• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA DOKTER

DALAM PELAYANAN PESERTA PROGRAM JPK JAMSOSTEK DI PELAKSANA PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT

PERTAMA (PPK I) KANTOR CABANG BELAWAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

SUCI RAHMAD 097032150/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)

PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA DOKTER DALAM PELAYANAN PESERTA PROGRAM JPK JAMSOSTEK

DI PELAKSANA PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (PPK I) KANTOR CABANG BELAWAN

TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

SUCI RAHMAD 097032150/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

3

Judul Tesis : PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA DOKTER DALAM PELAYANAN PESERTA PROGRAM JPK JAMSOSTEK DI PELAKSANA PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (PPK I) KANTOR CABANG BELAWAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Suci Rahmad Nomor Induk Mahasiswa : 097032150

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 05 September 2013

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 05 September 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes

Dr. Juanita, S.E., M.Kes dr. Fauzi, S.K.M

(5)

5

PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA DOKTER DALAM PELAYANAN PESERTA PROGRAM JPK JAMSOSTEK

DI PELAKSANA PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (PPK I) KANTOR CABANG BELAWAN

TAHUN 2012

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2014

Suci Rahmad 097032150/IKM

(6)

ABSTRAK

Penilaian jaga mutu Pimpinan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan yang dilakukan belum pernah menilai kinerja dokter sebagai pelaksana pelayanan tetapi hanya menilai aspek sarana prasarana, tata laksana pelayanan, dan cakupan layanan saja. Hal ini diduga berkaitan dengan kepuasan kerja dokter di PPK Tk I yang dapat dikatakan rendah sehingga diyakini memengaruhi kinerja dokter yang belum baik.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dokter yang melayani peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan Tahun 2012. Pendekatan penelitian adalah cross sectional. Sampel yang diambil adalah dokter yang telah bekerja di atas 6 bulan yaitu sebanyak 54 orang dokter. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kepuasan kerja intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Demikian halnya dengan secara parsial, juga ditemukan pengaruh signifikan kepuasan kerja intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja dokter. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja dokter adalah kepuasan kerja intrinsik. Kekuatan kepuasan kerja intrinsik dan ekstrinsik didalam mengestimasi kinerja dokter sebesar 70,5%, yang artinya kinerja dokter dalam pelayanan peserta program JPK Jamsostek di PPK I Kantor Cabang Belawan dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam model estimasi penelitian ini sebesar 29,5%.

Disarankan bagi pihak PT. Jamsostek (Persero) adanya perubahan kebijakan dalam penetapan kapitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dokter, karena kapitasi berdampak pada kesejahteraan dokter khususnya gaji/honor.

Kata kunci: Kepuasan Kerja, Intrinsik, Ekstrinsik, Kinerja Dokter

(7)

7

ABSTRACT

The level of satisfaction of the participants of Health Care Security at PT Jamsostek in 2011 was very good although the performance of doctors at the First Stage of Health Service Implementation (PPK I) indicated that it was not satisfactory because the visiting and reference rates were still high. This also indicated that illness rate was high, there were complaints about doctors’ services, and doctors’

shifts in PPK I was high. It was assumed that they were related to doctors’ work satisfaction in PPK I which was low so that it influenced their bad performance.

The objective of the research was to analyze the influence of work satisfaction on the performance of doctors who served the participants of Health Care Security program at the First Stage of Health Service Implementation of PT Jamsostek, Belawan Branch Office, in 2012. The type of the research was cross sectional. The samples consisted of 54 doctors who had worked more than six months. The data were gathered by conducting interviews. The gathered data were analyzed by using multiple linear regression tests.

The result of the research showed that, simultaneously, intrinsic and extrinsic work satisfaction had significant influence on doctors’ performance. Partially, intrinsic and extrinsic work satisfaction also had significant influence on doctors’

performance. The variable which had the most dominant influence on doctors’

performance was the variable of intrinsic work satisfaction. The power of intrinsic and extrinsic work satisfaction in estimating doctors’ performance was 70.5%.

It is recommended that the management of PT Jamsostek improve and change the policy in determining the capitation which is adjusted to doctors’ needs because capitation can influence their welfare, especially their salaries.

Keywords: Work Satisfaction, Intrinsic, Extrinsic, Doctors’ Performance

ii

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanyalah milih Allah SWT, Rabb seluruh alam semesta dan dengan izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Dokter dalam Pelayanan Peserta Program JPK Jamsostek di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan Tahun 2012”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

9

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

1. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

2. Dr. Juanita, S.E., M. Kes dan dr. Fauzi, S.K.M sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

3. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

4. Bapak Direktur Umum dan SDM PT. Jamsostek (Persero) yang memberikan izin melanjutkan pendidikan S2 dan beasiswa kepada penulis untuk mengikuti pendidikan.

iv

(10)

5. Bapak Panji Wibisana, S.H, Kepala Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) Belawan dan jajarannya yang telah membantu dan memberikan izin melakukan penelitian di Kantor Cabang Belawan dan Ibu Krista N. Siagian, Kepala Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian pendidikan S2 ini.

6. Teristimewa kepada Istriku Tri Widyawati, dr, M.Si dan buah hati tercinta Mhd. Rozan Fawwaz Syariq dan Mhd. Hanif Safaraz “You’re The Wind Beneath My Wings” yang selalu memberi semangat, penuh pengertian dan kesabaran, serta senantiasa berdo’a sehingga memotivasi penulis mengikuti pendidikan dan menyelesaikannya .

7. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2009, yang telah membantu penulis selama pendidikan dan proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membanu penulis selama penyusunan tesis ini.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Maret 2014 Penulis

Suci Rahmad 097032150/IKM

(11)

11

RIWAYAT HIDUP

Suci Rahmad lahir di Medan (Sumatera Utara) tanggal 25 Agustus 1976, anak

ke-7 dari 7 bersaudara. Anak dari Ayahanda H. Sastro Minoto (alm) dan Ibunda Hj. Suminah yang saat ini bertempat tinggal di Jln. Lampu No. 8 Kelurahan P.

Brayan Bengkel Baru Kecamatan Medan Timur Kota Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1983-1989 di SD Negeri Nomor 060863 Medan, tahun 1989-1992 di SMP Negeri 9 saat ini SMP Negeri 11 Medan, tahun 1992-1995 di SMA Negeri 3 Medan, tahun 1996-2003 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan tahun 2009-sekarang mengikuti Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menikah pada tahun 2002 dengan Tri Widyawati, dr, M.Si dan mempunyai dua orang putra Mhd. Rozan Fawwaz Syariq usia 9 tahun dan Mhd.

Hanif Safaraz usia 4 tahun. Penulis pernah bekerja di Rumah Sakit Ibu dan Anak Wahyu dan Rumah Sakit Imelda Medan serta Klinik Cender Kasih Medan pada tahun 2003-2005, mulai bekerja di PT. Jamsostek (Persero) dengan penempatan awal di Kantor Cabang Medan 2004-2007 kemudian mutasi ke Kantor Wilayah I 2007-2011 dan Kantor Cabang Belawan 2011 - 2012, Kepala Bidang JPK Kantor Cabang Tanjung Morawa 2012-2013 dan saat ini menjadi Kepala Bidang Pelayanan Kantor Cabang Tanjung Morawa dari tahun 2013-sekarang.

vi

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 13

1.4. Hipotesis... 13

1.5. Manfaat Penelitian ... 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 15

2.1. Kinerja ... 15

2.2. Kepuasan ... 20

2.3. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ... 26

2.4. Landasan Teori ... 32

2.5. Kerangka Konsep ... 33

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.6. Metode Pengukuran ... 39

3.7. Metode Analisis Data... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Gambaran PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan ... 46

4.2. Karakteristik Dokter ... 46

4.3. Analisis Univariat ... 48

4.3.1. Kepuasan Kerja Intrinsik ... 48

4.3.2. Kepuasan Kerja Ekstrinsik ... 52

4.3.3. Kinerja Dokter ... 58

(13)

13

4.4. Tabulasi Silang Kepuasan Intrinsik dengan Kinerja Dokter... 65

4.5. Tabulasi Silang Kepuasan Ekstrinsik dengan Kinerja Dokter ... 66

4.6. Analisis Bivariat ... 67

4.7. Analisis Multivariat ... 68

4.7.1. Uji Asumsi Klasik ... 68

4.7.2. Pengujian Hipotesis... 71

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Pengaruh Kepuasan Kerja berdasarkan Faktor Intrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pelayanan Peserta Program JPK Jamsostek di PPK I Kantor Cabang Belawan ... 76

5.2. Pengaruh Kepuasan Kerja berdasarkan Faktor Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pelayanan Peserta Program JPK Jamsostek di PPK I Kantor Cabang Belawan ... 79

5.3. Keterbatasan Penelitian... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1 Kesimpulan... 84

6.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA... 87 LAMPIRAN

viii

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1.1 Kinerja Rujukan Dokter di PPK Tingkat I Program JPKPT. Jamsostek

(Persero) Kacab Belawan 2008 – 2011 ... 8

2.1 Landasan Teori Penelitian ... 32

3.1 Jumlah Dokter pada PPK I ... 35

3.2 Kategori Kepuasan Kerja Dokter PPK I ... 42

3.3 Perhitungan Kinerja Dokter ... 43

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 48

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Kerja Intrinsik di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 49

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Pekerjaan itu Sendiri di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 50

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Tanggung Jawab di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 51

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Pengembangan Diri Sendiri di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 51

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Pengakuan/ Penghargaan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 52

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Kerja Ekstrinsik di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 53

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Upah/Honor di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 54

(15)

15

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Keamanan/

Perlindungan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 55 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Kondisi Pekerjaan

di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan... 56 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Kebijakan

Manajamen/Organisasi di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan... 57 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Kebijakan

Supervisi atau Pengawasan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan... 57 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan terhadap Hubungan

Interpersonal Dokter di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 58 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di Pelaksana Pelayanan

Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan... 59 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Profesionalisme di Pelaksana

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 60 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pelayanan di Pelaksana Pelayanan

Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan... 61 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Tata Cara Kerja di Pelaksana

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 62 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Kerjasama di Pelaksana Pelayanan

Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan... 63 4.19. Distribusi Responden Berdasarkan Efisiensi dan Efektifitas di Pelaksana

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 63 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Kesetiaan Dokter di Pelaksana

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 64 4.21. Distribusi Responden Berdasarkan Kehadiran Dokter di Pelaksana

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan ... 65

x

(16)

4.22. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Dokter Menurut Standar PT.

Jamsostek di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I)

Kantor Cabang Belawan ... 66

4.23. Hasil Uji Korelasi Pearson antara Kepuasan Intrinsik dan Ekstrinsik dengan Kinerja Dokter di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) Kantor Cabang Belawan... 67

4.25. Hasil Pengujian Normalitas Data dengan Uji One-Sample Kolmogorov- Smirnov Test... 69

4.26. Hasil Pengujian Multikolinearitas... 69

4.27. Koefisien Determinasi ... 72

4.28. Uji Simultan (Uji F) ... 72

4.29. Uji Parsial (Uji t) ... 73

(17)

17

DAFTAR GAMBAR

No . Judul Halaman 2.1 Landasan Teori ………... 32 2.2 Kerangka Konsep ………..………... 33

xii

(18)

1.1. Latar Belakang

Konstitusi organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap warga negara, sehingga setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya secara adil, merata dan bermutu (WHO,1948). Upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan di Indonesia dipengaruhi oleh sumber daya manusia kesehatan yang bertujuan menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Perpres RI Nomor 72, 2012).

Pada hakekatnya, sebuah pelayanan kesehatan dapat terselenggara karena interaksi beberapa hal antara lain: tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan pelayanan kesehatan itu diberikan, tenaga pelaksana yang akan menyelenggarakan pelayanan yang handal, dan sistem dan prosedur yang mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut (Sugito dan Yulherina, 2005).

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut sangat lazim dikembangkan oleh asuransi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan konsep managed care yaitu terjaminnya akses pelayanan kesehatan dengan kualitas yang baik, serta berdampak pada terkendalinya biaya pelayanan kesehatan (Ilyas, 2006).

(19)

2

Dalam sistem pelayanan kesehatan managed care, dokter umum di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat I (PPK Tk I) berperan sebagai gatekeeper (agen penyaring peserta yang berhak atau tidak berhak mendapatkan pelayanan kesehatan/pengobatan dan memberikan rujukan sesuai indikasinya). Cakupan pelayanan kesehatan yang wajib dilakukan oleh dokter di PPK I meliputi : konsultasi dokter, pengobatan, tindakan medis sederhana, pemeriksaan penunjang medis dan pemberian rujukan bila diperlukan.

PT. Jamsostek (Persero) sebagai salah satu Badan Penyelenggara Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Indonesia saat ini, melaksanakan program JPK tersebut menggunakan konsep managed care. PT. Jamsostek (Persero) juga menyelenggarakan 3 (tiga) program lainnya yaitu : Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JK), sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang disebutkan dalam kumpulan peraturan perundangan Program Jamsostek (2006). Perkembangannya ke depan dengan akan diberlakukannya Undang-Undang Republuk Indonesia Nomor 24 Tahun 2011, maka PT. Jamsostek (Persero) akan berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 yang melaksanakan Program Pensiun, Program Jaminan Hari Tua (JHT), Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Program Jaminan Kematian (JK). Sedangkan Program Jaminan Pemeliharaan kesehatan (JPK) akan dialihkan penyelenggaraannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

(20)

Kesehatan yang merupakan peralihan dari PT. Askes (Persero), (UU RI Nomor 24, 2011).

PT. Jamsostek (Persero) saat ini masih menyelenggarakan 4 program sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yaitu Program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Sebagai penyelenggara program, tidak semua program yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) saat ini dapat diselenggarakan sendiri, khususnya Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Layanan kesehatan yang termasuk dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ini diberikan kepada pihak lain dalam hal ini adalah Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK), seperti dokter praktik, klinik, rumah bersalin dan puskesmas yang disebut PPK Tk I, maupun rumah sakit, optik dan apotik yang disebut PPK Tk II. Sarana pelayanan kesehatan ini ada yang milik pemerintah dan ada yang milik swasta. Beragamnya fasilitas yang diberikan oleh sarana ini membawa konsekuensi bahwa tidak semua pelayanan itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dari segi cakupan layanan maupun mutu layanannya. Hal ini merupakan risiko besar dan potensi masalah yang cukup besar jika tidak dikelola dangan baik, karena bagi peserta JPK Jamsostek apapun bentuk dan kualitas layanan yang diberikan oleh PPK sebagai mitra kerja Jamsostek akan menunjukkan kinerja dari PT. Jamsostek (Persero).

Program JPK ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan ketiga program Jamsostek lainnya seperti manfaat berupa pelayanan langsung dan pemberian manfaat

(21)

4

oleh pihak ketiga yang dikenal dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK).

Mengingat manfaatnya berupa pelayanan langsung maka hampir seluruh kegiatan program JPK diselenggarakan dalam bentuk pelayanan kesehatan langsung dan hanya sebagian kecil saja dalam bentuk penggantian biaya.

Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) terdiri atas balai pengobatan, puskesmas, dan rumah bersalin sebagai PPK Tk I dan rumah sakit, apotek, optik, dan laboratorium klinik sebagai PPK Tk II (PP No 14, 1993). Sebagai kompensasi atas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan PPK, PT. Jamsostek (Persero) membayar biaya pelayanan kesehatan tersebut dengan pola pembiayaan tertentu yang dikaitkan dengan jenis PPK. PPK I diberikan dalam bentuk kapitasi dan PPK II diberikan dalam bentuk Fee For Service (FFS) dan atau paket diagnosis atau Diagnostic Related Group) (Sugito dan Yulherina, 2005).

Dalam penyelenggaraan program JPK, PPK Tk I ditempatkan pada posisi penting mengingat alur pelayanan kesehatan selalu dimulai dari PPK Tk I. Peserta diwajibkan mengakses pelayanan kesehatan PPK Tk I ketika peserta mengalami gangguan kesehatan dan atau untuk pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif yaitu ; penyuluhan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan perbaikan fungsi (rehabilitatif). PPK I diwajibkan memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dan konsultasi kesehatan, pemberian obat-obatan sesuai indikasi medis, tindakan medis, imunisasi, keluarga berencana, dan melakukan rujukan (PP No 14, 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja).

(22)

Pemahaman terhadap kinerja medis PPK I sering dikaitkan dengan kinerja para dokter yang bertugas di PPK I tersebut meskipun para perawat, bidan, dan tenaga administrasi turut memberi kontribusi. Hal ini dapat dipahami mengingat dokter adalah petugas kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan pengobatan atau pertolongan medis bagi pasien. Tugas pokok dan fungsi dokter meliputi pemberian pelayanan kedokteran sesuai metode klinik yang baku, melakukan anamnesis dengan baik, melakukan pemeriksaan fisik, menegakkan diagnosis, memberikan terapi yang sesuai, melakukan pertolongan gawat darurat, dan merujuk pasien ke pelayanan tingkat lanjutan (As’ad, 2000). Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran disebutkan wewenang dokter adalah mewawancarai pasien, memeriksa fisik dan mental pasien, menentukan pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis, menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien.

Sugito dan Yulherina (2005) menyatakan bahwa sebuah pelayanan dapat

terselenggara dengan kualitas baik ditentukan oleh interaksi beberapa hal yaitu : (1) Tenaga pelaksana pelayanan atau sumber daya manusia, (2) Sarana prasarana

pelayanan, dan (3) Sistem dan prosedur yang mengatur penyelenggaraan pelayanan.

Berdasarkan hal tersebut, maka tenaga pelaksana pelayanan atau sumber daya manusia memiliki peranan yang penting untuk kemajuan suatu sarana pelayanan kesehatan atau klinik yang dalam hal ini disebut PPK Tk I. Sumber daya manusia tersebut adalah dokter, baik dokter umum maupun dokter gigi. Dokter harus memahami fungsinya, khususnya fungsi di PPK Tingkat I sebagai gatekeeper dan

(23)

6

sesungguhnya mereka adalah penentu awal berhasil atau tidaknya pengentasan masalah kesehatan pasien. Maka seluruh dokter sebagai tenaga sumber daya manusia utama yang bertugas di PPK Tk I tersebut harus dikelola dan dibina agar mereka berkinerja baik, merasa puas dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga mampu berkontribusi untuk kinerja dan kemajuan Klinik atau PPK Tk I tersebut. Dokter bekerja tidak hanya berorientasi pada segi ekonomis, juga sosial dan kondisi kerja yang dapat memengaruhi ketidakpuasan dalam melakukan pekerjaannya. Adanya ketidakpuasan dalam bekerja dapat menurunkan kualitas pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta program JPK Jamsostek.

Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka atau sikap yang dikembangkan para karyawan sepanjang waktu mengenai berbagai segi pekerjaannya (Gibson et.al, 1997). Kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerja sama antar pimpinan dan dengan sesama karyawan (As’ad, 2000).

William M Mercer, Inc (1998) dalam Campbell (2000) melakukan survei terhadap 206 perusahaan menengah dan besar yang memiliki tingkat perputaran karyawan yang tinggi, mendapatkan bahwa kompensasi adalah alasan paling umum untuk ketidakpuasan. Selanjutnya pada perusahaan dengan perputaran karyawan yang rendah, disimpulkan bahwa 40% responden merasakan bahwa faktor-faktor emosional (kepuasan kerja, hubungan baik dengan manejer dan karyawan lain) benar- benar memotivasi mereka tetap tinggal di perusahaan tersebut, dan 21% responden

(24)

lainnya menunjukkan faktor-faktor finansiallah yang memotivasi mereka untuk tetap tinggal diperusahaan tersebut.

Allen, Freeman dan Russel (2003) dalam Robbin dan Judge (2008) melaporkan hasil spesial survey tentang kepuasan kerja yang didapatkan bahwa ada satu dari lima karyawan yang puas dengan promosi. Kepuasan justru menurun pada mereka yang memiliki pendapatan lebih tinggi, meskipun mereka memiliki rata-rata kepuasan sedikit lebih tinggi dari yang memiliki pendapatan relatif rendah.

Kesimpulannya adalah bahwa promosi dan pendapatan yang tinggi tidak selamanya menimbulkan kepuasan kerja.

Selama penyelenggaraan program JPK sejak tahun 2008-2011 hampir seluruh tugas pokok dan fungsi para dokter PPK I yang bekerjasama dengan PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan berjalan baik. Hal ini didukung oleh indeks kepuasan peserta program JPK yaitu 87,30% berdasarkan laporan pengukuran indeks kepuasan peserta PT. Jamsostek (Persero) Kantor Wilayah I tahun 2011 (Laporan Customer Satisfaction Index Program JPK Kanwil I Tahun 2011).

Namun demikian, jika diperhatikan lebih mendalam bahwa pada beberapa aspek penilaian kinerja dokter di PPK Tk I Kantor Cabang Belawan belum menunjukkan angka yang baik sesuai standar yang ditentukan dalam Surat Edaran Direksi PT. Jamsostek (Persero) nomor: SE/05/0596 tentang Pengendalian Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan, yang berpengaruh terhadap kinerja petugas maupun kantor cabang, dimana dalam 4 tahun terakhir realisasi kunjungan pada

(25)

8

dokter PPK I, dokter Spesialis, Rawat Inap dan tingkat rujukan berada diatas standar yang ditetapkan.

Realisasi rata-rata kunjungan dalam 4 tahun terakhir tersebut yaitu : tingkat kunjungan PPK I sebesar 17.28% di atas standar Jamsostek 12%-17% dan standar Depkes RI (2007) yaitu 15,0%, yang berarti bahwa dokter di PPK I belum melaksanakan fungsi penyuluhan (promotif) dan pencegahan (prevetif), tingkat kesakitan yang tinggi dengan kesembuhan yang rendah sehingga peserta datang kembali ke PPK I. Tingkat kunjungan dokter spesialis 1,29 % diatas standar 0.6% – 0.8%, yang berarti PPK I terlalu mudah melakukan rujukan dan kecenderungan peserta memanfaatkan fasilitas spesialis. Tingkat kunjungan rawat inap 0,59 % diatas standar kurang dari 0.3% dapat diartikan bahwa peserta tidak puas dengan layanan PPK I dan dokter terlalu mudah untuk memberikan rujukan rawat inap. Selanjutnya tingkat rujukan atau Contact Rate PPK Tk I ke Rawat Jalan Spesialis mencapai 7,44% diatas standar 2%- 6% serta tingkat rujukan dokter dari PPK I ke Rawat Inap 3.64% di atas standar 1%-2%, hal ini menunjukkan bahwa dokter di PPK Tk I belum berfungsi sebagai gatekeeper atau agen penyaring peserta yang berhak atau tidak berhak mendapatkan pelayanan. Persentase kunjungan tersebut adalah berdasarkan jumlah peserta atau tertanggung setiap tahunnya. Tingginya kinerja rujukan dokter PPK Tk I tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut :

(26)

Tabel 1.1 Kinerja Rujukan Dokter di PPK Tingkat I Program JPK PT.

Jamsostek (Persero) Kacab Belawan 2008 – 2011 Kunjungan (%) Contact Rate/Tingkat

Rujukan (%) Kepesertaan No Tahun

Dokter PPK I

Dokter Spesialis

Rawat Inap

PPK I – Rawat Spesialis

PPK I - R. Inap

Jumlah Tertanggung

1 2008 17,40 1,72 0,71 9,88 4,08 59.532

2 2009 20,41 1,39 0,64 6,81 3,13 60.206

3 2010 15,45 1,19 0,59 7,70 3,82 66.927

4 2011 15,87 0,85 0,40 5,36 2,52 74.511

Rata-rata 17,28 1,29 0,59 7,44 3,64 65.294

Standar (%) 12 - 17 0.6 - 0.8 < 0.3 3 - 6 1 - 2 Sumber : Laporan JPK PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan

Berdasarkan laporan keluhan penyelenggaraan program JPK selama ini yang didapatkan dari berbagai media penyampaian keluhan yaitu : datang langsung, surat, telepon, dan media seminar/sosialisasi, tercatat bahwa walaupun tingkat kepuasan pelanggan tinggi tetapi keluhan terhadap penyelenggaraan program JPK Jamsostek

juga banyak, khususnya yang berkaitan dengan kinerja dokter di PPK I, antara lain : 1) Obat yang diresepkan dokter tidak berkemasan sehingga diragukan kualitasnya

sebesar 27.12%, 2) Dokter tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum memberikan resep/obat 22.03%, 3) Dokter berganti-ganti serta tidak memahami sistem dan prosedur Program JPK 16.95%, 4) Dokter sering datang terlambat dan tidak sesuai jadwal yang ditentukan 13.56%. Data-data tersebut menunjukkan bahwa kinerja dokter di PPK I terindikasi belum baik. (Laporan Keluhan Program JPK Kanwil I Tahun 2008-2011).

Keluhan tersebut sesuai dengan hasil survei lapangan yang dilakukan oleh penulis pada beberapa waktu yang lalu dimana hasilnya menunjukkan bahwa tingkat

(27)

10

keluar masuk dokter yang bekerja di PPK Tk I sangat tinggi. Dari 59 orang dokter (dokter umum dan dokter gigi) didapatkan 8,48 % dokter bertugas di klinik kurang dari 6 bulan, 82,09 % bekerja di atas 6 bulan sampai 3 tahun dan 9,43 % dokter yang bertugas di atas 3 tahun. Pada saat survey tersebut didapatkan bahwa 80 % atau 4 orang dokter yang bertugas kurang dari 6 bulan adalah dokter pengganti yang baru saat tersebut bekerja sebagai dokter. Berdasarkan pengamatan penulis juga bahwa sebagian besar dokter yang tersebut sangat muda dan baru menamatkan pendidikan dokter atau fresh graduate. Hal ini sesuai dengan pengalaman penulis dalam meminta sertifikat kompetensi dokter, bukti registrasi dan surat izin praktek pada beberapa PPK Tk I belum dipenuhi.

Tingginya tingkat keluar dokter bekerja di PPK I dan masa kerja yang rata- rata cukup singkat yaitu kurang dari 1 tahun menyebabkan salah satu prinsip pelayanan dokter keluarga yaitu pengobatan yang berkesinambungan dan pelayanan yang diberikan saling berhubungan satu dengan lainnya (tidak fragmented) belum berjalan baik, sehingga terjadi pemanfaatan pelayanan yang berlebihan atau over- utilisasi dimana angka kesembuhan menurun atau angka kekambuhan penyakit pasien meningkat sehingga harus datang kembali ke PPK I. Hal ini diduga disebabkan oleh karena penyakit pasien tidak dapat diikuti secara komprehensif oleh dokter yang menanganinya sejak awal serta berpotensi terjadinya kesalahan dalam terapi. Hal ini juga dapat disebabkan oleh karena dokter yang tidak memahami sistem dan prosedur pelayanan JPK khususnya tentang tata cara rujukan yang terlihat jelas dari tingginya angka kunjungan PPK Tk I yaitu 17.28% di atas standar 12%-17 % dalam 4 tahun

(28)

terakhir, dan angka tingginya angka rujukan atau Contact Rate PPK Tk I ke Rawat Jalan Spesialis atau RJTL mencapai 7,44% di atas standar 2%-6% (Surat Edaran Direksi PT. Jamsostek (Persero) Nomor : SE/05/0596).

Kondisi yang dipaparkan tersebut tentunya merugikan penyelenggaraan program JPK umumnya dan para peserta khususnya. Mengingat selama ini penilaian jaga mutu PPK Tk I yang dilakukan tidak pernah menilai kinerja dokter sebagai pelaksana pelayanan tetapi hanya menilai aspek sarana prasarana, tata laksana pelayanan, dan cakupan layanan saja. Menurut penulis hal ini terjadi diduga berkaitan dengan kepuasan kerja dokter di PPK Tk I yang dapat dikatakan rendah sehingga diyakini memengaruhi kinerja dokter yang belum baik seperti tersebut disampaikan, sehingga tingkat rujukan, keluhan pelayanan dokter tinggi yang berdampak pada tingkat kepercayaan peserta yang dapat menjadi turun. Jika dianalisis lebih lanjut kejadian tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor kepuasan kerja antara lain yaitu : faktor pekerjaan itu sendiri, pengawasan, faktor gaji dan insentif, promosi dan hubungan dengan sesama karyawan sehingga menghasilkan kinerja yang tidak optimal.

Keinginan PT. Jamsostek (Persero) dalam bekerjasama dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat I (PPK Tk I) adalah bahwa PPK Tk I memiliki sarana prasarana kesehatan, dan sumber daya yang berkualitas dan handal khususnya tenaga dokter. Tenaga dokter di PPK Tk I sangat menentukan keberadaannya sehingga PPK Tk I juga harus dapat menjamin kesejahteraan dan keinginan para dokter tetap bekerja di PPK TK I tersebut. Untuk itu PPK Tk I harus dapat menjamin kepuasan

(29)

12

dokter yang bekerja di PPK nya sehingga berdampak pada kinerja pelayanan dokter yang baik. Selanjutnya kinerja pelayanan yang baik tersebut akan berdampak pada kinerja pelayanan JPK Jamsostek.

Robbins dan Judge (1998) menyatakan bahwa salah konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaannya atau ketidakpuasan ditunjukkan dengan prilaku keluar atau meninggalkan organisasi. Pada sisi lain, Gibson et.al (1997) menyatakan bahwa kepuasan kerja menimbulkan prestasi kerja/kinerja yang baik, dimana karyawan yang puas akan lebih produktif, dan faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah upah, kesempatan promosi, pekerjaan/kondisi kerja, mutu pengawasan, dan teman sekerja.

Gibson et.al (1997) memperkuat kembali pendapat tersebut di atas dengan teori kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Herzberg (1969) yaitu ; Two Factor Theory. Teori ini menyebutkan hal-hal yang memengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfers atau hygiene factors.

Satisfiers (memotivator) atau intrinsic factor, job content dan motivator, adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja terdiri dari : achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement.

Hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan tetapi tidak hadirnya faktor ini tidak selamanya menimbulkan ketidakpuasan.

Dissatisfiers (hiegiene factor) atau extrinsic factor, job content adalah faktor- faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari : company policy

(30)

and administration, supervision technical salary, interpersonal relation, working conditing, job security dan status (Gibson et.al, 1997).

Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Dokter dalam melayani peserta program JPK Jamsostek di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat I (PPK I) Kantor Cabang Belawan Tahun 2013.

1.2 Permasalahan

Dari uraian pada latar belakang dirumuskan permasalahan sebagai berikut bagaimana Kepuasan Kerja (yang berhubungan dengan faktor instrinsik dan ekstrinsik) berpengaruh terhadap Kinerja Dokter yang melayani peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK I) PT. Jamsostek (Perero) Kantor Cabang Belawan Tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dokter yang melayani peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan Tahun 2012 sehingga dapat dirancang beberapa usulan perubahan kebijakan, baik yang berkaitan dengan substansi kebijakan maupun operasional penyelenggaraan program JPK.

(31)

14

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:

H0 : Kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter yang melayani peserta JPK di PPK Tingkat I.

H1 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja dokter yang melayani peserta JPK di PPK Tingkat I.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi PT. Jamsostek (Persero) a. Kantor Pusat

Masukan bagi pengambil keputusan atas kemungkinan revisi kebijakan yang berkaitan dengan pemilihan PPK Tingkat I dan mengatur perjanjian kerja antara dokter pelaksana dengan PPK Tingkat I dalam penyelenggaraan program JPK.

b. Kantor Cabang Belawan

Tersedianya informasi tentang kepuasan kerja dan pengaruhnya terhadap kinerja dokter yang melayani peserta JPK dan perjanjian kerja antar dokter dengan PPK Tingkat I yang dapat dimanfaatkan bagi perbaikan sistem dan penetapan dan prosedur pelayanan program JPK.

2. Bagi Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat I

Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat I PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan tentang kinerja

(32)

dokter, sehingga dapat melakukan evaluasi dan perbaikan pelayanan kesehatan tingkat I.

3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dokter dalam melayani peserta JPK Jamsostek di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat I.

(33)

16 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Bernardin dan Russel dalam Ruky (2002) memberikan pengertian kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time period”. Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu. Sedangkan Simanjuntak (2005) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.

Dessler (2009), mendefenisikan kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Sedarmayanti (2008) memberikan pengertian Kinerja (Performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang

(34)

bersangkutan secara ilegal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.

Beberapa kata kunci pengertian kinerja adalah : (1) Hasil kerja , (2) Pekerja, Proses atau organisasi, (3) Terbuka secara konkrit, (4) Dapat diukur, dan (5) Dapat dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan (Sedarmayanti, 2008).

2.1.2 Metode Penilaian Kinerja

Beberapa metode dalam mengukur kinerja atau prestasi kerja, sebagaimana diungkapkan oleh Gomes (2003), antara lain:

1. Metode Tradisional

Metode ini merupakan metode paling sederhana untuk menilai kinerja, antara laian : rating scale, employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident. (a) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif, ketergantungan,

(35)

18

kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (b) Employee comparation.

Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. c) Check list.

Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. (d) Free form essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang/karyawan/pegawai yang sedang dinilainya. (e) Critical incident. Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.

2. Metode Modern

Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional, yaitu:

(a) Assesment centre, metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari dalam, (b) Management By Objective (MBO), yaitu metode dimana pegawai langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan, dan (c) human asset accounting, yaitu metode dimana faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan (Gomes, 2003).

(36)

Darma (2010) juga mengungkapkan bahwa pendekatan tradisional terhadap penilaian kinerja (performance appraisal) didasarkan pada asumsi bahwa penilaian dari atas ke bawah hanya melibatkan hubungan empat mata saat ini banyak ditentang oleh pelopor manajemen kinerja seperti Peter Drucker dan Douglas McGregor.

Selanjutnya disimpulkan bahwa penilaian kinerja apat dilakukan dengan 5 cara yaitu : (1) Penilaian atas diri sendiri, dimana para individu mengevaluasi kinerja mereka sendiri. (2) Penilaian oleh bawahan, dimana bahwan diberikan kesempatan untuk menilai aspek tertentu dari manajernya, yang bertujuan agar manajer menyadari persoalan yang berkenaan dengan kinerja mereka dari sudut pandang bawahannya.

(3) Penilaian oleh rekan sejawat, adalah evaluasi yang dibuat sesama anggota tim atau kolega yang berda pada jaringan kerja yang sama. (4) Penilaian oleh Multi Assesment, dimana penilaian dilakukan dari berbagai sudut pandang dalam evaluasi kinerja, baik dari bawahan, sesama, atasan maupun pihak luar dengan standar yang telah ditentukan. Terakhir adalah (5) Umpan Balik dan Konseling.

2.1.3 Aspek-aspek Penilaian Kinerja

Umar (2004) dalam bukunya Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, membagi aspek-aspek kinerja dalam 10 penilaian yaitu : (1) Mutu pekerjaan, (2) Kejujuran karyawan, (3) Inisiatif, (4) Kehadiran, (5) Sikap, (6) Kerjasama, (7) kehandalan, (8) Pengetahuan tentang pekerjaan, (9) Tanggung jawab, dan (10) Pemanfaatan waktu kerja.

Sedangkan Sedarmayanti (2008) menjelaskan tentang beberapa aspek yang umumnya perlu dinilai dalam penilaian kinerja antara lain : (1) Prestasi Kerja, (2)

(37)

20

Tanggung jawab, (3) Ketaatan, (4) Kejujuran, (5) Kerjasama, (6) Prakarsa/inisiatif, (7) Kepemimpinan.

Penilaian kinerja dengan metode skala grafis yang dilakukan oleh Moekijat (2005), menyebutkan bahwa sifat individu seperti inisiatif, semangat, kepercayaan terhadap kualitas hasil pekerjaan, kerjasama, kehadiran dan kesetiaan, perlu dipertimbangkan dalam setiap penilaian kinerja.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa aspek kinerja dokter yang melayani peserta program JPK Jamsostek di PPK I yang dapat dinilai dan berhubungan dengan tugas pekerjaannya sebagai dokter dalam penelitian ini, antara lain adalah : (1) Profesionalisme, (2) Pelayanan, (3) tata cara kerja, (4) kerja sama, (5) Efektivitas dan efisiensi, (6) Kesetiaan, (7) kehadiran, (8) Kunjungan dan rujukan pasien.

2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2000) menjelaskan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : (1) Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan).

Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. (2) Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2000), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja.

Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu

(38)

kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.

Selanjutnya Mc. Clelland dalam Gibson et.al (1997), mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : (1) Memiliki

tanggung jawab yang tinggi, (2) Berani mengambil risiko, (3) Memiliki tujuan yang realistis, (4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan, (5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, (6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan. Selanjutnya disebutkan 3 faktor yang memengaruhi kinerja adalah : (1) Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang, (2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja, (3) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

2.2. Kepuasan

2.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Gibson et.al (1997) menyatakan bahwa kepuasan sebagai salah satu keefektifan. Kepuasan menjadi ukuran keberhasilan organissi memenuhi kebutuhan karyawan dan anggotanya. Sedangkan kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka atau sikap yang dikembangkan para karyawan sepanjang waktu mengenai berbagai segi pekerjaannya.

(39)

22

Sopiah (2008) yang mengutip pendapat Porter (1995) menambahkan kepuasan kerja adalah seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya ia terima. Sedangkan Mathis dan Jackson (2000) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan evaluasi dari pengalaman kerja. secara umum dapat diberi batasan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas Sopiah (2008) mengambil kesimpulan tentang kepuasan kerja yaitu :

1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional sesorang terhadap situasi dan kondisi kerja.

2. Tanggapan emosional dapat berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka karyawan tidak puas.

3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan itu membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya.

4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan. Luthan (1995) 2.2.2. Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Herzberg dalam Sopiah (2008), yang menjadi indikator kepuasan kerja berasal dari keberadaan faktor intrinsik dan ketidakadaan faktor-faktor ekstrinsik. Indikator kepuasan kerja berdasarkan faktor intrinsik meliputi: prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan pertumbuhan.

Apabila kondisi intrinsik dipenuhi maka karyawan akan merasa puas. Sementara

(40)

indikator kepuasan kerja berdasarkan faktor ekstrinsik meliputi: gaji/upah, keamanan kerja, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi dan hubungan interpersonal. Apabila faktor ini tidak ada maka karyawan akan merasa tidak puas.

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Kerja

Berbagai metode dalam mengukur kepuasan kerja yang dikemukakan para ahli, maka ada 3 cara pengukuran kepuasan kerja yang lazim dilakukan dalam hal ini, seperti dikemukakan oleh Sopiah (2008), yaitu :

1. Job Description Index

Manajer mengajukan pertanyaan kepada karyawan mengenai pekerjaannya.

Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban ya, yidak, atau ragu-ragu. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.

2. Minnesota Satisfaction Quesionare

Pada metode ini dibuat suatu skala yang berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu alternatif jawaban, yaitu : sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas dan sangat puas terhadap pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan karyawan.

3. Gambar Ekspesi Wajah

Pada metode ini responden diharuskan memilih salah satu wajah dari gambar yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil responden.

(41)

24

2.2.4 Teori Kepuasan Kerja

Sopiah (2008) mengutip 7 (tujuh) teori tentang kepuasan kerja dari beberapa ahli, yaitu sebagai berikut :

1. Teori Pertentangan (Discrepancy Theory). Teori ini dipelopori oleh Porter (1961) dimana kepuasan ini diukur dengan menghitung selisih dari apa yang seharusnya dengan kenyataan yang ada (dirasakan) . dalam teori ini seorang karyawan akan merasa puas bila ada kondisi aktual (sesungguhnya) sesuai dengan harapan atau yang diinginkannya. Semakin sesuai antara harapan seseorang dengan kenyataan yang ia hadapi maka orang tersebut akan semakin puas.

2. Equity Theory. Pendahulu teori ini adalah Zeleznik (1958) dan dikembangkan oleh Adams (1963) dalam Gibson (1997). Dalam teori ini dikemukakan bahwa puas atau tidaknya seseorang itu tergantung pada apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain. Kelemahan teori ini bila perbandingan itu dianggap tidak seimbang tetapi menguntungkan, bisa menimbulkan kepuasan tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan maka akan menimbulkan ketidakpuasan.

3. Opponent-Process Theory. Teori ini dikemukakan oleh Landy (1978) dalam Gibson (1997) yang menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya. Maksudnya, perasaan puas atau tidak puas adalah masalah emosonal, dan sangat ditentukan oleh sejauh mana penghayatan emosional orang tersebut terhadap situasi yang dihadapi.

(42)

4. Teori Maslow. Teori ini dikembangkan oleh Maslow (1954) dalam Gibson (1997). Teori ini menyebutkan bahwa kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai dari yang paling rendah sampai tinggi, yaitu : (a) Kebutuhan Fisiologis, (2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan, (c). Kebutuhan akan rasa memiliki, sosial dan kasih sayang, (d) Kebutuhan untuk dihargai, (e) Kebutuhan akan aktualisasi diri.

5. Teori Existency, Relatedness, Growth (ERG) Aldelfer. Teori ini dikembangkan oleh Alderfer (1972) dalam Gibson (1997), yang membagi kebutuhan hidup manusia menjadi tiga tingkatan yaitu : (1) Existency atau eksistensi yaitu : makanan, udara, gaji, kondisi kerja, (2) Relatedness atau hubungan keterkaitan yaitu : hubungan sosial dan interpersonal yang baik, (3) Growth atau pertumbuhan yaitu : kebutuhan individu yang membrikan konstribusi pada orang lain.

6. Two Factor Theory. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1969), teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasalah dari ketidakadaan faktor-faktor ekstrinsik. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah : (1) Ada sekelompok kondisi ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi ; gaji/upah, keamanan kerja, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi dan hubungan interpersonal. Apabila faktor ini tidak ada maka karyawan akan merasa tidak puas.

(2) Ada sekelompok kondisi intrinsik yang meliputi ; prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan pertumbuhan. Apabila kondisi intrinsik dipenuhi maka karyawan akan merasa puas.

(43)

26

7. Teori Mc Cleland, yang dikembang oleh David Mc Cleland, dimana teori ini menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhannya.

Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah : (1) Kebutuhan berprestasi (n Ach), (2) Kebutuhan berafiliasi (n Aff), dan (3) Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow)

Sopiah (2008) berpendapat bahwa dari beberapa teori yang membahas tentang kepuasan kerja yang dipaparkan diatas, maka teori Herzberg sebagai Grand Theory yang sampai saat ini masih relevan untuk dibahas lebih lanjut. Untuk itu penulis menggunakan faktor – faktor kepuasan kerja yang dikemukan oleh Herzberg sebagai

landasan dalam mengukur kepuasan kerja karyawan dalam penelitian ini yaitu : (1) Faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi ; gaji/upah, keamanan kerja,

kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi dan hubungan interpersonal.

(2) Faktor intrinsik yang meliputi ; prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan pertumbuhan.

2.3. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) 2.3.1. Konsep Penyelenggaraan Program JPK

JPK adalah cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dasar paripurna (komprehensif) berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkesinambungan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilakukan secara praupaya. Pemeliharaan kesehatan berarti upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan

(44)

pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya penyembuhan penyakit (kuratif) (Kumpulan Peraturan Perundangan Program Jamsostek, PT. Jamsostek (Persero), 2006).

Program JPK diselenggarakan dengan berpedoman pada konsep managed care yang mengintegrasikasikan pembiayaan terkendali dengan kualitas pelayanan yang dapat diterima peserta. Dalam penerapannya, program JPK mengacu pada prinsip pemeliharaan kesehatan dasar paripurna dan pelayanan berjenjang.

Pemeliharaan kesehatan dasar paripurna adalah upaya kesehatan yang diberikan meliputi promotif/penyuluhan, preventif/pencegahan, kuratif/pengobatan, dan rehabilitatif/ perbaikan fungsi, untuk meningkatkan kualitas hidup peserta. Upaya kesehatan tersebut bersifat berjenjang dimana pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta disesuaikan dengan kemampuan sarana pelayanan kesehatan (PPK).

Pelayanan kesehatan dalam program JPK Jamsostek dimulai dari rawatan tingkat pertama dan apabila diperlukan sesuai indikasi medik dapat dilanjutkan kepada rawatan lanjutan. Rujukan pelayanan dapat berlangsung secara vertikal maupun horizontal yang memungkinkan pelayanan kesehatan berlangsung antar tingkat pelayanan sehingga terdapat koneksitas antar Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang terjadi melalui surat rujukan dan balasan rujukan. Dengan demikian, prognosis penyakit pasien dapat diikuti yang memungkinkan dilakukannya pengobatan yang efektif dan efisien (tidak tumpang tindih). Begitu juga, deteksi

(45)

28

penyakit dapat dilakukan sejak dini sehingga tidak menjadi kronis yang membutuhkan pengobatan dengan biaya besar.

Dalam menjalankan kegiatan pemeliharaan kesehatan, PT. Jamsostek (Persero) membentuk jaringan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang dikontrak untuk memberikan pelayanan paripurna yang terjaga mutunya dan terkendali biayanya. Jaringan PPK bersifat berjenjang yang terdiri atas PPK tingkat pertama (PPK Tk I) untuk memberikan rawat jalan tingkat pertama dan PPK tingkat lanjutan (PPK Tk II) untuk pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialis), rawat inap, dan pelayanan khusus. PPK Tk I dapat berupa dokter umum/dokter keluarga, dokter gigi, puskesmas, balai pengobatan, dan rumah bersalin. PPK Tk II meliputi rumah sakit, apotek, optik, dan laboratorium klinik (PP 14 Tahun 1993).

Untuk menjadi peserta program JPK Jamsostek perusahaan peserta harus membayar iuran sebesar 3% dari upah tenaga kerja lajang dan 6% dari upah tenaga kerja berkeluarga dengan dasar perhitungan iuran program JPK dari upah sebulan setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Hal ini berarti jika upah sebenarnya yang didapatkan oleh tenaga kerja dalam sebulan diatas satu juta rupiah, atau diatas Upah Minimum Propinsi (UMP) setempat maka yang menjadi dasar pembayran iuran program JPK adalah tetap Rp 1.000.000,-. Dengan pembayaran iuran ini, program JPK menanggung risiko sakit tenaga kerja beserta istri/suami dengan maksimum 3 orang anak dengan ketentuan usia maksimum 21 tahun, belum menikah, dan belum berumah tangga. (PP 14 Tahun 1993).

(46)

2.3.2 Pembiayaan Program JPK

Pelaksanaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT. Jamsostek (Persero) menetapkan 2 (dua) pola pembiayaan yaitu Kapitasi untuk pembiayaan di PPK Tk I dan Fee For Service untuk PPK tk II (lanjutan). Kapitasi adalah suatu bentuk pembiayaan yang didasarkan pada biaya per kapitasi atau per tertanggung dengan sejumlah tertanggung yang terdaftar pada PPK dalam satu satuan waktu tertentu, tanpa melihat jumlah pelayanan yang diberikan dan dibayarkan secara pra upaya atau prepayment. (Surat Edaran Direksi PT. Jamsostek (Persero) nomor : SE/11/122005 tentang pola pembiayaan Program JPK). Dalam perhitungan biaya kapitasi tersebut ditetapkan dengan rumus :

Biaya Kapitasi = % Kunjungan x Unit Cost

Biaya kapitasi tersebut ditetapkan berdasarkan penjumlahan dari total persentase kunjungan dan unit cost dari setiap cakupan layanan. Dalam program JPK Jamsostek, PPK Tk I diwajibkan memberikan 8 (delapan) cakupan layanan yaitu : (1) Jasa Dokter Umum, (2) Obat-obatan, (3) Jasa Dokter Gigi, (4) Penunjang Disgnostik Sederhana, (5) Tindakan Medis Dokter Umum, (6) Tindakan Medis Dokter Gigi, (7) Pelayanan keluarga Berencana , dan (8) Pelayanan Imunisasi.

Fee for Service adalah metode pembayaran jaminan pemeliharaan kesehatan yang didasarkan pada biaya yang diajukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan atas pelayanan yang diberikan setiap kali kunjungan. Dalam pembiayaan secara Fee for Service biaya tiap jenis pelayanan kesehatan yang diklaimkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan didasarkan pada tarif pelayanan yang sudah disepakati antara PPK dengan

(47)

30

Badan Penyelenggara dan merupakan lampiran yang menjadi satu kesatuan dengan ikatan kerjasama. Umumnya pembiayaan Fee for Service ini dilakukan pada PPK Tk I yang memiliki tertanggung yang kecil kurang dari 500 tertanggung dan tidak memiliki potensi untuk berkembang, PPK TK I (Rumah sakit, Apotik dan Optik).

2.3.3 Dokter: Tugas Pokok dan Fungsinya

Undang-Undang praktek kedokteran nomor 29 tahun 2004 mendefenisikan dokter dan dokter gigi adalah dokter dan dokter gigi lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang menjalankan praktik kedokteran dengan surat izin praktik yang diberikan pemerintah untuk menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Wewenang dokter adalah mewawancarai pasien, memeriksa fisik dan mental pasien, menentukan pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis, menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien (UU Nomor 29, 2004).

Daldiyono (2006) mendefenisikan dokter adalah orang yang telah menyelesaikan pendidikan formal pada fakultas kedokteran (lulus dan berijazah) dan memiliki surat izin bekerja sebagai dokter. Makna lain dari pengertian dokter adalah orang yang memiliki pengetahuan kedokteran (klinik) dan memiliki hak serta kewajiban untuk mengamalkan (mempraktikkan) ilmu dan keterampilannya.

Secara umum tugas pokok dan fungsi dokter adalah: 1) menguasai dan melakukan pelayanan kedokteran sesuai metode klinik yang baku, 2) mampu melakukan anamnesis dengan baik, 3) mampu melakukan pemeriksaan fisik, 4)

(48)

mampu membuat diagnosis, 5) mampu memberikan terapi yang sesuai, 6) mampu melakukan tindakan emergensi (gawat darurat), dan 7) mampu merujuk pasien ke pelayanan lanjutan (As’ad, 2000).

Dalam Undang-undang Praktek Kedokteran nomor 29 tahun 2004, pasal 35

menyebutkan wewenang dokter terdiri atas : 1) Mewawancarai pasen/anamnesis, 2) Memeriksa fisik dan mental pasien, 3) Menentukan pemeriksaan penunjang, 4) Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien, 5) Menuliskan resep obat, 6) Menerbitkan surat keterangan dokter, 7) Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan.

2.3.2 Standar Pelayanan Medik Rawat Jalan Tingkat Pertama

PT. Jamsostek (Persero) dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan medis rawat jalan tingkat pertama bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) sebagai pedoman untuk penatalaksanaan pengobatan bagi pasien di PPK I, yang tentunya disesuaikan dengan standar pelayanan medis tingkat pertama yang ditetapkan departemen kesehatan.

Standar pelayanan medis rawat jalan tingkat pertama tersebut disusun dalam bentuk algoritme untuk efisiensi penggunaannya. Didalam standar ini dimuat data- data anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien yang terkait dengan penyakit tertentu, obat-obatan yang digunakan dan kriteria penyakit yang dapat dirujuk kepada rumah sakit untuk maksud konsultasi spesialis atau rawat inap. Meskipun standar ini disusun oleh PT. Jamsostek (Persero) dan PDKI, namun pemanfaatannya tidak hanya sebatas di lingkungan PT. Jamsostek (Persero) saja karena standar ini disusun berdasarkan

Gambar

Gambar 4.1. Grafik Normal P-P Plot
Tabel 2.28. Hasil Pengujian Multikolinearitas

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan remaja putri tentang menstruasi dengan kesiapan untuk

Metode penelitian ini meggunakan analitk komulatif dengan terjun lapang yang bertujuan untuk menganalisis secara langsung asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

Dalam hal implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri 2 Semarang, komunikasi yang dilakukan adalah antara pihak Tim Manajemen BOS Tingkat

menuntun kita untuk mengidentifikasi senyawa yang sudah terdapat dalam bentuk sediaan farmasi dan hal ini merupakan tantangan tersendiri untuk menetapkan metode

Seorang individu yang mengatakan “dia membenci saya” sebagai pengganti dari “saya membenci dia”, menurut Freud tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut disebut

Kinerja guru merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian guru dan pihak terkait, guru harus memiliki kinerja yang baik, baik buruknya kinerja guru

Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan berpikir logika mahasiswa yang diajar menggunakan pendekatan SEA dibandingkan

Untuk menunjang kinerja aparat kepolisian sebagai penegak hukum harus adanya perundang-undangan yang memberatkan tindak pelaku kejahatan pencurian yang di sertai