BAB III METODE PENELITIAN
3.11 Metode Analisa Data
Menurut Sekaran (2011), setelah data dari sampel penelitian telah terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisisnya untuk menguji hipotesis
penelitian. Kegiatan dalam analisis data ialah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, menstabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari setiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
Penelitian ini akan menggunakan metode analisis regresi sederhana dan regresi berganda. Regresi biasanya digunakan untuk mengukur variabel prediktor, dimana secara teoritis diharapkan variabel prediktor tersebut dapat memprediksi hasil pengukuran (Field, 2009). Keseluruhan analisa akan dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dan program SPSS 25.00 for windows. Dalam melakukan analisis regresi berganda ada 5 (lima) asumsi yang harus dipenuhi, yaitu uji normalitas, uji linieritas, autokorelasi, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Adapun uji asumsi dari analisa regresi sederhana dan berganda yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah penelitian semua variabel terdistribusi secara normal di dalam kurva sebaran normalitas. Uji asumsi normalitas dengan menggunakan rasio skewness dan rasio kurtosis bisa menjadi indikator apakah data tersebut terdistribusi normal hanya jika nilai rasio skwness dan kurtosis berada diantara -2 hingga +2 (Santoso,2000).
b. Uji linieritas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian, yaitu variabel dan variabel tergantung memiliki hubungan linear.
Apabila terpenuhi, maka dalam suatu perubahan yang terjadi di satu variabel akan diikuti dengan perubahan besaran yang sejajar terhadap variabel lainnya.
Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji test for linearity dengan bantuan SPSS 25.0 for Windows. Data penelitian dikatakan berkorelasi secara linear apabila p < .05 (Santoso, 2000).
c. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi dalam analisis regresi berganda adalah tidak terjadinya korelasi serial antar kesalahan pengganggu sehingga dapat dikatakan autokorelasi yang merupakan korelasi yang terjadi antara variabel bebas itu sendiri.Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari auotkorelasi.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dengan menggunakan metode Durbin-Watson.
d. Uji multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan sempurna antara variabel bebas.Untuk mendeteksi gejala multikolinearitas adalah dengan menggunakan atau melihat tool uji yang disebut Variance Inflation Faktor (VIF). Jika nilai VIF < 10, menunjukkan bahwa model regresi tidak terdapat gejala multikolinearitas, jika VIF > 10 menunjukkan terdapat gangguan multikolinieritas pada model regresi.
e. Uji heteroskedasitas
Tujuan uji asumsi ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model
regresi. Kondisi ini dapat diketahui dengan melihat sebaran data di scatter plot.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Aktifitas
Berdasarkan aktivitas, maka dapat diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Aktivitas
Aktivitas Jumlah (N) Persentase
Mahasiswa 124 31.4%
Fresh Graduate 18 4.5%
Freelancer 18 4.5%
Ibu Rumah Tangga 14 3.46%
Pegawai Bank 37 9.42%
Dosen 17 4.36%
Karyawan Swasta 84 21%
Pegawai Negeri Sipil 38 9.6%
Wiraswasta 31 7.76%
Guru 16 4%
Total 392 100%
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa subjek penelitian terbanyak yaitu mahasiswa sebanyak 124 orang (31.4%) dan yang paling sedikit yaitu subjek dengan akktivitas Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 14 orang (3.46%). Dengan demikian, subjek terbanyak ialah subjek dengan aktivitas sebagai mahasiswa.
4.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Berdasarkan usia, maka dapat diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.2
Gambaran Subjek Penelitian Bberdasarkan Usia
Usia Jumlah (N) Persentase
SMA 132 33.67%
S1 244 62.24%
S2 16 4.09%
Total 392 100%
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa subjek penelitian terbanyak yaitu subjek dengan latar pendidikan S1 sebanyak 224 orang (62.24%) dan yang paling sedikit yaitu subjek dengan latar pendidikan S2 yaitu sebanyak 16 orang (4.09%). Dengan demikian, subjek terbanyak ialah subjek dengan latar pendidikan S1.
4.2 Uji Asumsi
4.2.1 Uji Asumsi Normalitas
Uji asumsi normalitas dilakukan dengan menggunakan metode statistik skewness dan kurtosis. Adapun hasil perhitungan statistiknya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3
Setelah ini perlu ditentukan terlebih dahulu nilai Zskewness dan Zkurtosis dengan rumus sebagai berikut:
Gambar 4.1 Rumus uji normalitas
Dengan rumus tersebut maka didapatkan bahwa untuk variabel Pembelian Impulsif nilai Zskewness sebesar .198/.123= 1.609 dan nilai Zkurtosis
sebesar -.328/.246= -1.33. Kemudian untuk variabel Citra Merek nilai Zskewness sebesar .146/.123= 1.18 dan nilai Zkurtosis sebesar .314/.246= 1.28.
Selanjutnya untuk variabel Locus of Control nilai Zskewness sebesar .235/.123
= 1.91 dan nilai Zkurtosis sebesar -.456/.246= -1.853.
Sebuah data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila rasio skewness dan kurtosis berada di antara –2 hingga +2 (Santoso, 2000).
Berdasarkan nilai Zskewness dan Zkurtosis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data berdistribusi normal (-2 < Zskewness & Zkurtosis < 2).
4.2.2 Uji Asumsi Linearitas
Berdasarkan uji asumsi linearitas antara variabel citra merek dan pembelian impulsif, ditemukan nilai F sebesar 91.650 dengan nilai signifikansi linearity .000 (p < .05). Kemudian untuk uji asumsi linearitas antara variabel locus of control dan pembelian impulsif, ditemukan
bahwa nilai F sebesar 10.046, dengan nilai signifikansi linearity .015 (p
< .05). Hal ini menunjukkan bahwa asumsi linearitas antara variabel bebas dengan variabel terikar terpenuhi, seperti tabel berikut ini:
Tabel 4. 4
Hasil Uji Linearitas
Variabel F P Keterangan
Citra Merek* pembelian impulsif 91.650 .000 Linier Locus of Control* pembelian impulsif 10.046 .015 Linier Keterangan: p = probability, F:Uji model
4.2.3 Uji Asumsi Autokorelasi
Uji asumsi autokorelasi memiliki tujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara satu variabel error dengan variabel error yang lain.
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary**
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .437a .191 .186 6.07762 1.528
Keterangan: R = Koefisien korelasi
Dari hasil pengujian statistik diperoleh nilai Durbin-Watson (d) sebesar 1.528. Data yang dikatakan bebas autokorelasi adalah jika nilai statistik dari uji Durbin-Watson berada diantara 1 dan 3 (Field, 2009).
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa pada model regresi linier ini tidak terjadi adanya autokorelasi.
4.2.4 Uji Asumsi Multikolinearitas
Berdasarkan uji asumsi multikolinearitas sesuai dengan table dibawah ini, diketahui bahwa nilai VIF komitmen organisasi dan kepuasan kerja adalah 1.025 dengan tolerance .976.
Tabel 4.6
Keterangan: B = Koefisien Beta ; t = uji parsial; VIF: Variance Inflating Factor
Suatu uji asumsi multikolinearitas dikatakan tidak terpenuhi hanya apabila nilai tolerance lebih kecil dari .1 dan varians inflation factor (VIF) lebih besar dari 10 (Field, 2009). Dalam penelitian ini, nilai tolerance > .1 dan kemudian nilai VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variable bebas.
4.2.5 Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Tujuan uji asumsi ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Kondisi ini dapat diketahui dengan melihat sebaran data di scatter plot. Dari grafik dibawah ini sebaran titik-titik pada grafik menyebar secara acak (no systematic pattern) di sekitar 0, maka disimpulkan tidak terjadi
gejala heteroskedastistas.Sehingga dapat dikatakan bahwa uji heterokedasitas terpenuhi. Adapun pengujian heterokedasitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2 Hasil uji heterokedastisitas
4.3 Uji Hipotesa Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan, diantara citra merek dan locus of control variabel mana yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap pembelian impulsif.
Untuk itu, dilakukan analisis regresi berganda dengan metode stepwise dengan hasil seperti dibawah ini:
Tabel 4.7
Hasil Uji Regresi Berganda dengan Metode Stepwise
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Citra Merek Stepwise
2 Locus of Control Stepwise
a. Dependent Variable: Pembelian Impulsif
Berdasarkan tabel diatas, setelah dilakukannya pengujian menggunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise, didapatkanlah hasil bahwa diantara Citra Merek dan Locus of control, variabel yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap pembelian impulsif ialah Citra merek. Hal ini terlihat pada tabel yang menunjukkan bahwa citra merek berada pada tingkat teratas dibanding Locus of control, namun locus of control tetap memberikan pengaruh terhadap pembelian impulsif meski tidak sebesar pengaruh yang diberikan oleh citra merek.
Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh citra merek dan locus of control terhadap pembelian impulsif, dilakukan uji determinasi R dengan hasil seperti tabel berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji Determinasi R
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 .488a .238 .236 5.973
2 .500b .250 .245 5.936
Keterangan: R=koefisien korelasi
Berdasarkan tabel diatas, dapat nilai R secra keseluruhan sebesar ,500 dan bernilai positif berarti terdapat pengaruh positif citra merek dan locus of control terhadap pembelian impulsif, artinya semakin tinggi citra merek dan locus of control maka akan semakin besar juga perilaku pembelian impulsif yang muncul.
Pada tabel diatas juga didapatkan hasil bahwa nilai koefisien determinan (R square) sebesar .250 atau 25% artinya kontribusi variabel citra merek dan locus of control secara bersama-sama terhadap pembelian impulsif adalah sebesar 25% dan lebih spesifiknya berdasarkan tabel yaitu citra merek sebagai varibel dengan pengaruh lebih besar terhadap pembelian impulsif dibanding locus of control
menyumbang angka pengaruh yang sangat signifikan dari jumlah total (25%) yaitu 23.8 % dengan begitu locus of control memberikan pengaruh terhadap pembelian impulsif ialah sebesar 1.2%. Sedangkan 75% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model penelitian ini. Dengan demikian, dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa hipotesa ketiga pada penelitian ini diterima,bahwa citra merek dan locus of control memberikan pengaruh positif terhadap pembelian impulsive, serta variabel yang memberikan pengaruh lebih besar ialah citra merek.
Selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel bebas (citra merek dan locus of control) terhadap variabel tergantung (pembelian impulsif) dapat dilihat dari koefisien korelasi parsial sebagaimana tabel dibawah ini: Keterangan: B=Koefisien Beta; t=Uji parsial.
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai korelasi parsial citra merek dan pembelian impulsif adalah .477 dengan signifikansi .000 (p < .05), artinya variabel citra merek memengaruhi pembelian impulsif secara positif dan signifikan. Dengan demikian, hipotesa pertama dalam penelitian ini terpenuhi, yakni citra merek berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif. Kemudian,
Pembelian Impulsif = 8.655 + .519 X1 + .061 X2
untuk nilai korelasi parsial antara locus of control dan pembelian impulsif adalah sebesar .124 dengan nilai signifikansi .029 (p < .05), artinya variabel locus of control memengaruhi pembelian impulsif secara positif dan signifikan. Dengan demikian, hipotesa kedua dalam penelitian ini terpenuhi, yakni locus of control berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif.
Kemudian, berdasarkan tabel diatas juga dapat dirumuskan persamaan regresinya pada gambara berikut berikut:
Gambar 4.3 Hasil persamaan regresi
Pada persamaan regresi diatas, dapat terlihat nilai konstanta sebesar 8.655 yang menunjukkan bahwa apabila variabel citra merek dan locus of control bernilai 0, maka pembelian impulsif memiliki nilai sebesar 8.655. Nilai koefisien regresi variabel cita merek bernilai positif sebesar .519 dan variabel locus of control bernilai positif sebesar .061 yang berarti bahwa setiap citra merek meningkat satu kali maka akan meningkatkan pembelian impulsif sebesar .519. Sementara itu, setiap locus of control meningkat satu kali, maka akan meningkatkan pembelian impulsif sebesar .061.
4.4 Hasil Tambahan Penelitian
Pada bagian ini, peneliti akan menggambarkan bagaimana pembelian impulsif, citra merek dan locus of control berdasarkan nilai mean empiric dan mean hipotetik. Selanjutnya, data penelitian yang ada dapat dikelempokkan dengan mengacu pada kriteria kategorisasi. Penggolongan mengacu pada data mean
hipotetik dan standard deviasi (Azwar, 2009) dengan rumus yang dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel 4.10 Rumus Kategori
Rentang Nilai Kategori
X < ( µ - 1.0 SD ) Rendah
( µ - 1.0 SD ) ≤ X ≤ ( µ + 1.0 SD ) Sedang
X > ( µ + 1.0 SD ) Tinggi
Keterangan: X=skor/nilai; <=kecil dari; SD=Standar Deviasi; µ=rata-rata
Selanjutnya, dibawah ini dipaparkan data mean hipotetik dan data empiric untuk masing-masing variable:
Tabel 4.11
Perbedaan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Masing-Masing Variabel
Variabel Data Hipotetik Data Empirik
Mean Maks Min SD Mean Maks Min SD
Pembelian Impulsif 31,5 51 12 6,5 32,7 52 16 6,7
Citra Merek 42 53 31 3,7 40,02 69 25 6,2
Locus of Control Internal 22 40 4 6 26,3 42 4 6,5
Locus of Control powerful others 28,5 45 12 5,5 31,94 46 12 5,02
Locus of Control Chance 25,5 42 9 5,5 25,33 42 5 7,03
Keterangan: Mean= Rata-rata; Maks= Nilai Terbesar; Min= Nilai Terkecil; SD= Standar Deviasi.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa pembelian impulsif memiliki mean empirik 32.7 dengan standar deviasi 6.7, sedangkan mean hipotetiknya 31.5 dengan standar deviasi 6.5. Selanjutnya, diperoleh mean empirik citra merek 40.02 dengan standar deviasi 6.2, sedangkan mean hipotetiknya 42 dengan standar deviasi 3.7. Selanjutnya untuk Locus of control dibagi menjadi 3 sesuai dengan masing-masing orientasi nya, locus of control internal memiliki mean empirik 22 dengan standar deviasi 6 dan mean hipotetik
26.3 dengan standar deviasi 6.5, locus of control eksternal powerful others memiliki mean empirik 28.5 dengan standar deviasi 5.5 dan mean hipotetik 31.94 dengan standar deviasi 5.02. Selanjutnya untuk locus of control eksternal chance memiliki mean empirik 25.5 dengan standar deviasi 5.5 dan mean hipotetik 25.33 dengan standar deviasi 7.03.
4.4.1 Kategorisasi Pembelian Impulsif
Tabel 4.12
Kategorisasi Pembelian Impulsid
Keterangan: X=Skor; ≤ = lebih kecil.
Pada variabel pembelian impulsif dapat diketahui bahwa konsumen Zalora memiliki perilaku pembelian impulsif yang sedang sebesar 61.99% atau sebanyak 243 orang, diikuti dengan tinggi sebesar 25.77% atau sebanyak 101 orang.
4.4.2 Kategorisasi Citra Merek
Tabel 4.13
Kategorisasi Citra Merek
Keterangan: X=Skor; ≤ = lebih kecil.
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase (%)
X < 25 Rendah 48 12.24%
25 ≤ X ≤ 38 Sedang 243 61.99%
38 < X Tinggi 101 25.77%
Total 392 100%
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase (%)
X < 38 Rendah 161 41.07%
38 ≤ X ≤ 46 Sedang 180 45.92%
46 < X Tinggi 51 13.01%
Total 392 100%
Pada variabel citra merek dapat diketahui bahwa Zalora memiliki citra merek dimata konsumen dengan kategori sedang sebesar 45.92% atau sebanyak 180 orang, diikuti dengan kategori rendah dengan persentase 41.07 atau sebanyak 161 orang.
4.4.3 Kategorisasi orientasi Locus of control
Skala locus of control terdiri dari dua aspek utama yaitu internal (I) dan eksternal powerfull other (P) dan eksternal chance (C). Padas kala yang terdiri dari 24 aitem, dimana terdapat 5 pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (3), Setuju (2), Agak Setuju (1), Kurang Setuju (-1), Tidak Setuju (-2) dan Sangat Tidak Setuju (-3). Untuk mengetahui kategori locus of control seseorang berorinteasi atau mengarah pada internal atau eksternal, nilai tiap aspek pada masing-masing responden dijumlahkan lalu ditambahkan 24 point, maka masing-masing responden akan menerima skor berkisar antara 0-48.
Selanjutnya kita dapat melihat dari ketiga aspek locus of control tersebut aspek apakah yang mendapatkan skor tertinggi, maka akan dapat diketahui responden masuk ke kategori internal ataupun eksternal.
Tabel 4.14
Kategorisasi Locus of Control
Dimensi N Jumlah Persentase
Internal 392 55 14%
Powerful others 392 223 59%
Chance 392 114 29%
Total 392 100%
Keterangan: N=Jumlah Subjek
Berdasarkan kategorisasi yang tertera pada tabel diatas, maka diketahui bahwa konsumen yang berbelanja di Zalora memiliki orientasi locus of
control eksternal powerful others sebesar 59% atau sebanyak 223 orang, locus of control eksternal chance 29% atau sebanyak 114, diikuti oleh locus of control internal dengan persentase 14% atau sebanyak 55 orang.
4.5 Pembahasan
4.5.1 Pengaruh Citra Merek terhadap Pembelian Impulsif
Hipotesa pertama dalam penelitian ini menyebutkan bahwa citra merek memiliki pengaruh positif terhadap pembelian impulsif. Pengaruh positif tersebut memberikan pengertian bahwa semakin tinggi citra merek suatu brand atau toko, maka akan semakin tinggi pembelian impulsif yang muncul pada konsumen yang berbelanja di toko tersebut. Hasil dari hipotesa pertama pada penelitian ini telah mendukung penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa citra merek berpengaruh secara positif terhadap munculnya perilaku pembelian impulsif (Widiyati & Ghozi, 2018;
Wulansari & Seminari, 2015). Dengan kata lain, kemunculan perilaku pembelian impulsif juga dipengaruhi oleh mampunya produsen dalam menciptakan citra merek dibenak konsumen.
Secara umum hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesa yang telah dikemukakan oleh (Miftahul, 2017) yang menyatakan bahwa citra merek berpengaruh siginifikan terhadap pembelian impulsif dimana konsumen cenderung melakukan pembelian impulsif apabila merek tersebut sudah lekat di ingatan mereka dan telah teruji secara kualitas. Hal ini juga didukung oleh penelitian (Andi, 2017) dengan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa adanya pengaruh positif antara tingginya citra merek suatu perusahaan mode terhadap perilaku pembelian impulsif para konsumen. Merek digunakan sebagai saran identifikasi sumber produk, maksudnya disini perusahaan yang memiliki citra merek tinggi akan membuat konsumen mudah dalam melakukan porses pembelian, hal tersebut terjadi ketika konsumen berada di toko, dimana konsumen akan membeli banyak produk ditoko tersebut, padahal rencana awal konsumen tersebut hanya akan membeli satu barang saja. Selain itu ketertarikan yang kuat terhadap sikap merek juga menjadikan konsumen lebih spontan dan mengesampingkan hal lain dalam berbelaja.
Dalam penelitian ini, diketahui bahwa citra merek Zalora tergolong sedang diikuti dengan pembelian impulsif yang juga cenderung sedang. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumen yang mementingkan citra merek saat berbelanja di Zalora tergolong sedang sebanyak 180 (45.92%), serta perilaku pembelian impulsif yang muncul juga tergolong sedang sebanyak 243 (61.99%). Hal ini terbukti bahwa Zalora memiliki citra merek yang dapat membuat munculnya perilaku pembelian impulsif pada konsumen.
Hal ini dikarenakan citra yang telah terbentuk pada Zalora telah memberikan kesan di benak pembeli, dengan semakin diketahui dan diingatnya Zalora dibenak konsumen hal tersebut akan semakin memudahkan munculnya perilaku pembelian impulsif. Apabila Zalora semakin dikenal konsumen, maka konsumen akan merasa lebih aman dan
percaya diri dalam melakukan pembelian, keputusan konsumen dalam membeli di Zalora kadang tidak lagi mempertimbangkan toko daring lain.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan wawancara dengan beberapa subjek yang merupakan konsumen Zalora, para konsumen menyatakan mereka tidak ragu ketika berbelanja di Zalora, dikarenakan Zalora merupakan toko daring fashion yang ternama dan teruji secara kualitas, selain itu Zalora juga kerap memberikan diskon-diskon menarik yang membuat para konsumen “gelap mata” dalam berbelanja, para konsumen menyatakan bahwa apabila mereka telah masuk di aplikasi Zalora dengan rencana awal hanya untuk melihat-lihat mereka kerap membeli beberapa produk yang sebenarnya tidak mereka rencanakan sebelumnya dan sekali lagi mereka tidak perlu meragukan kualitas barang-barang yang mereka beli di Zalora. Para konsumen juga menyatakan bahwa ketika berbelanja di Zalora mereka lebih merasa percaya diri dikarenakan kualitas dan merk yang dijual oleh Zalora sudah banyak dikenal, mereka juga tidak ragu untuk merekomendasikan kepada orang sekitar untuk berbelanja di Zalora. Zalora juga kerap dijadikan sebagai acuan dalam gaya berbusana dikarenakan Zalora memberikan contoh dalam berbusana yang dipergakan oleh model beserta padu padan jenis fashion yang juga sangat menarik. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa citra merek memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap muncul perilaku pembelian impulsif.
4.5.2 Pengaruh Locus of Control terhadap Pembelian Impulsif
Hipotesa kedua dalam penelitian ini menyebutkan bahwa locus of control memiliki pengaruh positif terhadap pembelian impulsif, dalam penelitian ini peneliti membagi orientasi locus of control menjadi 3 arah, yang pertama yaitu locus of control internal, locus of control eksternal powerful others dan locus of control ekternal chance, dimana pengkategorisasian dilakukan berdasarkan perhitungan yang telah dijelaskan pada skala IPC Levenson.
Berdasarkan hasil penelitian locus of control memberikan pengaruh positif terhadap pembelian impulsif dengan nilai R = .124 , namun berdasarkan perhitungan kategorisasi dari jumlah konsumen yang paling besar orientasi yang paling mendominasi ialah locus of control eksternal dengan persentase jumlah konsumen sebesar 59%, selanjutnya diikuti oleh locus of control internal sebesar 29% dan locus of control eksternal chance sebesar 14%.
Hasil penelitian yang menyatakan bahwa locus of control yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap pembelian impulsif ialah locus of control eksternal yang sebelumnya dikemukakan oleh Lefcourt (2012);
Agustin (2017); Hardanis & Rositawati (2015). Para konsumen kerap membeli suatu produk dikarenakan dorongan emosional yang sangat kuat dan tiba-tiba, hal ini tergolong kedalam perilaku pembelian impulsif atau pembelian yang tidak terencana (Rahmasari, 2010) hal tersebut juga dinyatakan oleh (McElroy & Dowd, 2007) bahwa konsumen dengan locus of control eksternal yang tinggi cenderung memiliki rasa tanggung jawab
yang rendah dalam pengambilan keputusan. Pembelian impulsif mengaitkan keputusan membeli dengan emosi dan dapat terjadi karena ketidak mampuan konsumen dalam mengontrolkeinginan untuk membeli, dimana salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi berasal dari luar diri mereka.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, konsumen dengan pembelian impulsif tinggi cenderung memiliki locus of control eksternal powerful others lebih besar, maksudnya ialah pengaruh luar yang diterima oleh konsumen dalam melakukan pembelian berasal dari orang-orang atau lingkungan sekitar konsumen.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa konsumen juga menyatakan bahwa, pengaruh lingkungan atau orang lain berakibat besar dalam perilaku pembelian yang mereka lakukan, para konsumen yang awalnya tidak memiliki niat untuk berbelanja di Zalora namun ketikan teman atau kerabat sedang membuka aplikasi Zalora dan memberitahukan perihal produk-produk yang dijual Zalora berikut dengan penawarannya, para konsumen mulai tertarik dan ikut menginstal atau membuka aplikasi Zalora tersebut, teman atau kerabat tersebut juga memberikan masukan terkait produk yang cocok dengan konsumen, konsumen yang dari awalnya tidak memiliki niat untuk membeli dikarenakan pengaruh yang diberikan oleh sekitar berujung membeli produk tersebut tanpa memikirkan terlebih dahulu kebutuhan konsumen terhadap barang yang dibeli.
Pengaruh lainnya yaitu konsumen yang mudah tergiur dengan potongan harga atau diskon, walaupun barang tersebut tidak termasuk kategori barang yang dibutuhkan oleh konsumen, konsumen cenderung tidak mampu dalam menahan diri dan kerap mengabaikan konsekuensi seperti uang yang digunakan ketika berbelanja merupakan uang yang
Pengaruh lainnya yaitu konsumen yang mudah tergiur dengan potongan harga atau diskon, walaupun barang tersebut tidak termasuk kategori barang yang dibutuhkan oleh konsumen, konsumen cenderung tidak mampu dalam menahan diri dan kerap mengabaikan konsekuensi seperti uang yang digunakan ketika berbelanja merupakan uang yang