• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Penelitian

Dalam dokumen Makassar, 09 Juni 2019 Penulis (Halaman 56-61)

TRADISI GANTUNG PLASTIK DI MAKAM DATUK PAKKALIMBUNGAN DI KABUPATEN BANTAENG

C. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bertujuan untuk memahani situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi dan kelompok. Pada pelaksanannya, metode ini bersifat subjektif dimana proses penelitian lebih diperlihatkan dan cenderung lebih fokus pada landasan teori.

Informan adalah orang-orang yang betul-betul paham dan pernah mengikuti atau melakukan Tradisi tersebut dengan datang langsung ke tempat makam Datuk Pakkalimbungan.

D. Pembahasan

Makam Datuk Pakkalimbungan terletak di Kelurahan Bonto Sunggu Kecamatan Bissappu, Sulawesi Selatan. Makam ini masih terawat dan banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah seperti Jeneponto, Bulukumba, Sinjai, dan Bahkan Ternate. Banyaknya keberagaman dan latar belakang ditemukan pada makam Datuk Pakkalimbungan baik dari segi usia maupun tingkat pendidikan orang-orang yang berkunjung.

Setiap hari, makam ini ramai dikunjungi oleh orang-orang khususnya pada hari minggu, para pengunjung yang datang sangat antusias bahkan jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Mereka yang berkunjung harus lewat jalan dekat Kantor Camat Bissappu dan para pengunjung harus memarkir kendarannya sekitar 700 Meter sebelum sampai dilokasi makam (Apriliya Oktavianti, 28 Maret 2018). Sebelum masuk di makam tersebut disepanjang area parkir banyak masyarakat setempat yang berjualan bunga, air dan bahkan makanan-makanan ringan, masyarakat yang tinggal disekitar makam tersebut juga mengambil kesempatan untuk penambahan ekonomi mereka dengan menyewakan di depan rumah atau dibawa kolom rumahnya dijadikan sebagai tempat area parkir bagi para pengunjung. Ketika kita masuk diarea pemakaman kita harus melewati jalan yang lumayan jauh dan kalau musim hujan tiba biasanya jalan sedikit licin dan beberapa lubang air ada dipinggir jalan. Disepanjang perjalanan juga ada sebuah sungai yang pusatnya di air terjun Bissappu,

Yang dilakukan para peziarah itu untuk sampai ke makam Datuk Pakkalimbungan merupakan salah satu usaha dibawa mereka untuk bernazar dan melepaskan Nazar mereka atau memberikan doa-doa keselamatan buat

beliau. Biasanya mereka sudah menyiapkan berbagai makanan seperti memotong ayam, membuat ketupat dan lain sebagainya untuk ke makam tersebut. Mereka yang datang biasanya bersama keluarganya diwaktu pagi dan pulang pada siang atau sore hari.Orang yang mau bernazar harus mengikat sebuah kain kecil (bisa juga kantongan plastik) dipohon-pohon yang ada disekitar makam tersebut misalnya bernazar kalau mereka mendapatkan jodoh, lulus tes, sukses, atau diberikan keturunan, dan lain sebagainya. Biasanya orang yang datang berziarah ke makam tersebut untuk bernazar dan melepas nazar mereka dengan membawa sesajen untuk diletakkan di sekitar makam lalu membakar lilin dan menyiramkan minyak-minyak kedalam batu nizan hal ini sama dengan pada makam Syekh Yusuf kemudian didoakan oleh sang penjaga makam dengan memegang batu nizan sambil berniat dalam hati nazar yang pernah diucapkan dan menaburkan bunga ke dalam makam dan akan diberikan minyak-minyak yang sudah didoakan dan diolesi disekitar kepala sebagai bentuk kita sudah melaksanakan nazar tersebut. Simpul yang mereka gunakan ini baru dibuka atau plastik yang sudah digantung dipohon tersebut bisa dibuka ikatannya setelah nazar mereka terpenuhi. Cukup sama dengan makam Syekh Yusuf di Kabupaten Gowa, di makam Datuk Pakkalimbungan juga biasanya ada orang yang membawa hewan ternak dan hasil bumi mereka untuk disembelih di sekitar makam tersebut biasanya ini juga salah satu nazar mereka untuk melakukan hal itu. Pengunjung yang datang berziarah untuk melepaskan nazarnya karena takut mendapatkan musibah jika nazarnya sudah terpenuhi kemudian mereka tidak datang melepaskan nazar tersebut.

Datuk Pakkalimbungan mempunyai nama asli Syekh Muhammad Amir, semasa hidupnya pada tahun 1912 beliau adalah seorang mubaliq besar dan sangat dikagumi oleh masyarakat sekitar Bantaeng. Sampai sekarang makamnya dikeramatkan orang-orang tertentu, sebenarnya di Bantaeng pernah ada beberapa mubaliq besar diantarannya Syekh Nur Baharuddin di

Masjid Taqwa Tompong pada tahun 1889 dan Syekh Tuan Abdul Gani di Bissampole pada tahun 1800an. Tradisi dengan datang ke makam Datuk Pakkalimbungan dilakukan pada saat beliau telah wafat sehingga masyarakat berapresiasi untuk melakukan tradisi sebagai tanda hormat mereka kepada beliau.

Yang dilakukan masyarakat tersebut merupakan sebuah tanda terima kasih kepada beliau dalam perannya dalam mengajarkan agama islam kepada masyarakat Bantaeng sehingga ini menjadi karakter setiap masyarakat yang dijalani dalam hukum adat untuk membentuk suatu kehidupan sosial. Biasanya kebiasan ini akan turun temuran karena apabila suatu keluarga kesana dan membawa anak-anaknya maka mereka akan mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya tersebut karena apa yang dilakukan orang-orang disekitarnya menjadi pemahaman anak tersebut untuk melakukan hal itu.

Para peziarah ini memiliki pemahaman dan pola pikir tersendiri untuk melakukan tradisi yang telah mereka lanjutkan dari orang-orang sebelum mereka. Tujuan dalam melakukan ziarah adalah untuk memuliakan dan menghormati orang-orang terdahulu yang telah mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan islam di daerah tersebut, melastarikan tradisi mereka, biasanya masyarakat beranggapan bahwa merupakan jalan atau perantara mendekatkan diri kepada Allah Swt.

E. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita simpukan sebagai berikut : 1. Ziarah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kunjungan ke tempat

yang dianggap keramat atau mulia (makam dan sebagainya). Kalau kita lihat secara umum ziarah ini dalam budaya umat islam biasaya dilakukan pada saat hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha kita mengunjungi makam-makam keluarga untuk memberikan doa-doa keselamatan untuk mereka, ini juga tergantung pada tradisi mereka di setiap daerah.

2. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, tradisi berarti segala sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang.

3. Makam Datuk Pakkalimbungan yang dikenal dengan nama Syekh Muhammad Amir yang biasa disebut oleh masyarakat Bantaeng adalah Daeng Towa. Yang dimana makamnya masih dikeramatkan sampai sekarang oleh masyarakat dikabupaten Bantaeng karena beliau mempunyai sifat yang sederhana dan salah satu mubalig yang mengajarkan agama islam kepada masyarakat Bantaeng. Dimakam beliau terkenal dengan gantung plastik di ranting pohon ketika orang-orang ingin bernazar dan apabila nazar mereka sudah terpenuhi maka mereka harus datang untuk melepaskan nazarnya dengan membawa sesajen untuk diletakkan di sekitar makam lalu membakar lilin dan menyiramkan minyak-minyak kedalam batu nizan kemudian di doakan oleh sang penjaga makam dengan memegang batu nizan sambil berniat dalam hati nazar yang pernah diucapkan dan menaburkan bunga ke dalam makam. Pengunjung yang datang berziarah untuk melepaskan nazarnya karena takut mendapatkan musibah jika nazarnya sudah terpenuhi kemudian mereka tidak datang melepaskan nazar tersebut.

Dalam dokumen Makassar, 09 Juni 2019 Penulis (Halaman 56-61)