• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Evaluasi Pelatihan

3. Model Evaluasi

Dalam sistem pembelajaran, evaluasi merupakan komponen penting yang dapat dijadikan feedback. Evaluasi suatu program pelatihan perlu memperhatikan komponen-komponen pelatihan yang saling berinteraksi dalam mencapai tujuan pelatihan, komponen-komponen tersebut dapat diketahui telah berfungsi dengan baik dengan mengevaluasi menggunakan model evaluasi (FIP-UP, 2007). Berikut model evaluasi program pelatihan.

a. Kirkcpatrick

Berdasarkan model evaluasi Kirkpatrick dalam Aprinto dan Jacob (2013), evaluasi pelatihan dilakukan untuk mengukur pencapaian sasaran suatu program pelatihan. Pelaksanaan evaluasi pelatihan terdiri dari lima tingkatan yaitu, reaksi, pembelajaran, perilaku, hasil dan return on training investment (ROTI).

1) Evaluasi Reaksi

Evaluasi reaksi dilakukan untuk mengukur tanggapan peserta setelah peserta mengikuti pelatihan. Evaluasi reaksi harus dilakukan sesegera mungkin setelah suatu materi pelatihan disampaikan, dengan menyediakan formulir yang harus diisi oleh peserta pelatihan terkait penilaian pengajar, materi pelatihan dan sarana pelatihan (Aprinto dan Jacob, 2013).

2) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pelatihan dilakukan untuk mengetahui daya serap peserta pelatihan terhadap materi yang diberikan. Evaluasi tersebut dapat

digunakan untuk mengetahui adanya pengingkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap mengenai hal-hal yang telah dipelajari dalam pelatihan (Santoso, 2010). Metode dalam mengukur daya serap peserta dapat menggunakan metode simulasi, ujian praktik, presentasi, ujian akhir serta pre test dan post test (Aprinto dan Jacob, 2013).

3) Evaluasi Perilaku

Evaluasi perilaku bertujuan untuk mengetahui peserta dalam mengaplikasikan materi pelatihan, saat peserta telah beraktivitas kembali pada pekerjaaannya (Maarif dan Katika, 2014).

4) Evaluasi Hasil

Evaluasi hasil berguna untu mengatahui dampak dari penyelanggaraan pelatihan terhadap produktivitas atau kualitas, kecelakaan kerja, dan penurunan turnover (Marwansyah, 2014) 5) Evaluasi ROTI

Nilai ROTI didapatkan perhitungan seluruh biaya pelatihan dan hasil yang didapatkan karena dampak perusahaaan. Berikut rumus untuk menghitung ROTI (Aprinto dan Jacob, 2013):

ROTI (%) =

(1)

b. Model IPO

Menurut Zinovieff (2008) dan Wiley (2015) model IPO (input, process, output/outcome) model yang dikembangkan oleh Bushnell (1990) lebih memfokuskan pada masukan untuk pelatihan. Model IPO

telah banyak digunakan untuk melaksanakan evaluasi pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) khususnya pada bidang pelatihan. Model IPO digunakan untuk memantau kemajuan karyawan dengan menetapkan indikator pada setiap tahap. Tahapan dalam Model IPO adalah:

1) Input

Mengevaluasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas program pelatihan seperti pengalaman trainer, kualifikasi peserta pelatihan, fasilitas, dan peralatan yang digunakan saat pelatihan. Menurut Atmodiwirio (2002) pendekatan lain mengatakan bahwa faktor fasilitas, trainer, alat bantu pelatihan atau alat peraga, metode pelatihan dapat digolongkan menjadi sumber daya yang terdiri dari 4M (Man, Money, Material, dan Method) yang dimasukan sebagai input.

a) Man

(1) Peserta Pelatihan

Menurut Aprinto dan Jacob (2013), peserta dalam sebuah pelatihan harus sesuai dengan tujuan dan sasaran pelatihan. Peserta yang ditetapkan merupakan karyawan yang membutuhkan pembekalan kompetensi untuk mengatasi permasalahan dan kendala perusahaan sesuai dengan analisis kebutuhan pelatihan. Menurut Santoso (2010) salah satu jenis analisis kebutuhan pelatihan yang dapat digunakan adalah analisis tingkat tugas yaitu analisis berdasarkan posisi dan

fungsi pekerja, jenis keterampilan yang dibutuhkan dan pengetahuan yang perlu dimiliki agar dapat memenuhi tugas dan tanggung jawab secara kompeten. Kebutuhan analisis yang dibuat penyelenggara berdasarkan informasi dari calon peserta tentang kebutuhan pelatihan yang dibutuhkan (ICA SEA, 2008)

(2) Trainer

Trainer merupakan tenaga pengajar pelatihan yang memenuhi kompetensi sebagai pengajar (Aprinto dan Jacob, 2013). Kompetensi yang harus dimiliki trainer menurut OSHA (2011), calon trainer memenuhi persyaratan, yakni memiliki gelar sarjana keselamatan dan kesehatan kerja, atau memiliki pengalalaman dan mengetahui bahaya yang ada pada konstruksi. Kepmenkes no. 725 tahun 2003, syarat kompetensi sebagai trainer adalah trainer memiliki kesesuaian keahlian dengan materi yang diberikan dan memiliki kemampuan kediklatan. Menurut Sembiring (2010) sertifikasi merupakan persyaratan terhadap suatu perizinan. Kemudian seorang trainer juga harus memiliki pengakuan dan kualifikasi profesional yang relevan dengan materi pelatihan (Aprinto dan Jacob, 2013).

b) Money

Pelatihan membutuhkan biaya, dalam hal ini yang harus diperhitungkan adalah biaya untuk peserta maupun trainer serta

fasilitas pelatihan, keuntungan yang akan diperoleh dari pelatihan, dan kesesuaian biaya pelatihan dengan dana yang tersedia (Marwansyah, 2014)

c) Material

(1) Materi Pelatihan

Menurut Santoso (2010) indikator dalam unsur materi pelatihan dibagi menjadi dua yaitu, kesesuaian materi dengan tujuan pelatihan dan kesesuaian materi dengan topik pelatihan yang diselenggarakan. Menurut Anas (2014), materi pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam materi pembelajaran adalah what (materi yang dipelajari berisi konten dan substansi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran) dan how much (jumlah materi pembelajaran yang akan digunakan pada proses pembelajaran). Materi pembelajaran berasal dari daftar bacaan tertentu untuk menjadi sumber (Marwansyah, 2014).

(2) Media Pelatihan

Kesesuaian media yang digunakan saat memberikan materi pelatihan. Media Pelatihan adalah metode atau peralatan khusus yang digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan- gagasan dan konsep-konsep dalam program pelatihan dan pengembangan (Marwansyah, 2014). Media pelatihan terdiri dari berbagai jenis, berikut jenis dan tujuan media pelatihan pada tabel 2.1:

Tabel 2.1 Jenis dan Tujuan Media Pelatihan

Jenis Media Tujuan Media

Slide Menyajikan materi yang

menggambarkan keadaan yang diangkat dari kenyataan sebenarnya melalui close-up, perbesaran atau lokasi

Power point Menyajikan pokok-pokok materi yang disederhanakan dari materi yang kompleks dalam bentuk slide pada power point

Mempresentasikan bahan secara sistematis dan mengembangan bahan sajian

Video Membawa peserta pelatihan pada penggambaran peristiwa sebenarnya melalui pesan bergerak seperti lokasi dan tempat bahaya

Handout Berguna untuk memberikan praktik langsung dan penugasan

Pointer Sangat baik untuk memfokuskan perhatian peserta pelatihan terhadap rincian-rincian suatu topik khusus dalam satu waktu

Sumber: (Maarif dan Katika, 2014). (3) Fasilitas

Fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan pelatihan seperti pendingin ruangan, ruang kelas dan alat yang digunakan. Menurut Aprinto dan Jacob (2013), ruang kelas mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran. Secara umum layout ruang kelas terbagi menjadi tiga yakni,

(a) Layout Class Room

Ruangan ini memiliki bangku dan meja yang berjajar seperti sebuah ruang kelas atau ruang teater. Kegunaan ruangan tersebut dapat memudahkan, metode

presentasi dengan jumlah peserta pelatihan lebih dari 20 orang. Berikut adalah bentuk layout Class Room pada gambar 2.1:

Gambar 2.1 Layout Classroom (b) Layout U Shape

Meja dan tempat duduk peserta membentuk huruf U setengah mengelilingi pengajar. Selain layout U shape terdapat variasi lainnya yakni, layout V shape yang membentuk huruf V. Fungsinya adalah memudahkan interaksi pengajar dengan peserta, dan peserta dengan peserta. Jumlah peserta biasanya berjumlah kurang dari 20 orang. Berikut adalah bentuk layout U Shape pada gambar 2.2 dan bentuk layout V Shape pada gambar 2.3:

Gambar 2.2 Layout U Shape

Gambar 2.3 Layout V Shape (c) Layout Round Table

Ruang kelas terdapat meja berbentuk bundar, setiap meja terdiri dari empat sampai enam peserta. Satu ruang kelas minimal terdapat empat buah meja bundar. Layout

round table berfungsi untuk mendorong diskusi dan penugasan kelompok peserta dalam satu meja. Berikut adalah bentuk layout Round Table pada gambar 2.4:

Gambar 2.4 Layout Round Table d) Method

(1) Metode Penyampaian

Metode penyampaian pelatihan merupakan cara membekali kompetensi kepada peserta pelatihan. Metode penyampaian membantu peserta mempelajari materi pelatihan, melatih, mendorong kesadaran peserta dan membantu agar tetap termotivasi, tertarik dan terlibat dalam proses pembelajaran. Berbagai macam metode penyampaian di dalam kelas pada tabel 2.2:

Tabel 2.2 Metode Penyampaian

No. Metode Penyampaian Keterangan

1. Ceramah Pengajar menyampaikan materi pelatihan dengan berbicara langsung dengan peserta.

2. Presentasi Metode ceramah dengan bantuan alat bantu visual seperti LCD atau flip chart.

3. Diskusi Kelompok Membentuk forum bertukar informasi dan pendapat sehingga peserta dapat saling belajar dari peserta lainnya.

4. Praktik Peserta mengaplikasikan langsung pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajarinya dalam bentuk hasil kerja nyata.

No. Metode Penyampaian Keterangan

5. Studi Kasus Memberikan soal suatu situasi yang harus dianalisis untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan 6. Membaca Memberikan waktu kepada peserta

guna memproses informasi dan memahami suatu materi atau suatu situasi yang harus dipecahkan dengan mempelajari suatu bacaan. 7. Demonstrasi Memperlihatkan kepada peserta

cara melakukan suatu tugas langkah perlangkah sebelum peserta mencobanya sendiri. Demonstrasi menjadi metode yang efektif bila digunakan untuk menjelaskan tentang cara penggunaan suatu alat

8. Penugasan Peserta mempraktekkan langsung pengetahuan dan keterampilan yang diterimanya ke dalam suatu tugas yang diberikan.

9. Simulasi Peserta melaksanakan

pembelajaran langsung dengan melakukannya secara nyata dengan lingkungan yang diciptakan menyerupai kondisi yang sebenarnya.

Sumber : Aprinto dan Jacob (2014)

Penyampaian setiap pokok bahasan dibatasi oleh alokasi waktu. Penggunaan metode pembelajaran juga mempengaruhi alokasi waktu yang tersedia. Pembelajaran yang membutuhkan pendalaman dengan penugasan dan banyaknya informasi yang disampaikan, membutuhkan waktu yang lebih lama. Alokasi waktu bersifat fleksibel terhadap kebutuhan pemahaman peserta (Aprinto dan Jacob, 2013). Indikator yang dapat diukur dalam unsur alokasi waktu pelatihan adalah ketepatan waktu dan kesesuaian

waktu dengan peserta pelatihan, atasan para peserta dan kondisi belajar (Santoso, 2010).

2) Proses

Mengevaluasi faktor-faktor seperti perencanaan, pengembangan, dan pelaksanaan pelatihan.

a) Menurut Atmodiwirio (2002) Tahap evaluasi selama pelatihan dilaksanakan pada saat diklat berlangsung. Evaluasi selama pelatihan dibagi menjadi tiga yakni,

(1) Evaluasi terhadap peserta

Evaluasi dilaksanakan terhadap peserta selama mengikuti diklat. Unsur-unsur yang dinilai adalah,

(a) Kehadiran

(b) Ketepatan hadir di kelas (c) Ketepatan penyelesaian tugas

(d) Bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika dan sopan santun

(e) Berpakaian rapih sesuai dengan ketentuan yang ditentukan (2) Evaluasi terhadap Trainer

Evaluasi dilaksanakan oleh peserta setelah trainer selesai menyajikan materi pelatihan. Unsur-unsur yang dinilai adalah,

(a) Sistematik penyajian

(b) Ketepatan waktu hadir di kelas (c) Penggunaan metode mengajar (d) Sikap dan perilaku

(e) Penggunaan bahasa (f) Cara berpakaian

(3) Evaluasi Terhadap Penyelenggara

Evaluasi dilaksanakan oleh peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Unsur-unsur yang dinilai adalah

(a) Tujuan pelatihan

(b) Relevansi program pelatihan dengan tugas (c) Manfaat tiap materi

(d) Alur pelaksanaan pelatihan 3) Output/outcome

Mengevaluasi hasil output merupakan hasil jangka pendek berupa data yang dihasilkan dari intervensi pelatihan. Hasil output berfokus pada pengukuran pencapaian tujuan selama proses dan pada akhir pelatihan, hasil output dapat berupa pengetahuan, keterampilan yang diperoleh peserta dan meningkatkan prestasi kerja. Output bagi trainer berdasarkan Kepmenkes no 725 tahun 2003, yakni trainer memiliki kemampuan kedikalatan dan peningkatan kemampuan penyelenggaraan. Sedangkan outcome adalah hasil jangka panjang yang terkait dengan keberlanjutan proses pelatihan dari waktu ke waktu. Hasil outcome dapat berupa keuntungan, kepuasan pelanggan dan produktivitas.

Model Kirkpatrick hampir sama dengan Model IPO. Namun, keduanya dapat dibedakan karena Model Kirkpatrick fokus atau terpusat pada evaluasi setelah pelatihan. Selain itu Model IPO

melihat setiap komponen sebagai bagian sistem yang lebih besar. Pada Model IPO setiap komponen sebagai pusat perhatian evaluasi dapat dilakukan penyesuaian atau perubahan baik sebelum, selama atau setelah pelatihan berjalan (Irianto, 2001)