• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minimisasi Air Pada Proses Pengolahan Kopi Modifikasi Olah Basah

PRODUKSI BERSIH

7 Kerangka aturan dan kelembagaan

6.3.1. Minimisasi Air Pada Proses Pengolahan Kopi Modifikasi Olah Basah

Pengolahan basah merupakan perbaikan proses pengolahan kering. Penggunaan air pada proses pengolahan dengan modifikasi olah basah adalah; (1) sebagai media untuk mengklasifikasi kualitas buah kopi melalui sortasi rambang, (2) media pengaliran buah kopi untuk memudahkan proses pengupasan buah (pulping), dan (3) untuk membersihkan biji kopi dari lendir yang terdegradasi (washing) setelah proses fermentasi sekaligus mencegah proses fementasi berlebih (over fermentation). Upaya minimisasi input air merupakan bagian dari upaya penerapan produksi bersih pada proses kopi olah basah. Upaya meminimalkan air proses diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah cair sekaligus meningkatkan mutu kopi rakyat. Penerapan teknologi bersih mengacu pada konsep 3R (reduce, reuse, and recycle) pada keseluruhan aliran proses pengolahan. Untuk memperkirakan titik-titik dimana limbah dihasilkan serta besaran polutan pada perlakuan minimisasi air proses pengolahan kopi digunakan

diagram alir neraca massa. Neraca massa juga dapat digunakan untuk mengevaluasi konsumsi sumberdaya dan pembangkitan limbah produk ataupun proses.

Tahapan proses pengolahan kopi olah basah dengan modifikasi meliputi proses sortasi rambang untuk buah kopi merah, proses pengupasan kulit buah (pulping), fermentasi kering, pencucian biji kopi (washing), pengeringan biji kopi secara mekanis, dan pengupasan kulit tanduk dan kulit ari pada kopi HS. Potensi limbah cair terutama dihasilkan dari tahapan proses sortasi rambang, pengupasan buah (pulping) dan pencucian biji kopi (washing). Potensi limbah padat dihasilkan dari tahapan proses pengupasan buah, pencucian biji kopi, dan pengupasan kulit kopi HS (hulling).

a. Sortasi

Proses sortasi pada pengolahan kopi dapat dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu (1) sortasi sejak di kebun yang dikenal dengan pemetikan selektif untuk memilih buah kopi yang telah masak, (2) sortasi ukuran menggunakan grader apabila diinginkan buah kopi dengan ukuran tertentu yang seragam, (3) sortasi rambang untuk memisahkan buah kopi merah kualitas baik dari buah kopi kualitas rendah dan kotoran yang terikut. Sortasi warna sangat ditentukan oleh cara pemanenan (Gambar 36). Sortasi kelas membantu pengaturan ukuran celah mesin pada proses pengupasan. Sortasi rambang bertujuan untuk memisahkan buah kopi superior (baik) dengan kopi rambang yang inferior (jelek). Bercampurnya kopi inferior dengan buah kopi superior akan menurunkan mutu fisik dan cita rasa. Pemilihan kopi merah merupakan syarat awal untuk mendapatkan kopi superior pada pengolahan basah. Buah kopi superior adalah buah kopi yang masak, bernas dengan ukuran cenderung seragam. Buah kopi inferior adalah buah kopi yang cacat, hitam, pecah, berlubang, atau tercampur daun, ranting, atau tanah.

Pada tahap sortasi, limbah yang dihasilkan berupa kotoran dan buah campuran kuning-hijau yang masih memiliki nilai produk melalui pengolahan kering. Buah kopi setelah dipanen sebaiknya langsung dibawa ke sentra pengolahan dan diproses agar tidak terjadi kerusakan buah yang dapat

mempengaruhi mutu biji. Air yang digunakan untuk sortasi rambang dapat digunakan kembali pada proses pulping sehingga limbah cair dapat dihindari.

Kuning Hijau Merah Merah Kehitaman

Gambar 36 Buah kopi petik

Minimisasi air pada proses pengolahan kopi dengan modifikasi olah basah dilakukan berdasarkan volume air per ton buah kopi yang dapat diolah. Adapun volume air dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan pengaturan kran air pengaliran. Penelitian perlakuan minimisasi air dibatasi pada tahap proses pengupasan buah (pulping) dan pencucian biji kopi (washing).

b. Minimisasi Air Proses Pengupasan (Pulping)

Pulping meliputi pengupasan bagian kulit luar berwarna merah (exocarp) dan lapisan pulp putih (mesocarp) serta pemisahan antara pulp dan biji. Buah kopi yang belum matang berwarna hijau dan keras akan sangat sulit dikupas. Prinsip pengupasan daging buah secara mekanik menggunakan mesin (pulper) adalah dengan cara menekan buah di antara permukaan yang diam dan bergerak. Daging dan kulit buah akan terpisah ke satu sisi, sedangkan biji yang masih terselubung lapisan berlendir dan kulit tanduk (parchment) menuju ke sisi lain. Pengaturan jarak diperlukan untuk mencegah biji pecah dan hasil kupasan lebih bersih. Penyemprotan air ke dalam silinder bersama buah kopi merah diusahakan tidak lebih dari 3 m3 per ton buah kopi. Penggunaan air dibutuhkan untuk membantu pengaliran buah kopi ke dalam silinder pulper sekaligus membersihkan lapisan lendir (Mulato et al. 2006).

Rancangan perlakuan minimisasi air input pada proses pengupasan buah kopi (K) dilakukan antara 0,237 – 1,480 m3/ton buah kopi atau 50-90% penurunan dari volume standar dengan pengaliran berikut:

a. 0,237 m3– 0,287 m3/ton buah kopi (90%) perlakuan K3 (debit 0,0618 l/det), b. 0,731 m3– 0,784 m3/ton buah kopi (74%) perlakuan K2 (debit 0,2232 l/det), c. 1,441 m3– 1,480 m3/ton buah kopi (50%) perlakuan K1 (debit 0,2843 l/det).

Perlakuan K1 menjadi kontrol sebagai pengaliran air yang umum diterapkan di Puslitkoka dalam upaya meminimalkan air proses pengupasan.

1 – drum berputar 2 – piringan pemeras 3 – piringan pemisah 4 – bak penampung 5 – buah kopi 6 – biji kopi 7 – pulp kopi

Gambar 37 Mesin pengupas buah kopi (Pulper)

Sumber: Schumacher Centre for Technology & Development, UK, Tanpa Tahun

Proses pengupasan buah dengan perlakuan meminimalkan air menghasilkan biji kopi berkulit tanduk dengan kadar air 65-72%. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair dan daging buah (pulp). Pulp kopi yang dihasilkan pada tahapan ini cukup besar hingga 50% dari total berat buah kopi yang dikupas. Biji kopi yang dihasilkan dari proses pengupasan ini memiliki kadar air rata-rata 77,4%. Volume limbah cair yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan volume air yang masuk ke dalam proses karena terdapat air yang terikut bersama pulp dan biji kopi. Untuk mengetahui pengaruh minimisasi air terhadap proses pengupasan dilakukan analisis varian dan uji lanjut Duncan.

Buah merah terpilih (1 ton)

Pengupasan buah (pulping)

Air 0,23 – 1,48 m3/ton Limbah cair (0,04 – 1,14) m3/ton Pulp (0,33 – 0,57 ton)

Kadar air 59 – 70%

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81) ton Kadar air 65 – 72%

Gambar 38 Neraca massa proses pengupasan

Berdasarkan hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan, perlakuan minimisasi air pada proses pengupasan memiliki pengaruh signifikan terhadap volume limbah cair yang dihasilkan. Perlakuan minimisasi air tidak berpengaruh secara nyata terhadap pulp dan biji HS yang dihasilkan. Akan tetapi, volume air minimum (90%) menghambat pemisahan antara biji dan pulp, sehingga masih

terdapat buah kopi yang tidak terkupas setelah proses. Selain itu dalam pelaksanaan penelitian, volume air minimum ternyata mempengaruhi kinerja mesin pengupasan (pulper) yang membutuhkan kajian lebih lanjut. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, penggunaan air input minimal dapat dilakukan pada debit 0,223 l/det atau setara dengan rata-rata volume air 0,784 m3/ton buah (minimisasi air 74%).

Tabel 13 Hasil uji lanjut Duncan pada proses pengupasan

Perlakuan Pengupasan (per 50 kg buah kopi)

(% penurunan) Limbah cair (kg) Pulp (kg) Biji HS (kg)

K1 (50%) 57,00b 28ab 39ab K2 (74%) 20,70a 28,25ab 38,75ab K3 (90%) 10,84a 16,5a 37,00a K1 (50%) 56,15b 27,00ab 40,75ab K2 (74%) 20,35a 27,00ab 39,75ab K3 (90%) 6,59a 20,25a 35,00a K1 (50%) 53,8b 27,75ab 40,5ab K2 (74%) 20,06a 26,5ab 40,0ab K3 (90%) 2,05a 23,75a 37,50a

Pengupasan mekanik masih meninggalkan residu di permukaan kulit tanduk. Residu ini harus dibuang seluruhnya untuk mencegah kontaminasi biji kopi oleh bahan yang akan dihasilkan dari proses degradasi lendir. Proses fermentasi dilakukan untuk menghilangkan lapisan lendir tersebut.

c. Fermentasi

Menurut Ciptadi dan Nasution (1985); Siswoputranto (1992), fermentasi bertujuan untuk menghilangkan lapisan lendir yang tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi melalui penguraian senyawa-senyawa dalam lendir oleh bakteri. Proses fermentasi juga dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa khas dari kopi. Fermentasi dapat dilakukan selama 12 hingga 24 jam. Menurut Mulato et al. (2006), fermentasi kering dilakukan pada modifikasi proses olah basah untuk menghemat air dengan cara menumpuk biji kopi HS basah dalam suatu bak yang kemudian ditutup karung goni. Suhu awal fermentasi adalah 29 oC dan akan meningkat di akhir fermentasi mencapai 31oC. Fermentasi berakhir saat lendir sudah tidak menempel pada biji yaitu setelah 13-15 jam. Pada proses fermentasi ini, tidak ada perubahan aliran massa yang signifikan. Perubahan yang terjadi adalah pada karakteristik biji kopi HS.

Menurut Clarke dan Macrae (1985), perubahan yang terjadi selama proses fermentasi biji kopi adalah sebagai berikut;

1. Pemecahan komponen mucilage (lendir). Bagian yang terpenting dari lapisan berlendir ini adalah komponen protopektin yang merupakan kompleks tak larut. Material inilah yang pecah pada saat proses fermentasi akibat bekerjanya suatu enzim sejenis katalase yang akan memecah protopektin dalam buah kopi.

2. Pemecahan gula. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah dengan meningkatnya rasa manis. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula dalam lendir beberapa jam setelah fermentasi. Hasil dari proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetat, dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fermentasi adalah etanol, asam butirat dan propionat.

3. Perubahan warna kulit. Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp akan menyebabkan kulit ari berwarna coklat. Jaringan daging biji akan berwarna sedikit kecoklatan, yang semula berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan. Proses pencoklatan ini terjadi akibat oksidasi polifenol yang dapat dicegah dengan menggunakan pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis.

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81 ton)

Fermentasi kering

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81 ton)

Kadar air 65 – 72%

Kadar air 64 – 72%

Gambar 39 Neraca massa proses fermentasi

Akhir dari proses fermentasi ditetapkan secara visual, dimana biji kopi kehilangan tekstur halusnya dan terasa lebih kasar. Menurut Chanakya dan de Alwis (2004), lapisan lendir (mucilage) yang licin pada biji kopi memiliki ketebalan lebih kurang 1,5 mm, dan tembus pandang. Metode fermentasi dan pencucian dengan pengausan (washing) merupakan kombinasi metode yang

paling populer untuk menghilangkan lapisan lendir. Adapun biji kopi yang dihasilkan disebut kopi kulit (HS).

d. Minimisasi Air Proses Pencucian (Washing)

Perlakuan minimisasi air pada proses pencucian dilakukan melalui 2 tahapan pada masa panen yang berbeda yaitu di tahun 2009 (tahap 1) dan tahun 2010 (tahap 2). Minimisasi air pada tahap 1 terutama ditujukan untuk mengetahui kebutuhan air minimum, pengaruhnya terhadap neraca massa proses dan mutu hasil pengolahan. Uji mutu yang dilakukan pada tahap ini hanyalah uji mutu fisik. Signifikansi pengaruh diukur berdasarkan uji statistik (analisis varian dan uji lanjut Duncan). Berdasarkan perlakuan tahap 1 dapat dilakukan minimisasi air tahap 2. Minimisasi air tahap 2 terutama dilakukan untuk mengetahui perbedaan mutu biji dari hasil perlakuan minimum dan perlakuan air pencucian yang biasa diterapkan pada proses pengolahan kopi. Pada perlakuan minimisasi air tahap 2 juga dilakukan perbandingan dengan biji kopi hasil olah kering yang berasal dari tempat berbeda. Signifikansi pengaruh minimisasi tahap 2 diukur berdasarkan uji mutu fisik dan cita rasa biji kopi.

2 1 3 5 6 4 1 – aliran air 2 – biji kopi HS

3 – sirip pencuci berputar 4 – silinder berlubang horisontal 5 – lendir + kotoran bersama air 6 – biji kopi HS yang sudah bersih

Gambar 40 Mesin pencuci biji kopi (washer)

Pencucian (washing) dilakukan setelah fermentasi untuk menghilangkan sisa lendir yang masih menempel di kulit tanduk dengan bantuan mesin pencuci (washer). Biji kopi HS dimasukkan ke dalam corong silinder secara kontinyu yang disertai semprotan aliran air ke dalam silinder. Sirip pencuci yang berputar mengangkat massa biji kopi ke permukaan silinder. Sisa-sisa lendir pada permukaan kulit tanduk akan terlepas dan tercuci oleh aliran air. Kotoran akan

menerobos lewat lubang-lubang pada dinding silinder dan massa biji yang sudah bersih terdorong oleh sirip pencuci ke arah ujung pengeluaran silinder (Gambar 40).

d.1. Minimisasi Air Pencucian Tahap 1.

Proses pengaliran air pada mesin pencuci tipe kontinyu menggunakan 2 aliran air dari atas bersamaan dengan pemasukan biji kopi HS dan aliran dari lubang bawah yang membantu sirip pencuci. Sebagaimana proses pengupasan, minimisasi air proses juga dilakukan pada tahap pencucian dengan kisaran air pencucian tahap 1 antara 1,093 – 2,561 m3/ton buah kopi. Volume air rata-rata perlakuan minimisasi proses pencucian (C) adalah sebagai berikut;

a. 1,093 m3– 1,131 m3/ ton buah kopi (81%) perlakuan C3 (debit air 0,1491 l/det) b. 1,542 m3– 1,806 m3/ton buah kopi (70%) perlakuan C2 (debit air 0,2344 l/det ) c. 2,256 m3– 2,561 m3/ton buah kopi (57%) perlakuan C1 (debit air 0,3042 l/det).

Berdasarkan minimisasi air pencucian tahap 1 ini dilakukan analisis neraca massa dan analisis varian untuk mengetahui volume dan pengaruh perlakuan terhadap limbah dan biji kopi HS yang dihasilkan.

Pencucian Biji kopi HS

Air 1,09 – 2,56 m3/ton Limbah cair + lendir (1,34 – 2,57) m

3 /ton Pulp (0,01 – 0,03) ton

Biji Kopi HS (0,47 – 0,51) ton Kadar air 50 – 60% Kadar air 64 – 72%

Gambar 41 Neraca massa proses pencucian

Kadar air biji kopi HS setelah proses pencucian sebesar 50 – 60%. Hal ini diperkirakan karena biji kopi telah bersih dari lendir yang terdegradasi selama fermentasi. Lendir yang semula menempel pada permukaan biji kopi HS dialirkan bersama-sama limbah cair dan pulp yang masih terikut sejak proses pengupasan. Pulp yang dihasilkan pada tahap ini sangat sedikit (1,92%). Limbah cair yang dihasilkan dari proses pencucian cenderung lebih kental dibandingkan limbah cair proses pengupasan karena kandungan lendir dalam jumlah dominan.

Biji kopi HS pada tahap pencucian telah berkurang hingga rata-rata 50% dari total buah kopi yang digunakan.

Berdasarkan hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan, perlakuan minimisasi air proses pencucian menunjukkan perbedaan signifikan pada volume limbah cair yang dihasilkan. Volume limbah cair yang dihasilkan akan menurun seiring minimisasi air proses. Tahap pencucian merupakan salah satu titik terjadinya pencemaran karena adanya limbah cair bercampur lendir (mucilage) dan pulp (sisa kulit kopi) yang dihasilkan. Meskipun volume limbah cair menurun seiring perlakuan minimisasi air, tetapi diperkirakan terjadi peningkatan konsentrasi polutan. Perlakuan minimisasi air menunjukkan bahwa volume limbah cair tidak berbeda secara signifikan antara perlakuan C2 dan C3. Meskipun demikian penentuan kelayakan minimisasi air akan ditentukan oleh mutu biji kopi. Interaksi perlakuan pengupasan dan pencucian akan menentukan mutu biji kopi akhir.

Tabel 14. Hasil uji lanjut Duncan proses pencucian Perlakuan

(% penurunan)

Pencucian

Limbah cair (kg) Pulp (kg) Biji HS (kg)

K1C1(57%) 134,05b 0,6a 23,50a K2C1(57%) 132,78b 1,23a 24,25a K3C1(57%) 133,125b 0,925a 24,00a K1C2(70%) 107,70a 1,05a 25,50a K2C2(70%) 104,125a 0,875a 25,50a K3C2(70%) 114,975ab 1,225a 23,50a K1C3(81%) 80,5a 1a 26,25a K2C3(81%) 91,725a 0,975a 25,50a K3C3(81%) 87,775a 0,775a 25,50a

d.2. Minimisasi Air Pencucian Tahap 2

Perlakuan minimisasi air tahap 2 dilakukan setelah diketahui hasil mutu fisik biji kopi dari perlakuan tahap 1. Tujuan minimisasi air pencucian tahap 2 adalah untuk mengetahui pengaruh minimisasi air lanjutan terhadap mutu fisik dan cita rasa biji kopi. Pada perlakuan pencucian, volume air proses pengupasan buah kopi diupayakan konstan antara 0,731 – 0,784 m3/ton (K2=74%) dengan volume air pencucian rata-rata sebagai berikut;

a. 4,809 – 5,933 m3/ton buah kopi untuk perlakuan C4 (0%). b. 3,678 – 3,853 m3/ton buah kopi untuk perlakuan C5 (35%).

c. 2,256 – 2,561 m3/ton buah kopi yang sama dengan perlakuan C1 (57%). d. 1,542 – 1,806 m3/ton buah kopi yang sama dengan perlakuan C2 (70%)

Pada tahap perlakuan ini juga dilakukan análisis terhadap buah kopi yang berasal dari periode panen rampasan dan biji kopi hasil pengolahan kering. Biji kopi hasil perlakuan olah basah dan olah kering dari Kebun Kaliwining milik Puslitkoka juga dibandingkan dengan biji kopi hasil olah basah dan olah kering yang berasal dari perkebunan kopi rakyat KUPK Desa Sidomulyo. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985); Mulato et al.(2006), perlakuan saat panen dapat mempengaruhi mutu kopi, dimana buah kopi yang dipanen saat panen rampasan diperkirakan memiliki karakteristik mutu berbeda dengan buah kopi yang dipanen saat panen raya. Adapun kopi olah basah Sidomulyo dicuci dengan volume air ± 7 m3/ton dan proses fermentasi yang tidak sepenuhnya fermentasi kering, terkadang direndam dalam bak semen dengan volume air tertentu. Kopi olah basah Sidomulyo mengalami pengeringan alami dengan sinar matahari, sebaliknya kopi olah basah Kaliwining menggunakan pengering mekanis.

Biji kopi HS yang dihasilkan dari proses pencucian merupakan biji kopi olah basah yang masih berkadar air rata-rata 60%. Hal ini sesuai pernyataan Chanakya dan De Alwis (2004), bahwa setelah proses pencucian biji kopi harus mendapat perlakuan pengeringan karena berkadar air antara 55-60%.

e. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan melalui penjemuran dengan sinar matahari ataupun menggunakan pengering mekanis hingga kadar air mencapai maksimal 12% (SNI 01-2907-2008). Apabila menggunakan pengering mekanis berbahan bakar kayu pada suhu 50o - 60o C, lama pengeringan rata-rata sekitar 3 - 4 hari (50 jam secara teoritis dengan suhu di awal proses suhu 60 – 70o). Pengeringan cenderung lebih lama berlangsung pada biji kopi yang berasal dari perlakuan air proses minimum. Biji kopi HS yang dihasilkan dari proses pengeringan telah menurun hingga 24% dari total buah kopi gelondong yang diproses. Penguapan air dihitung berdasarkan neraca massa mencapai 31% dari volume biji kopi HS sebelum pengeringan.

Pengeringan

Biji kopi HS (0,47 – 0,51) ton

Biji kopi HS (0,21 – 0,24) ton

Uap air (0,25 – 0,31) ton

Kadar air 50 – 60%

Kadar air 12 – 12,5%

Gambar 42 Neraca massa proses pengeringan

Penjemuran sinar matahari umumnya dilakukan selama 8 hingga 10 hari, tergantung temperatur udara dan kelembaban. Pengeringan dengan sinar matahari dapat dilakukan di atas semen datar. Biji dihamparkan setebal 2 sampai 10 cm, dan dibalik secara berkala untuk menjamin biji menjadi kering sempurna. Pada saat puncak periode pemanenan, penggunaan pengering mekanis sangat membantu. Meskipun demikian, proses ini harus dikontrol dengan hati-hati untuk mendapatkan kekeringan yang memuaskan dan murah secara ekonomis tanpa merusak kualitas.

Secara visual, biji kopi kering hasil olah basah memiliki penampilan lebih baik daripada biji kopi kering hasil olah kering. Biji kopi olah basah cenderung berwarna lebih terang dan bersih. Biji kopi hasil olah basah setelah disangrai juga akan memiliki warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya.

Biji WP Kebun Kaliwining Biji DP Kebun Kaliwining

Gambar 43 Perbandingan visual biji kopi HS hasil olah basah dan olah kering Keterangan: WP : wet process (olah basah)

DP ; dry process (olah kering)

f. Pengupasan Kulit Tanduk (Hulling)

Setelah pengeringan, proses pengupasan kulit tanduk (hulling) dapat dilanjutkan atau kopi HS disimpan hingga saatnya diekspor. Output proses hulling berupa biji kopi beras (green bean), kulit tanduk, dan kulit ari. Untuk mencapai keseragaman dan meningkatkan efisiensi pengupasan, sebaiknya dilakukan sortasi ukuran terlebih dahulu sebelum proses hulling. Pada tahap

pengupasan dimungkinkan terjadinya kehilangan massa karena kulit ari biji kopi yang keluar dari sistem dalam jumlah minimum. Persentase kulit tanduk dan kulit ari yang dihasilkan dari proses pengupasan ini dapat mencapai 5% dari total buah kopi gelondong yang diproses. Kulit tanduk dan kulit ari masih memiliki nilai tambah ekonomis jika dimanfaatkan. Rata-rata persentase biji kopi beras yang dihasilkan pada proses pengolahan modifikasi olah basah ini adalah 18-19%.

Pengupasan kering

kulit kopi HS Kulit tanduk & kulit ari (0,03 – 0,05) ton

Biji Kopi HS (0,21 – 0,24) ton

Kopi beras (0,18 – 0,19) ton

Kadar air 12 – 12,5%

Gambar 44 Neraca massa proses hulling

Berdasarkan perhitungan neraca massa rata-rata dapat diketahui rata-rata volume air, limbah cair, dan limbah padat yang dihasilkan melalui perlakuan minimisasi air proses pengolahan kopi (Tabel 15). Perlakuan minimisasi air terbukti mampu mengurangi volume limbah cair yang dihasilkan pada proses pengolahan kopi. Secara umum, neraca massa total hasil perlakuan minimisasi air tahap pengupasan (pulping) dan pencucian (washing) pada proses pengolahan kopi dengan modifikasi teknologi disajikan pada Gambar 45.

Tabel 15 Volume air, limbah cair dan limbah padat rata-rata pengolahan kopi

No Perlakuan (% minimisasi) Pengupasan (satuan/ton buah) Pencucian (satuan/ton buah) Total air (m3/ton) Total pulp (kg/ton)

Air (m3) Pulp (kg) Air (m3) Pulp (kg) In Out Out

1 K1C1(58%) 1,480 560,0 2,271 12,0 3,751 3,709 572,0 2 K2C1(67%) 0,754 565,0 2,258 24,6 3,012 2,937 589,6 3 K3C1(72%) 0,287 330,0 2,256 18,5 2,543 2,514 348,5 4 K1C2(67%) 1,478 540,0 1,542 21,0 3,020 2,949 561,0 5 K2C2(73%) 0,742 540,0 1,710 17,5 2,452 2,383 557,5 6 K3C2(77%) 0,237 405,0 1,806 24,5 2,043 2,043 429,5 7 K1C3(72%) 1,441 555,0 1,093 20,0 2,534 2,434 575,0 8 K2C3(79%) 0,731 530,0 1,131 19,5 1,862 1,803 549,5 9 K3C3(85%) 0,266 475,0 1,110 15,5 1,376 1,376 490,5

Sumber limbah padat terbesar dihasilkan pada tahap pengupasan buah kopi berupa pulp buah kopi yang dapat mencapai 50-60% dari total produksi. Limbah padat ini juga berpotensi menjadi sumber pencemaran lingkungan, sehingga

memerlukan penanganan khusus. Potensi limbah cair terbesar terutama dihasilkan dari proses pencucian biji kopi setelah fermentasi. Melalui pengurangan air input pada proses pengolahan kopi diharapkan dapat mengurangi beban pencemaran dari agroindustri kopi. Beberapa perbandingan penggunaan air untuk proses pengolahan kopi di berbagai negara disajikan pada Tabel 16.

Buah merah terpilih (1 ton)

Pengupasan buah

Air 0,23 – 1,48 m3/ton Limbah cair (0,04 – 1,14) m3/ton Pulp (0,33 – 0,57 ton)

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81) ton Fermentasi

kering

Pencucian Biji kopi HS basah

Air 1,09 – 2,56 m3/ton Limbah cair + lendir (1,34 – 2,57) m

3/ton Pulp (0,01 – 0,03) ton

Pengeringan

Biji kopi HS basah (0,47 – 0,51) ton

Pengupasan kering kulit

kopi HS Kulit tanduk & kulit ari (0,03 – 0,05) ton Biji kopi HS (0,21 – 0,24) ton

Biji kopi beras (0,18 – 0,19) ton

Uap air (0,25 – 0,31) ton Kadar air 50 – 60% Kadar air 59 – 70%

Kadar air 65 – 72%

Kadar air 64 – 72%

Kadar air 12 – 12,5%

Gambar 45 Neraca massa proses pengolahan kopi perlakuan minimisasi air

0 100 200 300 400 500 600 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 58 66 67 72 72 73 77 79 85 P u lp (k g ) V o lu me a ir (m 3/t o n ) Persentase minimisasi

Pengupasan Pencucian Pulp Kupas Pulp Cuci

Tabel 16 Perbandingan penggunaan air pengolahan kopi di berbagai negara

Pengolahan Kopi Negara Penggunaan air

(m3/ton buah)

Sumber

Semi basah, olah basah India 3 Murthy et al.,(2004)

Olah basah, reuse air proses Kenya 4 – 6 Von Enden &

Calvert, (2002) Olah basah dan pengolahan

lingkungan (Becolsub)

Colombia 1 – 6 Von Enden &

Calvert, (2002) Olah basah, reuse dan

recycling air

Papua New Guinea

4 – 8 Von Enden &

Calvert, (2002)

Semi basah dan olah basah Vietnam 4 – 15 Von Enden &

Calvert, (2002)

Olah basah tradisional Vietnam 20 Von Enden &

Calvert (2002)

Olah basah tradisional Vietnam 14 -17 Deepa et al. (2000)

Semi basah, pengupasan mekanis (demucilager)

Brazil 4 De Matos et al

(2001) Semi basah, pengupasan

mekanis (demucilager)

Mexico 3 - 4 Mendoza & Rivera

(1998)

Olah basah tradisional Nicaragua 16 Biomat (1992)

Olah basah, reuse air Nicaragua 11 Grendelman (2006)

Olah basah tradisional Indonesia 16 - 18 Yahmadi (1972)

Limbah padat (pulp) yang dihasilkan dari perlakuan minimisasi air pada proses pengupasan menunjukkan tren sama dengan volume air proses (Gambar 46). Semakin sedikit air yang digunakan, semakin sedikit pulp yang keluar ke penampungan. Pulp tidak terkupas sempurna dan terbawa ke penampungan biji kopi. Sebaliknya perlakuan minimisasi air proses pencucian tidak mempengaruhi volume limbah padat, karena pulp yang dihasilkan adalah sisa proses pengupasan yang terbawa oleh air dan lendir. Hasil ini mendukung analisis varian dan uji lanjut Duncan pada masing-masing proses.

Berdasarkan hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan volume air minimum yang dapat diterapkan pada proses pengolahan kopi adalah perlakuan K2 untuk proses pengupasan dan C2 untuk proses pencucian. Kombinasi perlakuan K2C2