• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia

Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP)

ISSN 2685-578X Volume 2, Nomor 1, Edisi Juli 2020

Jurnal PBI NOMMENSEN

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

Alamat Kantor:

Jl. Sangnauwaluh No. 4 Pematangsiantar (21132

)

(2)

STRUKTUR ORGANISASI JURNAL PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

Pembina

Rektor, Prof. Dr. Sanggam Siahaan, M.Hum.

Plt. Wakil Rektor I, Prof. Dr. Selviana Napitupulu, M.Hum.

Penanggungjawab

Plt. Dekan, Pdt. Dr. Nurliani Siregar, M.Pd.

Plt. Dekan I, Bertharia S. Hutauruk, S.Pd., M.Hum.

Ketua Redaksi Dr. Jumaria Sirait, M.Pd.

Sekretaris Redaksi

Plt. Wakil Dekan III, Gr. Bangun Munte, S.Pd., M.M.

Monalisa Frince S, S.Pd., M.Pd.

Bendahara

Plt. Wakil Dekan II, Osco P. Sijabat, S.Pd., M.Pd.

Marlina A. Tambunan, S.Pd., M.Pd.

Dewan Redaksi Drs. Ronald Hasibuan, M.Pd.

Dra. Elfrida Pasaribu, M.M.

Drs. Harlim Lumbantobing, M.Pd.

Tanggapan C. Tampubolon, S.Pd., M.Pd.

Reviewer Internal

Prof. Dr. Sanggam Siahaan, M.Hum.

Prof. Dr. Selviana Napitupulu, M.Hum.

Dr. Hilman Pardede, M.Pd.

Dr. Bloner Sinurat, M.Hum.

Reviewer Eksternal/ Mitra Bestari Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd. (Unimed) Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M.Pd. (Unimed)

(3)

Editor Teknik Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd.

Martua Reynhat Sitanggang Gusar, S.Pd., M.Pd.

Vita R. Saragih, S.Pd., M.Pd.

Sekretariat/ Administrasi Manuel B. Situmorang, S.Pd.

Edi Saputra Beresman Siburian

Diterbitkan Oleh : FKIP UHKBPNP

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga Jurnal PBI Nommensen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar dapat menerbitkan tulisan-tulisan penelitian pada Volume 2 Nomor 1 Edisi Juli 2020.

Jurmal PBI Nommensen Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020 berisikan sepuluh tulisan tentang pendidikan bahasa di sekolah, sastra, dan nilai budaya. Selain dosen dari Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar turut juga dosen dari Universitas HKBP Nommensen, Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli, STKIP PGRI Ponorogo, dan Universitas Simalungun.

Jurnal Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020 ini dapat terbit adalah atas kerja keras dan perhatian dari banyak pihak, oleh karena itu redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berkenan memberikan masukan kepada redaksi dan juga mereview tulisan yang ada. Juga kepada anggota redaksi yang juga meluangkan waktu untuk bekerja agar Jurnal ini dapat terbit. Redaksi juga memohon maaf untuk segala kekurangan yang terdapat pada jurnal ini dan akan kami perbaiki pada edisi berikutnya.

Pematangsiantar, Juli 2020

Redaksi

(5)

VOLUME 2, NOMOR 1, EDISI JULI 2020 ISSN 2685-578X

PBI NOMMENSEN

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAFTAR ISI

Problematika Pendidikan di Indonesia Ditinjau dari Aspek Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Pendidikan Nasional, dan Manajemen Pendidikan

(JUMARIA SIRAIT) hal 1 - 15

Analisis Feminisme Pada Kumpulan Cerpen “Penjual Bunga Bersyal Merah” Karya Yetti A.K.A (MARLINA A TAMBUNAN, TRY ARTI DABUKKE) hal 16 - 24

Perbedaan Tingkat Kemampuan Menulis Puisi dengan Menggunakan Model Pembelajaran VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) VS TTW (Think, Talk, Write) Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar

(JUNIFER SIREGAR, RESTUA HUTAHAEAN) hal 25 - 35

Pembelajaran Literasi Pada Keterampilan Menulis Kritis Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia UHKBPNP

(MONALISA FRINCE S, MARTUA R SITANGGANG) hal 36 - 46 Analisis Konteks Lagu Batak toba “Dijou Ahu Mulak” Karya Nahum Situmorang

(VITA RIAHNI SARAGIH) hal 47 – 53

Pemahaman Unsur Rujukan Anafora (Anaphoric Refrence) dan Rujukan Katafora (Cataphoric Refrence) dan Korelasinya Terhadap Membaca Pemahaman Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Stambuk 2016/2017

(RONALD HASIBUAN) hal 54 – 63

Pengaruh Kebudayaan Terhadap Penanaman Pendidikan Karakter Siswa

(LUSY NOVITASARI) hal 64 - 76

Pengaruh Model Pembelajaran Inside Outside Circle dalam Menyimak Berita Oleh Siswa Kelas X IPA 3 SMA N. 2 Siborong-borong Tahun Pembelajaran 2020/2021

(TANGGAPAN C TAMPUBOLON) hal 77 - 85

Pemanfaatan Youtube Sebagai Optimasi Pembelajaran Daring Bahasa Indonesia Di Masa Pandemi Covid 19

(KALEB E SIMANUNGKALIT) hal 86 - 90

Kesantunan Berbahasa Mahasiswa dengan Dosen pada Pembelajaran Daring di FKIP Universitas Simalungun

(BERLIAN R TURNIP, LILI TRANSLIOVA, NETTI MARINI) hal 91 - 107

JURNAL PBI NOMMENSEN FKIP UHKBPNP PEMATANGSIANTAR EDISI JULI TAHUN 2020

(6)

1 PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA DITINJAU DARI ASPEK

ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS, AKSIOLOGIS, PENDIDIKAN NASIONAL, DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

Oleh :

Dr. Jumaria Sirait, M.Pd.

(Dosen LLDikti Wil.I Sumut, dpk pada FKIP-UHKBPNP) email : jumariasirait@gmail.com

Abstrak

Pengelolaan pendidikan tidak terlepas dari 3 aspek penting, yaitu: landasan ontologis (berkenaan dengan apa hakikat gejala/objek), epistemologis (berkenaan dengan bagaimana mendapatkan objek/gejala), aksiologis (berkenaan dengan manfaat objek/gejala). Selaras dengan ketiga konsep ini, ada 3 permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini, dan bagaimana solusi pemecahannya, yaitu: (1) Apa problematika pendidikan di Indonesia? (2) Bagaimana landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis dalam konsep manajemen pendidikan? (3) Bagaimana konsep manajemen pendidikan mengatasi masalah pendidikan di Indonesia?

Untuk menjawab permasalahan di atas, penulis melakukan kajian literature secara terencana dan terprogram dalam kurun waktu 6 bulan, sehingga penulis juga dapat dengan mudah menyimpulkan hasil pembahasan yang menjadi kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1) Problematika pendidikan di Indonesia meliputi, capaian mutu pendidikan yang masih rendah, mutu pendidikan belum merata, anggaran pendidikan bertambah, namun belum menunjukkan mutu yang optimal, perubahan dinamis yang cukup signifikan di bidang iptek secara komprehensif, sistem belajar lebih dominan bertransisi ke dunia online yang perlu diwaspadai, kualitas sdm persekolahan yang masih minim, lingkungan sekolah tidak kondusif buat peserta didik, adanya diskriminasi terhadap kelompok belajar marginal, munculnya berbagai penyakit sosial di kalangan sekolah; serta tawuran antarsekolah. (2) Konsep ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu pendidikan berperan penting dalam manajemen pendidikan. Konsep ontologis sebagai dasar dalam menentukan nilai-nilai filosofis untuk pengembangan manajemen pendidikan. Konsep epistemologis sebagai dasar dalam pengelolaan pendidikan secara komprehensif dan bertanggungjawab. Konsep aksiologis sebagai dasar pengembangan ilmu yang tidak otonom, melainkan kebermanfaatan ilmu manajemen sebagai ilmu antardisiplin ilmu dalam mengelola pendidikan Indonesia. (3) Esensi pendidikan saat ini adalah segala upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan potensi diri peserta didik supaya manusiawi dengan mengadopsi nilai-nilai filosofis pendidikan dalam pengembangan manajemen pendidikan yang memberikan pemahaman tentang nilai-nilai tanggung jawab moral, sosial, agama, dan budaya luhur.

Kata Kunci: problematika pendidikan, ontologis, epistemologis, aksiologis, pendidikan nasional, manajemen pendidikan

(7)

2 BAB I

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Isu strategis pendidikan yang sampai saat ini masih hangat adalah capaian mutu pendidikan Indonesia yang masih jauh di bawah capaian negara maju atau bahkan di bawah negara-negara tetangga Indonesia menjadi catatan dalam pembenahan mutu pendidikan di Indonesia. Nilai PISA Matematika tahun 2012 menunjukan rata-rata capaian kompetensi siswa Indonesia berada pada level 1.

Kondisi ini menjukkan Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, atau bahkan Vietnam. Sementara itu, dalam hal kemahiran membaca, Indonesia mendapat nilai rata-rata PISA Tahun 2012 sebesar 396. Posisi Indonesia masih di bawah nilai rata-rata Malaysia (398) dan Thiland (441). Rendahnya mutu kemahiran membaca siswa di Indonesia ditunjukkan antara lain, survei PISA Tahun 2012 dengan perolehan nilai sebesar 396. Posisi Indonesia di bawah nilai rata-rata Malaysia (398) dan Thailand (441). Kendala peningkatan mutu kemahiran membaca siswa dipengaruhi oleh kompetensi pendidik, standar mutu penggunaan bahasa pembelajaran, sistem pembelajaran, dan sumber daya pembelajaran bahasa dan sastra (Kemendikbud, 2015:18).

Lebih lanjut, studi USAID (2014) menunjukkan bahwa rata-rata 47,2% murid kelas 1dan 2 di Indonesia yang siap naik kelas 3 karena membaca lancar dan paham artinya. Sisanya sebanyak (i) 26,3% meski membaca lamban namun mengerti arti bacaan; (ii) 20.7% tergolong pemula, yakni gabungan pembaca lancar dan lamban, namun tidak mengerti artinya; dan (iii) 3% tergolong non-pembaca (non-reader) karena walau telah dua tahun bersekolah, mereka belum mengenal huruf. Secara nasional, kemampuan membaca murid rendah yang diperparah oleh kondisi lebarnya ketimpangan literasi antara wilayah barat dan wilayah timur Indonesia, serta antara perkotaan dan pedesaan di dalam kabupaten. Mereka pada umumnya murid dari keluarga miskin yang orangtuanya pun buta huruf, komunitasnya adalah penutur tunggal bahasa ibu, dan bersekolah di sekolah dasar di pedesaan dan daerah terpencil (Kemendikbud, 2015:19).

(8)

3 Jauh sebelum kondisi di atas diperbincangkan, Prof.Belferik Manullang (2009) mengemukakan: ”Sudah sejak lama, kebijakan pendidikan di semua tingkatan manajerial mulai dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai dengan tingkat satuan pendidikan mengundang kontroversi dan menuai sejumlah kritikan tajam. Walau tujuan awal pengambilan sebuah kebijakan adalah untuk peningkatan mutu pendidikan, namun pada proses implementasi kebijakan tersebut seringkali sangat membingungkan dan melahirkan banyak masalah dan mutu yang diharapkan pun sama sekali tidak pernah tercapai. Pengambil kebijakan pastilah memikirkan secara matang sesuai kapasitasnya untuk sebuah kebijakan yang dianggap efektif, namun demikian, 50 tahun terakhir ini, sulit menemukan sebuah kebijakan yang benar-benar bisa membuat bangsa ini bangga atas pendidikannya”.

Berdasarkan ulasan pemerhati pendidikan Indra Charismiadji tentang arah kebijakan dan pengembangan pendidikan melalui pencanangan “Merdeka Belajar”

diharapkan dapat mengatasi permasalahan mutu pendidikan yang masih jauh dari harapan bangsa Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh organisasi luar negeri seperti: PISA, World’s Most Literate Nations, TIMMS, PIRLS, Universitas21, serta dalam negeri seperti: UN (Ujian Nasional) dan INAP memperlihatkan selama kurun waktu 20 tahun mutu pendidikan Indonesia masih berada paling bawah di kalangan dunia. Disamping itu, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah seperti: penambahan anggaran pendidikan melalui APBN dan APBD, CSR, bantuan luar negeri, maupun bantuan masyarakat, mutu pendidikan belum memperlihatkan hasil yang menggembirakan.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/01/14203891/indra-charismiadji-3- catatan-penting-dunia-pendidikan-tahun-2020-1?page=all.

Menyikapi permasalah pendidikan yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan pendidikan berdasarkan kajian teori-teori filsafat dari aspek ontologis, epistemologis, aksiologis yang diintegrasikan dengan ilmu pendidikan dan manajemen pendidikan, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran permasalahan yang ada dan solusi pemecahan masalah tersbut.

(9)

4 2. Rumusan Masalah

Yang menjadi kajian dalam penulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa problematika pendidikan Indonesia?

2. Bagaimana ontologis, epistemologis, dan aksiologis ilmu pendidikan dalam manajemen pendidikan Indonesia?

3. Apa peran manajemen pendidikan dalam mengatasi problematika pendidikan di Indonesia?

3. Tujuan Penulisan

Tujuan utama penulisan ini adalah :

1. Mengetahui problematika pendidikan Indonesia

2. Mengetahui aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis sebagai dasar pengembangan manajemen pendidikan di Indonesia

3. Mengetahui peran manajemen pendidikan dalam mengatasi problematika pendidikan di Indonesia.

4. Urgensi Penulisan

Sepanjang sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia, sampai saat ini permasalahan mutu pendidikan masih perbincangan hangat di kalangan publik karena mutu pendidikan tersebut belum menunjukkan perubahan yang signifikan.

Sudah banyak kajian tentang mutu pendidikan, bahkan kebijakan yang dianggap strategis untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, namun arah kebijakanpun belum mencapai sasaran mutu yang diharapkan. Dapat diprediksi, hal itu terjadi karena ulasan/kajian mutu pendidikan tidak didasari secara filosofis, sehingga tidak mendasar dalam menentukan arah kebijakan selanjutnya. Itulah sebabnya penulis memikirkan bahwa sangat urgen mengkaji problematika pendidikan Indonesia dan manajemen pendidikan secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis, sehingga diharapkan permasalahan mutu pendidikan dapat diatasi dengan terlebih dahulu mencari akar masalah, bagaimana penyelesaiannya, serta kebermanfaatannya bagi kehidupan bangsa dan Negara Republik Indonesia.

(10)

5 BAB II

PEMBAHASAN

1. Problematika Pendidikan Indonesia

Menurut pendapat Ismaya (2015:1) bahwa problematika pendidikan Indonesia saat ini pada tataran ideal pendidikan, terjadi pergeseran paradigma yang awalnya memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial, kini dipandang sebagai suatu lahan bisnis basah yang mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.

Selanjutnya, Rivai dan Murni (2009:30-37) memetakan empat masalah pendidikan nasional, yaitu pemerataan pendidikan, pengelolaan dan efisiensi, pengelolaan dan otonomi pendidikan, dan relevansi pendidikan.

Selanjutnya, suara mahasiswa dalam media Problematika Pendidikan Indonesia Media Mahasiswa Indonesia (16 Juni 2020) juga menyatakan bahwa problematika pendidikan saat ini sudah lebih modern berbasis teknologi informasi yang lebih canggih, fleksibel, dan bebas. Para siwa (pelajar) sudah bebas belajar di mana saja tempat mereka mau, tidak harus belajar di ruangan, buku-buku yang sangat berat tidak perlu dibawa-bawa, mereka cukup mempersiapkan smartphone karena buku-buku sudah banyak dalam bentuk e-book. Oleh sebab itu, kehidupan pelajar saat ini tidak terlepas dari HP karena alasan utama kebutuhan belajar dan para orangtua harus mempersiapkan paket internet belajar. Demikian sekolah-sekolah harus mempersiapkan jaringan internet yang lebih kuat aksesnya untuk memfasilitasi para guru dalam pembelajaran daring. Sekolah tidak lagi dikerumuni anak-anak, sekolah jadi sepi menunggu hiruk-pikuk suara anak-anak. Pemerintah dalam hal ini pengelola pendidikan, juga sekolah-sekolah harus mendukung pemerintah, setuju atau tidak setuju, harus bertahan sampai pada waktunya tiba normal kembali (https://mahasiswaindonesia.id/problematika-pendidikan-di-indonesia/).

Sejalan dengan problematika pendidikan di atas, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama Results Internasional mengungkap bahwa terdapat tiga issu utama pendidikan di Indonesia, yakni kualitas guru, sekolah yang

(11)

6 tidak ramah anak, dan deskriminasi terhadap kelompok marginal. Ketiga permasalahan ini sangat perlu disikapi secara tuntas. Disamping itu, data pada laporan penelitian Right to Education Index (RTEI) ada lima faktor utama permasalahan pendidikan, yakni pemerintahan, ketersediaan, aksesibilitas, penerimaan, dan adaptasi. Dari lima faktor itu, Indonesia mendapatkan skor 77 persen untuk laporan pendidikan. Namun, posisi Indonesia sejajar dengan Nigeria dan Honduras. Ironisnya, kualitas pendidikan Indonesia berada di bawah Filipina (81 persen) dan Etiopia (79 pensen). Penelitian itu menempatkan Inggris (87 persen) di urutan teratas. Disusul, Kanada (85 persen) dan Australia (83 persen). Selanjutnya dijelaskannya, bahwa kualitas guru yang rendah disebabkan rasio ketersediaan guru, khususnya di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Berdasarkan hasil uji kompetensi guru pada 2016 menunjukkan nilai di bawah standar, hal tersebut tidak sebanding dengan anggaran yang dialokasikan untuk gaji guru.

(https://www. republika.co.id/ berita/ pendidikan/ eduaction/17/03/23/on9feb384-ini-

3-isu-utama-pendidikan-di-indonesia).

Pendidikan di Indonesia tampaknya sedang banyak mengalami perubahan yang cukup signifikan di berbagai bidangnya. Hal tersebut, terlihat dari pemakaian teknologi secara komprehensif, juga sistem belajar yang telah banyak bertransisi ke dunia online. Artinya, pendidikan bersifat dinamis, serta tidak dapat diabaikan bahwa, keberadaan pendidikan pada kurun waktu kini akan lebih fleksibel dan mudah, sehingga dapat meningkatkan mutu intelektual anak (siswa/i) bahkan masyarakat umum.

2. Kajian Pendidikan Secara Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis

Persoalan manajemen pendidikan tidak terlepas dari pembicaraan filsafat yang mendasarinya. Filsafat dalam perkembangan ilmu pengetahuan sangat jelas memayungi semua rumpun ilmu yang ada. Hal ini berarti bahwa filsafat adalah induk segala ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan lahir dari filsafat, demikian halnya filsafat pendidikan, lahir dari ilmu filsafat. Sejalan dengan ini, Suriasumantri (2005:92) menyatakan, pada fase awal, filsafat hanya melahirkan dua ilmu pengetahuan, yakni ilmu alam (Natural Philosophy) dan ilmu sosial (Moral

(12)

7 Philosophy) maka, dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Selanjutnya, Suriasumantri (2005:35) juga menyatakan bahwa jika mau membahas tentang objek suatu ilmu pengetahuan harus mempertanyakan 3 hal, yakni: (1) apa hakikat gejala/objek itu (landasan ontologis), (2) bagaimana cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek itu (landasan epistemologis), (3) apa manfaat gejala/objek itu (landasan aksiologis). Sekaitan dengan topik yang dikaji, maka perlu dibahas tentang ilmu pendidikan pada tataran ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

a. Ontologi Ilmu Pendidikan

Ontologi adalah bagian atau cabang ilmu yang membicarakan tentang hakikat yang ada, berkenaan dengan objek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut, bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia dalam hal berpikir, merasa dan mengindera yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkrit maupun rohani/abstrak. Hal ini sesuai dengan etimologi kata ontologi yang berasal dari bahasa Yunani, yakni: on/ontos = ada, dan logos = ilmu ; ilmu tentang yang ada.

Salah satu lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno adalah ontologi.

Perenungan tentang ontologi yang paling tua adalah Thales yang terkenal dengan perenungannya terhadap air yang merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada.

Dalam persoalan ontologi dibahas tentang bagaimanakah menerangkan hakikat dari segala yang ada berdasarkan kenyataan berupa materi (kebenaran) dan kenyataan berupa rohani (kejiwaan). Dengan demikian, ontologi ilmu pendidikan membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan. Selanjutnya, pada ilmu manajemen pendidikan diperlukan latar filsafat pendidikan sebagai dasar ontologis ilmu pendidikan.

Fungsi-fungsi manajemen merupakan objek materi manajemen pendidikan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Aspek realitas yang dapat dijangkau teori dan manajemen pendidikan melalui panca indera adalah pengalaman manusia secara empiris, baik berupa tingkat kualitas maupun kualitas hasil yang dicapai sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan pendidikan.

(13)

8 b. Epistemologi Ilmu Pendidikan

Secara etimologi, kata epistemologi berarti teori pengetahuan. Hal ini tampak pada asal kata episteme (bahasa Yunani Kuno) artinya pengetahuan dan logos artinya teori. Secara lengkap Uyoh Sadulloh (2003:30) berpendapat bahwa epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal tumpuannya yang fundamental, metode-metode dan batasannya. Dengan demikian, epistemologi adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode dan sahnya pengetahuan. Apa pengetahuan itu, apa yang merupakan asal mula pengetahuan, bagaimana cara mengetahui, bagaimana membedakan pengetahuan dengan pendapat, corak-corak pengetahuan apa yang ada, bagaimana cara memperoleh pengetahuan apakah kebenaran itu, kesesatan itu. Bila disimpulkan, maka persoalan epistemologi berkaitan dengan sumber-sumber pengetahuan, hubungan pengetahuan dengan objek pengetahuan, serta terutama dengan psikologi (cara pemerolehan pengetahuan). Secara sederhana dapat dipahami, bahwa epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang membahas tentang asal, proses, persyaratan, batas-batas, keakuratan, dan hakikat pengetahuan.

Manajemen pendidikan sangat memerlukan epistemologis sebagai dasar pengembangan ilmu pendidikan secara produktif dan bertanggung jawab. Walaupun kadang kala keadaan data-data di lapangan secara empiris sebahagian dapat dilakukan oleh potensi-potensi pemula, akan tetapi pada tataran telaah objek formal ilmu manajemen pendidikan memerlukan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekatan fenomenologis bersifat kualitatif, yang berarti bahwa secara pribadi dan peneliti terlibat dalam instrumen pengumpul data pada pasca positivisme. Oleh sebab itu, analisis dan pengumpulan data lebih diarahkan kepada pendidik atau ilmuwan yang sudah pakar, berjiwa jujur dan menyatu dengan objeknya. Hal ini telah mendorong pemikiran munculnya paradigma baru pengelolaan dan peningkatan mutu pendidikan pada masa yang akan datang seperti metodologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan. Pengelolaan pendidikan pada tataran manajemen pendidikan sebaiknya berdasarkan kajian-kajian atau hasil-hasil penelitian bidang pendidikan.

(14)

9 c. Aksiologi Ilmu Pendidikan

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yakni axios artinya nilai, dan logos artinya teori. Dengan demikian, kata aksiologi berarti ”teori tentang nilai”. Secara filsafat dapat diartikan, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji hakekat nilai pada umumnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Jujun S.Suriasumantri bahwa aksiologi adalah teori tentang nilai yang berkaitan dengan kebermanfaatan ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia. Senada dengan pendapat ini, Bramel menguraikan tiga bagian aksiologi, yakni: (1) moral conduct, berkenaan dengan tindakan moral yang dikenal dengan etika, (2) esthetic expression, berkenaan dengan ekspresi keindahan yang dikenal dengan estetika, (3) sosio-political life, berkenaan dengan kehidupan sosial politik, yang dikenal dengan filsafat sosio- politik.

Berdasarkan penjelasan di atas, aksiologi merupakan suatu ilmu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai-nilai dalam seluk-beluk kehidupan manusia. Kebermanfaatan aksiologi dalam ilmu manajemen pendidikan, Husaini (2006:8) menyatakan ada enam point penting, yakni: (1) Terwujudnya pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM); (2) Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan manusia, masyarakat, bangsa dan negara;

(3) Terpenuhinya salah satu dari 4 kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan;

(4) Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien; (5) Terbekalinya tenaga

kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan;

(6) Teratasinya masalah mutu pendidikan.

Teori manajemen pendidikan tidak lagi hanya sebagai ilmu yang otonom, namun juga dimanfaatkan sebagai dasar yang baik untuk membudayakan manusia beradab. Selanjutnya, nilai-nilai manajemen pendidikan tidak saja berciri intrinsik sebagai ilmu, akan tetapi juga bernilai ekstrinsik yang menelaah dasar-dasar kemungkinan untuk beraksi secara positif dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, ilmu pendidikan tidaklah bebas nilai sebab terdapat benang tipis pembatas antara administrasi pendidikan dengan tugas-tugas pendidik sebagai pelaku pendidikan.

(15)

10 3. Manajemen Pendidikan Indonesia

Menurut Husaini (2006:7) manajemen pendidikan adalah seni atau ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Selanjutnya, Ismaya (2015:10) menyatakan manajemen pendidikan adalah aktivitas untuk menggabungkan seluruh elemen yang terdapat dalam bidang pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi dari manajemen, yaitu: (1) Planning, (2) Staffing, (3) Organizing, (4) Directing, dan (5) Controlling.

Tujuan planning (perencanaan) adalah (1) sebagai pengawasan atau kontroling, (2) untuk mengetahui tentang jadwal pelaksanaan dan berakhirnya suatu kegiatan, (3) untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam kegiatan, (4) untuk mendapatkan kegiatan yang sistematis, (5) untuk meminimalkan kegiatan yang tidak produktif, (6) untuk mendeteksi hambatan-hambatan atau kesulitan yang ditemui, dan (7) mengarahkan pada pencapaian tujuan.

Selanjutnya, manfaat perencanaan adalah sebagai (1) standar pengawasan, (2) standar pemilihan terbaik, (3) skala prioritas kegiatan, (4) sumber daya manusia yang hemat, (5) pengelola yang adaptif, (6) alat komunikasi yang efektif, dan (7) alat untuk meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.

Kajian-kajian tentang teori manajemen pendidikan tidak hanya penting sebagai ilmu yang otonom, akan tetapi juga diperlukan untuk memberikan pondasi yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan menjadi manusia beradab dan berkarakter. Oleh sebab itu, nilai-nilai manajemen pendidikan tidaklah hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu, misalnya : seni untuk seni, melainkan ada juga nilai ekstrinsik sebagai ilmu yang mengkaji dari luar yang kemungkinan bertindak dalam praktek pendidikan melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif serta meningkatkan pengaruh yang positif. Sejalan dengan itu, ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batasan yang sangat sedikit berbeda antara tugas-tugas administrasi pendidikan dengan tugas-tugas pendidik sebagai pedagogik.

Hal ini sangat perlu mempertimbangkan pendidikan sebagai wadah yang sarat nilai

(16)

11 sebagaimana ditegaskan oleh Phenix (1966). Oleh karena itu, pendidikan juga memerlukan teknologi yang dapat menjembatani problematika pendidikan yang sedang berlangsung dan mengantisipasi persoalan yang mungkin terjadi.

Pengelolaan pengembangan manajemen pendidikan memerlukan Good Management Practice, walau pada realita sering terabaikan. Banyak pengelola dan penyelenggaran pendidikan berasumsi bahwa hal itu tidak begitu penting. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam manajemen pendidikan, antara

lain: (1) Sasaran Pendidikan, (2) Manajemen Guru, (3) Peningkatan Pengawasan,

(4) Manajer Pendidikan, (5) Partisipasi Manajer, (6) Aliansi antar Sekolah, (7) Kebijakan Pemerintah, dan (8) Pendidikan adalah Agenda Prioritas Bangsa.

Dewasa ini, di kalangan masyarakat seringkali terdengar bahwa pendidikan formal terlalu mahal, sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Akibat dari kondisi ini, tidak banyak jumlah anggota masyarakat yang dapat mengecap pendidikan formal atau menikmati jalur pendidikan formal, sementara dunia kerja membutuhkan orang-orang yang lulus dari sekolah jalur formal.

Akibatnya, masyarakat tidak mampu berkompetisi karena ijazah yang dimiliki sangat rendah serta tidak mampu menembus pasar kerja yang serba kompetitif. Masyarakat yang mempunyai status sosial dan ekonomi di bawah garis kemiskinan, pendidikan merupakan barang mahal, bahkan merupakan barang mewah yang sangat tinggi harganya.

4. Manajemen Pendidikan Mengatasi Problematika Pendidikan Indonesia Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, Emzir dan Chan (2017:28-32) mengemukakan 3 komponen utama yang menjadi perhatian, yakni: (1) memperkuat kurikulum; (2) memperkuat kapasitas manajemen sekolah; dan meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan. Selanjutnya, dalam hal peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, Ubaid, JPPI, dan Results International merekomendasikan beberapa hal antara lain : (1) Pemerintah memiliki komitmen yang jelas dalam meningkatkan kapasitas guru; (2) Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang mengganggu ketenteraman sekolah; (3) Pemerintah hendaknya mendorong sekolah dan orang tua siswa untuk aktif mengontrol

(17)

12 kehadiran anak-anak di sekolah; dan (4) Pemerintah perlu merumuskan kebijakan afirmasi untuk kelompok masyarakat terpinggirkan atas diskriminasi karena tidak sesuai domisili. Disisi lain, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud, Hendarman menyatakan, bahwa hasil-hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk solusi permasalahan pendidikan di Tanah Air, walaupun sampai saat ini masih tetap bahan pertanyaan mengapa hasil-hasil penelitian yang diperoleh peneliti Indonesia masih rendah (Republika.Coid, Jakarta).

Dalam sebuah webinar, Kamis (5/11/2020) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, menyebut pola pikir masyarakat Indonesia kurang mengapresiasi berbagai macam kreativitas anak bangsa yang sebenarnya lebih dibutuhkan pada masa krisis akibat Pandemi Covid-19. Bapak Mendikbud menyatakan bahwa cara pandang masyarakat Indonesia masih selalu lebih menghargai dan mengapresiasi seseorang berdasarkan hasil nilai tes tertulis semata, bukan inovasi yang bersumber dari kreativitas. Selanjutnya ditegaskan, "Kreativitas anak Indonesia itu luar biasa sebenarnya, cuma sistem kita kadang-kadang tidak mengapresiasi kreativitas, lebih mengapresiasi kemampuan kognitif saja. Dapat angka yang baik dalam suatu tes berstandar tapi tidak melihat ke potensi produktivitas dan kreativitas yang sebenarnya itu jauh lebih penting di dunia masa depan". Dia mencontohkan, selama masa pandemi ini banyak inovasi yang muncul, baik dari pelajar dan mahasiswa yang ingin berkontribusi membantu negara menangani pandemi.

C. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan kajian literatur, kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Problematika pendidikan di Indonesia meliputi, rendahnya capaian mutu pendidikan, mutu pendidikan belum merata, anggaran pendidikan bertambah, namun belum menunjukkan mutu yang optimal, perubahan dinamis yang cukup signifikan di bidang iptek secara komprehensif, sistem belajar lebih dominan bertransisi ke dunia online yang perlu diwaspadai, kualitas sdm

(18)

13 persekolahan yang masih minim (secara umum kualifikasi pendidikan guru masih rendah), lingkungan sekolah tidak kondusif buat peserta didik, adanya diskriminasi terhadap kelompok belajar marginal, munculnya berbagai penyakit sosial di kalangan sekolah; serta maraknya tawuran antarsekolah.

2. Konsep ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu pendidikan berperan penting dalam manajemen pendidikan. Konsep ontologis sebagai dasar dalam menentukan nilai-nilai filosofis untuk pengembangan manajemen pendidikan.

Konsep epistemologis sebagai dasar dalam pengelolaan pendidikan secara komprehensif dan bertanggungjawab. Konsep aksiologis sebagai dasar pengembangan ilmu yang tidak otonom, melainkan kebermanfaatan ilmu manajemen sebagai ilmu antardisiplin ilmu dalam mengelola pendidikan Indonesia.

3. Esensi pendidikan saat ini adalah segala upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan potensi diri peserta didik supaya manusiawi dengan mengadopsi nilai-nilai filosofis pendidikan dalam pengembangan manajemen pendidikan yang memberikan pemahaman tentang nilai-nilai tanggungjawab moral, sosial, agama, dan budaya luhur.

2. Saran-saran

1. Secara filosofis, landasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi mewarnai seluruh ilmu pengetahuan, maka dari itu hendaknya setiap pembahasan ilmu manajemen pendidikan senantiasa didasarkan pada ketiga landasan tersebut supaya pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2. Dalam manajemen pengelolaan pendidikan sangat perlu tanggap dan responsif terhadap setiap perubahan yang ada terutama bidang teknologi, ekonomi, politik, yang berdampak pada pengembangan mutu pendidikan, pengelolaan secara efektif dan efisien, untuk kelangsungan hidup lembaga pendidikan/satuan pendidikan.

3. Implementasi perubahan positif dalam pengelolaan pendidikan diharapkan memperhatikan kajian-kajian ilmiah seperti, hasil-hasil penelitian, informasi media massa, serta dokumen-dokumen yang akurat.

(19)

14 4. Lembaga/satuan pendidikan lebih inovatif menuju budaya mutu melalui proaktif terhadap perubahan positif, memberikan imbalan yang patut kepada warga sekolah melalui analisis kesuksesan maupun kegagalan, dan menyambut baik kesalahan-kesalahan untuk melakukan perbaikan.

5. Implementasi budaya inovatif juga menjadi perhatian dalam pengelolaan sistem pendidikan, sebab manusia/tenaga kerja terdiri dari etnis yang berbeda yang tentunya memiliki karakter dan tingkah laku yang berbeda pula. Supaya tenaga kependidikan mendapatkan situasi kerja yang kondusif, tanpa merasa tertekan dan stres perlu dipahami keberadaannya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

6. Beberapa problematika pendidikan Indonesia sering muncul dan secara berulang kembali lagi, maka untuk mengatasi persoalan tersebut perlu dilakukan dengan kajian ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

D. REFERENSI

Allan C.Ornstein and Daniel U.Levine.1989. Foundation of Education. NJ.Houghton Mifflin Company.

Abdulhak, Ishak. 2006. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Charismiadji, Indra.2020. 3 Catatan Penting Dunia Pendidikan Tahun 2020 (1). Klik untuk baca: https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/01/14203891/indra- charismiadji-3-catatan-penting-dunia-pendidikan-tahun-2020-1?page=all Depdikanas. 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 1 dan 2. Jakarta : Depdiknas.

Emzir dan Sam M.Chan. (2010). Isu-isu Kritis Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/03/23/on9feb384-ini-3- isu-utama-pendidikan-di-indonesia

Ismaya, Bambang. (2015). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: P.T.Refika Aditama.

Kemendikbud. (2015). Rencana Strategis Kemendikbud 2015-2019. Jakarta:

Kemendikbud.

Manullang, Belferik. 2009. Mengapa Kebijakan Pendidikan Indonesia Sering Mengundang Kontroversi * Mindset Organisme Holistik Kontra Mindset Atomisme Mekanistik. Posted in Opini by Redaksi on Desember 1st.

(20)

15 Manullang, Belferik. (2006). Kepemimpinan Pedagogis. Membangun Karakter Sumber Daya Manusia. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Media Mahasiswa Indonesia, 16 Juni 2020.

https://mahasiswaindonesia.id/problematika-pendidikan-di-indonesia/

Mulyasana, Dedy. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Munandar, Utami. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan; Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : PT. Gramedia Pusataka Utama.

Mukhlishah. 2002. Mendesak Pendidikan Berbasis Komunitas. Pikiran Rakyat : Cyber Media.

Natawidjaja, Rochman, dkk. 2007. Rujukan Filsafat, Teori, dan Praktis Ilmu Pendidikan. Bandung: UPI Press.

Prasetya. 2003. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Pustaka Setia.

Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni. 2009. Education Management, Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers.

Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer). Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Terbaru. Bandung:

PT. Remaja Rosda Karya.

Sagala,S. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyaraka : Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta : PT Rakasta Samasta.

Sidi, I. D. 2001. Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta : Radar Jaya Offset.

Surya, M. 2002. Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2002: Menyongsong Agenda Reformasi Pendidikan. Pikiran Rakyat, 2 Mei 2002.

Titus, Harold. CS. Living Issues In Philosophy. (Alih Bahasa H.M. Rasjidi : Persoalan-persoalan Filsafat). 1984. Jakarta : Bulan Bintang.

Tilaar. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Wattimena, Reza A.A. 2008. Filsafat dan Sains (Sebuah Pengantar). Jakarta : Grasindo.

(21)

16 ANALISIS FEMINISME PADA KUMPULAN CERPEN “PENJUAL BUNGA BERSYAL

MERAH” KARYA YETTI A.K.A.

1.Marlina Agkris Tambunan

2Try Arti Dabukke

Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar

ABSTRAK

Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan bentuk baca dan catat.

Penelitian ini bertujuan untuk memggungkapkan kajian feminisme(feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, feminisme psikoanalisis, feminisme eksitensialisme, feminisme multicultural, feminisme ekofeminisme, feminisme islam) yang terdapat pada kumpulan cerpen “ Penjual Bunga Bersyal Merah” Karya Yetti A.

KA. Dari hasil analisis ditemukan kajian Feminisme antara lain : feminisme liberal sebanyak 2. Feminisme marxis sebanyak 4. Feminisme psikoanalisis sebanyak 5.

Feminisme ekofeminisme sebanyak 6. Berdasarkan penelitian mengenai analisis feminisme pada kumpulan cerpen “Penjual Bunga Bersyal Merah” Karya Yetti A. KA diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan bagi pembaca terhadap karya sastra khususnya pada kajian Feminisme.

PENDAHULUAN

Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan suatu kecakapan dalam menggunakan bahasa yang berbentuk dan bernilai sastra. Jelasnya faktor yang menentukan adalah kenyataan bahwa sastra menggunakan bahasa sebagai medianya. Berkaitan dengan maksud tersebut, sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih luas daripada yang bersifat estetik saja. Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi, dan agama.

Berbagai segi kehidupan dapat diungkapkan dalam karya sastra. Sastra dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada pembacanya. Seringkali dengan membaca sastra muncul ketegangan-ketegangan (suspense). Dalam ketegangan itulah diperoleh kenikmatan estetis yang aktif. Adakalanya dengan membaca sastra kita terlibat secara total dengan apa yang dikisahkan.

Dalam keterlibatan itulah kemungkinan besar muncul kenikmatan estetis. Menurut Aristoles dalam Achmad (2016:14), “Sastra sebagai kegiatan lain melaui agama, ilmu pengetehuan, dan filsafat. Dengan membaca sastra, kita memperoleh wawasan yang dalam tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus. Jadi sastra adalah suatu karya tulis yang memiliki nilai estetika yang membuat para pembaca menikmati hasil tulisan seseorang.

(22)

17 Menurut Humm dalam Wiyatmi (2012:10), “Feminisme menggabungkan dokrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan dengan sebuah ideologi transfomasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan.” Humm dalam Wiyatmi (2012:10) juga mengatakan feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Dari pernyataan diatas dapat melihat dari salah satu cerpen dalam kumpulan cerpen tersebut yaitu “Maganda dan Kupu-kupu” yang mengatakan Mag ingin sekali memberitahukan bahwa yang dilakukan ayahnya terhadap ibunya sangat sakit dan ingin membuat ayahnya mengetahui bagaimana diperlakukan seperti ibunya namun ibunya selalu memberi isyarat untuk tidak melawannya. Disini ditunjukkan bahwa seorang anak perempuan juga dapat memberikan pendapat tentang apa yang dilakukan orang tuanya dan anak perempuan bisa juga diberikan kesempatan untuk tindakan yang salah yang dilakukan ayahnya. Bukan hanya laki-laki yang selalu didengarkan melaikan perempuan juga bisa. Karena semua anak kodratnya sama yang mampu mendukung dan mendorong orang tua dalam segala hal baik yang dilakukan oleh orang tuanya. Kelebihan penelitian ini dengan kumpulan cerpen karya Yetti A. K A adalah kumpulan cerpen ini membawa suara-suara perempuan dalam cerpennya, dan itu bukan suara sumbang atau teriakan bising semata, namun ada kelembutan yang serta merta mengajak lelaki untuk mendengarnya dengan nikmat. Maka dari itu penulis merumuskan masalah itu adalah “ Analisis Feminisme Pada Kumpulan Cerpen Penjual Bunga Bersyal Merah”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang berbentuk deskriptif. Oleh sebab itu data yang menunjang penelitian ini dikumpulkan melalui penelaahan kepustakaan. Peneliti akan meneliti lebih mendalam tentang feminisme apa saja yang terdapat dalam kumpulan cerpen

“Penjual Bunga Bersyal Merah” Karya Yetti A. K A. Metode deskriptif kualitatif tersebut diterapkan pada penelitian ini dengan teknik-teknik kegiatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Teknik kepustakaan, simak dan catat. Teknik Kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti berbagai kepustakaan.

(23)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

a. Aliran Liberal

Aliran liberal adalah membebaskan perempuan untuk melakukan hak-haknya dalam segala bidang kehidupan. Dalam cerpen “Seekor Kupu-kupu dalam Kebun Bunga Tanalia” seorang anak yang tidak diberi kebebasan.

1. “Tapi kupu-kupu itu hanya satu ekor. Kupu-kupu yang kesepian. Kupu-kupu itu mengatakan tidak bisa lama bermain bersama Tanalia. Ia akan pergi mencari cahaya bersama teman kupu-kupunya pada saat kelak. Tanalia tidak ingin kupu-kupu itu pergi. Ia keluar untuk mencari kupu-kupu yang barangkali saja hinggap di pohon jambu sedang berbunga milik tetangganya. Tanalia mau menambah kupu-kupu di kebun bunganya.

Supaya tak ada lagi yang kesepian. Supaya kupu-kupu tak perlu pergi mencari cahaya”(Halaman 146)

Dalam cerpen “Landra Boleh Memetik Bunga-bunga” seorang anak yang selalu dilarang ibunya untuk memetik bunga yang berada di kebun rumah. Karena Landra menyukai kuku yang kotor dan memetiki bunga untuk menjadi mainannya. Karena Landra memiliki pengetahuan bahwa bunga yang di petik akan berbunga kembali.

2. “Selama tiga hari ia dilarang keluar rumah pada jam bermain. Ia memilih mejalani hukuman dengan lebih banyak berada di dalam kamar. Untung ia punya jendela yang menghubungkannya dengan langit. Di langit itu ia membayangkan banyak sekali bunga.

Lebih banyak dari bunga-bunga yang pernah ia temui sebelumnya dan di sana ada tulisan yang besar ‘Landra Boleh Memetik Bunga-bunga’. Ia membawa keranjang raksasa dan memetik bunga dengan riang. Bunga-bunga di sana tidak pernah habis. Setiap dipetik satu akan tumbuh bunga-bunga yang baru.” (Halaman 91).

b. Aliran Feminisme Marxis

Aliran marxis adalah perempuan yang tunduk pada laki-laki dalam peran keluarga. Pada cerpen

“Maganda dan Kupu-kupu” si anak atau maganda yang tetap tahan dan tunduk untuk tidak membalaskan apa yang dilakukan Papanya kepada Mama. Ia kecewa. Sangat kecewa karena Mamanya yang selalu menahannya dan ia yang menurut.

1. “Baik Ma, kata Maganda. Ia kecewa sekali. Dan tak seorangpun yang tahu tentang itu.

Termasuk Mama. Atau mungkin Mama tahu, namun memilih tidak berpihak pada Maganda. Maka hari itu juga Maganda mengembalikan anak anjing ke jalan dan mungkin saja beberapa hari kemudian binatang itu mati kelaparan atau mati karena infeksi di kakinya.”

“Maganda sudah hidup lima belas tahun sebagai anak penurut.dan selama itu pula Maganda selalu jadi anak yang mendengarkan kata-kata Mama.”(Halaman 29).

(24)

19 Mama selalu tidak keberatan apapun yang dilakukan Papa kepada Mama. Apapun yang di perintahkan dan dilakukan Papa, Mama tidak akan keberatan dan Mama tunduk selalu dan tidak pernah melawan Papa.

2. “Sekarang Papa akan menyiksa Mama lagi. Seperti yang selama ini terlalu sering lelaki itu lakukan. Dan seperti biasa pula Mama akan menerima semua tanpa melawan. Mama menjalaninya sebagai rutinitas yang lama-lama menjadi sesuatu yang biasa. Sakit, Mag, kata Mama tapi Mama tidak keberatan, kau juga jangan keberatan ya, itu lebih baik ketimbang punya Mama seorang pelacur.”

“Maganda pernah mengintip saat Papa mengikat kedua tangan Mama. Saat Papa memukuli Mama. Mama menjerit-jerit. Papa mengambil gelas di meja dan melemparkannya di lantai.

Kemudian di antara pecahan itu, Papa memaksa Mama tidur, memaksa Mama….”(Halaman 35).

Cerpen “Sweter” Mama yang tunduk kepada Papa dan saat anak mengatakan Papa jahat, mama mengatakan tidak. Dan anak mendengarkannya.

3. “Aku ingat kau pernah mengeluh padaku. Kau bilang, “Papa jahat”. Tidak kataku Papamu sedang menggambar dan dia tidak bisa melakukannya kalau rebut. Disaat lain kau mengadu, “Papa tidak menyayangiku”. Aku memandangi matamu sedih “Itu tidak benar”

meski sesungguhnya aku berpikiran sama lelaki itu tidak menyayangimu, aku, dan bahkan dirinya sendiri …”(Halaman 59).

Pada cerpen “Nomini di Bulan Mei” ini menjelaskan bahwa seorang istri yang diperlakukan kasar tetapi tetap diam dan tunduk kepada suaminya, meski saat suaminya mengalami kecelakaan yang membuatnya hanya bisa terbaring di tempat tidur, istrinya tetap mengurusinya walaupun dia akan tetap diomeli.

4. “Ia lagi-lagi berpikir kenapa Nomini sebodoh itu ? Tempat Nomini tidak pantas berada di rumah itu. Bagaimana bisa ia bertahun-tahun bertahan hidup bersama lelaki kesepian bermata pucat yang memperlakukannya dengan kasar. Lelaki tidak tahu diri yang mengomel kapan saja, bahkan saat mereka berada di meja makan, di depan macam-macam hidangan yang harusnya dinikmati dengan sukaria. Apa lelaki itu tidak pernah punya seorang ibu yang memberitahunya hal paling buruk adalah mengomel saat makan bersama dan itu tidak pantas dilakukan? Tak seorangpun tahu apa Nomini masih sering dipukul setelah kecelakaan di kamar mandi itu. Ia memang tidak pernah lagi melihat mata Nomini hijau dan bengkak. Tetapi lelaki itu sering berteriak – terutama akhir-akhir ini. Mungkin karena Nomini mulai berani bicara. Berani membantah. Kadang-kadang terdengar juga bunyi barang yang sengaja dilempar.”(Halaman 166).

c. Aliran Feminisme Psikoanalisis

Aliran yang mengemukakan cara berfikir perempuan berakar dari rangkaian pengalaman pada masa waktu kecil.

(25)

20 Cerpen “Landra Boleh Memetik Bunga-Bunga” menceritakan bahwa ibunya sebagai cara berpikirnya dari pengalaman yang ia hadapi. Seperti pada pengalan paragraf berikut:

1. “Kau selalu merusak ketenangan, itu yang dikatakan Ibu saat ia menjatuhkan piring atau mangkuk di lantai – dan bunyinya sungguh keras sekali. Dan ia mengingat dengan jelass semua itu dan belajar sesuatu tentang kehadiran anak-anak yang bisa saja akan mengubahnya jadi mirip dengan ibu. Ia tak mau dan karenanya memilih berjarak. Jarak akan membuatnya melihat sesuatu dengan baik – atau paling tidak menghindarkannya jadi seorang perempuan dewasa yang suka membuat aturan-aturan yang tidak bisa diterima anak kecil.”(Halaman 93).

Kemudian pada cerpen “Landra dan Bunga Merah” menceritakan bahwa Landra yang menjadi perangkai bunga merah saat ia dimintai ibunya untuk membeli bunga merah, dan saat ia membeli bunga merah dan pulang ke rumah ternyata bunga merah yang Landra berikan adalah rangkaian bunga pengantar kepergian ibunya. Sehingga ia tidak menyukai bunga merah lagi. Ini didukung pada paragraf :

2. “Bungkusan bunga masih tergeletak begitu saja dalam jambangan. Berjam-jam Landra hanya memandanginya, tanpa membuka dan mulai meronce bunga-bunga di dalamnya. Ia ingat malam kematian ibunya. Malam itu ibu berkata padanya kalau ia ingin mati dan meminta Landra pagi-pagi sekali membeli bunga merah segar di pasar dan merangkainya untuk mengantar kepergiannya. “Harus bunga merah” kata ibunya. Dan Landra benar- benar membeli bunga merah. Jelang siang ibunya mati tertabrak truk. Kantong bunga itu masih di tangan Landra saat orang-orang mengantar ibunya ke depan pintu. Dan seperti pesan ibunya, Landra merangkai bunga-bunga merah itu dengan air mata yang terus berjatuhan; bunga-bunga yang bertambah merah seolah menghisap warna dala diri ibu hingga yang trtingal sekujur tubuh seputih kapas yang terbujur di atas tikar.

Sejak itu pula Landra tidak terlalu menyukai bunga merah. Bunga merah selalu mengingatkan pada kematian yang direncanakan ibunya. Namun baru saja pelukis itu mengatakan hal yang hamper sama ada seseorang yang telah merencanakan kematiannya – dan seorang itu secara khusus meminta ia merangkaikan bunga merah untuknya.”(Halaman 109).

3. “Landra membalik-balik tubuhnya. Ia tidak suka mengingat masa kecilnya dalam dunia yang sempit itu. Ia baying-banyangkan lagi bunga-bunga dalam lukisan untuk menghibur dirinya; barangkali bunga krisan, mawar, begonia, melati, bakung, anggrek. Dan ia akan memilih bunga berwarna merah saja di antara bunga-bunga itu. Namun, mendadak ia tersadar, bunga dalan lukisan itu dan merangkainya dengan benang dan ia sulit memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain.”(Halaman 112).

Cerpen “Mata Yang Gelap” menceritakan seorang kakak yang merasa dikhianati seorang adik perempuan yang sangat ia sayangi sehingga ia selalu memikirkan seorang anak dan memperlakukannya seperti adiknya.seperti paragraf berikut:

(26)

21 4. “Baginya, Cesel sudah seperti Shana yang ia sayangi. Shana yang bermata segelap rimba.

Shana yang berdiri lama-lama di depan cermin, dan berkata, Kakak, di mataku banyak sekali pohon tua. Hari ini, Cesel memakai bando kecil warna hijau di rambutnya. Setiap hari Minggu, pikirnya Shana (oh Shana sayang) juga mengenakan bando kecil dengan beberapa pilihan warna; kuning, cokelat, biru, dan merah. Shana selalu memastikan kalau bando sudah terpasang di rambutnya sebelum ia menghambur keluar dan menarik tangannya, dan berkata “Ini hari pergi ke taman” Apakah Cesel dan keluarga pergi berlibur keluar kota. Mereka pulang Minggu sore dan hamper gelap. Suatu hari nanti ia ingin mengajak Cesel pergi ke taman itu. Apakah taman itu masih ada? Ia benar-benar melupakannya setelah kematian Shana. Cesel, Cesel harus ke sana, pikirnya. Mungkin besok atau lusa atau kapan pun Cesel mau. Tapi, Cesel tak pernah bicara pada orang asing.

Keluarga Cesel itu tipe orang kota kebanyakan. Ibunya pasti memiliki beberapa aturan dan larangan: salah satunya dilarang bicara dengan orang yang tak dikenal. Persis Shana, pikirnya. Ia ingat Ibu melarang Shana percaya pada siapa pun yang ada di luar sana. Karena itu, Ibu memerintahkan ia menagantar Shana ke sekolah, pergi les, dan bermain di taman”(Halaman 156).

Cerpen “Telepon Keluarga” menceritakan seorang anak yang tidak tahu siapa ayah dan ibunya karena ia diasuh oleh Nenek Ce. Berjalannya waktu Nenek Ce memberitahu siapa ayahnya dan ternyata itu pamannya yang tidak ingin menikah. Dengan pandangan ini perempuan memiliki pemikiran dari pengalamannya yaitu ayahnya tidak ingin menikah sehingga iya juga lajang hingga usia 37 tahun.

5. “Aku memijit pangkal hidungku. Kini usiaku tiga puluh tujuh, lajang, tidak pernah meninggalkan rumah, dan kadang-kadang berpikir kalau Nenek Ce masih bersamaku, dan pada hari libur keluarga besar kami berkumpul disini walau kenyataanya sudah lama sekali aku sudah hidup sendirian dan tepat saat aku berpikir begitu telepon di depanku benar- benar bordering. Hanya satu kali. Setelah itu mati.”(Halaman 192).

d. Aliran Feminisme Ekofeminisme

Aliran ini mengatakan bahwa penindasan manusia dengan alam dan keterlibatan perempuan dalam seluruh ekosistem. Terdapat pada cerpen “Catatan Musim Buah”

mengimajinasikan adanya ular yang datang dan membuat ingatan menjadi sirna akibat direnggut oleh ular.

1. “Waktu itu, ya katakanlah memang demikian kebenarannya, seekor ular kecil yang memiliki sayap mirip ranting di punggungnya telah melompat dari lubang pada plafon, lantas cepat sekali menyusup dalam kepalaku. Ular itu tentu saja si perayu yang ulung. Ia berbisik-bisik. Menyemburkan birahi lewat lidahnya yang tidak bisa diam. Dan entah bagaimana kejadiannya atau bagaimana bisa terjadi, aku sudah berada alam pelukan Lus.

Malah kami juga sudah berciuman, semakin jauh, dan sudah lebih jauh lagi ketika terdengar jeritan Kayin dari arah pintu depan dengan sekeranjang durian jatuh di lantai.

Kemudian, setelah kejadian itu yang kutahu tentang musim adalah ingatan pada buah

(27)

22 durian yang berhamburan di lantai itu. Duri-durinya tajam sekali menatap tubuhku yang separuh telanjang.”(Halaman 17).

Seorang anak yang mengingat bulan apa saja yang menghasilkan buah-buahan yang manis.

2. “Ketika buah-buahan menghilang, kami tahu musim telah usai. Kami tidak pernah memikirkan kapan musim itu datang lagi. Yang tertinggal hanya kenangan pada rasa manis buah-buahan, itu pun samar-samar, dan kami anggap bukan sesuatu yang penting untuk kami jaga sebagai ingatan. Lalu musim, pada ketika yang lain, waktu yang lain, tidak lagi sekedar musim buah yang datang dan pergi begitu saja, dan dilupakan dengan cepat.

Musim membuatku mulai menandai pada bulan apa manga, duku, durian, lengkeng menyerbu kota kami … ”(Halaman 18)

Setelah ia tinggal dengan paman dan bibinya ia menjadi keterlibatan dalam sebuah kebencian paman kepada bibinya. Berikut paragraf yang mendukung:

“Pada pagi hari setelah Kayin meninggalkan rumah, Lus berkata, “Biarkan dia pergi!”. Dalam situasi begitu menyesakkan, aku ingin sekali mendengar kalimat Lus yang lebih panjang. Apa ia benar-benar tidak bisa memikirkan kalimat lain? Mungkin begini:

Lepaskanlah bibimu. Biarkan ia pergi bersama musim yang berlari meninggalkan kita.

Paling tidak dari kalimat itu aku bisa tahu kalau Lus punya cara berbeda dalam menghadapi kesedihan selain sikap dinginya yang membosankan. Aku sungguh-sungguh menyayangi Kayin, itu yang aku rasakan, hanya saja aku terpaksa berjanji pada Lus untuk segera melupakan perempuan itu seperti aku kecil dulu melupakan musim buah yang cepat pergi.

Lus dan Kayin resmi berpisah”(Halaman 22).

Tetapi dia tidak mengatakannya melainkan menyalahkan buah yang harum baunya.

Dan berikut paragrafnya:

3. “Musim durian mulai menyebalkan. Lus muncul dari pintu belakang. Aku menatap heran pada adik sepupu ibuku yang malang itu. Selama ini Lus jarang berpendapat tentang apa pun. Cukup mengejutkan jika ia terus menggerutu karena musim durian yang tidak terlalu jelas kenapa, bisa mendadak menyebalkan di matanya. Tapi aku menduga sebenarnya Lus bukan membicarakan musim durian, melainkan tentang Kayin.

Lus terus saja menggerutu mengenai durian yang memenihi kota, membuat mual, dan pusing kepala – mirip cara Kayin membenci musim lengkeng beberapa tahun lalu. “Lama- kelamaan durian akan menjadi buah yang oaling ku benci” kata Lus. Aku tak pernah membenci buah apa pun seumur hidupku bahkan jika aroma buah itu memenuhi hidung setiap hari. Bagiku buah yang melimpah itu terasa amat membahagiakan. Alam memberi sesuatu, lalu orang-orang yang baik hati membagi-bagikan ke seluruh penjuru kota dan kampong-kampung lain.”(Halaman 24).

Dalam cerpen “Maganda dan Kupu-Kupu” juga membuat Maganda lebih senang bermain dengan binatang karna itu salah satu hiburan baginya. Maganda memilih untuk bermain dengan kupu-kupu. Ini terdapat pada kalimat:

(28)

23 4. “Lalu kupu-kupu itu membuat Maganda kembali tersenyum. Ia merasa dadanya ringan setelah berjam-jam sesak. Setelah sekian waktu ia benci sekali pada Mama yang tidak membiarkannya membalas kekejian Papa.”(Halaman 28).

Pada cerpen “Landra Boleh Memetik Bunga-bunga” Mama mengumpamakan bunga itu

sebagai rasa kasih sayang. Itu terdapat pada kalimat berikut:

5. “Sekarang mulut Landra terkunci. Bahkan tubuhnya juga ikut tak bergerak. Ia menunggu tangan kecil itu meraih bunga-bunga angreknya dan barang kali kalau berhasil akan dijadikan bahan main masak-masakan atau membuangnya begitu saja di tanah.

Kau mestinya menyanyangi bunga Lan, kata ibu setelah itu, bunga itu lambing dari rasa sayang . wajah ibu melembut, sangat lembut, dan Landra lari ke dalam pelukannya seolah ia baru bebas dari ruang gelap yang membuat napas sesak. Ia begitu lekat dengan dada ibu.

Ia bisa mendengar suara-suara halus. Ia meneba-nebak apa saja isi dada itu.

Banyak sekali, kata ibu. Dada itu seperti kebun bunga. Macam-macam tanaman di dalamnya. Landra bengong, ia segera berpikir bahwa suara-suara halus di dada ibu itu berasal dari kelopak-keloak bunga yang sedang saling berbisik. Ibu tertawa dan mencubit pipi Landra jangan lupa menempel surat perjanjian di pintu kamar ya”(Halaman 88).

Cerpen “Penjual Bunga Bersyal Merah” menjelaskan saat lelaki itu pergi mengikuti Landra maka perempuan itu mengalami kesedihan sehingga ia merasakan kesedihannya bagai disambar bunga-bunga merah.

6. “Kupandangi bagian belakang tubuhmu yang bergerak meninggalkanku, berganti-ganti dengan bunga merah dalam keranjang. Bunga-bunga itu perlahan menjelma darah.

Kuntum-kuntumnya juga membesar. Kemudian aku disambar kelopak- kelopaknya.”(Halaman 143).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kumpulan cerpen yang dikaji ditemukan: feminisme liberal sebanyak 3. Feminisme Marxis sebanyak 4. Feminisme psikoanalisis sebanyak 5. Feminisme ekofeminisme sebanyak 5.

Dari kumpulan cerpen “Penjual Bunga Bersyal Merah” Karya Yetti A. KA mengandung feminisme psikoanalisis yang mengemukakan cara berpikir perempuan itu berdasarkan pengalaman yang ia alami sehingga hal itu membuat perempuan menjadi menggambarkan apa yang perempuan rasakan di masa depan dan feminisme ekofeminisme yang penindasan manusia yang melibatkan perempuan di dalamnya seperti yang dilakukan Lus. Lus membenci Kayin tetapi dengan cara menyangkut-pautkan perempuan itu dengan buah dan seolah membenci buahnya, kemudian ibu yang menjelaskan kepada anaknya bahwa didada nya seperti kebun bunga yang

(29)

24 banyak sekali bunganya, sehingga anak harus menyayangi bunga. Bagi peneliti selanjutnya, pendekatan feminisme dapat dilgunakan dalam menganalisis karya sastra lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas. 2011. Gender dalam Sastra. Makasar: Universitas Hasanuddin

Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra.

Malang: Yayasan Asih Asah Asuh

Wiyatmi. 2012. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia.

Yogyakarta: IKAPI

Djanegara, Soenarjati. 2000. Kritis Sastra Feminis, Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Fakih, Mansour. 2001. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial. Yogyakar: Pustaka Pelajar Offside

Faruk. 2016. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar

(30)

25 PERBEDAAN TINGKAT KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) VS TTW (Think, Talk, Write) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2

PEMATANGSIANTAR

1.Junifer Siregar, 2Restua Hutahaean Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar

ABSTRAK

Penelitian ini untuk mendeskripsikan perbedaan kemampuan menulis puisi dengan menggunakan VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) vs TTW (Think, Talk Write) pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien t= 4,035. Pada tingkat kepercayaan 95% dengan df=

70, ttabel = 1,996; signifikan pada p<0,05. Dengan demikian Ho ditolak. Dengan penolakan Ho maka Ha diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kemampuan menulis puisi pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar yang diajar dengan menggunakan model VAK ((Visualization, Auditory, Kinestetic) lebih unggul karena menggunakan gambar sebagai media dibanding dengan model pembelajaran TTW (Think Talk Write).

Kata Kunci : Model Pembelajaran VAK, Model Pembelajaran TTW, dan Puisi

PENDAHULUAN

Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari seluruh proses belajar di sekolah. Selama menuntut ilmu pengetahuan di sekolah, siswa sering diajarkan dan diberi tugas menulis. Oleh karena itu, mereka diharapkan memiliki wawasan yang mendalam setelah melakukan kegiatan menulis. Menulis merupakan proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulisan untuk memberitahu, meyakinkan atau menghibur. Selain itu, menulis juga proses merangkai kata menjadi kalimat.

Tarigan (2008:3-4) menyatakan, “Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung.” Menulis merupakan suatu kegiatan

(31)

26 yang produktif dan ekspresif. Disebut sebagai kegiatan yang produktif karena menghasilkan suatu tulisan dan disebut sebagai tulisan yang ekspresif karena kegiatan menulis adalah kegiatan yang mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengetahuan penulis kepada pembaca.

Salah satu materi bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 adalah menulis puisi. Menulis puisi diajarkan kepada siswa sebagai kegiatan yang produktif dan ekspresif. Suminto (2002:3) menyatakan, “Puisi adalah sebentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek

bunyi-bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan sosialnya, yang diungkapkan dengan tehnik pilihan tertentu, sehingga puisi itu mampu membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengar-pendengarnya.”

Keterampilan menulis puisi tidak bisa tercipta begitu saja tanpa melalui proses. Pada saat menulis puisi, siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran dan perasaan yang dimilikinya. Guru memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang dilaksanakanya. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti kualitas pembelajaran menulis puisi siswa kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata = 65. Hal ini artinya bahwa belum mencapai KKM 70.

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa rendahnya kemampuan menulis puisi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) siswa pasif dan kurang tertarik dengan pembelajaran menulis puisi, (2) siswa masih kesulitan menemukan diksi dalam menulis puisi, (3) siswa kurang mampu mengembangkan imajinasi dalam menulis puisi. Hal ini dikarenakan dalam menulis puisi tidak hanya menyodorkan teori yang disajikan pada waktu belajar, tetapi banyak didapat dalam

(32)

27 lingkungan sekitar yang dapat dipergunakan untuk menulis puisi. Oleh karena itu, tujuan menulis puisi adalah untuk dapat memaparkan atau menjelaskan sesuatu bahwa dunia telah diperindah dengan adanya puisi dan juga agar pengetahuan pembaca bertambah seperti yang diinginkan.

Tentu ada persyaratan yaitu pengarang harus berpikir secara kritis dan logis. Dengan demikian, keberhasilan siswa dalam menulis puisi adalah kesiapan guru dalam melaksanakan pengajaran.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran menulis siswa kurang memadai, khususnya menulis puisi. Siswa kurang memahami apa yang ada di dalam puisi tersebut bahwa di dalam sebuah puisi, kita tidak hanya berhadapan dengan unsur kebahasaan yang meliputi serangkaian kata-kata indah, namun juga merupakan kesatuan bentuk pemikiran atau struktur makna yang hendak diucapkan oleh penyair.

Menanggapi masalah di atas, perlu diubah model pembelajaran yang mampu mengatasi masalah tersebut. Terdapat model inovatif yang digunakan yaitu model VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) dan TTW (Think, Talk, Write). Model VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) merupakan model pembelajaran yang mengoptimalkan ketiga modalitas belajar tersebut untuk menjadikan si pelajar merasa nyaman (Shoimin, 2016:226). Disisi lain model pemebelajaran VAK merupakan anak dari model pembelajaran Quantum yang berprinsip untuk menjadikan situasi belajar menjadi lebih nyaman dan menjanjikan kesuksesan bagi pembelajarnya di masa depan.

Shoimin (2016:212) menyatakan, “Model TTW (Think, Talk, Write) merupakan suatu model pembelajaran untuk melatih keterampilan peserta didik dalam menulis.”Think, Talk, Write

menekankan perlunya peserta didik mengomunikasikan hasil pemikirannya. Oleh karena itu,peneliti menggunakan kedua model ini sebagai tolak ukur dalam menyelesaikan

(33)

28 penelitiandengan judul “Perbedaan Tingkat Kemampuan Menulis Puisi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) VS TTW (Think, Talk, Write) Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti. Eksperimen dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat suatu perlakuan.

Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan desain 5 yang menggunakan pre- test dan pasca-test dengan kelompok-kelompok yang diacak yang menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Model VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) diberikan pada kelompok eksperimen dan model TTW (Think, Talk, Write) diberikan pada kelompok control.

Tabel I

Desain Eksperimen Random Control-Group Design Kelas Pra-test Perlakuan Post-test

Eksperimen Y1 X1 Y2

Kontrol Y1 X2 Y2

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar Tahun Pelajaran 2019/2020 sebanyak 11 kelas dengan jumlah 396 orang siswa. Dalam penelitian ini populasi berjumlah 396 siswa dari 11 kelas, peneliti mengambil sampel 2 kelas yaitu X PMIA 3 dan X PMIA 5 dengan jumlah 72 siswa. Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen, dengan menggunakan desain 5, yang menggunakan kelas ekperimen dan kelas kontrol. Model

Gambar

Tabel di atas menggambarkan bahwa skor kemampuan mreka dalam hal memahami unsur  anafora dan katafora dalam sebuah teks 61,28

Referensi

Dokumen terkait

Kenaikan tersebut terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks Sektor Pertanian sebesar 0,08 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian 0,31

Diagram aliran data logis menggambarkan proses lihat profil berdasarkan nama dan alamat yang dipilih pada Sistem Informasi Promosi Berbasis Lokasi Menggunakan Android

Oleh karena itu, ketika kami mengunjungi dan observasi ke SDN 3 Makarti Jaya sangat meminta bantuan kami untuk diadakan pelatihan tentang pembuatan media

Dalam rangka menjalankan Peraturan Dearah Kota Dumai Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Dumai Bersemai dan Pelayanan Air

diperlukan dari laporan keuangan jika menurut saya informasi tersebut akan digunakan oleh perusahaan lain untuk menyaingi

Tenaga Kerja Terampil di daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) tidak bisa dilepaskan dari aktivitas masyarakat jasa konstruksi Kalsel, baik yang berasal dari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup terendah diperoleh pada ternak yang mendapatkan perlakuan A1B1 (20% BIS terproteksi), sedangkan bioproses

Menurut Badan Litbang Pekerjaan Umum, 2005 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Gedung, setiap gedung memiliki 4 komponen utilitas, yaitu