• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pembelajaran PAI dalam Membangun Budaya Tolerans

Dalam dokumen BUDAYA TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN PEND (Halaman 92-100)

DESAIN PEMBELAJARAN PAI BERBASIS TOLERANSI DI SMA NEGERI 1 KOTA TANGERANG SELATAN

D. Metode Pembelajaran PAI dalam Membangun Budaya Tolerans

Metode merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan. Ketepatan penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam kegiatan pembelajaran.

Metode pembelajaran PAI didefinisikan sebagai cara-cara tertentu yang paling cocok untuk dapat digunakan dalam mencapai hasil-hasil pembelajaran PAI yang berada dalam kondisi pembelajaran tertentu,76 agar siswa tidak bosan dan jenuh ketika proses pembelajaran berlangsung.

Terkait dengan penanaman nilai-nilai toleransi dalam pembelajaran PAI, menurut Zakiah Daradjat pemilihan metode yang tepat akan menyentuh dan menyadarkan hati dan pikiran siswa.77 Untuk itu, pendidikan agama sebagai pendidikan nilai sangat tepat jika menerapkan metode keteladanan,78 terutama di alam yang plural seperti bangsa Indonesia.

Menurut Abdurrahman An-Nahlawi agar pembelajaran agama dapat membuka hati manusia supaya dapat menerima tuntunan keagamaan maka dapat menerapkan metode: (1) h{iwar (percakapan), yaitu percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik yang sengaja diarahkan kepada suatu

76Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, 147.

77Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta:

Bumi Aksara, 1996), 58.

78Makalah Anah Suhaenah Suparno, “Reorientasi Pendidikan Agama di

Sekolah Umum”, Disampaikan dalam seminar sehari Reorientasi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, 2000, hal. 2.

81 tujuan yang dikehendaki. (2) kisah Qur’ani dan Nabawi, (3) amtsal (perumpamaan), (4) Keteladanan sebagaimana Rasulullah, (5) pembiasaan yaitu pengulangan dan pengamalan, (6) „ibrah dan mau’izah, yaitu penalaran dan nasehat yang lembut sehingga dapat menyentuh hati, (7) targhib dan tarhib, yaitu janji ancaman pahala dan ancaman siksa.79 Dari tujuh metode tersebut, guru PAI seyogyanya bisa memilih metode mana yang tepat dalam menanamkan nilai-nilai toleransi kepada siswanya.

Lain halnya dengan pendapat Noeng Muahdjir (1988) seperti dikutip Muhaimin bahwa metode pembelajaran yang berorientasi pada nilai intinya ada empat metode, yaitu (1) metode dogmatik; (2) metode deduktif; (3) metode induktif; metode reflektif.80

Kelebihan dan kekurangan dari keempat metode tersebut menurut Muhaimin adalah, pertama, metode dogmatik dalam menanamkan nilai-nilai kepada peserta didik dianggap kurang mampu mengembangkan kesadaran rasional peserta didik dalam memahami dan menghayati nilai-nilai kebenaran. Kedua, metode deduktif tepat digunakan untuk peserta didik yang masih taraf pemula dalam mempelajari nilai. Ketiga, metode induktif sebagai kebalikan dari metode induktif cocok diterapkan untuk peserta didik dengan kemampuan berpikir abstrak untuk membuat kesimpulan dari gejala-gejala konkret untuk diabstrakkan, hanya saja dalam pemberian nilai oleh guru -pada kasus yang sama- kadang-kadang berbeda-beda sehingga membingungkan peserta didik. Keempat, metode reflektif sebagai gabungan dari penggunaan metode deduktif-induktif, yakni membelajarkan nilai dengan jalan mondar-mandir antara memberikan konsep secara umum tentang nilai-nilai kebenaran, kemudian melihatnya dalam kasus kehidupan sehari-hari, atau dari melihat kasus-kasus sehari- hari dikembalikan kepada konsep teoretiknya yang umum. Kekurangan metode ini kadangkala kurang konsisten dalam menerapkan kriteria untuk masing-masing kasus yang serupa.81

79Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, penerjemah Tim Gema Insani Press, (Jakarta: Gema Insani Press, edisi V, 2001), 204-207.

80Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, 174.

81Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, 174-175.

82

Untuk itu, setiap guru harus dibekali dengan kemampuan menguasai metode-metode pembelajaran.

Dari sekian banyaknya metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, berikut akan dipaparkan beberapa metode pembelajaran yang digunakan dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan, yaitu:

1. Metode PAKEM atau PAIKEM

Pengertian PAIKEM, secara bahasa dan istilah dapat dijelasan secara singkat, ia merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Dalam penerapannya, PAIKEM memilki landasan yuridis formal sebagai landasan hokum yaitu Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1, pasal 39 ayat 2, dan pasal 40 ayat 2.82

Menurut paradigma Paulo Friere yang dikenal dengan nama

banking concept learning, selama ini peserta didik diberikan berbagai pengetahuan dan informasi oleh guru dengan mengabaikan aktifitas dan kreatifitas peserta didik di kelas. Peserta didik hanya diposisikan sebagai “objek penampungan” wawasan dan pengetahuan guru dianggap sebagai akhir dari proses pembelajaran.83 Imbasnya adalah pembelajaran di kelas menjadi

82Bunyi pasal 1: (1) adalah “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bengsa dan Negara”. Pasal 39: (2) berbunyi “Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan pendidikan dan melaksanakan pendidikan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada sekolah atau madrasah”. Dan pasal 40: (2) berbunyi “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. c. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.

83Paulo Friere, Education for Critical Consciousness (New York:

Continum, 1981), 88. Bandingkan dengan Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Friere dan Ki Hajar Dewantara (Jogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2009), 151-154.

83 statis, monoton dan membosankan serta menghasilkan lulusan yang tidak kompetitif.

Pembelajaran aktif (active learning) ditujukan untuk menciptakan peranserta peserta didik yang seluas-luasnya untuk mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat dan gagasan serta mencari informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah.84 Model pembelajaran seperti ini merupakan peralihan dari paradigma pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered). Pola ini dapat mengembangkan peserta didik dalam menganalisis dan merumuskan nilai-nilai baru yang diambil dari hasil analisa mereka sendiri. Proses keterlibatan intelektual- emosional peserta didik dalam proses pembelajaran memungkinkan terjadinya asimilasi dan akomodasi dalam pencapaian pembentukan keterampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan nilai dan sikap,85 untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat. Sedangkan pembelajaran yang inovatif maksudnya adalah bahwa baik guru maupun siswa hendaknya mampu memunculkan ide-ide dan gagasan-gagasan baru yang positif dan lebih baik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Pembelajaran kreatif (creative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan guru untuk berusaha menciptakan dan memunculkan kreatifitas berpikir dan bertindak peserta didik di dalam kelas. Materi pembelajaran yang sedang dibahas diawali dengan pertanyaan-pertanyaan kritis dari peserta didik untuk kemudian dicari pemecahannya.

Untuk mampu berpikir kreatif ini menurut Abdul Rachman Shaleh terdiri dari beberapa tahap yaitu: persiapan, inkubasi (merenungkan hipotesa), iluminasi (perumpamaan/ketepatan hipotesa) dan verifikasi (pengujian hipotesa untuk dijadikan sebuah rekomendasi),86 hasil dari kreatifitas berpikir tersebut peserta didik memiliki kegiatan atau kreatifitas yang baru. Penerapan

84Suparlan dkk., Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (Bandung: Genosindo, 2009), 70.

85Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum

(Jakarta: Quantum Teaching, 2005), 116-117.

86Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 160-162.

84

pembelajaran kreatif ini dapat divariasikan dengan metode pembelajaran lain seperti CBSA, pemecahan masalah dan sebagainya. Dalam pembelajaran PAI pendekatan kreatif ini dapat digunakan untuk membahas materi hukum zakat dan waris yang diterapkan dalam kehidupan seorang Muslim.

Unsur selanjutnya dari model pembelajaran PAIKEM adalah pembelajaran yang efektif (effective learning). Pengalaman- pengalaman baru (new experiences) dan penguasaan terhadap berbagai kompetensi oleh peserta didik menjadi prasyarat untuk terciptanya pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang aktif tetapi tidak efektif tidak ubahnya seperti bermain di kelas.87 Dalam hal ini, guru harus mampu melibatkan peserta didik dalam perencanaan dan proses pembelajaran sehingga mereka menjadi bergairah dan tertantang untuk terlibat didalamnya.88 Dan inilah yang disebut dengan pembelajaran efektif.

Untuk mengimplementasikan pembelajaran yang efektif, menurut Kennet D. Moore seperti dikutip Abdul Rachman Shaleh setidaknya ada enam langkah yang harus ditempuh yaitu: pertama, adanya perencanaan yang jelas. Kedua, perumusan tujuan yang hendak dicapai. Ketiga, pemaparan perencanaan pembelajaran kepada peserta didik. keempat, proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi yang tepat. Kelima, penutupan proses pembelajaran, dan keenam, adanya evaluasi untuk mengukur keefektifan dan keberhasilan pembelajaran.89 Semua proses tersebut melibatkan peserta didik, karena merekalah objek sekaligus subjek pembelajaran dalam kerangka pembentukan perilaku.

Pembelajaran yang menyenangkan adalah syarat utama untuk tercapainya tujuan yang dikehendaki. Untuk itu unsur terakhir dari metode pembelajaran PAIKEM adalah pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning). Menyenangkan dalam pembelajaran tidak dimaksudkan bahwa pembelajaran itu penuh

87Suparlan dkk., Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, 70.

88Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 118.

89Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, 162.

85 dengan canda tawa melainkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa tidak berada dalam tekanan (not under pressure). Pembelajaran yang menyenangkan adalah suasana kebatinan dalam proses pembelajaran, dimana peserta didiknya dapat mengembangkan dan memusatkan seluruh perhatian dan fokusnya kepada belajar dengan tanpa beban. Guru memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan mitra belajar di kelas. Keberhasilan dari pembelajaran ini dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran ada tidaknya tekanan dalam pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengekpresikan seluruh kemampuannya untuk terlibat aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Sedangkan aspek produk mengacu kepada pencapaian tujuan yang hendak dicapai. Dalam pelaksanaannya di kelas pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan melalui metode-metode simulasi, presentasi, games, dan lain sebagainya. Melalui pembelajaran ini, PAI yang selama ini mendapat sorotan karena kurangnya kreatifitas dan mendominasinya guru di kelas diharapkan mampu menghilangkan image tersebut.

Model pembelajaran PAIKEM merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara unsur yang satu dengan yang lainnya. Model pembelajaran ini diharapakan menjadi alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran PAI yang selama ini mendapat sorotan dari para pemerhati pendidikan karena monoton dan sebagainya.90 Tentunya semua kembali kepada kompetensi guru sebagai pemegang kendali pembelajaran di kelas.

2. Pembelajaran dengan Smart Learning

Smart Learning (SL) merupakan kombinasi dari dua pendekatan kontemporer yaitu Accelerated Learning (AL) dan

Quantum Learning (QL).91 Univikasi dari prinsip-prinsip

90Muhaimin, Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 25. Bandingkan dengan Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 2001), 38.

91Smart Learning adalah konsep yang dikonstruk oleh Gordon Gryden

dan Jeannette Vos dalam bukunya The Learning Revolution. Filosofis pendekatan smart learning merupakan model pembelajaran yang cerdas melalui percepatan belajar dengan mengombinasikan semua potensi yang ada. Lihat

86

pendekatan tersebut antara lain: (1) belajar dengan menggunakan emosi positif; (2) belajar dengan melibatkan seluruh otak dan tubuh secara kreatif; (3) belajar adalah menciptakan bukan mengkonsumsi; (4) menggabungkan segala alat bantu; (5) belajar dilakukan secara menyeluruh dan simultan; (6) belajar dengan melakukan (praktek); (7) melibatkan gambaran yang konkrit.92 Model SL ini diyakini dapat menyentuh jiwa peserta didik yang merupakan ranah penting dalam pembelajaran PAI.93

Karakteristik dalam model pembelajaran ini dapat diterapkan secara koheren dalam pembelajaran PAI khususnya siswa di sekolah tingkat menengah, seperti paradigma AMBAK (Apa Manfaat BagiKu) atau AGB (Apa Guna Bagiku).94 Model ini diadopsi dari kerangka quantum learning yang bertujuan untuk menumbuhkan minat belajar siswa menengah ketika belajar. Secara operasional siswa dibimbing oleh guru supaya mampu berfikir menggunakan konsep; apa manfaat bagiku melakukan ibadah sholat?, apa manfaat bagiku berkata jujur?, apa manfaat bagiku bersedekah?, apa manfaat bagiku berperilaku adil?, dan sebagainya.95 Strategi ini cukup efektif untuk menumbuhkan minat Gordon Gryden dan Jeannette Vos, The Learning revolution, diterjemahkan oleh Tim Mizan (Bandung: Mizan, 2004), 437-461.

92Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook (New York:

McGraw-Hill, 2000), 9-10.

93Sebagaimana pendekatan dalam pendidikan Islam, antara lain al-

tarbiyah, al-ta’lim, al-ta’dib, al-tahzib, dan sebagainya. Lihat Abuddin Nata,

Ilmu Pendidikan Islam cet. I (Jakarta: Kencana, 2010), 7-25. Bandingkan dengan Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook, 2000, xix.

94Salah satu kerangka konsep dari pengajaran quantum adalah dengan

cara menumbuhkan minat belajar siswa. Kerangka tersebut dikenal istilah TANDUR: yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demontrasikan, Ulangi dan Rayakan, yang didalamnya terdapat paradigm berpikir melalui AMBAK atau AGB. Metode ini merupakan motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat akibat suatu keputusan. Menurut Bobbi DePorter, peluang ini akan melahirkan motivasi seseorang untuk mempelajari suatu informasi untuk beberapa alasan. Lihat Bobbi DePorter, Mark Reardon dan Sarah Singer Nource, Quantum Teaching, Penerjemah Alwiyah Abdurrahman (Bandung; Mizan, 1999), 14-16.

95Lihat Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, 46-50.

Gordon Dryden and Jeannette Vos, The Learning revolution, translasi oleh Tim Mizan (Bandung: Mizan, 2004), 437-461. Bandingkan dengan Bobbi DePorter,

87 dan motivasi belajar siswa, sehingga proses pembelajaran menjadi hidup.

Dengan demikian, kunci utama untuk dapat menanamkan nilai- nilai toleransi dalam pembelajaran PAI di sekolah adalah melalui pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat, sehingga tidak menimbulkan rasa bosan pada diri peserta didik untuk mengikuti pembelajaran agama.

Mark Reardon dan Sarah Singer Nource, Quantum Teaching, penerjemah Ary Nilandari (Bandung: Mizan, 2003), 99 &155.

89 BAB IV

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PAI

Dalam dokumen BUDAYA TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN PEND (Halaman 92-100)