• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Metode Modern

Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional, yaitu:

(a) Assesment centre, metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari dalam, (b) Management By Objective (MBO), yaitu metode dimana pegawai langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan, dan (c) human asset accounting, yaitu metode dimana faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan (Gomes, 2003).

Darma (2010) juga mengungkapkan bahwa pendekatan tradisional terhadap penilaian kinerja (performance appraisal) didasarkan pada asumsi bahwa penilaian dari atas ke bawah hanya melibatkan hubungan empat mata saat ini banyak ditentang oleh pelopor manajemen kinerja seperti Peter Drucker dan Douglas McGregor.

Selanjutnya disimpulkan bahwa penilaian kinerja apat dilakukan dengan 5 cara yaitu : (1) Penilaian atas diri sendiri, dimana para individu mengevaluasi kinerja mereka sendiri. (2) Penilaian oleh bawahan, dimana bahwan diberikan kesempatan untuk menilai aspek tertentu dari manajernya, yang bertujuan agar manajer menyadari persoalan yang berkenaan dengan kinerja mereka dari sudut pandang bawahannya.

(3) Penilaian oleh rekan sejawat, adalah evaluasi yang dibuat sesama anggota tim atau kolega yang berda pada jaringan kerja yang sama. (4) Penilaian oleh Multi Assesment, dimana penilaian dilakukan dari berbagai sudut pandang dalam evaluasi kinerja, baik dari bawahan, sesama, atasan maupun pihak luar dengan standar yang telah ditentukan. Terakhir adalah (5) Umpan Balik dan Konseling.

2.1.3 Aspek-aspek Penilaian Kinerja

Umar (2004) dalam bukunya Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, membagi aspek-aspek kinerja dalam 10 penilaian yaitu : (1) Mutu pekerjaan, (2) Kejujuran karyawan, (3) Inisiatif, (4) Kehadiran, (5) Sikap, (6) Kerjasama, (7) kehandalan, (8) Pengetahuan tentang pekerjaan, (9) Tanggung jawab, dan (10) Pemanfaatan waktu kerja.

Sedangkan Sedarmayanti (2008) menjelaskan tentang beberapa aspek yang umumnya perlu dinilai dalam penilaian kinerja antara lain : (1) Prestasi Kerja, (2)

20

Tanggung jawab, (3) Ketaatan, (4) Kejujuran, (5) Kerjasama, (6) Prakarsa/inisiatif, (7) Kepemimpinan.

Penilaian kinerja dengan metode skala grafis yang dilakukan oleh Moekijat (2005), menyebutkan bahwa sifat individu seperti inisiatif, semangat, kepercayaan terhadap kualitas hasil pekerjaan, kerjasama, kehadiran dan kesetiaan, perlu dipertimbangkan dalam setiap penilaian kinerja.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa aspek kinerja dokter yang melayani peserta program JPK Jamsostek di PPK I yang dapat dinilai dan berhubungan dengan tugas pekerjaannya sebagai dokter dalam penelitian ini, antara lain adalah : (1) Profesionalisme, (2) Pelayanan, (3) tata cara kerja, (4) kerja sama, (5) Efektivitas dan efisiensi, (6) Kesetiaan, (7) kehadiran, (8) Kunjungan dan rujukan pasien.

2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2000) menjelaskan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : (1) Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan).

Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. (2) Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2000), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja.

Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu

kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.

Selanjutnya Mc. Clelland dalam Gibson et.al (1997), mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : (1) Memiliki

tanggung jawab yang tinggi, (2) Berani mengambil risiko, (3) Memiliki tujuan yang realistis, (4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan, (5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, (6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan. Selanjutnya disebutkan 3 faktor yang memengaruhi kinerja adalah : (1) Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang, (2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja, (3) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

2.2. Kepuasan

2.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Gibson et.al (1997) menyatakan bahwa kepuasan sebagai salah satu keefektifan. Kepuasan menjadi ukuran keberhasilan organissi memenuhi kebutuhan karyawan dan anggotanya. Sedangkan kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka atau sikap yang dikembangkan para karyawan sepanjang waktu mengenai berbagai segi pekerjaannya.

22

Sopiah (2008) yang mengutip pendapat Porter (1995) menambahkan kepuasan kerja adalah seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya ia terima. Sedangkan Mathis dan Jackson (2000) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan evaluasi dari pengalaman kerja. secara umum dapat diberi batasan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas Sopiah (2008) mengambil kesimpulan tentang kepuasan kerja yaitu :

1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional sesorang terhadap situasi dan kondisi kerja.

2. Tanggapan emosional dapat berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka karyawan tidak puas.

3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan itu membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya.

4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan. Luthan (1995) 2.2.2. Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Herzberg dalam Sopiah (2008), yang menjadi indikator kepuasan kerja berasal dari keberadaan faktor intrinsik dan ketidakadaan faktor-faktor ekstrinsik. Indikator kepuasan kerja berdasarkan faktor intrinsik meliputi: prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan pertumbuhan.

Apabila kondisi intrinsik dipenuhi maka karyawan akan merasa puas. Sementara

indikator kepuasan kerja berdasarkan faktor ekstrinsik meliputi: gaji/upah, keamanan kerja, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi dan hubungan interpersonal. Apabila faktor ini tidak ada maka karyawan akan merasa tidak puas.

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Kerja

Berbagai metode dalam mengukur kepuasan kerja yang dikemukakan para ahli, maka ada 3 cara pengukuran kepuasan kerja yang lazim dilakukan dalam hal ini, seperti dikemukakan oleh Sopiah (2008), yaitu :

Dokumen terkait