• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Upacara Mappano

Dalam dokumen Makassar, 09 Juni 2019 Penulis (Halaman 155-162)

KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

B. Pembahasan Upacara Mappano

Upacara Mappano merupakan upacara yang telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat yang berada di Desa Benteng, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap. Upacara Mappano telah dilakukan sejak dahulu oleh nenek moyang dan diteruskan oleh anak cucu mereka sampai saat ini. Meski demikian upacara Mappano ini tidak dilakukan oleh semua masyarakat di Desa Benteng, akan tetapi hanya dilakukan oleh sebagian masyarakat, upacara ini merupakan

warisan dari nenek moyang terhadap suatu keluarga sehingga hanya keluarga-keluarga tertentu saja yang dapat melakukan upacara ini. Pelaksanaan upacara ini memiliki tujuan dan maksud-maksud tertentu.

Meski zaman semakin modern dan berkembang masih ada saja orang yang mempertahankan dan melaksanakan upacara ini. Ketika seseorang telah melakukan upacara Mappano maka ia harus selalu mengerjakan bila tidak mereka percaya bahwa mereka akan mendapatkan musibah jika tidak mengerjakannya. Seperti yang telah ungkapkan oleh P.Lappa (2019), salah satu tukang baca-baca di Desa Benteng sekaligus tetangga saya mengatakan:

“Iyaro Mappano engka kanjana engkato ja’na, narekko de ipigaui nakennaki acilakang iyaro mabiasae maderri nakenna lasa, tetapi’ rekko ipigau ni matu engka hikamana iyanaritu sipakario-rio taue sipulung-pulung. Iyaro Mappano,e wedding to yaseng pappanre taung-taung….”

Artinya:”Mappano ada baiknya dan nada buruknya, jika tidak dilakukan

kita terkena musibah bagi yang sering mengerjakannya biasanya terkena penyakit, tetapi jika dilakukan ada hikmahnya yaitu masyarakat bergembira dan berkumpul bersama. Mappano bisa juga dikatakan makan

bersama tiap tahun….”

Upacara Mappano adalah membuat sesajen kemudian dipersembahkan kepada hal-hal ghaib. Sebagian masyarakat Bugis Sidrap mempercayai adanya ana’Walli,ana’walli ini merupakan kembaran seseorang yang ada di dunia dan ana’Walli ini berada di alam ghaib. Perwujudan ana’Walli di percayai ada bermacam-macam ada yang berbentuk seperti manusia, hewan, dll. Akan tetapi sebagian besar ana’walli yang dipercayai masyarakat adalah berwujud buaya dan cicak. Jadi, salah satu tujuan Mappano ini mempersembahkan sesajen bagi ana’Walli akan tetapi ada juga yang melakukan upacara Mappano ini sebagai

“Tolak Bala”. Masyarakat mengetahui bahwa mereka mempunyai ana’Walli

berasal dari mimpi dijumpai oleh makhluk ghaib tersebut. Sama halnya dengan ana’Walli asal mula munculnya upacara Mappano berasal dari mimpi.

Pelaksanaan upacara Mappano dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang menurut mereka sangat baik dan tepat dalam melaksanakan upacara Mappano, upacara Mappano dilakukan setahun sekali biasanya ketika musim panen berlangsung.

Adapun komponen-komponen dalam upacara Mappano yaitu: 1. Tempat upacara

Pada upacara Mappano di Kelurahan Benteng dilakukan di dua tempat, di antaranya:

a. Sungai

Sungai adalah tempat khusus yang secara tradisional dipilih dan ditetapkan sebagai tempat pada tahap acara persembahan sesajen dan seluruh perangkat upacara Mappano. Tempat ini biasanya dipilih dan di tetapkan atas petunjuk Sanro (dukun) yang juga bertindak sebagai pemimpin upacara.

b. Rumah

Upacara Mappano selain dilakukan di sungai bisa juga dilakukan di rumah, bagi yang tidak mempunyai anak Walli atau semacamnya. 2. Pelaku upacara

a. Sanro (dukun)

Seseorang yang di Tua-kan dalam lingkungan masyarakat adat, tidak berarti usianya akan tetapi dilihat dari pemahamannya.

b. Masyarakat

Masyrakat adalah orang yang terlibat dalam membantu menyediakan alat-alat serta bahan yang digunakan dalam upacara Mappano serta menyiapkan sesajian dan makanan yang akan disantap setelah proses upacara Mappano tersebut selesai dilaksanakan.

3. Alat dan bahan upacara Mappano a. Pisang

Pisang juga disajikan dalam bentuk setandan (situnrung), tetapi hanya jenis pisang tertentu yaitu jenis pisang raja atau biasa disebut dangan Loka Barangeng, pisang barangeng merupakan suatu simbol yang memiliki makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat bugis. Kata Barangeng yang berarti Mattunrungeng Dallena (banyak rejeki). Sebuah harapan yang dari arti yang dituangkan dalam isi Walasuji, agar senantiasa murah rejeki.

b. Telur

Tello atau Telur adalah benda yang selalu hadir dalam setiap ritual budaya atau keagamaan. Telur adalah sebuah bentuk yang tak berujung, ini berarti bahwa sebuah harapan dan keteguhan akan peribadatan yang terus menerus tanpa berhenti dan penuh keikhlasan serta mempunyai kebulatan tekat seperti telur. Keindahan makana ini adalah sebuah wajah dari masyarakat masa lampau tentang bagaimana tatanan hidup meraka sehari-hari. Wujud dan konsep mereka selalu beriringan dan saling berhubungan sebagai sebuah tanda dan pertanda. c. Pinang

Alosi atau Pinang adalah sebuah media yang bermakna bahwa sebagai manusia sadar akan posisinya hanya sebagai seseorang hamba dihadapan Sang Kuasa. Buah pinang adalah buah yang sering dijumpai dalam upacara adat seperti pernikahan, naik rumah, kapal baru, dll. Bahwa dari setiapkemegahan sebuah upcara masyarakat suku bugis selalu menghadirkan buah pinang ini agar mereka semua sadar akan siapa dirinya sebenarnya. Tahu dirinya hanya sesuatu yang kecil dan tak akan pernah besar seperti buah pinang ini buahnya tidak akan pernah besar meski sudah tua, tidak seperti buah pada umumnya. d. Daun sirih

Daun sirih merupakan daun yang selalu digunakan oleh masyarakat pada masa lampau dan masih ada beberapa suku yang

menggunakannya hingga kini sebagai pembersih dan penguat gigi. Serta digunakan dalam upacara adat.

4. Ayam

Ayam memiliki makna bagi masyarakat bugis yaitu malomoi mimmana (agar mudah memiliki keturunan sama halnya ayam yang mudah memiliki anak. Sistem pemeliharan ayam yang baik adalah ayam kampong betina). 5. Sokko petanrupa (ketan empat macam)

Sokko bolong (ketan hitam) Sokko pute (ketan putih) Sokko cella (ketan merah) Sokko ridi (ketan kuning)

6. Daumparu atau daun dari pohon Waru adalah sebuah pohon yang daunnya berbentuk seperti hati. Sering digunakan sebagai alas makanan pada upacara tradisi.

Proses pelaksaan upacara Mappano antara lain: Tahap pelaksanaan dan tahap pelaksanaan. Tahapan persiapan berguna untuk merumuskan dan mengumpulkan alat serta bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan upacara Mappano. Sehari sebelum pelaksanaan upacara Mappano, tetangga dan kerabat yang melaksanakan upacara Mappano itu berbondong-bondong kerumah yang melaksanakan tradisi tersebut khususnya kaum wanita untuk membuat dan mempersiapkan bahan makanan yang dimaksud adalah makanan untuk masyarakat yang hadir dalam pelaksanaan uapacara Mappano.

Prosesi upacara biasanya berlangsung selama satu hari, mulai dari pagi hari hingga sore hari, karena itu pihak penyelenggara upacara bersama dengan masyarakat setempat harus menyiapkan santap siang. Lauk pauk disediakan berupa makanan tradisional. Namun sesuai dengan perkembangan zaman banyak makanan modern yang disediakan baik itu berupa masakan atau kue.

Setelah tahap persiapan masyarakat kemudian memanggil dukun atau sanro untuk memberikan mantra pada amakanan tersebut atau dalam masyarakat bugis

disebut baca doing, sanro ini terlebih dahulu meminta izin kepada penguasa air atau makhluk-makhluk ghaib atas tujuannya yang ingin memeberikan sesajian sebagai penghormatan dan penghargaan tersebut tidak sia-sia. Setelah itu masyarakat kemudian membawa sesuguhan ke sungai atau perairan yang ia percaya terdapat anaknya dengan membuat wadah walasuji, kemudian menaruh makanan tersebut dan mengalirkannya. Namun dalam tradisi ini juga ada yang melaksanakannya di rumah saja, namun pelaksanaannya sama saja hanya terdapat sedikit perubahan, jika hanya melakukan di rumah masyarakat memakai baskom yang besar kemudian mengisi air dan meletakkan makanan di atasnya. Biasanya baskom ini di letakkan di depan pintu rumah.

Setelah pengemasan dilakukan, sanro atau pemimpin upacara melakukan pembacaan do’a mantra-manta pada sesajian tersebut, setelah itu diaraklah sesajian tersebut di sungai jika melakukan Massorong (mendorong) di sungai terdekat dan sesajian hanya diletakkan di atas baskomm yang berisi air jika hanya melakukan Massorong di rumah.

Setelah selesai maka masyarakat kembali ke rumah yang melakukan acara Mappano tersebut untuk makan bersama oleh segennap peserta upacara Mappano. Berdasarkan uraian tersebut, maka jelaslah bahwa upacara Mappano pada hakekatnya tidak lain adalah bentuk upacara bersaji yang tidak diwarnai oleh susasana sakra. Kemeriahan l, tetapi juga sebagai ritual yang terselenggarakan dalam suasana yang meriah. Kemeriahan tersebut sebenarnya bukan hanya tercermin dalam tahap makan bersama, melainkanrefleksinya terpancar pada tudang sipulung yang merupakan rangkaian pelengkap untuk memeriahkan upacara Mappano.

Setelah melihat proses-proses pelaksanaan upacara Mappano dari hasil penelitian, dapat terlihat jelas bahwa nilai kebersamaan atau nilai solidaritas masyarakat sangat terjalin mulai dari tahap pesiapan upacara sampai tahap pelaksanaanupaca Mappano. Upacara tersebut membentuk rasa pesatuan, kekeluargaan, kepedulian, dan gotong royong antara masyarakat, karena masyarakat bahu membahu dalam menyukseskan even tahunan yang telah diwariskan para

leluhur terdahulu secara turun-menurun. Sumbangsi moral maupun material dari seluruh warga secara tidak langsung telah memupuk rasa persaudaraan masyarakat setempat. Berbagai persiapan dilaksanakan secara bersama-sama sehingga semua kegiatan tersa mudah teratasi dan berjalan lancar.

Fenomena seperti diatas sangat susah untuk didapatkan di Indonesia sehingga menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat setempat yang masih memegang teguh sistem adat masyarakat Bugis sampai sekarangyang berupa nilai gotong royong, persatuan, serta keakraban yang terjalin sesama masyarakat.

Dalam dokumen Makassar, 09 Juni 2019 Penulis (Halaman 155-162)