BAB VI KEPERCAYAAN, JARINGAN, DAN KERJASAMA YANG
6.1 Modal Sosial
6.1.1 Tingkat Kepercayaan
Tingkat kepercayaan mencakup hubungan timbal-balik antara pemberi program (perusahaan) dengan masyarakat yang memiliki keyakinan satu sama lain untuk bertindak bersama. Responden diberikan 10 pertanyaan dan 5 pilihan jawaban yang menyangkut kepercayaan terhadap perusahaan. Setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat kepercayaan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawaban responden berdasarkan tingkatan akan disajikan pada Tabel 6.1 sebagai berikut: Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan Program
AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010
Selang Kepercayaan Jumlah Persentase
Rendah Sedang Tinggi 0 3 77 0 3,8 96,3 Total 80 100
Masyarakat merasa aman dan terjamin masadepannya dengan mengikuti program AHPB, karena membuka lapangan pekerjaan baru dan kesempatan untuk mengembangkan usaha. Responden yang awalnya tidak memiliki pekerjaan jadi memiliki pekerjaan sebagai petani, peternak ataupun sebagai pembudidaya ikan, sedangkan responden yang awalnya memiliki usaha tersebut mendapatkan tambahan bantuan modal untuk pengembangan usaha. Seperti yang diungkapkan oleh AF (peserta program AHPB bidang pertanian) sebagai berikut:
“Bapak merasa senang dengan adanya program AHPB karena memberikan lapangan pekerjaan baru bagi bapak. Bapak sangat berterimakasih kepada perusahaan yang telah menerima bapak untuk bergabung dalam program AHPB.”
Pernyataan AF sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh SB (Peserta program AHPB bidang pertanian) yang merasa diuntungkan dengan adanya program AHPB. Jika mengalami kendala-kendala dalam kegiatan bertani, beternak atau pun budidaya ikan maka masyaakat mempercayai perusahaan (tenaga pendamping lapang yang ditunjuk perusahaan) untuk membantu menyelesaikan masalah. Mereka lebih mempercayai perusahaan dibandingkan anggota kelompok karena mereka berfikir anggota kelompok yang lain sibuk dengan kegiatan masing-masing dan terkesan tidak peduli. Seperti apa yang diungkapkan oleh AF sebagai berikut:
“Jika ada masalah dalam usaha pertanian, perikanan, atau peternakan maka masyarakat tidak sungkan untuk meminta tolong kepada perusahan bahkan pihak perusahaan yang pertama kali dimintai tolong dengan menyampaikannya langsung kepada Comdev atau pun melaui tenaga pendamping di lapang.”
6.1.2 Jaringan
Modal sosial jaringan mencakup pola-pola hubungan yang memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan. Responden akan diberikan 10 pertanyaan dan 5 pilihan jawaban yang menyangkut kekuatan jaringan dari AHPB dimana setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat kekuatan jaringan yang dimiliki responden diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawabab responden berdasarkan selang akan disajikan pada Tabel 6.2 sebagai berikut:
Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat jaringan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010
Tingkat Jarringan Jumlah Persentase
Lemah Sedang Kuat 0 6 74 0 7,5 92,5 Total 80 100
Tabel 6.2 memperlihatkan bahwa jaringan yang ada dalam program AHPB kuat (92,5%) yaitu sebanyak 74 orang yang menyatakan demikian. Jaringan yang kuat yaitu diperlihatkan dengan keikutsertaan responden dalam keanggotaan
Koperasi Agro Banua dan lembaga keuangan BMT (Baitul Maal wat Tamwil) Agro Banua. Hampir semua peserta menjadi anggota dari kedua lembaga tersebut. Adanya koperasi dan lembaga keuangan menunjukkan bahwa dalam program AHPB terdapat simpul-simpul jejaring untuk distribusi, sehingga sebagian besar masyarakat menganggap bahwa jaringan yang ada di AHPB kuat.
Koperasi Agro Banua menyediakan keperluan bagi peserta program yang meliputi bibit (pertanian, peternakan, dan perikanan), pupuk serta pakan. BMT Agro Banua menyediakan modal pinjaman untuk pengembangan usaha dengan sistem syariah yaitu bagi hasil. Untuk pemasaran pertanian seperti jagung, peserta program telah mendapatkan kepastian dari perusahaan pakan ternak CornVet yang akan membeli jagung dari petani. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh SY peserta AHPB yang bekerja sebagai petani jagung, sebagai berikut:
“Kami tidak merasa kesulitan untuk permodalan karena perusahaan melalui BMT telah memberikan pinjaman dan bantuan modal dengan pembayaran yang tidak memberatkan. Kami juga tidak mengalami kendala dalam pemasaran jagung karena telah difasilitasi oleh PT Arutmin untuk mrnjual hasil panen jagung kepada perusahaan CornVet.”
Selain itu pada masing-masing bidang usaha AHPB terdapat koperasi, yaitu Koperasi Pertanian Agro Banua Manunggal untuk mewadahi para petani, Koperasi Perikanan Bangun Baimbai untuk mewadahi pembudidaya ikan dan Koperasi Peternak Bina Banua untuk mewadahi para peternak. Peserta AHPB yang akan meminjam dari BMT harus terlebih dahulu menjadi anggota tetap BMT. Setelah menjadi anggota tetap, maka peserta program dapat meminjam, besarnya pinjaman bervariasi tergantung dari kebutuhan resonden. Pinjamaan yang diberikan tidak dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk kebutuhan usaha seperti bibit, pakan, dan pupuk yag di beli dari Koperasi Agro Banua. Tidak diberikanya pinjaman dalam bentuk uang tunai untuk mengantisipasi penyalahgunaan pinjaman oleh peserta program.
6.1.3 Kerjasama
Modal sosial kerjasama mencakup keinginan untuk akomodatif, menerima tugas dan penugasan, untuk kepentingan bersama atas dasar keyakinan bahwa kerjasama yang dilakukan akan menguntungkan. Responden akan diberikan sepuluh pertanyaan dan lima pilihan jawaban yang menyangkut kerjasama antara responden dan perusahaan, dimana setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat kerjasama yang dimiliki responden diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawabab responden berdasarkan selang akan disajikan pada Tabel 6.3 sebagai berikut:
Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kerjasama Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010
Selang Kerjasama Jumlah Persentase
Rendah Sedang Tinggi 0 7 73 0 8,75 91,25 Total 80 100
Tabel 6.3 memperlihatkan bahwa kerjasama responden dan perusahaan rata-rata tinggi (91,25%) yaitu sebanyak 73 orang. Perusahaan dan masyarakat memiliki kepentingan masing-masing dalam kerjasama ini.
Perusahaan yang tidak ingin aktivitas pertambangan terhenti akibat gangguan aksi demonstrasi dan sabotase membuat sebuah program aksi pengembangan masyarakat yang diperuntukkan bagi masyarakat. Hal tersebut dilakukan agar mining operation pertambangan berjalan lancar tanpa gangguan dan hambatan dari masyarakat. Masyarakat juga memiliki keiginginkan agar kesejahteraan mereka meningkat dengan bantuan program dari perusahaan. Atas dasartersebutlah maka masyarakat dan perusahaan bekerjasama, perusahaan memberikan bantuan berupa program pengembangan masyarakat pemberdayaan ekonomi melalui program AHPB dan masyarakat tidak melakukan aksi unjuk rasa dan menduduki area pertambangan.