• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mobilization, adalah upaya untuk mengamankan dukungan dari para aktor, sehingga menstabilkan jaringan dan melembagakan ide yang mendasarinya

PERAN AKTOR DALAM MEMPERLUAS AKSES INTERNET UNTUK MENDUKUNG E-SERVICES

4) Mobilization, adalah upaya untuk mengamankan dukungan dari para aktor, sehingga menstabilkan jaringan dan melembagakan ide yang mendasarinya

Upaya mobilization ini didasarkan pada pertimbangan keuntungan dan kerugian dari berbagai pertimbangan aktor, sehingga program dapat berlanjut.

Pertimbangan yang lebih luas mengenai konteks politik, ekonomi, dan sosial dan posisi berbagai aktor dalam sebuah aspek harus dipahami beserta

39

Mbarika,V.,P.F.Musa,T.A.Byrd,andP.McMullen.2002.Teledensitygrowth constraints and strategies for Africa’s LDCs: “Viagra” prescriptions or sustainable development strategies? Journal of Global Information Technology Management 5: 25–42.

alasan-alasan di balik interpretasi mereka (Carter et al 1999;. Howcroft et al 2004;. Johns 2006). Dalam konteks politik, yang dikawatirkan dapat menghambat program penyebarluasan jaringan internet ego politik yang berimbas pada perubahan agenda kepentingan politik, serta tingkat kedekatan political relationship. Maka dari itu, kesepakatan – kesepakata yang terlegitimasi melalui dokumen resmi menjadi senjata untuk menjaga sikap dan dukungan DPRD terhadap kebijakan.

Dalam ranah ekonomi, perhitungan untung dan rugi dari penyelenggara jasa jaringan dan jasa layanan telekomunikasi akan mendominasi. Komitmen yang disertai dengan insentif, serta konsep sponsorship akan memperhatikan perhitungan untung rugi perusahaan. Maka dari itu, secara berkala perlu adanya renegosiasi ulang antara pemerintah daerah dengan private sector ini dalam rangka mengembangkan jaringan internet.

Sedangkan pada aspek sosial, akan terlihat dua kategori masyarakat. Khusus untuk masyarakat sebagai pengguna layanan dibedakan dalam dua kategori yaitu Sosio Economy Disadvantages (SED) dan Sosio Economy

Advantages (SEA).40 Kelompok SED yang semula kesulitan mendapatkan layanan internet, justru akan menjadi stakeholder pendukung yang kuat setelah memperoleh kemudahan akses, misalkan dengan adanya internet gratis. Sedang, kelompok SEA yang semula sangat senang dengan adanya jaringan internet yang luas, justru akan berubah menjadi stakeholder opponent, karena menuntut adanya perbaikan – perbaikan layanan yang lebih baik. Ibarat sudah mengenal internet, maka penggunaannya pun tidak akan terbatas pada browsing dan chating, tetapi juga aplikasi – aplikasi lain yang lebih kompleks, sehingga tuntutan perbaikan sistem sangat penting. Dalam upaya ini, pertimbangan teknis operasional menjadi hal yang sangat penting. Untuk mempertahankan mobilisasi masyarakat agar tetap menjadi pendukung setia kebijakan, maka langkah yang perlu dilakukan adalah mengembangkan inovasi kebijakan secara berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan masyarakat. Skema inovasi yang bisa dikembangkan adalah melalui pemberian hibah kepada kelompok masyarakat, koperasi atau Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang berbentuk badan hukum. Hibah ini diberikan untuk mengembangkan warung internet desa, sehingga bisa dikembangkan secara mandiri oleh masyarakat di desa.

E-government adalah prioritas tuntutan global (Druke : 2005)41 Konsekuensi dari intervensi TIK pemerintah tergantung pada konteks yang lebih luas dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi di mana teknologi tersebut diterapkan (Castells 2004, Sy 1999 dalam Hsieh:2015). Beberapa studi telah meneliti interaksi antara berbagai pemangku kepentingan, bagaimana interaksi ini berkembang, dan bagaimana konteks sosial, ekonomi, dan faktor politik mempengaruhi perkembangan dan hasil inisiatif ini. Oleh

40

Ibid 18

41

Druke, Helmut. 2005. Local Electronic Government A Comparative Study. Routledge Research in Information Technology and Society. London

P r o s i d i n g S e m N a s 2 0 1 5 | 165

sebab itu, berbagai upaya tersebut menjadi dasar mobilisasi aspek dalam rangka mempertahankan kebijakan dalam rangka membuka akses internet yang lebih luas untuk masyarakat.

C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam percaturan ASEAN Economic Community, maka daya saing bangsa harus ditingkatkan. Salah satu pilar pembentuk daya saing adalah inovasi dan kesiapan teknologi. E-government merupakan bentuk inovasi pemerintah di bidang pelayanan berbasis internet. Namun demikian penggunaan internet di Jawa Tengah masih minim dan kurang optimal. Penggunaan internet merupakan salah satu indikator kesiapan teknologi yang mendukung daya saing. Indikasi penyebabnya adalah kurang meratanya jaringan internet di Jawa Tengah.

Melalui Actor Network Theory (ANT) dengan penerapan 4 (empat) langkah translation (Hsieh:2015) yang terdiri dari empat tahap utama: problematisasi, interessement, Enrollment, dan mobilisasi, maka dapat ditentukan actor dan peran masing – masing.

Pada langkah problematization, ditentukan identifikasi aktor kunci, aktor yang terlibat, serta problem permasalahan. Berdasarkan 5 (lima) indikator power (Onde ; 2008), maka main actor yang juga disebut sebagai defensive actor adalah pemerintah daerah. Sedangkan dengan kajian literatur dan interview didapat 4 (empat) actor pendukung lainnya yaitu DPRD/legislatif, penyelenggara jasa jaringan telekomunikasi, penyelenggara jasa layanan telekomunikasi, dan masyarakat/pengguna. Mengadopsi pola perumusan masalah (Dunn;2008) terdapat 4 (empat) uraian permasalahan, yaitu situasi masalah berupa keterbatasan akses internet, meta masalahnya adalah biaya internet mahal, masalah substantif adalah karena kurangnya infrastruktur telekomonuikasi dan formal masalah adalah kurangnya dukungan seluruh aktor terhadap pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Mengadopsi dari istilah konsep problem frame stakeholder map (Nutt & Backoff, 1992 dalam Bryson:2004)42, maka dapat ditentukan level power masing – masing actor pendukung. Selain main aktor pemerintah daerah, maka stakeholder dengan level power tertinggi adalah provider, disusul penyelenggara jasa layanan, DPRD/legislatif serta masyarakat.

Pada tahap interessessment langkah utama yang dilakukan adalah meyakinkan para actor agar tetap komitmen mendukung langkah – langkah dalam memperluas akses internet, dalam rangka mengoptimalkan e-services di Jawa Tengah. Dalam interessement dibina kerjasama political partnership, private partnership dan citizen relationship. Pola kerjasama dengan mengedepankan intensif untuk masing – maing huubungan. Pada private partnership intensif yang diterapkan berupa kemudahan perijinan dan rekomendasi, sedangkan pada citizen relationship, intensif yang bisa diterapkan berupa berupa perlindungan hukum terhadap ketentuan – ketentuan terkait pembangunan infrastruktur telekomunikasi

42

Bryson, John M. 2004. What to Do When Stakeholder Matter-Stakeholder Identification and Analysis Techniques. Public Management Review ISSN 1471-9037 prinViSSN 1471-9045 online Vol. 6 Issue 1 2004 21-53 @ 2004 Routledge Taylor & Francis Ltd

oleh pelaku usaha komunikasi, seperti mengatur hak yang diperoleh warga dalam pembangunan tower BTS atau warnet.

Langkah Enrollment, adalah upaya yang dilakukan pemerintah agar masyarakat tertarik untuk mengakses internet dengan upaya win – win solution. Salah satunya melalui konsep kerjasama sponsorship dengan provider atau jasa layanan internet. Pemprov dapat membuka media centre gratis di setiap kantor dan perwakilan yang ada di daerah, dimana provider menanggung biaya akses internet dan mendapatkan imbalan berupa ruang promosi dalam media centre tersebut. Aplikasi sponsorship juga bisa melalui mobile layanan internet keliling, dimana provider atau jasa pelayanan internet memiliki hak promosi branding mobil yang dipergunakan. Win – win solution yang lain yang potensial adalah skema berbasis regulasi, dimana pemerintah daerah mengatur setiap kali pendirian tower transifer atau warnet, maka provider atau pengelola jasa layanan harus memberikan layanan gratis kepada masyarakat sekitarnya sebagaimana dalam program CSR.

Pada langkah Mobilization, diperlukan upaya untuk mengamankan dukungan dari para aktor, sehingga menstabilkan jaringan dalam rangka mendukung kebijakan. Upaya mobilization ini didasarkan pada pertimbangan keuntungan dan kerugian dalam konteks politik, ekonomi, dan sosial. Konteks politik dikawatirkan membawa ego politik dan perubahan agenda politik yang bisa menghambat program penyebarluasan jaringan internet, sehingga perlu adanya kesepakatan yang terlegitimasi melalui dokumen resmi sebagai jaminan dukungan DPRD. Ranah ekonomi menitikberatkan perhitungan untung dan rugi dari penyelenggara jasa jaringan dan jasa layanan telekomunikasi akan mendominasi, maka secara berkala perlu adanya renegosiasi ulang antara pemerintah daerah dengan private sector. Sedangkan aspek sosial, pertimbangan teknis operasional menjadi hal yang sangat penting maka langkah yang perlu dilakukan adalah mengembangkan inovasi kebijakan secara berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan masyarakat. Skema inovasi yang bisa dikembangkan adalah melalui pemberian hibah kepada kelompok masyarakat atau BKM untuk mendirikan warnet yang dikelola secara mandiri.

Berdasarkan kesimpulan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam rangka menyebarluaskan akses internet agar lebih merata sehingga berimbas pada peningkatan partisipasi penggunaan internet maupun dukungan suksesnya e-services, direkomendasikan untuk melakukan langkah :

1) Menjalin kesepakatan dengan provider untuk membuka jaringan internet baru di Jawa Tengah sehingga mampu menurunkan biaya akses internet, menjalin kerjasama sponshorship dalam membangun media centre dan mobil internet keliling untuk memberikan akses internet gratis, memberikan rekomendasi kepada provider untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah baru;

2) Menjalin kesepakatan dengan penyelenggara jasa internet untuk mendukung penyebarluasan akses internet kepada masyarakat, kerjasama untuk mendampingi masyarakat dalam sosialisasi program – program

e-P r o s i d i n g S e m N a s 2 0 1 5 | 167

services dan membangun warung internet desa, memberikan rekomendasi untuk pembangunan infrastruktur di daerah baru;

3) Bersama DPRD/legislatif merumuskan kebijakan/rekomendasi tentang kemudahan perijinan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, pengalokasian anggaran untuk menyebarluaskan jaringan internet seperti untuk menyediakan hardware media centre di kantor pemerintah dan internet keliling;

4) Mengupayakan perlindungan hukum, mengatur hak masyarakat yang diperoleh dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi (tower BTS atau warnet), mendorong provider atau pengelola jasa layanan bisa memberikan layanan internet gratis kepada masyarakat di sekitar infrastruktur yang dibangun, serta mengembangkan inovasi kebijakan secara berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, antara lain pengembangan hibah untuk pendirian warung internet desa.***

REFERENSI

Bwalya,Kelvin Joseph & Tanya Du Plessis and Chris Rensleigh. 2014. E-government implementation in Zambia – prospects, by :Kelvin Joseph Bwalya, Tanya Du Plessis and Chris Rensleigh published Transforming Government: People, Process and Policy Vol. 8 No. 1, 2014 pp. 101-130 q Emerald Group Publishing Limited 1750-6166 DOI 10.1108/TG-01-2013-0002

Bert Mulder & Martijn Hartog;2012. Determine the Workload of the Structural Implementation of E-Democracy: Local Government Policy Issues, Policy Cycle and Styles of Citizenship Combined karya Bert Mulder & Martijn Hartog, eSociety Institute of The Hague University of Applied Sciences, The Netherlands yang dimuat pada International Journal of Information Communication Technologies and Human Development, 4(1), 52-61, January-March 2012.

Bryson, J. 1995. Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizational Revised Edition. San Fransisco CA; Jossey Bass.

Bryson, Prof.John M. 2004. What to Do When Stakeholders Matter A Guide to Stakeholder Identification and Analysis Technique. A paper presented at National Public Management Research Conference 9-11 Oktober 2003. Georgetown University Public Policy Institude. Washington DC, publish in Public Management Review, 2004

Callon, M. 1986. Some elements of a sociology of translation: Domestication of the scallops and fishermen of St. Brieuc Bay. In Power, action and belief: A new sociology of knowledge, ed. J. Law,196–233. London, UK: Routledge & Kegan Paul

Chowdhury, Gobinda. 2012. Sustainability of digital information services. Journal of

Documentation Vol. 69 No. 5, 2013 pp. 602-622 @ Emerald Group Publishing Limited 0022-0418 DOI 10.1108/JD-08-2012-0104

Coombs, W. Timothy. 1998. The Internet as a Potential Equalizer. New Leverage for Confronting Social Irresponsibility;. Public Relation Review. Vol 24

Druke, Helmut. 2005. Local Electronic Government A comparative study. Routledge Research in Information Technology and Society. London

Dunn, William N. 2008. Terjemahan. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Fieldman, M.P. 1999. The New Economics of Innovation, Spilovers and Agglomeration: A Review of Empirical Studies. Economic of Innovation and New Technology, Vol 8 No. 1-2 pp 5-25.

Freeman, R.E.1984. Starategic Management A Stakeholder Approach. Boston ; Priman.

Hsieh, J.J Po-An, Mark Keil, Jonny Holmstrom, Lynette Kvasny. 2015. The Bumpy Road to Universal Access: an Actor-Network Analysis of a U.S. Municipal Boradband Internet Initiative. The Information Society, 28: 264–283, 2012 Copyright c ? Taylor & Francis Group, LLC ISSN: 0197-2243 print / 1087-6537 online DOI: 10.1080/01972243.2012.689271

Ifukor, Mari Omogor. 2013. Channels of Information Acquistion and Dissemination Among Rural Dwellers. International Journal of Library and Information Science Vol 5(10) pp 306-312. ISSN 1996-0816 @2013 academic journals

Khalil, T.M. 1999. Management of Technology : The Key to Competitiveness and Wealth Creation, New York: McGraw-Hill Science/Engineering/Math.

Mbarika,V.,P.F.Musa,T.A.Byrd,andP.McMullen.2002.Teledensitygrowth constraints and strategies for Africa’s LDCs: “Viagra” prescriptions or sustainable development strategies? Journal of Global Information Technology Management 5: 25–42.

McQuail, Deni. 200. Mass Communication Theory (Edisi Keempat) . London:SAGE Publication Ondee, P & S. Pannarunothai. 2008. Stakeholder Analysis: Who Are The Key Actors in

Establishing and Developing Thai Independent Consumer Organization?. International Journal of Human and Social Sciences 3:4.2008ppg 265-275

Sy, J. H. 1999. Global communications for a more equitable world. In Global public goods: International cooperation in the 21th century, ed. I. Kaul, I. Grunberg, and M. A. Stern, 326–43. Oxford, UK: Oxford University Press

Warschauer, M. 2004. Technology and social inclusion: Rethinking the digital divide. Cambridge, MA: MIT Press.

Zembylas, Michalinos And Charalambos Vrasidas. 2005. Globalization, information and

communication technologies, and the prospect of a ‘global village’:promises of inclusion or electronic colonization?. Journal of Curriculum Studies 2005, VOL. 37, NO. 1, 65–83 ISSN 0022–0272 print/ISSN 1366–5839 online © 2005 Taylor & Francis Ltd.

Zericka, M. Dhenda. 2013. Penerapan Electronic Service Dalam Pengembangan Informasi Di Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 345- 361 ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.fisip-unmul.org

______________.2015. Profil Pengguna Internet Indonesia. 2014. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia , Maret 2015

_____________.2014. Jawa Tengah Dalam Angka 2014. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ; Semarang.

https://dailysocial.net/post/telkomsel-hadirkan-layanan-big-data

http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3298/Sekilas+Palapa+Ring/ 0/palapa_ring#.VhqpB_ntmko

http://m.solopos.com/2012/12/11/telkom-genjot-penggunaan-internet-di-jateng-356649

http://www.suaramerdeka.com/harian/0801/07/eko08.htm “Pro-Kontra Keberadaan BTS Seluler” yang dimuat pada pada 7 Januari 2008www.antarajateng.com

www.kemenkeu.go.id/berita/indeks-daya-saing-global-indonesia-duduki-peringkat-37-dari140-negara

www.setkab.go.id www.weforum.org.

INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT