teori teori modernisasi politik dan pembangunan politik.
12
Analisa mengenai perubahan politik pertama-tama dapat diarahkan pada
perubahan perubahan sederhana mengenai kekuasaan dan unsur-unsur dari sebuah
sistem politik. Hal tersebut dapat meliputi perubahan mengenai gaya pemerintahan Hal
ini disebabkan karena kadar dari sebuah partisipasi politik yang diberikan oleh suatu
masyarakat berkaitan erat terhadap legitimasi yang diperoleh lembaga lembaga
politiknya. Apabila partisipasi yang dimaksud dalam bentuk dukungan, maka hal itu
menunjukan bahwa kelembagaan politik tersebut memiliki tingkat kepercayaan yang
baik. Begitu juga sebaliknya, jika partisipasi politik tersebut dalam bentuk kritikan,
maka kelembagaan politk tersebut tidak mendapat respon yang baik dalam
masyarakat.
11
Samuel P. Huntington. 1991. Perubahan ke Arah Perubahan: Modernisasi Pembangunan dan
Politik dalam Pembangunan Politik dan Perubahan Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm.
109.
12
yang dipakai, sistem pemerintahan yang diterapkan dan segala bentuk
lembaga-lembaga politik yang tersinkronisasi dalam sebuah sistem politik. Namun fokus dari
perubahan politik bukanlah semata-mata terfokus pada perubahan kekuasaan.
Melainkan yang lebih penting adalah permasaalahan hubungan yang ditimbulkan
antara perubahan perubahan kekuasaaan masing-masing komponen dan unsur dengan
perubahan dalam isinya.
Perubahan politik dapat di klasifikasikan berdasarkan dua tingkatan. Pertama,
Laju ruang lingkup dan arah perubahan sebuah komponen dapat dibandingkan
dengan laju dan ruang lingkup komponen lainnya. Sebuah bentuk perbandingan yang
demikian dapat menjelaskan pola-pola stabilitas dan kegoncangan dalam sistem
poltiik. Sehingga jangkauan sebuah komponen berhubungan dengan perubahan atau
tiadanya perubahan pada komponen lainnya. Misalnya kultur dan suatu sistem politik
mungkin bisa dipandang sebagai hal yang lebih penting dibandingkan kelompok,
pemimpin dan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.
Tingkatan kedua dari analisa perubahan politik adalah perubahan kekuasaan
dari suatu unsur dalam sebuah komponen pada suatu sistem dapat dibandingkan
denngan unsur unsur lain dari komponen yang sama. Hal ini dapat meliputi analisa
mengenai bangkit redupnya ideologi dan kepercayaan, lembaga dan kelompok,
pemimpin dan kebijaksanaan serta unsur-unsur yang terdapat dalam komponen
tersebut yang telah mengalami perubahan. Hal ini berarti menyangkut kajian sebuah
unsur-unsur tersebut yang bersifat dinamis sehingga harus terus dipantau
perubahan-perubahannya.13
Perubahan politik merupakan salah satu varian dari gejala perubahan sosial.
Perubahan politik senantiasa akan membawa suatu perubahan pada sebuah sistem
sosial dalam sebuah kelompok masyarakat/ negara. Seperti yang dijelaskan oleh
Kingsley Davis menjelaskan perubahan sosial merupakan perubahan perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Karena perubahan tersebut
13
bersinggungan dengan fungsi masyarakat, Davis mengemukakan bahwa perubahan
tersebut dapat menyebabkan perubahan dalam organisasi ekonomi maupun politik.14
Pengertian lain mengenai perubahan sosial dikemukakan oleh Mac Iver yang
mendefenisikan perubahan perubahan sosial sebagai hubungan dalam perubahan
sosial (sosial relations) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) dalam
hubungan sosial.15
Johnson (1995) mengatakan perubahan sosial ditandai oleh empat hal penting,
yaitu: pertama, hilangnya kepercayaan terhadap institusi-institusi sosial yang mapan
terutama lembaga lembaga ekonomi dan politik, kedua, otoritas yang terdapat dalam
institusi-institusi sosial utama dipertanyakan, ketiga, menurunnya etika tradisional,
dan keempat penolakan secara luas terhadap teknokrasi dan berbagai segi organisasi
birokrasi.
Hubungan sosial yang dimaksud merupakan hubungan antar
individu ataupun antar kelompok dalam kehidupan bernegara.
16
Menurut Mooris Ginsberg (1984) sebab sebab terjadinya perubahan sosial
adalah sebagai berikut:
Keempat hal ini lah yang kemudian menjadi gejala-gejala yang menandai
terjadinya sebuah proses perubahansosial. Jika kita mengkaitkannya dengan
keberadaan perubahan politik yang terjadi Indonesia yang dipengaruhi oleh
keberadaan komunisme, maka apa yang dijelaskan oleh Johnson terrsebut mengarah
kepada bagaimana institusi-intitusi sosial yang berhaluan komunis tidak lagi
mendapat kepercayaan dari masyarakat dan justru mendapat kecaman keras dari
masyarakat itu sendiri. Institusi-intitusi komunis seperti PKI (dalam bidang politik)
dan Lekra dll (dalam bidang sosial) telah dibubarkan oleh pemerintah dan
membentuk image negatif terhadap institusi-intitusi tersebut dimata masyarakat.
Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi-intitusi yang berideologi
komunis tersebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial di Indonesia.
14
2013 pukul 14.15 wib
15
Soemardjan Selo dan Soeleman Soemardi. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Hlm.23
16
a. Keinginan individu dalam masyarakat untuk secara sadar mengadakan
perubahan;
b. Sikap sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi kondisi yang berubah;
c. Perubahan perubahan struktural dalam bidang sosial, ekonomi dan politik;
d. Pengaruh eksternal;
e. Munculnya pribadi pribadi dan kelompok yang menonjol dalam masyarakat
(kelas menengah);
f. Munculnya peristiwa peristiwa tertentu, seperti misalnya kekalahan perang,
ataupun kekalahan sebuah kekuatan politik terhadap kekuatan politik yang
lainnya;
g. Tercapainya konsensus dalam masyarakat untuk meraih suatu tujuan bersama.
Perubahan sosial juga ada yang sifatnya dikehendaki (intended change) atau
perubahan yang direncanakan (planed change) dan perubahan yang tidak dikehendaki
(unintended change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change).17
Perubahan politik merupakan salah satu bentuk dari sebuah perubahan sosial.
Biasanya sebuah gejala perubahan sosial akan menjadi sebuah faktor bagi terjadinya
sebuah perubahan politik. Jadi pembahasan mengenai perubahan sosial sangat
dibutukan dalam menganalisa sebuah prubahan politik.
Perubahan yang dikehendaki merupakan perubahan yang sebelumnya telah
direncanakan dengan baik dan yang menjadi kemauan dari masyarakat. Perubahan
yang tidak dikehendaki merupakan perubahan yang terjadi secara spontan dan tidak
ada rencana sebelumnya untuk melakukan sebuah perubahan. Dengan kata lain
masyarakat sebelumnya tidak menyadari bahwa akan terjadi sebuah perubahan dalam
kehidupan mereka.
18
17
Ibid, Hlm. 60
Hal ini diperlukan untuk
melihat gejala-gejala sosial seperti apa yang mempengaruhi sebuah perubahan sosial
yang kemudian menjadi faktor bagi terjadinya sebuah perubahan politik.
18
6.3.Teori Gerakan Mahasiswa
Mahasiswa merupakan sebuah miniatur masyarakat intelektual yang memilki
corak keberagaman pemikiran, gagasan dan ide-ide yang penuh dengan kreatifitas
dalam rangka mewujudkan tri darma perguruan tinggi yakni; pendidikan dan
pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat.sungguh menarik memang jika
kita kembali memperbincangkan persoalan kampus dan dinamikannya yang sangat
dinamis. kampus merupakan tempat pengembangan diri yang memberikan perubahan
pikiran, sikap, dan pencerahan, tempat mahasiswa lahir menjadi kaum pemikir bebas
yang tercerah. Dengan sifat keintelektual dan idealismenya mahasiswa lahir dan
tumbuh menjadi entitas yang memiliki paradigma ilmiah dalam memandang
persoalan kebangsaan dan kemasyarakatan. 19
Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang
memiliki tanggung jawab sosial yang khas. Shill menyebukan ada lima fungsi kaum
intelektual yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan
bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi
perubahan sosial dan memainkan peran politik.Arbi Sanit memandang, mahasiswa
cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Sementara itu Samuel Huntington
menyebutkan bahwa kaum intelektual di perkotaan merupakan bagian yang
mendorong perubahan politik yang disebut reformasi. 20
Menurut Arbi Sanit ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan
mahasiswa dalam kehidupan politik. Per tama, sebagai kelompok masyarakat yang
memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas diantara
masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki
bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi
politik yang terpanjang diantara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus
19
Ibid., hal.98.
20
membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa
yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan
kampus sehari-hari. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki
lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam
masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.21
Gerakan mahasiswa merupakan bagian dari gerakan sosial yang didefinisikan
Nan Lin sebagai upaya kolektif untuk memajukan atau melawan perubahan dalam
sebuah masyarakat atau kelompok.
22
Rudolf Heberle menyebutkan bahwa gerakan
sosial merujuk pada berbagai ragam usaha kolektif untuk mengadakan perubahan
tertentu pada lembaga-lembaga sosial atau menciptakan orde baru.23
Denny JA juga menyatakan adanya tiga kondisi lahirnya gerakan sosial
seperti gerakan mahasiswa. Pertama, gerakan sosial dilahirkan oleh kondisi yang
memberikan kesempatan bagi gerakan itu. Pemerintahan yang moderat, misalnya
memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial ketimbang
pemerintahan yang sangat otoriter. Kedua, gerakan sosial timbul karena meluasnya
ketidakpuasan atas situasi yang ada. Perubahan dari masyarakat tradisional ke Bahkan Eric
Hoffer menilai bahwa gerakan sosial bertujuan untuk mengadakan perubahan. Teori
awal menyebutkan, sebuah gerakan muncul ketika masyarakat menghadapi hambatan
struktural karena perubahan sosial yang cepat seperti disebutkan Smelse. Teori
kemacetan ini berpendapat bahwa “pengaturan lagi struktural dalam masyarakat
seperti urbanisasi dan industrialisasi menyebabkan hilangnya kontrol sosial dan
meningkatkan “gelombang menuju perilaku antisosial”. Kemacetan sistemik ini
dikatakan menjadi penyebab meningkatnya aksi mogok, kekerasan kolektif dan
gerakan sosial dan mahasiswa Pakar kontemporer tentang gerakan sosial mengkritik
teori-teori kemacetan dengan alasan empirik dan teoritis.
21
Arbi Sanit. 1984. Sistem Politik Indonesia, Jakarta, Rajawali,. hal.107
22
Nan Lin. 1998. Sosial Movement dalam Encyclopedia of Sociology.New York, MacMillan Publishing Company hal. 188
23
masyarakat modern, misalnya dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang
makin lebar untuk sementara antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat
pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai sosial yang selama ini
diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak yang dirugikan dan kemudian
meluasnya gerakan sosial. Ketiga, gerakan sosial semata-masa masalah kemampuan
kepemimpinan dari tokoh penggerak. Adalah sang tokoh penggerak yang mampu
memberikan inspirasi, membuat jaringan, membangun organisasi yang menyebabkan
sekelompok orang termotivasi terlibat dalam gerakan. Gerakan mahasiswa
mengaktualisikan potensinya melalui sikap-sikap dan pernyataan yang bersifat
imbauan moral. Mereka mendorong perubahan dengan mengetengahkan isu-isu moral
sesuai sifatnya yang bersifat ideal. Ciri khas gerakan mahasiswa ini adalah
mengaktualisasikan nilai-nilai ideal mereka karena ketidakpuasan terhadap
lingkungan sekitarnya.24
Gerakan moral ini diakui pula oleh Arief Budiman yang menilai sebenarnya
sikap moral mahasiswa lahir dari karakteristiknya mereka sendiri. Mahasiswa, tulis
Arief Budiman, sering menekankan peranannya sebagai “kekuatan moral” dan
bukannya “kekuatan politik”. Aksi protes yang dilancarkan mahasiswa berupa
demonstrasi di jalan dinilai juga sebagai sebuah kekuatan moral karena mahasiswa
bertindak tidak seperti organisasi sosial politik yang memiliki kepentingan praktis.25
Arief Budiman juga menambahkan, konsep gerakan moral bagi gerakan mahasiswa
pada dasarnya adalah sebuah konsep yang menganggap gerakan mahasiswa hanyalah
merupakan kekuatan pendobrak, ketika terjadi kemacetan dalam sistem
politik.Setelah pendobrakan dillakukan maka adalah tugas kekuatan-kekuatan politik
yang ada dalam hal ini partai-partai atau organisasi politik yang lebih mapan yang
melakukan pembenahan.26
24
Denny JA,” Menjelaskan Gerakan Mahasiswa”, Kompas, 25 April 1998
25
Arief Budiman. 2005. Peranan mahasiswa sebagai Inteligensia dalam Cendekiawan dan Politik. Jakarta, LP3ES.
26
Sependapat dengan Arief Budiman, Arbi Sanit menyatakan komitmen
mahasiswa yang masih murni terhadap moral berdasarkan pergulatan keseharian
mereka dalam mencari dan menemukan kebenaran lewat ilmu pengetahuan yang
digeluti adalah sadar politik mahasiswa.Karena itu politik mahasiswa digolongkan
sebagai kekuatan moral. Kemurnian sikap dan tingkah laku ,mahasiswa menyebabkan
mereka dikategorikan sebagai kekuatan moral, yang dengan sendirinya memerankan
politik moral.27
Namun seperti halnya gerakan sosial umumnya senantiasa melibatkan
pengorganisasian. Melalui organisasi inilah gerakan mahasiswa melakukan pula aksi
massa, demonstrasi dan sejumlah aksi lainnya untuk mendorong kepentingannya.
Dengan kata lain gerakan massa turun ke jalan atau aksi pendudukan gedung-gedung
publik merupakan salah satu jalan untuk mendorong tuntutan mereka. Dalam
mewujudkan fungsi sebagai kaum intelektual itu mahasiswa memainkan peran sosial
mulai dari pemikir, pemimpin dan pelaksana. Sebagai pemikir mahasiswa mencoba
menyusun dan menawarkan gagasan tentang arah dan pengembangan masyarakat.
Peran kepemimpinan dilakukan dengan aktivitas dalam mendorong dan menggerakan
masyarakat. Sedangkan keterlibatan mereka dalam aksi sosial, budaya dan politik di
sepanjang sejarah merupakan perwujudan dari peran pelaksanaan tersebut.
Bentuk lain dari aktualisasi peran gerakan mahasiswa ini dilakukan dengan
menurunkan massa mahasiswa dalam jumlah besar dan serentak. Kemudian
mahasiswa ini mendorong desakan reformasi politiknya melakukan pendudukan atas
bangunan pemerintah dan menyerukan pemboikotan. Untuk mencapai cita-cita moral
politik mahasiswa ini maka muncul berbagai bentuk aksi seperti umumnya terjadi
dalam, gerakan sosial. Arbi Sanit menyatakan, demonstrasi yang dilakukan
mahasiswa fungsinya sebagai penguat tuntutan bukan sebagai kekuatan pendobrak
penguasa. Strategi demonstrasi diluar kampus merupakan bagian dari upaya
membangkitkan semangat massa mahasiswa.
27
Arbi Sanit menyebutkan bahwa reformasi politik mahasiswa terfokus kepada
suksesi kepemimpinan, penegakan pemerintahan yang kuat-efektif sehingga
produktif, penegakan pemerintahan yang bersih, penetapan kebijakan puiblik yang
adil dan tepat dan demokratisasi politik. Arbi menyajikan sebuah analisa sistematik
mengenai peran strategis pembaharuan mahasiswa Asia dalam dekade 1990-an.
Namun sayang, gerakan moral mahasiswa ini seringkali menimbulkan kerusuhan dan
tindakan anarki, untuk itulah diperlukan strategi baru dalam melakukan aksi untuk
menuntut perubahan kebijakan, yakni dengan menggunakan strategi negosiasi.28
6. Metodologi Penelitian
Penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini
memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif (melukiskan). Penelitian deskriptif
adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa
sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini untuk memberikan
gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.29 Tujuan dasar
penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, seta hubungan antara
fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan
hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi
yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan
sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan
28
Arbi Sanit.1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. hal.26
29
pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian ekspalanatif berarti tidak
dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.30
7.1 Jenis Penelitian
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi
penelitian kualitaif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode
deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodelogi kualitaif” sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.31
Secara khusus, penelitian yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fakta atau data yang Penelitian kualitatif dapat
diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi dari kondisi
sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah,
baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan
mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi satu
generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Masalah yang akan
diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau informasi, akan
tetapi mungkin saja berkembang dan berubah selama kegiatan penelitian dilakukan.
Dengan demikian data/informasi yang dikumpulkan data terarah pada kalimat yang
diucapkan, kalimat yang tertulis dan tingkah laku kegiatan. Informasi dapat dipelajari
dan ditafsirkan sebagai usaha untuk memahami maknanya sesuai dengan sudut
pandang sumber datanya. Maka informasi yang bersifat khusus itu, dalam bentuk
teoritis melalui proses penelitian kualitatif tidak mustahil akan menghasilkan
teori-teori baru, tidak sekedar untuk kepentingan praktis saja.
30
Sanafiah Faisal. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Hlm. 20
31
ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa. Pada penelitian
deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemun fakta-fakta sebagaimana
keadaan yang sebenarnya ditemukan. Karena itu dalam penelitian ini, penulis
mengembangkan konsep dan menghimpun berbagai data, tetapi tidak melakukan
pengujian hipotesa.
7.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melahirkan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa
digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara (interview), observasi
(observation), dan dokumentasi (documentation). Tatang M. Arifin mengatakan,
bahwa ada “data adalah segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang
berkaitan dengan tujuan penelitian”. Dengan demikian tidak semua informasi atau
keterangan merupakan data, hanyalah sebagian dari informasi, yakni berkaitan
dengan penelitian.
Dalam suatu penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat
diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik dan alat
pengumpulan data yang relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik
dan alat pengumpul data ini sangat berpengaruh terhadap obyeksifitas hasil
penelitian. Mempertimbangkan hal tersebut, dan keharusan untuk memenuhi validitas
dan realibilitas dalam teknik pengumpulan datanya. Teknik ini adalah cara
mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan
termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.Untuk memperoleh data atau
informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis
1. Data Primer, yaitu Data yang diperoleh oleh Penulis dari arsip-arsip PMKRI
dan data tersebut diperkuat oleh wawancara tokoh-tokoh yang terlibat pada
saat itu.
2. Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) yaitu dengan
mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta
bahan-bahan lain yang berkaitan dengan penelitian.
7.3. Teknik Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik
analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah
yang ada sehingga diperoleh gambaran jelas tentang objek yang akan diteliti dan
kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Artinya disini setelah penulis
mengumpulkan buku-buku dan memperkuatnya dengan melakukan wawancara maka
penulis melakukan penyederhanaan dengan mengkombinasikan keduanya untuk
menjadi alat analisis bagi penulis.
7. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta
untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri kedalam 4 (empat) bab, yakni:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori,
BAB II : DESKRIPSI PMKRI DAN PERUBAHAN POLITIK DI
INDONESIA
Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai profil
PMKRI dan deskripsi lahirnya organisasi-organisasi mahasiswa di
Indonesia serta situasi politik pada masa itu.
BAB III : ANALISIS DATA
Bab ini nantinya berisikan tentang penyajian data dan fakta yang
diperoleh dari buku-buku, majalah, wawancara, dan juga akan
menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh
dari hasil analisis data pada bab – bab sebelumnya serta berisi adanya
BAB II
DESKRIPSI ORGANISASI PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA dan PERUBAHAN POLITIK di INDONESIA
2.1 SEJARAH PMKRI
PerhimpunanMahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pada awalnya
merupakan hasil fusi Federasi KSV (Katholieke Studenten Vereniging) dan
Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta. Federasi
KSV yang ada saat itu meliputi KSV St. Bellarminus Batavia (berdiri di Jakarta, 10
November 1928), KSV St. Thomas Aquinas Bandung (berdiri 14 Desember 1947),
dan KSV St. Lucas Surabaya (berdiri 12 Desember 1948). Federasi KSV yang berdiri
tahun 1949 tersebut diketuai oleh Gan Keng Soei (KS Gani) dan Ouw Jong Peng
Koen (PK Ojong). Adapun PMKRI Yogyakarta yang pertama kali diketuai oleh St.
Munadjat Danusaputro, didirikan pada tanggal 25 Mei 1947.32
Keinginan Federasi KSV untuk berfusi dengan Perserikatan Mahasiswa
Katolik Republik Indonesia Yogyakarta saat itu, karena pada pertemuan antar KSV
dipenghujung 1949, dihasilkan keputusan bersama bahwa “….Kita bukan hanya
mahasiswa Katolik, tetapi juga mahasiswa Katolik Indonesia …” Federasi akhirnya
mengutus Gan Keng Soei dan Ouw Jong Peng Koen untuk mengadakan pertemuan
dengan moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta.
Setelah mendapat saran dan berkat dari Vikaris Apostolik Batavia yang pro
Indonesia, yaitu Mgr. PJ Willekens, SJ. Utusan Federasi KSV (kecuali Ouw Jong
Peng Koen yang batal hadir karena sakit) bertemu dengan moderator pada tanggal 18
Oktober 1950 dan pertemuan dengan Ketua PMKRI Yogyakarta saat itu yaitu PK
32
Haryasudirja bersama stafnya berlangsung sehari kemudian. Dalam
pertemuan-pertemuan tersebut intinya wakil federasi KSV yaitu Gan Keng Soei mengajak dan
membahas keinginan ”Mengapa kita tidak berhimpun saja dalam satu wadah
organisasi nasional mahasiswa Katolik Indonesia ? Toh selain sebagai mahasiswa
Katolik, kita semua adalah mahasiswa Katolik Indonesia. “
Maksud Federasi KSV ini mendapat tanggapan positif moderator dan
pimpinan PMKRI Yogyakarta. Dan dua keputusan lain yang dihasilkan adalah :
1. Setelah pertemuan tersebut, masing-masing organisasi harus mengadakan
kongres untuk membahas rencana fusi.
2. Kongres Gabungan antara Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta akan
berlangsung di Yogyakarta tanggal 9 Juni 1951.
Dalam kongres gabungan tanggal 9 Juni 1951, kongres dibuka secara resmi
oleh PK Haryasudirja selaku wakil PMKRI Yogyakarta bersama Gan Keng Soei yang
mewakili Federasi KSV. Diluar dugaan, Kongres yang semula direncanakan
berlangsung hanya sehari, ternyata berjalan alot terutama dalam pembahasan satu
topik, yakni penetapan tanggal berdirinya PMKRI.
Disaat belum menemui kesepakatan, Kongres Gabungan sempat diskors untuk
memberikan kesempatan kepada masing-masing organisasi untuk kembali
mengadakan kongres secara terpisah pada tanggal 10 Juni 1951. Akhirnya Kongres
Gabungan untuk fusi-pun kembali digelar pada tanggal 11 Juni 1950 dan berhasil
menghasilkan 14 keputusan yaitu :33
1. Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta berfusi menjadi satu sebagai organisasi
nasional mahasiswa katolik bernama:”Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia” yang kemudian disingkat PMKRI. Sebutan perhimpunan
33