• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengurangi Tekanan atau Daya Ancam Terhadap Muka Mitra Tutur (minimize the imposition)

Dalam dokumen BAB IV ANALISIS DATA (Halaman 129-134)

1) Konteks tuturan: Pada saat Deddy Corbuzier memberikan komentar, Deddy memberikan sebuah pertanyaan kepada Vina. Deddy Corbuzier menyatakan pendapat bahwa Soimah sudah membimbing Vina dengan baik.

Bentuk tuturan

Deddy : “Eee kalau boleh saya tahu, berapa lama pendekatan kamu dengan Soimah selama ini sampai bisa seperti itu? Karena kamu tadi pun main dan kamu ngomong sambil hampir nangis kamu.”

Vina : “Eee sekitar tiga malam saya berdiskusi dengan Mbak Soimah, ada beberapa revisi, kemudian dari lagu juga, jadi eee memang cukup lama juga saya bisa akhirnya menemukan cerita yang tepat, sampai tadi malam juga revisi terakhir itu jam 12 malam. Eee kita baru bisa menentukan kira-kira ini pas sekali gitu! Ini merupkan cerita, betul-betul cerita Mbak Soimah.”

(169/IMB3/5Jan2013)

Tuturan pada data nomor 1) dituturkan oleh juri yaitu Deddy Corbuzier (penutur) kepada salah satu peserta IMB 3 yang bernama Vina Candrawati (mitra tutur). Pada waktu itu Vina Candrawati mendapat partner kolaborasi yang merupakan seorang juri di IMB 3 yaitu Soimah. Perbedaan kemampuan pada Soimah dan Vina membuat para juri yang lain mempertanyakan mengenai konsep yang akan dipakai oleh Soimah dan Vina. Pada tuturan sebelumnya Soimah mengakui bahwa pada awalnya terdapat kesulitan pada pencarian konsep, karena harus menyatukan Soimah yang merupakan seorang pesinden dan Vina sebagai seorang pelukis pasir. Namun setelah beberapa saat mengobrol akhirnya keduanya menemukan konsep yang pas untuk penampilan dari kolaborasi mereka. Kemudian pada saat Deddy Corbuzier memberikan komentar, Deddy meminta Vina untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Deddy. Deddy Corbuzier menyatakan pendapat bahwa Soimah sudah membimbing Vina dengan baik dan secara tidak langsung menyatakan bahwa pertunjukkan keduanya telah sukses.

Tujuan tuturan nomor 1) yaitu mengurangi derajat keterancaman muka dengan cara tidak memaksa mitra tutur. Tuturan „kalau boleh saya tahu, berapa lama pendekatan kamu dengan Soimah selama ini sampai bisa seperti itu?‟ menjadi penanda lingual kesantunan negatif yang dapat ditandai dengan frasa „kalau boleh‟, konteks serta tuturan sebelum dan sesudahnya. Frasa „kalau boleh‟ dalam tuturan sebelumnya pada kalimat permintaan diatas menunjukkan adanya keinginan untuk meminta langsung sekaligus keinginan untuk memberi ruang pilihan bagi penutur dan tidak memaksa mitra tutur.

Dalam data nomor 1) diketahui bahwa penutur dapat memperoleh manfaat yaitu mendapat kepercayaan mengenai kejujurannya dengan menunjukkan bahwa

penutur mempercayai mitra tutur serta dapat dapat menghindari kemungkinan terjadinya kesalahpahaman.

Tuturan nomor (1) merupakan tuturan yang santun karena meskipun penutur berusia lebih dewasa dibanding mitra tutur tapi penutur tetap memperhatikan muka negatif mitra tutur. Penutur tidak memaksa dan mengkomunikasikan keinginannya supaya tidak menekan mitra tutur.

Bentuk kesantunan negatif dengan penanda lingual berupa frasa „kalau boleh‟ atau „kalau bisa‟, kalimat tanya, konteks serta tuturan sebelum dan sesudahnya ditemukan pada data (126/MCI ke-2/8Juli2012), (138/MCI ke-2/8Juli2012), (173/IMB3/5Jan2013).

Strategi 5: Memberikan Penghormatan (give deference).

1) Konteks tuturan : Saat Adeline menyerahkan masakannya kepada para juri untuk dinilai. Chef master Degan mengomentari penampilan gado-gado Adeline mirip dengan masakan yang bernama taccho.

Bentuk tuturan

Adeline :“Pas dipanggil juri untuk maju ke depan, seperti biasa selalu tegang. Selalu apa ya? Diapain ya, gitu! Saya takut inovasi saya tidak baiklah!”

Chef Degan :“Kayak taccho, ya? Tapi rasanya gado-gado. Potongannya bagus,

kecil-kecil jadi gampang dimakan.”

Chef Marinka:“Kalau misalnya Mbak Adel milih di piring yang warna item

itu akan lebih bagus karena sekarang warnanya jadi lebih pucet, putih sama putih.”

Chef Juna :“Idenya bagus! Kamu mau coba buat seperti taccho tapi isi

gado-gado sama telur dadar. Next can food itu makanan favorit. Oke!

Thank you!”

Adeline : “Makasih, Chef!”

(111/MCI ke-2/8Juli2012) Tuturan pada data nomor 1) dituturkan oleh juri yaitu chef Marinka (penutur) kepada salah satu peserta yang bernama Adeline (mitra tutur). Saat Adeline menyerahkan masakannya kepada para juri untuk dinilai. Chef Degan mengomentari penampilan gado-gado Adeline mirip dengan masakan luar negeri commit to user

yang bernama taccho namun rasanya tetap seperti gado-gado. Pada waktu chef Marinka menilai presentasi gado-gado Adeline, chef Marinka menyarankan Adeline untuk memilih piring yang berwarna hitam. Karena gado-gado taccho Adeline berwarna kuning kecoklatan maka kurang kontras dengan piring yang berwarna putih sehingga hidangan Adeline terlihat pucat.

Tuturan nomor 1) bertujuan untuk meninggikan posisi mitra tutur yang merupakan pemenuhan keinginan wajah positif manusia yakni untuk diperlakukan lebih tinggi. Tuturan „Kalau misalnya Mbak Adel milih di piring yang warna item itu akan lebih bagus‟ menjadi penanda lingual kesantunan negatif yang dapat ditandai dengan penggunaan kata sapaan „Mbak‟, konteks serta tuturan sebelum dan sesudahnya. Penggunaan kata sapaan „Mbak‟ digunakan untuk memenuhi keinginan wajah positif mitra tutur. Sehubungan dengan itu penggunaan kata sapaan berfungsi untuk mengurangi tindak pengancaman muka terhadap mitra tutur, mendekatkan jarak sosial antara penutur dan mitra tutur.

Tuturan nomor 1) merupakan tindak penyelamatan muka negatif mitra tutur. Tuturan pada nomor 1) merupakan tuturan yang santun karena memperlakukan mitra tutur lebih tinggi dibanding hanya dengan penyebutan nama saja.

Bentuk kesantunan negatif dengan ditandai dengan penggunaan kata sapaan seperti „Mbak‟, „Bapak‟, „Ibu‟, konteks serta tuturan sebelum dan sesudahnya ditemukan pada data (86/MCI ke-2/8Juli2012), (70/MCI ke-2/8Juli2012), (112/MCI ke-2/8Juli2012), (119/MCI ke-2/8Juli2012), (120/MCI ke-2/8Juli2012), dan (153/MCI ke-2/8Juli2012).

Strategi 6: Meminta Maaf (Apologize)

1) Konteks tuturan: Anang Hermansyah memberikan komentar kepada Kanza karena Anang merasa bahwa penampilan Kanza sangat kurang untuk bisa menjadi pemenang Indonesian Idol.

Bentuk tuturan Anang : “Kanza.” Kanza : “Ya?”

Anang : “Kalau aku ngomongnya nanti ini dibilang terlalu keras, tapi aku bilangnya gini, ini panggung Indonesian Idol, gitu! Ini adalah panggung spektakuler, aku nggak ngerasa kamu nyanyi seperti itu. Ya aku ngerasanya, ya aku harus minta maaf mungkin, tapi aku harus

ngomong supaya kamu kalau lolos minggu depan, kamu harus lebih

baik, gitu! Artiannya, kamu nyanyi ya ini bukan panggung acara sekolahan, gitu!”

(17/ II ke-7/13April2012) Tuturan pada data nomor 1) dituturkan oleh juri yaitu Anang Hermansyah (penutur) kepada salah satu peserta II ke-7 yaitu Kanza (mitra tutur). Pada waktu Anang Hermansyah memberikan komentar ia meminta maaf kepada Kanza. Hal ini dilakukan Anang karena merasa segan saat akan mengomentari penampilan Kanza. Anang merasa bahwa penampilan Kanza sangat kurang untuk bisa menjadi pemenang Indonesian Idol. Dengan demikian Anang menyuruh Kanza untuk berlatih lebih baik lagi.

Tujuan tuturan nomor 1) adalah untuk menjaga muka negatif mitra tutur, dengan cara mengakui tekanan dan gangguan yang diberikan dan menyampaikan alasan yang memaksa penutur melakukan hal tersebut. Tuturan permintaan maaf pada data nomor 1) berfungsi untuk memohon kemaafan dan memohon mitra tutur menunda keterancaman mukanya dari ujaran yang disampaikan Strategi memohon maaf dilakukan dengan cara menyampaikan keseganan atau rasa maaf penutur kepada mitra tutur.

Tuturan „aku harus minta maaf mungkin, tapi aku harus ngomong supaya kamu kalau lolos minggu depan, kamu harus lebih baik, gitu!‟ menjadi penanda lingual kesantunan negatif yang dapat ditandai frasa „minta maaf‟, konteks dan tuturan sebelum dan sesudahnya.

Sehubungan dengan kelangsungan tuturan yang disampaikan juri pada para peserta yaitu karena kekuasaan (power) yang dimiliki penutur sebagai juri, penyanyi, maupun produser musik lebih tinggi dibanding mitra tutur. Jarak sosial yang cukup jauh antara penutur dan mitra tutur juga mempengaruhi penggunaan frasa „minta maaf‟, karena bila tidak menggunakan frasa „minta maaf‟ maka tuturan akan menjadi kurang santun dan akan mengancam muka positif penutur.

Bentuk kesantunan negatif dengan penanda lingual berupa frasa „minta maaf‟, konteks dan tuturan sebelum dan sesudahnya ditemukan pada data (57/MCI ke-2/8Juli2012), (79/MCI ke-2/8Juli2012), (148/MCI ke-2/8Juli2012), (153/MCI ke-2/8Juli2012), (154/MCI ke-2/8Juli2012), (157/MCI ke-2/8Juli2012), (158/MCI ke-2/8Juli2012), (173/IMB3/5Jan2013), (177/IMB3/5Jan2013).

Dalam dokumen BAB IV ANALISIS DATA (Halaman 129-134)