• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realitas Toleransi Beragama dalam Kehidupan Sekolah Salah satu yang menjadi tujuan pembelajaran adalah

Dalam dokumen BUDAYA TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN PEND (Halaman 132-140)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PAI DI SMA NEGERI 1 KOTA TANGERANG SELATAN

D. Realitas Toleransi Beragama dalam Kehidupan Sekolah Salah satu yang menjadi tujuan pembelajaran adalah

teraktualisasinya nilai-nilai yang terkandung dalam materi ajar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Bertens seperti yang dikutip Supartini mengatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, menyenangkan, disukai dan diinginkan. Selain itu, Bertens juga menyebutkan bahwa nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri, yakni: nilai berkaitan dengan subyek, nilai tampil dalam suatu konteks praktis, nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek.93 Dengan demikian nilai mendasari seseorang untuk bersikap dan bertindak sebab nilai dapat menjadi patokan dan prinsip-prinsip bagi kriteria menjalani kehidupan.

Keberhasilan pembelajaran PAI dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan menurut penelitian penulis setidaknya didasarkan kepada terciptanya sikap egaliter, kasih sayang, demokratis, menghargai perbedaan, dan eratnya persaudaraan di antara siswa yang hingga kini masih terjaga dengan baik.

a) Egaliter

Egaliter adalah sikap untuk tidak membeda-bedakan seseorang karena ukuran strata dan agama yang ditanamkan dalam pembelajaran PAI. Setiap siswa berhak untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya termasuk di dalamnya menggunakan fasilitas sekolah sebagai sarana ibadah.

Kehidupan yang egaliter di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan dimunculkan dalam berbagai kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh siswa. Siswa Muslim dapat menggunakan sarana sekolah untuk kegiatan PHBI, pesantren kilat, dan kegiatan- kegiatan lainnya tanpa harus merasa takut mendapat intimidasi dan tekanan dari pihak lain yang berbeda agama. Sebaliknya siswa yang beragama non Muslim pun disilahkan menggunakan sekolah

93Elis Supartini, Pendidikan Nilai di Sekolah dan Keluarga (Jakarta: Fasilitator, 2006), 41.

122

sebagai tempat untuk mengadakan kegiatan agamanya tanpa ada kekhawatiran diganggu oleh siswa Muslim.94 Dalam hal ini pembelajaran di sekolah berperan untuk menanamkan persamaan hak tanpa ada diskriminasi kepada pihak mana pun.

Kesadaran untuk saling hormat menghormati di antara pemeluk agama tersebut merupakan cerminan bahwa pembelajaran pendidikan agama di SMA Negeri 1 Kota tangerang Selatan telah membawa sekolah tersebut ke suasana yang kondusif dan nyaman untuk belajar.95

b) Kasih Sayang

Nilai-nilai kasih sayang yang dimunculkan melalui pergaulan siswa di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tidak hanya terbatas di lingkungan sekolah saja. Sikap ini dibuktikan dengan adanya kegiatan sosial terhadap masyarakat sekitar dalam bentuk bantuan bagi keluarga tidak mampu, mengunjungi panti jompo, membantu anak-anak di panti asuhan baik di bawah naungan yayasan Islam maupun Kristen. Dalam kegiatan tersebut, para siswa dengan kerelaannya menyumbangkan apa yang bisa diberikan kepada mereka yang membutuhkan sebagai rasa kepedulian terhadap sesama.96

c) Demokratis

Penanaman sikap demokrasi dalam pembelajaran PAI adalah musyawarah dalam mengambil suatu keputusan atau suatu masalah. Dalam kehidupan sosial musyawarah sangat penting dalam mendapatkan keputusan yang terbaik. Terlebih bagi masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam latarbelakang sosial dan budaya.

Nilai-nilai demokratis di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan ditunjukkan melalui pemilihan ketua OSIS yang tidak harus dijabat oleh siswa dengan mengatasnamakan agama tertentu, tetapi lebih menonjolkan kemampuan dan skill dalam memimpin organisasi. Demikian pula dalam pemilihan dan penjaringan siswa

94Ruhman Sutarno, Wawancara, Tangerang Selatan, 13 Maret 2012. 95

Sebagaimana diakui oleh salah seorang siswa Hindu kelas XII yang merasa nyaman bergaul dengan kawan-kawannya yang beragama Islam dan agama lainnya.

123 berprestasi yang akan diutus mewakili sekolah untuk mengikuti

event tertentu, faktor agama tertentu tidak pernah menjadi syarat, yang dikedapankan adalah kelayakkan dan prestasi siswa itu sendiri.97

d) Menghargai Perbedaan

Nilai menghargai perbedaan di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan diajarkan oleh guru PAI kepada siswa untuk menghormati perbedaan keyakinan dan pengamalan yang dilakukan oleh siswa yang berlainan agama. Guru dan siswa dengan senang hati menerima siswa yang non Muslim mengikuti kegiatan pembelajaran PAI di kelas atau dalam kegiatan lainnya. Bahkan untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya menyangkut suatu faham, kegiatan, atau makna dari simbol agama lain, guru PAI tidak merasa keberatan mengundang guru atau siswa non Muslim untuk secara langsung menjelaskannya kepada siswa Muslim. Metode ini dinilai efektif untuk menghilangkan rasa curiga dan buruk sangka di kalangan siswa.98

e) Persaudaraan

Bentuk lain dari nilai-nilai toleransi yang dikembangkan dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan adalah persaudaraan tanpa mengenal batasan agama. Penerapan nilai tersebut diaplikasikan dalam beberapa kegiatan.

Salah satunya adalah pengumpulan dana/shodaqoh setiap hari Jum’at pagi yang dikoordinir langsung oleh siswa. Dana yang terkumpul selain untuk kas OSIS juga dapat dimanfaatkan untuk membantu siswa yang sakit atau tertimpa musibah. Bantuan yang diberikan oleh para siswa tersebut tidak dilihat dari besar atau kecilnya sumbangan, tetapi lebih sebagai bentuk solidaritas

97Ruhman Sutarno, Wawancara, Tangerang Selatan, 13 Maret 2012. 98Mustahdi, Wawancara, Tangerang Selatan, 27 Maret 2012. Pernyataan ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh siswa Kristen kelas XII yang menyatakan bahwa terkadang ia mengikuti pembelajaran PAI pada saat guru agama Kristen tidak hadir. Menurutnya, selama mengikuti pembelajaran PAI tersebut ia tidak pernah diperlakukan tidak sopan dan atau mendengar penjelasan yang menjelek-menjelekkan agama lain.

124

terhadap sesama warga sekolah yang dilandasi ikatan persaudaraan.99

Dengan diselenggarakannya pengumpulan dana tersebut sekolah telah menanamkan nilai-nilai persaudaraan di antara sesama siswa yang secara tidak langsung memperlihatkan hasil dari proses pembelajaran yang berbasis toleransi. Kebiasaan tersebut akan berguna disaat siswa kembali ke keluarga dan masyarakatnya. E. Kendala dan Solusi Pembelajaran PAI berbasis Toleransi

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi penulis di lokasi penelitian, SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan telah memiliki budaya toleransi beragama yang baik. Namun demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran PAI masih terdapat beberapa kendala antara lain:

1. Minimnya Tenaga Pengajar/Guru PAI

Sebagai sekolah yang memiliki 902 siswa Muslim idealnya dibutuhkan lebih dari dua orang guru yang mengajar PAI, Selain untuk menghindari rasa jenuh dan lelah pada diri guru, pengawasan siswa dan pembagian tugas di kelas pun memerlukan perhatian yang serius. Padatnya jam mengajar guru PAI di kelas, dapat berimbas pada hilangnya konsentrasi mengajar. Ketika terlalu berat tuntutan yang diberikan maka peserta didik yang menjadi korban, karena guru juga memiliki tugas yang lain selain mengajar. Misalnya analisis soal, bimbingan siswa dan tugas administrasi yang lain, dan hilangnya budaya ilmiah. Dengan banyaknya jam mengajar yang harus dipenuhi akan menyebabkan hilangnya waktu bagi para guru untuk membaca dan menulis.

Untuk itu, kepala sekolah sebaiknya segera mengajukan tambahan guru PAI kepada pemerintah/Kementerian Agama agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih maksimal, setidak- tidaknya dengan mengangkat guru PAI honorer untuk membantu meringankan jumlah jam mengajar yang padat sehingga bisa konsentrasi untuk melaksanakan tugas-tugas lainnya.

2. Sarana dan Prasarana

125 Saat ini SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan sedang membangun beberapa ruang kelas baru, masjid dan sarana lainnya. Sebagai sekolah yang sedang menuju sekolah berbasis ICT, pemenuhan sarana dan prasarana penunjang menjadi kebutuhan yang tidak dapat dielakkan, tak terkecuali untuk penunjang mata pelajaran PAI. Dengan dibangunnya masjid, tentu akan memberikan semangat lebih bagi guru PAI khususnya, juga guru- guru beragama Islam lainnya. Sehingga pembelajaran agama Islam tidak melulu hanya di dalam kelas.

Namun demikian, perlu menjadi perhatian seluruh warga sekolah, bahwa banyak mushola/masjid di lingkungan sekolah yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Tak jarang masjid sekolah hanya dijadikan tempat untuk ngobrol oleh siswa sambil membawa makanan dari kantin, sehingga masjid menjadi kotor dan tidak terawat. Untuk itu, menjadi tanggungjawab bersama untuk senantiasa menjaga tempat ibadah tersebut. Guru PAI dapat membentuk petugas kebersihan yang khusus menangani kebersihan di masjid dan sarana penunjangnya, seperti tempat wudlu dan kamar mandi (WC). Selain mengajarkan tentang pentingnya menjaga kebersihan, juga sebagai sarana untuk menanamkan rasa cinta terhadap tempat ibadah. Di samping sebagai tempat sholat masjid sekolah dapat juga digunakan untuk sarana berdiskusi dan membahas program-program keagamaan yang akan dilaksanakan oleh siswa dan kegiatan keagamaan lainnya.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah tersedianya buku- buku keagamaan dan laboratorium agama sebagai penunjang dari buku pelajaran. Selama ini, perpustakaan sekolah hanya dipenuhi dengan buku-buku dan majalah-majalah umum yang minim kandungan materi keagamaannya. Guru PAI melalui kepala sekolah dapat mengajukan bantuan buku agama kepada pihak terkait, donatur, orang tua siswa, percetakan, atau dengan menghimbau kepada siswa untuk menyumbangkan buku agamanya yang sudah tidak dibaca lagi sebagai hibah. Dengan tersedianya buku-buku tentang agama Islam, maka pemahaman siswa pun akan semakin luas.

127 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan terbukti mampu membangun budaya toleransi beragama di kalangan warga sekolah. Proses pembelajaran agama dilaksanakan tidak hanya di ruangan kelas tetapi melalui berbagai acara dan kegiatan keagamaan dengan tetap berpedoman pada tujuan pembelajaran. Meskipun pembelajaran PAI bukan satu-satunya faktor penentu dalam membangun toleransi, namun dalam hal membangun keharmonisan antar umat beragama peran pembelajaran PAI sangatlah besar.

Dalam upaya menanamkan nilai-nilai toleransi pada peserta didik, proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan diimplementasikan melalui beberapa cara, yaitu: pertama, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pendekatan ini menitik beratkan pada peserta didik sebagai subjek pendidikan. Dalam hal ini, peserta didik menghubungkan antara realitas kehidupan yang sesungguhnya dengan materi pembelajaran untuk kemudian secara bersama-sama mencari solusi untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (contextual teaching learning). Selanjutnya, peserta didik berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru sehingga mampu membangun pengetahuan mereka sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh peserta didik bukan dari informasi yang diberikan oleh guru semata, melainkan dari proses menemukan dan mengkonstruksi sendiri (konstruktivisme) yang dilandasi sikap terbuka dalam memandang perbedaan di sekitarnya (inklusif) untuk bertindak secara demokratis, dan memiliki simpati dan empati terhadap sesamanya (humanis). Pengetahuan yang sudah ada akan terus diperbarui melalui sarana Information and Communication Technology (ICT) yang semakin mudah dan murah. Sehingga peserta didik menjadi kaya dengan ilmu pengetahuan, namun tetap dalam koridor agama.

Kedua, metode pembelajaran berbasis toleransi. Ketepatan penggunaan suatu metode oleh guru akan menunjukkan

128

fungsionalnya strategi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya, guru PAI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tidak puas hanya dengan menggunakan satu jenis metode pembelajaran saja. Selain selalu menerapkan metode pembelajaran yang tepat, metode pembelajaran berbasis toleransi memberikan kebebasan kepada siswa untuk aktif terlibat secara intelektual- emosional dalam menganalisis dan merumuskan nilai-nilai baru untuk kemudian diinternalisasikan melalui pembentukkan nilai dan sikap sehingga melahirkan gagasan-gagasan baru. Hal tersebut ditunjang oleh kompetensi guru PAI di sekolah tersebut yang sudah tidak diragukan lagi.

Ketiga, ekstrakurikuler berbasis toleransi. Kekurangan jam tatap muka di kelas bukan lagi menjadi penghalang bagi guru PAI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan. Dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) guru dapat mengembangkan pembelajaran agama dengan membuat jadwal tambahan jam mengajar melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang didesain dan disesuaikan dengan kebutuhan dan minat siswa.

Materi ekstrakurikuler keagamaan disusun dan diarahkan oleh guru PAI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan dengan memperhatikan minat dan kebutuhan siswa dengan tetap berkomitmen untuk terciptanya keharmonisan di dalam kehidupan lingkungan sekolah.

B. Saran-saran

Meskipun proses pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan telah mampu menciptakan budaya toleransi beragama di kalangan siswa, tetapi penulis merasa perlu untuk untuk memberikan saran-saran kepada pihak terkait, antara lain: 1. Sehubungan kepala sekolah yang saat ini bertugas telah

memasuki masa pensiun, maka seluruh warga SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan harus mempersiapkan diri mengantisipasi adanya perubahan kebijakan yang lebih baik oleh kepala sekolah yang baru dengan tetap mengedepankan kebersamaan dan kekeluargaan.

2. Pendayagunaan IT yang diterapkan di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan dapat dimanfaatkan oleh guru PAI untuk berdialog dan berbagi ilmu melalui media jejaring sosial yang

129 terpercaya , sekaligus sebagai sarana untuk mengontrol prilaku dan sikap siswa di luar sekolah.

3. Kepada peneliti selanjutnya, hendaknya mengembangkan hasil penelitian ini dengan jangkauan lebih luas misalnya mengambil sampel sekolah sekabupaten sehingga hasilnya bisa lebih valid, atau pengintegrasian nilai-nilai toleransi kepada mata pelajaran selain agama sehingga dapat memberikan pemahaman yang luas tentang toleransi.

131

Dalam dokumen BUDAYA TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN PEND (Halaman 132-140)