• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang berbentuk deskriptif. Oleh sebab itu data yang menunjang penelitian ini dikumpulkan melalui penelaahan kepustakaan. Peneliti akan meneliti lebih mendalam tentang feminisme apa saja yang terdapat dalam kumpulan cerpen

“Penjual Bunga Bersyal Merah” Karya Yetti A. K A. Metode deskriptif kualitatif tersebut diterapkan pada penelitian ini dengan teknik-teknik kegiatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Teknik kepustakaan, simak dan catat. Teknik Kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti berbagai kepustakaan.

18 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

a. Aliran Liberal

Aliran liberal adalah membebaskan perempuan untuk melakukan hak-haknya dalam segala bidang kehidupan. Dalam cerpen “Seekor Kupu-kupu dalam Kebun Bunga Tanalia” seorang anak yang tidak diberi kebebasan.

1. “Tapi kupu-kupu itu hanya satu ekor. Kupu-kupu yang kesepian. Kupu-kupu itu mengatakan tidak bisa lama bermain bersama Tanalia. Ia akan pergi mencari cahaya bersama teman kupu-kupunya pada saat kelak. Tanalia tidak ingin kupu-kupu itu pergi. Ia keluar untuk mencari kupu-kupu yang barangkali saja hinggap di pohon jambu sedang berbunga milik tetangganya. Tanalia mau menambah kupu-kupu di kebun bunganya.

Supaya tak ada lagi yang kesepian. Supaya kupu-kupu tak perlu pergi mencari cahaya”(Halaman 146)

Dalam cerpen “Landra Boleh Memetik Bunga-bunga” seorang anak yang selalu dilarang ibunya untuk memetik bunga yang berada di kebun rumah. Karena Landra menyukai kuku yang kotor dan memetiki bunga untuk menjadi mainannya. Karena Landra memiliki pengetahuan bahwa bunga yang di petik akan berbunga kembali.

2. “Selama tiga hari ia dilarang keluar rumah pada jam bermain. Ia memilih mejalani hukuman dengan lebih banyak berada di dalam kamar. Untung ia punya jendela yang menghubungkannya dengan langit. Di langit itu ia membayangkan banyak sekali bunga.

Lebih banyak dari bunga-bunga yang pernah ia temui sebelumnya dan di sana ada tulisan yang besar ‘Landra Boleh Memetik Bunga-bunga’. Ia membawa keranjang raksasa dan memetik bunga dengan riang. Bunga-bunga di sana tidak pernah habis. Setiap dipetik satu akan tumbuh bunga-bunga yang baru.” (Halaman 91).

b. Aliran Feminisme Marxis

Aliran marxis adalah perempuan yang tunduk pada laki-laki dalam peran keluarga. Pada cerpen

“Maganda dan Kupu-kupu” si anak atau maganda yang tetap tahan dan tunduk untuk tidak membalaskan apa yang dilakukan Papanya kepada Mama. Ia kecewa. Sangat kecewa karena Mamanya yang selalu menahannya dan ia yang menurut.

1. “Baik Ma, kata Maganda. Ia kecewa sekali. Dan tak seorangpun yang tahu tentang itu.

Termasuk Mama. Atau mungkin Mama tahu, namun memilih tidak berpihak pada Maganda. Maka hari itu juga Maganda mengembalikan anak anjing ke jalan dan mungkin saja beberapa hari kemudian binatang itu mati kelaparan atau mati karena infeksi di kakinya.”

“Maganda sudah hidup lima belas tahun sebagai anak penurut.dan selama itu pula Maganda selalu jadi anak yang mendengarkan kata-kata Mama.”(Halaman 29).

19 Mama selalu tidak keberatan apapun yang dilakukan Papa kepada Mama. Apapun yang di perintahkan dan dilakukan Papa, Mama tidak akan keberatan dan Mama tunduk selalu dan tidak pernah melawan Papa.

2. “Sekarang Papa akan menyiksa Mama lagi. Seperti yang selama ini terlalu sering lelaki itu lakukan. Dan seperti biasa pula Mama akan menerima semua tanpa melawan. Mama menjalaninya sebagai rutinitas yang lama-lama menjadi sesuatu yang biasa. Sakit, Mag, kata Mama tapi Mama tidak keberatan, kau juga jangan keberatan ya, itu lebih baik ketimbang punya Mama seorang pelacur.”

“Maganda pernah mengintip saat Papa mengikat kedua tangan Mama. Saat Papa memukuli Mama. Mama menjerit-jerit. Papa mengambil gelas di meja dan melemparkannya di lantai.

Kemudian di antara pecahan itu, Papa memaksa Mama tidur, memaksa Mama….”(Halaman 35).

Cerpen “Sweter” Mama yang tunduk kepada Papa dan saat anak mengatakan Papa jahat, mama mengatakan tidak. Dan anak mendengarkannya.

3. “Aku ingat kau pernah mengeluh padaku. Kau bilang, “Papa jahat”. Tidak kataku Papamu sedang menggambar dan dia tidak bisa melakukannya kalau rebut. Disaat lain kau mengadu, “Papa tidak menyayangiku”. Aku memandangi matamu sedih “Itu tidak benar”

meski sesungguhnya aku berpikiran sama lelaki itu tidak menyayangimu, aku, dan bahkan dirinya sendiri …”(Halaman 59).

Pada cerpen “Nomini di Bulan Mei” ini menjelaskan bahwa seorang istri yang diperlakukan kasar tetapi tetap diam dan tunduk kepada suaminya, meski saat suaminya mengalami kecelakaan yang membuatnya hanya bisa terbaring di tempat tidur, istrinya tetap mengurusinya walaupun dia akan tetap diomeli.

4. “Ia lagi-lagi berpikir kenapa Nomini sebodoh itu ? Tempat Nomini tidak pantas berada di rumah itu. Bagaimana bisa ia bertahun-tahun bertahan hidup bersama lelaki kesepian bermata pucat yang memperlakukannya dengan kasar. Lelaki tidak tahu diri yang mengomel kapan saja, bahkan saat mereka berada di meja makan, di depan macam-macam hidangan yang harusnya dinikmati dengan sukaria. Apa lelaki itu tidak pernah punya seorang ibu yang memberitahunya hal paling buruk adalah mengomel saat makan bersama dan itu tidak pantas dilakukan? Tak seorangpun tahu apa Nomini masih sering dipukul setelah kecelakaan di kamar mandi itu. Ia memang tidak pernah lagi melihat mata Nomini hijau dan bengkak. Tetapi lelaki itu sering berteriak – terutama akhir-akhir ini. Mungkin karena Nomini mulai berani bicara. Berani membantah. Kadang-kadang terdengar juga bunyi barang yang sengaja dilempar.”(Halaman 166).

c. Aliran Feminisme Psikoanalisis

Aliran yang mengemukakan cara berfikir perempuan berakar dari rangkaian pengalaman pada masa waktu kecil.

20 Cerpen “Landra Boleh Memetik Bunga-Bunga” menceritakan bahwa ibunya sebagai cara berpikirnya dari pengalaman yang ia hadapi. Seperti pada pengalan paragraf berikut:

1. “Kau selalu merusak ketenangan, itu yang dikatakan Ibu saat ia menjatuhkan piring atau mangkuk di lantai – dan bunyinya sungguh keras sekali. Dan ia mengingat dengan jelass semua itu dan belajar sesuatu tentang kehadiran anak-anak yang bisa saja akan mengubahnya jadi mirip dengan ibu. Ia tak mau dan karenanya memilih berjarak. Jarak akan membuatnya melihat sesuatu dengan baik – atau paling tidak menghindarkannya jadi seorang perempuan dewasa yang suka membuat aturan-aturan yang tidak bisa diterima anak kecil.”(Halaman 93).

Kemudian pada cerpen “Landra dan Bunga Merah” menceritakan bahwa Landra yang menjadi perangkai bunga merah saat ia dimintai ibunya untuk membeli bunga merah, dan saat ia membeli bunga merah dan pulang ke rumah ternyata bunga merah yang Landra berikan adalah rangkaian bunga pengantar kepergian ibunya. Sehingga ia tidak menyukai bunga merah lagi. Ini didukung pada paragraf :

2. “Bungkusan bunga masih tergeletak begitu saja dalam jambangan. Berjam-jam Landra hanya memandanginya, tanpa membuka dan mulai meronce bunga-bunga di dalamnya. Ia ingat malam kematian ibunya. Malam itu ibu berkata padanya kalau ia ingin mati dan meminta Landra pagi-pagi sekali membeli bunga merah segar di pasar dan merangkainya untuk mengantar kepergiannya. “Harus bunga merah” kata ibunya. Dan Landra benar-benar membeli bunga merah. Jelang siang ibunya mati tertabrak truk. Kantong bunga itu masih di tangan Landra saat orang-orang mengantar ibunya ke depan pintu. Dan seperti pesan ibunya, Landra merangkai bunga-bunga merah itu dengan air mata yang terus berjatuhan; bunga-bunga yang bertambah merah seolah menghisap warna dala diri ibu hingga yang trtingal sekujur tubuh seputih kapas yang terbujur di atas tikar.

Sejak itu pula Landra tidak terlalu menyukai bunga merah. Bunga merah selalu mengingatkan pada kematian yang direncanakan ibunya. Namun baru saja pelukis itu mengatakan hal yang hamper sama ada seseorang yang telah merencanakan kematiannya – dan seorang itu secara khusus meminta ia merangkaikan bunga merah untuknya.”(Halaman 109).

3. “Landra membalik-balik tubuhnya. Ia tidak suka mengingat masa kecilnya dalam dunia yang sempit itu. Ia baying-banyangkan lagi bunga-bunga dalam lukisan untuk menghibur dirinya; barangkali bunga krisan, mawar, begonia, melati, bakung, anggrek. Dan ia akan memilih bunga berwarna merah saja di antara bunga-bunga itu. Namun, mendadak ia tersadar, bunga dalan lukisan itu dan merangkainya dengan benang dan ia sulit memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain.”(Halaman 112).

Cerpen “Mata Yang Gelap” menceritakan seorang kakak yang merasa dikhianati seorang adik perempuan yang sangat ia sayangi sehingga ia selalu memikirkan seorang anak dan memperlakukannya seperti adiknya.seperti paragraf berikut:

21 4. “Baginya, Cesel sudah seperti Shana yang ia sayangi. Shana yang bermata segelap rimba.

Shana yang berdiri lama-lama di depan cermin, dan berkata, Kakak, di mataku banyak sekali pohon tua. Hari ini, Cesel memakai bando kecil warna hijau di rambutnya. Setiap hari Minggu, pikirnya Shana (oh Shana sayang) juga mengenakan bando kecil dengan beberapa pilihan warna; kuning, cokelat, biru, dan merah. Shana selalu memastikan kalau bando sudah terpasang di rambutnya sebelum ia menghambur keluar dan menarik tangannya, dan berkata “Ini hari pergi ke taman” Apakah Cesel dan keluarga pergi berlibur keluar kota. Mereka pulang Minggu sore dan hamper gelap. Suatu hari nanti ia ingin mengajak Cesel pergi ke taman itu. Apakah taman itu masih ada? Ia benar-benar melupakannya setelah kematian Shana. Cesel, Cesel harus ke sana, pikirnya. Mungkin besok atau lusa atau kapan pun Cesel mau. Tapi, Cesel tak pernah bicara pada orang asing.

Keluarga Cesel itu tipe orang kota kebanyakan. Ibunya pasti memiliki beberapa aturan dan larangan: salah satunya dilarang bicara dengan orang yang tak dikenal. Persis Shana, pikirnya. Ia ingat Ibu melarang Shana percaya pada siapa pun yang ada di luar sana. Karena itu, Ibu memerintahkan ia menagantar Shana ke sekolah, pergi les, dan bermain di taman”(Halaman 156).

Cerpen “Telepon Keluarga” menceritakan seorang anak yang tidak tahu siapa ayah dan ibunya karena ia diasuh oleh Nenek Ce. Berjalannya waktu Nenek Ce memberitahu siapa ayahnya dan ternyata itu pamannya yang tidak ingin menikah. Dengan pandangan ini perempuan memiliki pemikiran dari pengalamannya yaitu ayahnya tidak ingin menikah sehingga iya juga lajang hingga usia 37 tahun.

5. “Aku memijit pangkal hidungku. Kini usiaku tiga puluh tujuh, lajang, tidak pernah meninggalkan rumah, dan kadang-kadang berpikir kalau Nenek Ce masih bersamaku, dan pada hari libur keluarga besar kami berkumpul disini walau kenyataanya sudah lama sekali aku sudah hidup sendirian dan tepat saat aku berpikir begitu telepon di depanku benar-benar bordering. Hanya satu kali. Setelah itu mati.”(Halaman 192).

d. Aliran Feminisme Ekofeminisme

Aliran ini mengatakan bahwa penindasan manusia dengan alam dan keterlibatan perempuan dalam seluruh ekosistem. Terdapat pada cerpen “Catatan Musim Buah”

mengimajinasikan adanya ular yang datang dan membuat ingatan menjadi sirna akibat direnggut oleh ular.

1. “Waktu itu, ya katakanlah memang demikian kebenarannya, seekor ular kecil yang memiliki sayap mirip ranting di punggungnya telah melompat dari lubang pada plafon, lantas cepat sekali menyusup dalam kepalaku. Ular itu tentu saja si perayu yang ulung. Ia berbisik-bisik. Menyemburkan birahi lewat lidahnya yang tidak bisa diam. Dan entah bagaimana kejadiannya atau bagaimana bisa terjadi, aku sudah berada alam pelukan Lus.

Malah kami juga sudah berciuman, semakin jauh, dan sudah lebih jauh lagi ketika terdengar jeritan Kayin dari arah pintu depan dengan sekeranjang durian jatuh di lantai.

Kemudian, setelah kejadian itu yang kutahu tentang musim adalah ingatan pada buah

22 durian yang berhamburan di lantai itu. Duri-durinya tajam sekali menatap tubuhku yang separuh telanjang.”(Halaman 17).

Seorang anak yang mengingat bulan apa saja yang menghasilkan buah-buahan yang manis.

2. “Ketika buah-buahan menghilang, kami tahu musim telah usai. Kami tidak pernah memikirkan kapan musim itu datang lagi. Yang tertinggal hanya kenangan pada rasa manis buah-buahan, itu pun samar-samar, dan kami anggap bukan sesuatu yang penting untuk kami jaga sebagai ingatan. Lalu musim, pada ketika yang lain, waktu yang lain, tidak lagi sekedar musim buah yang datang dan pergi begitu saja, dan dilupakan dengan cepat.

Musim membuatku mulai menandai pada bulan apa manga, duku, durian, lengkeng menyerbu kota kami … ”(Halaman 18)

Setelah ia tinggal dengan paman dan bibinya ia menjadi keterlibatan dalam sebuah kebencian paman kepada bibinya. Berikut paragraf yang mendukung:

“Pada pagi hari setelah Kayin meninggalkan rumah, Lus berkata, “Biarkan dia pergi!”. Dalam situasi begitu menyesakkan, aku ingin sekali mendengar kalimat Lus yang lebih panjang. Apa ia benar-benar tidak bisa memikirkan kalimat lain? Mungkin begini:

Lepaskanlah bibimu. Biarkan ia pergi bersama musim yang berlari meninggalkan kita.

Paling tidak dari kalimat itu aku bisa tahu kalau Lus punya cara berbeda dalam menghadapi kesedihan selain sikap dinginya yang membosankan. Aku sungguh-sungguh menyayangi Kayin, itu yang aku rasakan, hanya saja aku terpaksa berjanji pada Lus untuk segera melupakan perempuan itu seperti aku kecil dulu melupakan musim buah yang cepat pergi.

Lus dan Kayin resmi berpisah”(Halaman 22).

Tetapi dia tidak mengatakannya melainkan menyalahkan buah yang harum baunya.

Dan berikut paragrafnya:

3. “Musim durian mulai menyebalkan. Lus muncul dari pintu belakang. Aku menatap heran pada adik sepupu ibuku yang malang itu. Selama ini Lus jarang berpendapat tentang apa pun. Cukup mengejutkan jika ia terus menggerutu karena musim durian yang tidak terlalu jelas kenapa, bisa mendadak menyebalkan di matanya. Tapi aku menduga sebenarnya Lus bukan membicarakan musim durian, melainkan tentang Kayin.

Lus terus saja menggerutu mengenai durian yang memenihi kota, membuat mual, dan pusing kepala – mirip cara Kayin membenci musim lengkeng beberapa tahun lalu. “Lama-kelamaan durian akan menjadi buah yang oaling ku benci” kata Lus. Aku tak pernah membenci buah apa pun seumur hidupku bahkan jika aroma buah itu memenuhi hidung setiap hari. Bagiku buah yang melimpah itu terasa amat membahagiakan. Alam memberi sesuatu, lalu orang-orang yang baik hati membagi-bagikan ke seluruh penjuru kota dan kampong-kampung lain.”(Halaman 24).

Dalam cerpen “Maganda dan Kupu-Kupu” juga membuat Maganda lebih senang bermain dengan binatang karna itu salah satu hiburan baginya. Maganda memilih untuk bermain dengan kupu-kupu. Ini terdapat pada kalimat:

23 4. “Lalu kupu-kupu itu membuat Maganda kembali tersenyum. Ia merasa dadanya ringan setelah berjam-jam sesak. Setelah sekian waktu ia benci sekali pada Mama yang tidak membiarkannya membalas kekejian Papa.”(Halaman 28).

Pada cerpen “Landra Boleh Memetik Bunga-bunga” Mama mengumpamakan bunga itu

sebagai rasa kasih sayang. Itu terdapat pada kalimat berikut:

5. “Sekarang mulut Landra terkunci. Bahkan tubuhnya juga ikut tak bergerak. Ia menunggu tangan kecil itu meraih bunga-bunga angreknya dan barang kali kalau berhasil akan dijadikan bahan main masak-masakan atau membuangnya begitu saja di tanah.

Kau mestinya menyanyangi bunga Lan, kata ibu setelah itu, bunga itu lambing dari rasa sayang . wajah ibu melembut, sangat lembut, dan Landra lari ke dalam pelukannya seolah ia baru bebas dari ruang gelap yang membuat napas sesak. Ia begitu lekat dengan dada ibu.

Ia bisa mendengar suara-suara halus. Ia meneba-nebak apa saja isi dada itu.

Banyak sekali, kata ibu. Dada itu seperti kebun bunga. Macam-macam tanaman di dalamnya. Landra bengong, ia segera berpikir bahwa suara-suara halus di dada ibu itu berasal dari kelopak-keloak bunga yang sedang saling berbisik. Ibu tertawa dan mencubit pipi Landra jangan lupa menempel surat perjanjian di pintu kamar ya”(Halaman 88).

Cerpen “Penjual Bunga Bersyal Merah” menjelaskan saat lelaki itu pergi mengikuti Landra maka perempuan itu mengalami kesedihan sehingga ia merasakan kesedihannya bagai disambar bunga-bunga merah.

6. “Kupandangi bagian belakang tubuhmu yang bergerak meninggalkanku, berganti-ganti dengan bunga merah dalam keranjang. Bunga-bunga itu perlahan menjelma darah.

Kuntum-kuntumnya juga membesar. Kemudian aku disambar kelopak-kelopaknya.”(Halaman 143).