TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG
PETANI BANUA” DARI PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL
(Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan)Oleh:
Arif Rahman Apandi I34060310
Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Titik Sumarti, MS
DEPARTEMEN SAISN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
This research is procused on social capital and level of community participation in “Aku Himung Petani Banua” program. This research use kuantitatif approuch with survay method. Respondent is people who lives around mining area and partisipate in the program, totaly respondent is 80n persons. Respondent is chosen with simple random sampling. This research focused on relation between social economic characteristic with social capital and level of partisipation in AHPB program. Based on research result, from seven sosial economic characteristic in comunity (gender, age, level education, job, level income, etnict, and earlier job) only level of incomewho has a relation with level of participation, but there is no one of social economic characteristic has a relation with social capital.
RINGKASAN
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG PETANI BANUA” DARI PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI)
Pertambangan adalah kegiatan yang bukan semata-mata melakukan penggalian bahan mineral/batubara saja, tetapi juga merupakan kegiatan pengembangan masyarakat/wilayah berbasis pada sumberdaya alam. Untuk itu ketiga unsur pelaku pertambangan yaitu masyarakat, perusahaan, dan pemerintah harus mengelola sumberdaya alam secara terintegrasi dan harmonis melalui Corporate Social Responsbility (CSR) agar tercapai makna sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia (Pasal 33 UUD 1945).
Salah satu bentuk aktualisasi CSR adalah pengembangan masyarakat atau Comunity Development (CD). Program CSR seharusnya tidak hanya bersifat charity, melainkan harus diikuti strategi pemberdayaan guna mengangkat fungsi sosial masyarakat dengan harapan masyarakat menjadi mandiri. Kaitan dengan CD, program CSR yang dijalankan harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat pada proses kegiatan. Oleh karena itu, pendekatan pengembangan komunitas selalu mengoptimalkan partisipasi dengan tujuan warga ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Arutmin, 2) Menganalisis modal sosial yang terbangun antara masyarakat dan PT Arutmin dan hubungannya dengan tingkat partisipasi, dan 3) Menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat dan hubunganya dengan tingkat partisipasi dalam program pengembangan masyarakat PT Arutmin.
Penelitian ini dilaksanakan di desa sekitar tambang PT Arutmin Satui Mine Kalimantan Selatan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan program, sehingga responden dalam penelitian ini adalah peserta program Aku Himung Petani Banua (AHPB). Program AHPB adalah program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Arutmin dengan sasaran program adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi tambang PT Arutmin Satui
Mine yang secara langsung maupun tidak langsung merasakan dampak akibat beroperasinya perusahaan. Program AHPB menekankan pada pemberdayaan ekonomi yang dimulai sejak tahun 2007 dengan tiga bidang utama, yaitu bidang perikanan, peternakan, dan pertanian. Jumlah peserta program adalah 74 orang bidang pertanian, 22 orang bidang peternakan, dan 34 orang bidang perikanan. Dalam penelitian ini, resonden terdiri dari 80 orang dengan komposisi 40 orang responden yang tergabung dalam program AHPB bidang pertanian, 20 orang responden tergabung dalam program AHPB peternakan, dan 20 orang responden tergabung dalam program AHPB budidaya perikanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peserta program AHPB tinggi baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap evaluasi kegiatan. Modal sosial responden juga tinggi, yaitu tingkat kepercayaan, jaringan, dan tingkat kerjasama. Modal sosial yang diukur adalah modal sosial vertikal yaitu antara penerima program AHPB dengan pihak perusahaan selaku penyelenggara program. Dengan menggunakan uji koralasi diperoleh bahwa etnis (suku) asal responden berasal berhubungan dengan tingkat partisipasi mereka dalam program AHPB. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, asal mula pekerjaan, dan lokasi tempat tinggal tidak berhubugan dengan partisipasi seseorang dalam program AHPB. Karakteristik sosial ekonomi individu yang diteliti, hanya jenis kelamin yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan dan tingkat kerjasama. Hasil analisis hubungan antara modal sosial ertikal masyarakat terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program memberikan hasil bahwa modal sosial vertikal masyarakat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program.
Program Aku Himung Petani banua memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar tambang berupa lapangan pekerjaan baru dan peningkatan pendapatan. Keberlanjutan program diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat pasca tutup tambang yang dilakukan dengan pola pendampingan yang intensif/pemantauan dan menciptakan kader.
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG PETANI BANUA” DARI
PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL
(Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan)
Oleh :
ARIF RAHMAN APANDI I34060310
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAISN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Arif Rahman Apandi
No. Pokok : I34060310
Judul : Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Ekonomi “Aku Himung Petani Banua” dari Perspektif Kapital Sosial (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti, MS NIP. 19610927 198601 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003 Tanggal Lulus Ujian : _______________
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG PETANI BANUA DARI PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juni 2010
Arif Rahman Apandi NRP: I34060310
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari pasangan bapak Abdullah (almarhum) dan ibu Henni. Penulis dilahirkan di Kota Jember, Jawa Timur pada tanggal 4 Desember 1988. Sejak usia 10 tahun penulis diangkat anak oleh pasangan bapak Ir. Suparman Rais MSc dan ibu Sri Nirwana.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di beberapa kota, kelas 1-2 penulis bersekolah di Sekolah Dasar Negeri 1 Jember, Jawa Timur. Kemudian penulis pindah ke Jakarta dan melanjutkan di SD Negeri 01 Pagi Jakarta Selatan, di sekolah tersebut penulis hanya bersekolah dari kelas 3-4, kemudian pindah ke Cianjur dan melanjutkan di SD Negeri 1 Warung Kondang. Di sekolah tersebut penulis sampai kelas 5. Selanjutnya penulis pindah ke Bogor dan bersekolah di SD Negeri 1 Darmaga dan lulus pada tahun 2000.
Tahun 2000 – 2003 penulis menuntut ilmu di SLTP Negeri 4 Kota Bogor, kemudian melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu ke SMA Negeri 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2006. Selama SMA penulis mendapatkan penghargaan sebagai siswa berprestasi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Kemudian diterima di Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia dengan Minor Kewirausahaan Agribisnis.
Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga pernah mengikuti beberapa organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi Asisten Mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada semester genap. Pada tahun 2008, penulis menjabat sebagai Co Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Kewirausahaan, BEM FEMA IPB, dan pada tahun 2009 penulis merupakan Co Divisi Pengembangan Budaya Olahraga dan Seni BEM FEMA IPB. Dua tahun berturut-turut penulis menjadi panitia penyelenggara sekaligus panitia pengarah pada kegiatan Indonesian Ekologi Expo yaitu tahun 2008 dan 2009.
KATA PENGANTAR
S
egala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Ekonomi”Aku Himung Petani Banua” dari Perpektif Kapital Sosial. (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan).”Terimakasih yang setulus-tulusnya penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu pembuatan skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. Titik Sumarti MS, sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan, meluangkan waktu, dan berbagi ilmu sehingga penulis dapat lebih memahami topik bahasan dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak PT Arutmin Indonesia Satui Mine yaitu Ibu Diana, Bapak Salim Basir, Bapak Iwan, Bapak Fauzi, Bapak Jali, Bapak Sugi, Teman-teman Demplot Pabilahan, Teman-teman BMT dan Kios Agro Banua, Bapak Joko selaku tim pendamping AHPB dari Unlam atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Skripsi ini bertujuan mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB dari perpektif capital social dan sejauh mana hubungan capital social dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat meberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2010
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut telah membantu penulis dengan menyumbangkan pemikiran, memberikan masukan, dan mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya yang berlimpah, atas segala kemudahan, kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan menyelesaikan kuliah S1.
2. Kedua orang tuaku tercinta papah (almarhum) dan mama, yang telah memberikan segenap kasih sayangnya, motivasi, dukungan moril dan materil. Untuk mama terima kasih atas untaian doa yang tidak pernah putus.
3. Kedua orang tua angkat ku bapak Ir. Suparman Rais MSc dan ibu Sri Nirwana yang telah menjadi figur seorang ibu dan ayah. Terimakasih atas dukungan doa, moril, dan materil yang telah diberikan kepada penulis.
4. Dr. Ir. Titik Sumarti MS, sebagai dosen pembimbing, atas segala bimbingan, motivasi, saran, dan pemikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS sebagai dosen penguji utama atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna.
6. Martua Sihaloho, SP, M.Si sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains KPM atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna. 7. Segenap kelurga PT Arutmin Indonesia Satui Mine, ibu Diana, bapak salim
Basir, bapak Iwan Mukti, bapak Fauzi, bapak Jali, bapak Sugi. Teman-teman Demplot Pabilahan Hendri, Azhari, Febri, Anto, mas Dian dan Tim Dosen pendamping dari Unlam Pak Joko. Temen-temen dari BMT dan koperasi Agro Banua, mas Ivan dan mas Jarot.
8. Sahabat-sahabat terbaik, Ayu, Nadra, Amel, Utut, Rany, dan Andy. Terimakasih atas kebersamaan, doa, dukungan moril dan kisah-kisah unik selama persahabatan yang Insya Allah akan selalu diingat sampai nanti.
9. Teman-teman KPM 43 dan kontrakan, Cecep, Fajar, Azis, Ogi, Untung, Adha, Giway, Rauf, Andris, Bayu atas dukungan moril yang telah diberikan kepada penulis.
10. Teman-teman BEM FEMA periode 2008 dan 2009, khusunya teman-teman di divisi PSDMK dan PBOS. Terimakasih atas kebersamaan, doa, dan dukungannya.
Bogor, Juni 2010 Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... I DAFTAR TABEL ... V DAFTAR GAMBAR ... VIII DAFTAR LAMPIRAN ... IX BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Kegunaan Penelitian ... 5
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL ... 6
2.1 Tinjauan Pustaka ... 6
2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) ... 6
2.1.1.1 Definisi CSR ... 6
2.1.1.2 Prinsip dan Ruang Lingkup CSR ... 6
2.1.2 Pengembangan masyarakat ... 10
2.1.2.1 Definisi dan Prinsip Pengembangan Masyarakat ... 10
2.1.2.2 Partisipasi dalam Pengembangan Masyarakat ... 13
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi... 13
2.1.3 Modal Sosial ... 14
2.1.3.1 Definisi dan Konsep Modal Sosial ... 14
2.1.3.2 Tipologi dan Dimensi Modal Sosial ... 17
2.2 Kerangka Pemikiran ... 18
2.3 Hipotesis Penelitian ... 21
2.4 Definisi Operasional ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.1 Metode Penelitian ... 27
3.2 Lokasi dan Waktu ... 27
3.3 Pemilihan Responden Penelitian ... 27
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 28
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ... 30
4.1 Profil Perusahaan ... 30
4.1.1 Tahapan CSR PT Arutmin ... 30
4.1.2 Ruang Lingkup Program CSR PT Arutmin ... 32
4.1.2.1 Program Unggulan Comdev Satui ... 32
4.1.3 Ciri Program CSR Berbasis Pengembangan Masyarakat ... 36
4.1.3.1 Sasaran Program Comdev ... 36
4.1.3.2 Community Development, Tenaga Pendamping dan Tim Teknis AHPB ... 37
4.1.3.3 Community Relasion dan Pengaman Tambang (Kopel) ... 38
4.1.3.2 Alokasi Dana Comdev Satui ... 39
4.2.1 Kelembagaan AHPB ... 41
4.2.3 Manfaat Program AHPB ... 43
4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sekitar Tambang ... 44
BAB V KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AHPB ... 46
5.1 Karakteristik Sosial dan Ekonomi Masyarakat ... 46
5.1.1 Jenis kelamin ... 46
5.1.2 Umur ... 47
5.1.3 Tingkat Pendidikan Formal yang Ditamatkan Responden ... 47
5.1.4 Jenis Pekerjaan ... 48
5.1.5 Tingkat Pendapatan Responden ... 50
5.1.6 Kelompok Etnis (Suku) ... 51
5.1.7Asal Mula Pekerjaan ... 51
5.1.8 Lokasi Tempat Tinggal Responden...……….………..53
5.2 Tingkat Partisipasi Responden dalam Program AHPB ... 53
5.2.1 Partisipasi Tahap Perencanaan ... 53
5.2.2 Partisipasi Tahap Pelaksanaan ... 55
5.2.3 Tahap Monitoring Program ... 56
5.3 Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi dalam Program AHPB ... 59
5.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi…………..59
5.3.2 Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Partisipasi ... 60
5.3.3 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi ... 61
5.3.4 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi ... 64
5.3.5 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi ... 65
5.3.6 Hubungan Antara Etnis (Suku) dengan Tingkat Partisipasi ... 67
5.3.7 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Partisipasi ... 68
BAB VI KEPERCAYAAN, JARINGAN, DAN KERJASAMA YANG TERBANGUN ANTARA MASYARAKAT DAN PT ARUTMIN INDONESIA DALAM PROGRAM AHPB ... 71
6.1 Modal Sosial ... 71
6.1.1 Tingkat Kepercayaan ... 71
6.1.2 Jaringan ... 72
6.1.3 Kerjasama ... 74
BAB VII HUBUNGAN ANTARA ETNIS DAN TEMPAT TINGGAL RESPONDEN DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DAN TINGKAT KERJASAMA YANG TERBANGUN ANTARA MASYARAKAT DAN PT ARUTMIN DALAM PROGRAM AHPB ... 75
7.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepercayaan ... 75
7.6 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kerjasama…..…………76
7.3 Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kepercayaan ... .77
7.4 Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kerjasama ... 77
7.5 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kepercayaan ... 78
7.6 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kejasama……….…...79
7.7 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepercayan...80
7.8 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kerjasama……….81
7.9 Hubungan Antara Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kepercayaan ... 82
7.10 Hubungan Antara Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kerjasama ... 83
7.11 Hubungan Antara Etnis dengan Tingkat Kepercayaan ... 83
7.12 Hubungan Antara Etnis dengan Tingkat Kerjasama ... 84
7.14 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kerjasama ... 86
7.15 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepercayaan ... 87
7.16 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kerjasama ... 87
BAB VIII HUBUNGAN ANTARA MODAL SOSIAL VERTIAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM AHPB ... 89
BAB IX PENUTUP ... 92 8.1 Kesimpulan ... 92 8.2 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN………..96
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sebaran Responden AHPB Menurut Bidang Usaha Tahun 2010 ... 28 Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dalam Program AHPB
di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 46 Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur, Program AHPB di Site Satui,
Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 47 Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pendidikan Formal Responden yang Ditamatkan,
Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 47 Tabel 5.4 Distribusi Data Pekerjaan Responden Program AHPB di Site Satui,
Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 48 Tabel 5.5 Distribusi Pendapatan Responden Program AHPB di Site Satui,
Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 50 Tabel 5.6 Distribusi Data Responden Menurut Kelompok Etnis (Suku) Program
AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 51 Tabel 5.7 Sebaran Responden Menurut Asal Pekerjaan Program AHPB di Site
Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 52 Tabel 5.8 Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal Dalam Program
AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 53 Tabel 5.9 Tingkat Partisipasi Responden Pada Tahap Perencanaan Program
AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 54 Tabel 5.10 Tingkat Pasrtisipasi Responden Pada Tahap Pelaksanaan Program
Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 55 Tabel 5.11 Tingkat Partisipasi Responden Pada Tahap Monitoring Program
Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 56 tabel 5.12 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB,
Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 59 Tabel 5.13 Hubungan Usia Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site
Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 61 Tabel 5.14 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Partisipasi Program
Tabel 5.15 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Partisipasi Program
AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 64 Tabel 5.16 Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Tingkat Partisipasi Program
AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 66 Tabel 5.17 Hubungan Etnis (Suku) Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB,
Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 67 Tabel 5.18 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal Dengan Tingkat Partisipasi
Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 69 Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan Program
AHPB Di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 71 Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan Program AHPB
Di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 72 Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kerjasama Program AHPB Di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 74 Tabel 7.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT
Arutmin, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 75 Tabel 7.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT
Arutmin, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 76 Tabel 7.3 Hubungan Usia Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin,
Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 77 Tabel 7.4 Hubungan Usia Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin,
Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ... 78 Tabel 7.5 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT
Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ... 79 Tabel 7.6 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap Pt
Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ... 80 Tabel 7.7 Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Tingkat Kepercayaan
Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan
Selatan, 2010 ... 81 Tabel 7.8 Hubungan Tingkat Pendapaatan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap
Tabel 7.9 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 82 Tabel 7.10 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT
Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ... 83 Tabel 7.7 Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Tingkat Kepercayaan
Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan
Selatan, 2010 ... 81 Tabel 7.8 Hubungan Tingkat Pendapaatan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap
PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 81 Tabel 7.9 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap
PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 82 Tabel 7.10 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT
Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ... 83 Tabel 7.11 Hubungan Etnis Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin,
Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ... 84 Tabel 7.12 Hubungan Etnis Dengan Tingkat Kerjasasma Terhadap PT Arutmin,
Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ... 85 Tabel 7.13 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal Dengan Tingkat Kepercayaan
Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan
Selatan, 2010 ... 85 Tabel 7.14 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal Dengan Tingkat Kerjasama
Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan
Selatan, 2010 ... 86 Tabel 7.15 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap
PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 87 Tabel 7.16 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap
PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 88 Tabel 8.1 Hubungan Antara Modal Sosial Dengan Tingkat Partisipasi, Program
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian enelitian ... 21
Gambar 4.1 Kelembagaan AHPB ... 42
Gambar 4.2 Sketsa Wilayah Kerja Community Development PT Arutmin Satui Mine (wilayah penerapan program AHPB)………...44
Gambar 5.1 Jenis Kelamin Responden ... 59
Gambar 5.2 Usia Responden ... 60
Gambar 5.3 Tingkat Pendidikan Responden ... 62
Gambar 7.4 Jenis Pekerjaan Responden ... 64
Gambar 7.5 Pendapatan Responden ... 65
Gambar 7.6 Etnis Responden ... 67
Gambar 7.7 Lokasi Tempat Tinggal Responden ... 68
Gambar 6.1 Modal Sosial Responden ... 89
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar-Gambar Kegiatan AHPB ... Lampiran 2. Peta Lokasi Pertambangan ... Lampiran 3. Struktur Organisasi Perusahaan ... Lampiran 4. Hasil Olah Data Statistik ... Lampiran 5. Kuesioner Penelitian ...
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambangan adalah kegiatan yang bukan semata-mata melakukan penggalian bahan mineral/batubara saja, tetapi juga merupakan kegiatan pengembangan masyarakat/wilayah berbasis pada sumberdaya alam. Untuk itu ketiga unsur pelaku pertambangan yaitu masyarakat, perusahaan, dan pemerintah harus mengelola sumberdaya alam secara terintegrasi dan harmonis melalui Corporate Social Responsbility (CSR) agar tercapai makna sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia (Pasal 33 UUD 1945)1.
Pertambangan merupakan usaha pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat sementara, sehingga program pemberdayaan masyarakat harus disusun dalam kerangka mewujudkan kemandirian masyarakat pasca tutup tambang. Untuk merubah pola pikir masyarakat setempat menuju kemandirian masyarakat pasca tutup tambang, maka perlu dimulai penguatan dan peningkatan kapasitas (baik SDM maupun kelembagan) masyarakat melalui beberapa tahap program pelatihan. Pada tahap awal, pelatihan diperlukan untuk menyamakan persepsi antara pelaksana dan peserta program, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan teknis dan manajemen sesuai dengan keseriusan peserta program. Selanjutnya, dalam pelaksanaannya, pola pendampingan intensif harus dilakukan secara terus menerus untuk memantau perkembangan masyarakat setempat.
Corporate Social Responsbility (CSR) telah menjadi isu penting pada tataran nasional dan internasional karena terkait dengan hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Konsep paradigma lama mengenai CSR cenderung mengabaikan masyarakat di sekitar tambang dan kalaupun ada perhatian dari perusahaan sifatnya hanya “charity”. Namun hal tersebut mulai bergeser dengan adanya paradigma baru yang menganggap bahwa masyarakat merupakan bagian
1
Soedjoko Tirtosoekotjo, 2007. Peran APBI-ICMA Dalam Mendorong Komitmen Anggotanya Melaksanakan CSR Dalam Konteks Perlindungan Lingkungan Dan Kehidupan BerkelanjutanDisampaikan pada Forum “CSR FOR A BETTER LIFE” - A Learning Forum Series.
penting yang tidak terpisahkan dari kegiatan usaha dan merupakan tanggung jawab sosial perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Achda (2006) dalam Febriana (2008) salah satu bentuk aktualisasi CSR adalah pengembangan masyarakat atau Comunity Development (CD). Program CSR seharusnya tidak hanya bersifat charity, melainkan harus diikuti strategi pemberdayaan guna mengangkat fungsi sosial masyarakat dengan harapan masyarakat menjadi mandiri. Kaitan dengan CD, program CSR yang dijalankan harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat pada proses kegiatan. Oleh karena itu, pendekatan pengembangan komunitas selalu mengoptimalkan partisipasi dengan tujuan warga ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat, antara lain faktor internal yaitu yang mencakup karakteristik individu dan faktor ekternal yang meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran (Pangestu, 1995 dalam Santoso, 1999). Berdasarkan hal tersebut, partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik individu dan modal sosial yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan.
Menurut Coleman (1988), modal sosial adalah keseluruhan yang terdiri dari sejumlah aspek struktur sosial dan semua itu berfungsi memperlancar tindakan-tindakan individual tertentu di dalam suatu struktur pencerminan dari struktur kepercayaan sosial dimana tersedia jaminan-jaminan dan harapan-harapan atas suatu tindakan sosial. Modal sosial yang diteliti meliputi: 1) kepercayaan; keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertindak yang sama, 2) hubungan sosial (jaringan); pola-pola hubungan yang memfasilitasi tindakan kolektif dan saling menguntungkan serta berbasis pada kebutuhan, dan 3) kerjasama; keinginan untuk menerima tugas dan penugasan demi kemaslahatan bersama atas dasar saling menguntungkan. Berdasarkan hal tersebut, modal sosial yang terbangun antara perusahaan dan masyarakat berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan bersama antara masyarakat dan perusahaan.
Program pengembangan masyarakat PT Arutmin telah dilaksanakan di beberapa sektor, yaitu: 1) pengembangan kondisi ekonomi wilayah, 2) pendidikan
dan pelatihan, 3) program pengembangan infrastruktur, 4) layanan kesehatan, 5) kebudayaan dan agama, dan 6) dukungan dalam situasi darurat.2 Menurut Basir (2008), kondisi sosial masyarakat desa di sekitar lokasi tambang pada umumnya: 1) terpencil dan umumnya berada di remote area, 2) komunitas setempat biasanya bekerja sebagai masyarakat pencari, seperti penebang liar, penambang liar, dan ladang berpindah, 3) tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, dan 4) tingkat pendapatan masyarakat juga relatif rendah.
Selanjutnya pada tahun 2007, PT Arutmin mulai menyusun sebuah program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar tambang dengan mengimplementasikan 1) Program stardardisasi manajemen Koperasi Unit Desa (KUD) bekerjasama dengan Permodalan Nasional Madani (PNM), 2) Program Aku Himung Petani Banua (AHPB), dan 3) Program pemuda pelopor desa. Program Aku Himung Petani Banua (AHPB) dilakukan di kawasan sekitar tambang PT Arutmin Satui Mine dengan sasaran penerima program adalah masyarakat yang bermukim di lokasi sekitar tambang. Alasan dipilihnya lokasi sekitar tambang adalah karena masyarakat mendapatkan dampak langsung dari beroperasinya perusahaan sehingga perlu adanya suatu program pengembangan masyarakat yang memberdayakan mereka dan guna mendukung kelancaran aktivitas pertambangan. Ada tiga bidang pemberdayaan ekonomi dalam AHPB yaitu bidang peternakan, perikanan, dan pertanian (Arutmin, 2008)
Sebagian besar masyarakat sekitar tambang masih belum memiliki sikap kepemilikan atas prasarana yang dibangunkan/diberikan oleh perusahaan. Sebagai contoh, PT Arutmin membangunkan sebuah gedung sekolah, namun ketika ada kerusakan tidak ada inisiatif dari masyarakat untuk bergotong royong memperbaiki kerusakan tersebut, melainkan masyarakat hanya melapor ke perusahaan. Masih rendahnya kesadaran kepemilikan terhadap prasarana yang dibangun menggambarkan rendahnya partisipasi warga dalam program pengembangan masyarakat yang dilakukan.3
2
http://www.arutmin.com/?page=/shec/comdev.px. diakses tanggal 17 Januari 2010.
3 Salim Basir. 2008. Pendekatan Inovatif dalam Capacity Building Keuangan Mikro. Disampaikan
Berdasarkan fenomena tersebut, penting untuk meneliti sejauhmana partisipasi masyarakat dalam program Aku Himung Petani Banua (AHPB) dari perspektif capital social dan hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar tambang dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB; 2. Bagaimana tingkat kepercayaan, tingkat kerjasama kerjasama, dan kuat
jaringan yang terbangun antara masyarakat dan PT Arutmin dalam program AHPB; dan
3. Sejauh mana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi individu dengan tingkat kepercayaan dan kerjasama yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan dalm program AHPB; dan
4. Sejauhmana hubungan antara modal sosial vertikal yang terbangn antara masyarakat dan perusahaan dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar tambang dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB; 2. Mengetahui tingkat kepercayaan, tingkat kerjasama, dan kuat jaringan yang
3. Menganalisis Sejauh mana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi individu dengan tingkat kepercayaan dan kerjasama yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan dalm program AHPB; dan
4. Menganalisis sejauhmana hubungan antara modal sosial vertikal yang terbangn antara masyarakat dan perusahaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB?
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun terkait dengan kajian CSR, khususnya kepada:
1. Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai kebijakan dan implementasi CSR serta capital social masyarakat;
2. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana peran yang dilakukan oleh PT Arutmin dalam aktivitas CSR sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan;
3. Bagi perusahaan, sebagai sarana membentuk paradigma baru terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap masyarakat; dan
4. Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam menyusun pedoman dan kebijakan mengenai CSR.
BAB II
PENDEKATAN KONSEPTUAL
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1.1 Definisi CSR
Menurut Budimanta (2008), CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) merupakan komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terakit, utamanya masyarakat di sekitarnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan. CSR juga merupakan komitmen dunia usaha untuk melaksanakan kewajiban sosial terhadap lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan hidup ekosistem di sekelilingnya (Depsos, 2005 seperti yang dikutip Dewani, 2009) .
Menurut Hardinsyah (2009) dalam Dewani (2009) memaparkan bahwa CSR adalah meminimalkan resiko negatif dan memaksimalkan manfaat dari kebijakan dan program perusahaan bagi lingkungan fisik dan sosialnya. Oleh karena itu, suatu perusahaan seharusnya tidak saja memberikan dampak positif, berbuat kebajikan bagi kesejahteraan stakeholders, tetapi juga mengelola kegiatan untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan perusahaan
CSR merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Wibisono, 2007).
2.1.1.2 Prinsip dan Ruang Lingkup CSR
Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, juga komunitas setempat (lokal). Kemitraan
ini, tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stake holders (Budimanta et.al, 2008).
Menurut Zainal (2006) terdapat beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh semua pihak untuk mewujudkan suatu program CSR yang baik adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan program CSR dari aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi bersama-sama antar stake holder.
2. Membangun komunikasi berkala antar pemangku kepentingan untuk mengkordinasikan, mensinergikan dan memantau serta mengevaluasi penerapan program CSR.
3. Mengembangkan sistem dan mekanisme penerapan program CSR berdasarkan aturan dan panduan yang berlaku bagi semua stake holder dengan mengedepankan program dan kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat, dan berdampak jangka panjang.
4. Mengembangkan sistem dan perencanaan program CSR pengetahuan yang terpadu dan transparan melalui program lokakarya atau musyawarah perencanaan yang khusus dilakukan untuk merumuskan program CSR. 5. Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi yang transparan dan
akuntabel agar dapat mencapai sasaran dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat dan membangun daerah.
Terdapat lima dasar Corporate Social Responsibility Management System Standards yang muncul dari Customer Protection dalam Global Market Working Group Report yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaan CSR (Budimanta, 2008):
1. Mengidentifikasi dan menyeleksi substansi dari norma dan prinsip yang relevan oleh sebuah perusahaan
2. Cara-cara untuk mendekatkan jarak antar stakeholder oleh aktivitas perusahaan dalam kaitannya peningkatan tanggung jawab sosial perusahaan dan pendekatan dalam implementasi
3. Proses dan sistem untuk menjamin efektivitas operasional dari komitmen CSR
4. Teknik-teknik untuk verifikasi kemajuan ke depan dari komitmen CSR 5. Teknik-teknik untuk stakeholder dan laporan publik serta komunitas
Menurut Wibisono (2007) menyatakan ada empat tahapan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu:
1. Tahap perencanaan: tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kodisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, perencanaan merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.
2. Tahap implementasi: pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari 3 langkah utama yaitu sosilaisasi, pelaksanaan dan internalisasi.
3. Tahap evaluasi: tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.
4. Pelaporan: pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Adapun menurut Ambadar (2008) terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan dalam menerapkan program CSR yang sistematis dan kompleks, maka langkah atau tahapan yang dapat ditempuh adalah;
1. Dimulai dengan melihat dan menilai kebutuhan (needs assessment) masyarakat sekitar. Caranya dengan mengidentifikasi masalah atau problem yang terjadi di masyarakat dan lingkungannya setelah itu dicarikan solusinya yang terbaik menurut kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, perusahaan tidak perlu melakukan sendiri, melainkan dapat menggunakan sumber daya di luar perusahaan, misalnya menunjuk perusahaan atau lembaga lain melakukan riset dasar atau base line study.
2. Membuat rencana aksi rangkap dengan anggaran , jadwal waktu, indikator untuk mengevaluasi dan sumber daya manusia yang ditunjuk untuk melakukannya. Dalam hal ini, perusahaan dapat membagi program dalam bentuk kegiatan jangka pendek, jangka menengah hingga jangka panjang. Hingga masyarakat mandiri dalam arti yang sesungguhnya.
3. Monitoring, yang dapat dilakukann dengan survei maupun kunjungan langsung. Evaluasi dilakukan secara reguler dan dilaporkan, agar menjadi pandun untuk strategi atau untuk pengembangan program selanjutnya.selain itu evaluasi juga dilakukan dengan mencocokkan hasil evaluasi internal perusahaan dengan pihak eksternal. Disampig itu perlu juga dilakuakn audit sosial secara objektif terhadap pelaksanaan program, untuk melihat apakah program telah tepat sasaran, serta dirasakan manfaatnya oleh masyrakat, sesuai tujuan pelaksanaannya.
Mekanisme pelaksanaan program CSR atau kegiatan CSR menurut Wibisono (2007) dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Bottom Up Prosess, yaitu program berdasar pada permintaan beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan.
2. Top Down Process, yaitu program berdasar survei atau pemeriksaan seksama oleh perusahaan yang disepakati oleh beneficiaries.
3. Partisipatif, yaitu program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries.
2.1.2 Pengembangan masyarakat
2.1.2.1 Definisi dan Prinsip Pengembangan Masyarakat
Johnson (1984) dalam Wibisono (2007) bahwa pengembangan masyarakat merupakan spesialisasi atau seting praktek pekerjan sosial yang bersifat makro (makro practice). Maksud konsep tersebut yaitu pengembangan masyarakat tidak hanya dilakukan oleh para pekerja sosial saja, akan tetapi dapat pula dilakukan oleh para pekerja dalam profesi lain. Definisi lain tentang pengembangan masyarakat diungkapkan oleh AMA (1993) dalam Wibisono (2007) sebagai metode yang memungkinkan orang daapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya.
Menurut Suharto (2005) Pemberdayaan atau pengembangan masyarakat adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau kebrdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki keuasaan atau mempunyai kemampuan dan pengetahuan dalam memenuhi kebutuahan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
Konsep pengembangan masyarakat menurut Rothman (1968) dalam Wibisono (2007) menjelaskan konsep pengembangan masyarakat melalui 3 model praktek pengorganisasian komunitas (Three Models of Community Organization Practice), yaitu pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial dan aksi sosial.
Menurut Budimanta dalam Rudito dkk (2007), pengembangan masyarakat adalah kegiatan pembangunan komunitas yag dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai
kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Dalam kaitan dengan karakteristik pengembangan masyarakat.
Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2005).
Glen (1993) dalam Adi (2003) menggambarkan bahwa ada tiga unsur dasar yang menjadi ciri khas pendekatan masyarakat:
1. Tujuan dari pendekatan ini adalah memampukan masyarakat untuk mendefinisikan dan memenuhi kebutuhan mereka. Tujuan utama dari pengembanagan masyarakat menurut Glen (1993: h. 25) adalah mengembangkan kemandirian dan pada dasarnya memantapkan rasa kebersamaan sebagai suatu komunitas berdasarkan basis ‘ketetanggan’ (neighbourhood) meskipun bukan secara ekslusif.
2. Proses pelaksanaanya melibatkan kreatifitas dan kerjasama masyarakat ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat tersebut. Glen memprasyaratkan adanya kerjasama dan kreatifitas sebagai dasar proses pengembangan masyarakat yang baik. Melihat komunitas sebagai kelompok masyarakat yang secara potensial kreatif dan kooperatif mereflesikan idealisme sosial yang positif terhadap upaya-upaya kolaboratif dan pembentukan identitas komunitas.
3. Praktisi yang menggunakan model intervensi ini (lebih banyak) menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang bersifat
non-direktif. Peran community worker pada pendekatan ini lebih banyak difokuskan pada peran sebagai ‘pemercepat perubahan’ (enabler), ‘pembangkit semangat’ (encourager) dan ‘pendidik’ (educator).
Menurut Budimanta (2008), ruang lingkup program-program pengembangan masyarakat (community development) dapat dibagi berdasarkan tiga kategori yang secara keseluruhan akan bergerak secara bersama-sama yang terdiri dari:
1. Community Relation; yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut
pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. Dari hubungan ini, maka dapat dirancang pengembangan hubungan yang lebih mendalam dan terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang ada di komunitas lokal sehingga perusahaan dapat menerapkan program selanjutnya.
2. Community Services; merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Dalam kategori ini, program-program dilakukan dengan adanya pembangunan secara fisik sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi dan sebagainya yang berupa puskesmas, sekolah, rumah ibadah, jalan raya, sumber air minum, dan sebagainya. Inti dari kategori ini adalah kebutuhan yang ada di komunitas dan pemecahan tentang masalah yang ada di komunitas dilakukan oleh komunitas sendiri dan perusahaan hanya sebagai fasilitator dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan-kebutuhan yang ada di komunitas dianalisis oleh para community development officer.
3. Community Empowering; merupakan program-program yang berkaitan
dengan pemberiaan akses yang lebih luas kepada komunitas untuk menunjang kemandiriannya, misalnya pembentukan koperasi. Pada dasarnya, kategori ini melalui kategori tahapan-tahapan lain seperti melakukan community relation pada awalnya, yang kemudian berkembang pada community service dengan segala metodologi pangilan data dan kemudian diperdalam melalui ketersediaaan pranata sosial yang sudah lahir dan muncul di komunitas melalui program kategori ini.
2.1.2.2 Partisipasi dalam Pengembangan Masyarakat
Pengertian partisipasi menurut kamus besar bahasa indonesia (Depdikbud, 1986) adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat pula diartikan keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa sebagaimana yang dijelaskan Sastro Poerto (1988) dalam Makmur (2005) bahwa partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan.
Cohen dan Uphof (1977) dalam Makmur (2005) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan suatu kegiatan.
2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek.
3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.
4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Perilaku seseorang terhadap suatu objek diwujudkan dengan kegiatan partisipasi, keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, menurut Pangestu yang dikutip oleh Santoso (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam program penyuluhan pertanian dipengaruhi oleh dua hal, yaitu:
a. Faktor internal dari individu yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu yang meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha dan kosmopoitan b. Faktor eksternal yang merupakan faktor di luar karakteristik individu yang
meliputi hubungan antar pengelola dengan petani garapan, kebutuhan masyarakat pelayanan pengelola dengan kegiatan penyuluhan.
2.1.3 Modal Sosial
2.1.3.1 Definisi dan Konsep Modal Sosial
Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama (Djohan, 2007). Lyda Judson Hanifan dalam Djohan (2007) menguraikan peranan modal sosial secara lebih rinci dengan melibatkan kelompok dan hubungan timbal balik antar anggota masyarakat. Nilai-nilai yang mendasarinya adalah kebajikan bersama (social virtue), simpati dan empati (altruism), serta kerekatan hubungan antar-individu dalam suatu kelompok (social cohesivity).
Modal sosial yaitu perekat internal yang membuat aktivitas di dalam suatu komunitas tetap berlangsung secara fungsional. Modal sosial berada dalam struktur hubungan antar pihak yang berinteraksi walaupun dapat diteliti pada individu maupun kolektif (Serageldin, 2000)
Modal sosial didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world- view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta & Cullen, 2000 dalam Nasdian 2006).
Modal sosial adalah seperangkat nilai-nilai, norma-norma, dan kepercayaan yang memungkinkan sekelompok warga dapat bekerjasama secara efektif dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuannnya (Putman,1993 dalam Suwartika, 2003). Sedangkan modal sosial Menurut Coleman (1988) adalah keseluruhan yang terdiri dari sejumlah aspek struktur sosial dan semua itu berfungsi memperlancar tindakan-tindakan individual tertentu di dalam suartu struktur pencerminan dari struktur kepercayaan sosial dimana tersedia jaminan-jaminan dan harapan-harapan atas suatu tindakan sosial.
Coleman (2000) dalam Suwartika (2003) menganggap kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan oleh adanya dan terjaganya (trust) atau amanah dari pihak-pihak yang terlibat, sehingga hubungan transaksi antar manusia, baik yang bersifat ekonomis maupun non-ekonomis, hanya mungkin bias berkelanjutan apabila ada kepercayaan antara pihak-pihak yang melakukan interaksi. Konsep modal sosial yang dipergunakan Colmean telah mendorong dilakukannya studi-studi mengenai modal sosial oleh banyak ilmuwan sosial yang lain, dan menggunakannya untuk menjelaskan berbagai fenomena sosial.
Uphoff membagi komponen modal sosial ke dalam dua kategori yaitu pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial. Kedua, kategori kognitif dihubungkan dengan proses–proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideology dan budaya. Komponen-komponen modal sosial (Uphoff, 2000 dalam Suwartika, 2003) tersebut diantaranya:
1. Hubungan sosial (jaringan); merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan. Komponen ini termasuk pada kategori struktural.
2. Norma; kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakii dan disetujui bersama
3. Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal balik, nilai-nilai untuk menjadi seseorang yang layak dipercaya. Pada bentuk ini juga dikembangkan keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertidak sama. Komponen ini termasuk dalam kategori kognitif
4. Solidaritas; terdapat norma-norma untuk menolong orang lain, bersama-sama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota lain akan melaksanakannya. Komponen ini termasuk ke dlaam kategori struktural
5. Kerjasama; terdapat norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja sendiri. Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama, keyakinan bahwa kerjasama akan menguntungkan . komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif.
Menurut Djohan (2007), modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang tumbuh di masyarakat. Modal sosial yang dimiliki seyogyanya memiliki muatan nilai-nilai yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai universal yang berbasis humanisme dan nilai-nilai pencapaian (achievement values) dengan nilai-nilai lokal. Modal sosial yang berbasis pada ideologi pancasila merupakan bentuk modal sosial yang perlu dikembangkan bersama-sama guna membangun masyarakat Indonesia yang partisipatif, kokoh, terus bergerak, kreatif, kompak, dan yang menghormati manusia lain.
Modal sosial memiliki unsur-unsur penopang, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Social participation. Social participation berarti partisipasi sosial anggota masyarakat. Pada masyarakat tradisional, hal ini melekat dalam perayaan kelahiran, perkawinan, kematian, (2) Reciprocity atau timbal balik, yaitu saling membantu dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian hubungan yang terjadi menyangkut hak dan tanggung jawab, (3) Trust atau kepercayaan, (4) Acceptance and diversity atau penerimaan atas keberagaman, yaitu adanya toleransi yang memperhatikan sikap dan tindak-tanduk serta perilaku yang saling hormat-menghormati, saling pengertian, dan apresiasi di antara lingkungan, (5) Norma dan nilai. Norma dan nilai merupakan value system yang akan berkembang menjadi suatu budaya, (6) Sense of efficacy atau perasaan berharga, yaitu timbulnya rasa percaya diri dengan memberikan penghargaan kepada setiap orang, dan (7) Cooperation and proactivity atau kerjasama dan proaktif. Dalam
kaitannya dengan modal sosial, kerjasama harus terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif (Djohan, 2007).
2.1.3.2 Tipologi dan Dimensi Modal Sosial
Djohan (2007) menyebutkan dua tipologi modal sosial, yaitu: 1. Modal Sosial Terikat (Bonding Sosial Capital);
Modal sosial terikat umumnya cenderung bersifat ekslusif dan memiliki ciri khas yang lebih berorientasi ke dalam (inward looking) daripada keluar (outword looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya homogen dan cenderung bersifat konservatif serta mengutamakan solidaritas daripada membangun diri dan kelompok sesuai nilai dan tuntutan nilai dan norma masyarakat terbuka.
2. Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Sosial Capital)
Modal sosial yang menjembatani memiliki kecenderungan untuk senantiasa berhubungan, berteman, dan bekerjasama dengan beragam latar belakang manusia atau kelompok. Tipologi modal sosial ini disebut sebagai bentuk modern dari pengelompokkan, grup, asosiasi, atau masyarakat, dan bersikap terbuka serta mengembangkan nilai-nilai persamaan, kebebasan, kemajemukan, kemanusiaan, dan kemandirian. Kelompok yang menjembatani biasanya mengembangkan semangat kebebasan kepada setiap anggotanya, antara lain bebas bicara, mengemukakan pendapat, dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ciri lain dari kelompok brigding adalah menghormati kemajemukan dan kehumanitarian.
Terdapat empat dimensi modal sosial, yaitu: (Nasdian, 2006)
1. Integrasi (integration) yaitu ikatan yang kuat antara anggota keluarga, dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. contohnya adalah ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik, dan agama
2. Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. Contohnya dalah jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kenegaraan (civic association) yang menenmbus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama.
3. Integrasi organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menengakkan peraturan
4. Sinergi (synergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-commuity relation). Fokus dalam perhatian sinergi ini adalah apakah Negara memberian ruang yang luas dan tidak bagi partisipasi warganegaranya.
Dimensi ke-1 dan ke-2 berada pada tingkat horizontal, sedangkan dimensi ketiga dan ke empat, ditambah dengan pasar (market) berada pada tingkat vertical (Woolcock dalam Nasdian, 20006).
2.2 Kerangka Pemikiran
Perusahaan memiliki strategi dan kebijakan tersendiri dalam menjalankan Corporate Social Responsbility (CSR). Kebijkaan CSR yang dijalankan dengan terlebih dahulu merumuskan langkah-langkah kebijakan program. Ambadar (2008), menyebutkan ada tiga tahapan yang dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan program CSR yang sistematis, dengan langkah-langkah: 1) menilai kebutuhan (needs assessment), 2) membuat rencana aksi rangkap dengan anggaran, jadwal waktu, dan indikator untuk mengevaluasi, dan 3) monitoring yang dapat dilakukan dengan metode survei maupun kunjungan lapang secara langsung.
Secara umum bentuk aktualisasi CSR yang dilakukan oleh perusahaan meliputi bidang ekonomi, pendidikan, lingkungan, sosial dan keagamaan. Pada tahun 2007 PT Arutmin Satui Mine memfokuskan program pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan prinsip pengembangan masyarakat. Salah satu bentuk program yang dilakukan adalah program Aku Himung Petani Banua (AHPB). Budimanta dkk. (2008), mengelompokkan ruang lingkup program-program pengembangan masyarakat ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) community relation, 2) community services, dan 3) community empowering.
Kondisi sosial kebudayaan dari suatu masyarakat turut menentukan modal sosial yang terbangun antara penerima program dan perusahaan. Sasaran dari
program AHPB adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi tambang yang dikategorikan menjadi tiga wilayah, yaitu wilayah Ring I, Ring II, dan Ring III. Pembagian wilayah berdasarkan jarak tempat lokasi bermukim dengan area pertambangan. Ring I merupakan prioritas dari program pengembangan masyarakat karena masyarakatnya secara langsung merasakan dampak yang ditimbulkan akibat beroperasinya kegiatan pertambangan. Masyarakat penerima program memiliki kondisi sosial ekonomi dan budaya yang berbeda, di lokasi pertambangan Satui misalnya, sebagian besar masyarakatnya adalah transmigran yang berasal dari pulau Jawa. Mata pencaharian masyarakatnya pun beragam, mulai dari petani, peternak, buruh, pedagang, karyawan, guru, dll.
Program pengembangan masyarakat yang berkelanjutan menuntut adanya partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi aktif dilakukan baik dalam tahap perencanaan program, pelaksanaan program maupun pada evaluasi program. Seseorang dapat berpartisispasi dalam program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal responden merupakan faktor yang terdapat dalam diri responden, faktor tersebut mencakup ciri-ciri individu responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tigkat pendidikan, tingkat pendapatan, etnis (suku), asal mula pekerjaan, dan kedekatan tempat tinggal. Faktor eksternal dalam hal ini adalah modal sosial yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan. Modal Sosial yang akan diuji hubungannya adalah tingkat kepercayaan dan tingat kerjasama.
Modal sosial tersebut adalah modal sosial vertikal antara penerima program dan perusahaan. Modal sosial yang diteliti merupakan modal sosial sebagai perpektif bukan sebagai entitas, dengan istilah lain dikenal dengan “Kapital Sosial”. Modal sosial yang diteliti meliputi: 1) kepercayaan; keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertindak yang sama, 2) hubungan sosial (jaringan); pola-pola hubungan yang memfasilitasi tindakan kolektif dan saling menguntungkan serta berbasis pada kebutuhan, dan 3) kerjasama; keinginan untuk menerima tugas dan penugasan demi kemaslahatan bersama atas dasar saling menguntungkan.
Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan mendatangkan manfaat baik bagi perusahan selaku penyelenggara program maupun masyarakat selaku penerima program. Manfaat yang dirasakan berupa manfaat ekonomi dan sosial. Adapun manfaat yang dirasakan oleh perusahaan adalah lancarnya proses aktivitas pertambangan akibat tidak adanya gangguan yang ditimbulkan oleh masyarakat, gangguan dapat menghambat beroperasinya proses penambangan batu bara. Sedangkan bagi masyarakat, manfaat yang dapat dirasakan adalah terciptanya lapangan pekerjaan baru sehingga membuka kesempatan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi.
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian Penelitian
Keterangan:
: Hubungan yang diuji : Hubungan yang tidak diuji
2.3 Hipotesis Penelitian
1. Responden berusia produktif cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
Tingkat partisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi program AHPB: Perencanaan program Pelaksanaan program Evaluasi program
Modal sosial (Uphoff, 2000) Tingkat kepercayaan Tingkat kerjasama Kuat jaringan Karakteristik sosial ekonomi individu: Umur responden Jenis kelamin Jenis pekerjaan Tingkat pendidikan Etnis (suku) Tingkat pendapatan Asal mula pekerjaan Lokasi tempat tinggal Pendekatan CSR PT Arutmin Satui Mine Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Manfaat Program Perusahaan Masyarakat
2. Responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
3. Responden program AHPB Pertanian cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
4. Semakin tinggi pendidikan yang pernah ditamatkan oleh responden maka cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
5. Responden Etnis Jawa cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
6. Semakin tinggi pendapatan responden maka cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine. 7. Semakin dekat daerah tempat tinggal responden dengan lokasi tambang
maka responden cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
8. Responden Etnis Jawa cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan.
9. Responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
10. Responden berusia produktif cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
11. Responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
12. Responden berpendapatan tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
13. Responden yang memiliki usaha sebelum bergabung dengan AHPB cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi 14. Responden Etnis Jawa cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan
15. Responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan.
16. Semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang maka cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan tingkat kerjasama yang tinggi.
17. Semakin tinggi modal sosial vertikal yang terbangun antara masyarakat dan PT Arutmin maka cenderung membuat masyarakat akan berpartisipasi dalam program AHPB.
2.4 Definisi Operasional
1. Umur: selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan.
2. Jenis kelamin: sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden, yang dinyatakan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan.
3. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, dibedakan ke dalam kategori: (1) Rendah, jika tamat dan tidak tamat SD dan sederajat, (2) Sedang, jika SLTP dan SLTA sederajat dan (3) Tinggi, jika pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
4. Jenis pekerjaan adalah profesi yang menopang kehidupan responden untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pekerjaan dikategorikan mendadi dua, yaitu pekerjaan yang terkait AHPB (peternak, petani, dan pembudidaya ikan) dan pekerjaan tambahan.
5. Suku (etnis) adalah asal tempat responden dilahirkan dan atau status suku bangsa responden yang diakui oleh responden
6. Asal mula pekerjaan adalah pekerjaan yang ditekuni responden sebelum mengikuti program. Yang dikategorikan menjadi ”baru” jika responden sebelumnya tidak memiliki pekerjaan yang terkait dengan AHPB dan
”lama” jika sebelumnya responden memiliki pekerjaan yang terkait dengan AHPB
7. Tingkat pendapatan adalah ukuran taraf hidup yang dilihat dari jumlah penghasilan seseorang. Pengukuran tingkat pendapatan sebagai berikut: Tinggi : > Rp 3.000.000/bulan
Sedang : Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000/bulan Rendah : < Rp 1.000.000/bulan
8. Lokasi tempat tinggal adalah jarak tempat tinggal responden dengan lokasi tambang. Dikategorikan menjadi Ring I, Ring II, Ring III.
Ring I : Desa Bukit Baru, Desa Makmur Mulia, dan Desa Sei Sungai Cuka
Ring I : Desa Sungai Danau, Desa Satui Timur, Desa Sei Cuka Serindai, Desa Pasir Putih, dan Desa Kintapura
Ring III : Desa Kintap Kecil dan Desa Al-Kautsar
9. Tingkat kepercayaan adalah seberapa besar kepercayaan yang terbangun antara responden dan perusahaan. Digolongkan menjadi:
Tinggi : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7
Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 10 < x < 23,3
10. Kuat jaringan adalah seberapa banyak simpul-simpul jaringan yang ada serta keterlibatan responden dalam simpul-simpul tersebut. Digolongkan menjadi: Tinggi : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang
36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7
10 < x < 23,3
11. Tingkat kerjasama adalah, seberapa sering responden melakukan kerjasama dengan perusahaan dalam kegiatan CSR yang dilakukan, yang dikategorikan menjadi:
Tinggi : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7
Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 10 < x < 23,3
12. Tingkat partisipasi pada tahap perencanaan program: dinyatakan sebagai keikutsertaan responden dalam mengikuti rencana suatu kegiatan. Pada tahap perencanaan, yang dinilai adalah kehadiran responden dalam perencanaan program, terlibat dalam identifikasi kebutuhan, dan keterlibatan dalam mengemukakan pendapat. Digolongkan menjadi:
Tinggi : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7
Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 10 < x < 23,3
13. Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan program: dinyatakan dalam keikutsertaan dalam pelaksanaan kegiatan program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan. Partisipasi diukur berdasarkan banyaknya kegiatan yang diikuti, terlibat dalam pengambilan keputusan, serta akses dan kontrol terhadap program. Digolongkan menjadi:
Tinggi : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7