• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu

2.3.3. Model Komunikasi

Model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya (Muhammad, 2005:5). B. Aubrey Fisher dalam Mulyana (2007: 132) mengatakan bahwa model adalah analogi yang mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan dan menerapkan teori. Dengan kata lain, model adalah teori yang telah disederhanakan.

Model komunikasi memiliki empat fungsi: mengorganisasikan (kemiripan data dan hubungan) yang tadinya tidak diamati; heuristik (menunjukkan fakta-fakta dan metode baru yang tidak diketahui); prediktif; memungkinkan peramalan dari sekedar tipe ya atau tidak hingga yang kuantitatif yang berkenaan dengan

kapan dan berapa banyak; pengukuran, mengukur fenomena yang diprediksi (Deutsch dalam Mulyana, 2007: 133).

2.3.3.1. Tipe-Tipe Model Komunikasi

Wood (2010: 16) memaparkan tiga tipe model komunikasi, yaitu:

1) Komunikasi Satu Arah (linier)

Model ini menekankan bagaimana mengatur pesan sehingga layak diterima dan dipahami oleh penerima. Model ini sangat peduli tehadap self-action treats communication yang mengatakan bahwa pesan itu berterima hanya jika pengirim dapat memanipulasi penerima (Liliweri, 2011:79). Model ini diterapkan oleh Shannon dan Weaver.

2) Komunikasi Dua Arah (Interaktif)

Model ini mengemukakan bahwa pada dasarnya peranan penerima sama dengan peranan komunikator, dan peranan itu terlihat ketika dia memberikan umpan balik pesan kepada pengirim. Model yang disebut model dua arah ini sangat bermanfaat bagi pengirim dan penerima mendiskusikan pesan-pesan yang dikirimkan dalam suatu proses komunikasi. Model komunikasi Wilbur Schramm merupakan model komunikasi dua arah dan interaktif.

3) Komunikasi Transaksional

Pendekatan ini terfokus pada makna yang dibagi atau dipertukarkan dengan memperhitungkan pelbagai faktor yang mempengaruhi proses komunikasi. Sebuah transaksi komunikasi yang terbaik digambarkan sebagai komunikasi yang efektif. Model ini merupakan kepenuhan dari model satu arah dan dua arah. Model ini menggambarkan pengirim membagikan pesan atau meneruskan pesan kepada penerima. Ketika pesan itu tiba pada penerima, maka

penerima dapat memberikan umpan balik yang jelas yang memungkinkan pengirim dapat mengetahui apakah pesan itu dipahami sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengirim. Komunikasi akan terus berlangsung sampai kedua belah pihak saling memahami.

Model komunikasi Leary merupakan contoh aplikatif dari model transaksional. Model ini menekankan aspek hubungan dan interaksi komunikasi antarpersonal. Keunggulan dari model ini adalah dapat menunjukkan kepada kita cara melakukan komunikasi yang bersifat transaksional dimana perilaku dominasi dan submisif serta masalah afiliasi dan adaptasi terhadap masing-masing perilaku dapat menjelaskan interaksi antarpesonal.

Setiap model komunikasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam memberikan pemahaman tentang proses komunikasi. Dalam penelitian ini akan dipaparkan beberapa model komunikasi terkait dengan model komunikasi dalam proses komunikasi yang dilakukan pendamping PKH kepada masyarakat peserta PKH yang akan membantu peneliti untuk melihat proses komunikasi yang telah dilaksanakan.

2.3.3.2. Model Komunikasi Aristoteles

Model Aristoteles adalah model komunikasi paling klasik, yang sering juga disebut model retoris. Filosof Yunani, Aristoteles adalah tokoh paling dini yang mengkaji komunikasi, yang intinya adalah persuasi. Ia berjasa dalam merumuskan model komunikasi verbal pertama. Komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraanya kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Tepatnya, ia mengemukakan tiga unsur dasar proses

komunikasi, yaitu pembicara (speaker), pesan (message), dan pendengar (listener).

Diagram berikut merupakan tiga unsur dasar dalam proses komunikasi yang diungkapkan oleh Aristoteles:

Fokus komunikasi yang ditelaah oleh Aristoteles adalah komunikasi retoris, yang kini lebih dikenal dengan sebutan komunikasi publik atau pidato.

Menurut Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa anda, argumen anda, dan dengan memainkan emosi khalayak. Dengan kata lain, faktor-faktor yang memainkan peran dalam menentukan efek persuasif dalam komunikasi publik meliputi, isi pidato, susunannya, dan cara penyampaiannya. Aristoteles juga menyadari peran khalayak pendengar. Persuasi berlangsung melalui khalayak ketika mereka diarahkan melalui pidato itu kedalam suatu keadaan emosi tertentu (Mulyana, 2007: 146).

Meskipun model ini bisa dikatakan cukup sederhana namun ada beberapa kelebihan dari model ini yaitu keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia dari binatang; menekankan pada kekuatan dan keindahan bahasa untuk menggerakkan orang banyak secara emosional dan menggerakkan mereka untuk

Setting

Setting

Pembicara Pesan Pendengar

Gambar 2.2. Model Komunikasi Aristoteles (sumber: Burgoon dalam Mulyana, 2007)

beraksi/bertindak. Model ini menjadi inspirasi bagi para ilmuwan komunikasi untuk mengembangkan model komunikasi modern.

Kekurangan dari model komunikasi Aristoteles atau model retoris adalah komunikasi dianggap sebagai fenomena statis. Dimana hanya terdapat transfer pesan dari pembicara ke pendengar saja. Misalnya, seorang pembicara sedang berbicara tentang sesuatu hal dan kemudian ia menyampaikan pesan kepada para khalayak. Kemudian, khalayak mendengarkan apa yang menjadi pesan dari si pembicara. Tahap-tahap komunikasi dalam peristiwa ini terjadi secara berurutan dimana itu terjadi terus-menerus terjadi secara statis ketimbang terjadi secara simultan. Kelemahan lainnya adalah tidak membahas mengenai aspek-aspek non-verbal dalam persuasi yang berperan dalam proses komunikasi. Bagaimanapun model ini menjadi pijakan bagi ilmuwan lain untuk menciptakan komunikasi yang lebih kekinian.

2.3.3.3.Model Komunikasi Shanon dan Weaver

Salah satu model awal komunikasi dikemukakan Claude Shannon dan Warren Weaver dalam buku The Mathematical Theory of Communication. Model ini menjelaskan bahwa komunikasi merupakan informasi sebagai pesan ditransmisikan dalam bentuk pesan kepada penerima (receiver) untuk mencapai tujuan komunikasi tertentu yang dalam prosesnya memiliki kemungkinan terjadinya noise atau gangguan (Mulyana, 2007: 148).

Model Shannon dan Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model itu melukiskan suatu sumber yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran kepada seorang penerima yang menyandi balik atau mencipta ulang pesan

tersebut. Dengan kata lain, model Shannon dan Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan.

Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi ini adalah otak, transmitter-nya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal (kata-kata terucapkan), yang ditransmisikan lewat udara (sebagai saluran). Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi sebaliknya yang dilakukan transmitter dengan merekonstruksi dari sinyal, sasaran (destination) adalah (otak) orang yang tujuan pesan itu.

Sebagaimana ditunjukkan diagram model komunikasi Shannon dan Weaver pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Model Komunikasi Shannon dan Weaver, (Severin & Tankard dalam Mulyana, 2007: 146)

Mulyana juga menyebutkan bahwa model ini dapat diterapkan dalam konteks komunikasi lainnya seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi publik atau komunikasi massa. Namun kelemahan dari model ini adalah masih

memberikan gambaran yang parsial mengenai proses komunikasi. Komunikasi masih dipandang sebagai fenomena statis dan satu arah. Juga tidak ada konsep umpan balik atau transaksi yang terjadi dalam penyandian dan penyandian balik.

2.3.3.4.Model Komunikasi Schramn

Wilbur Schramm (1954) memberikan model proses komunikasi yang memperlihatkan pentingnya pengalaman dalam proses komunikasi. Bidang pengalaman akan menentukan apakah pesan yang dikirimkan diterima oleh si penerima pesan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim pesan.

Schramm menyatakan jika tidak ada kesamaan dalam bidang pengalaman, bahasa yang sama, latar belakang yang sama, kebudayaan yang sama, maka sedikit kemungkinan pesan yang akan diterima diinterpretasikan dengan benar (Muhammad, 2005: 10).

Schramm merupakan orang pertama yang mengubah model Shannon dan Weaver. Ia memiliki konsep decoding dan encoding sebagai aktivitas yang dilakukan secara simultan oleh pengirim dan penerima, Schramm juga membuat ketentuan-ketentuan untuk pertukaran dua arah pesan. Ia memberikan gagasan tambahan “field of experience”, atau kerangka acuan psikologis, hal ini merujuk pada jenis orientasi atau sikap dari interactants (orang yang berinteraksi) mempertahankan terhadap satu sama lain, termasuk feedback. Diagram dari proses komunikasi yang disampaikan oleh Schramm dapat dilihat pada gambar 2.4.

Kelebihan dari model Schramm adalah ia telah memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagi sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran. Ia menganggap komunikasi sebagai informasi dengan kedua

pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi-balik, mentransmisikan, dan menerima sinyal.

Kekurangan dari Model Schramm adalah di dalam setiap konsep model yang ia buat, selalu menunjukkan perubahan dan perkembangan yang relevan terhadap fenomena yang terjadi dalam masyarakat.

2.3.3.5.Model Three Way Fit David Corten

Salah satu model pendekatan komunikasi kelompok terkait dengan pengembangan program melalui pendekatan dan pelaksanaan manajemen kelompok adalah model Three Way Fit David Corten (1989) dalam Koswara &

Mulyana (2016: 204).

Koswara dan Mulyana (2016: 204) menambahkan bahwa model Gambar 2.4. Model Komunikasi Schramm (Schramm dalam

Civikly dalam Mulyana, 2007: 152)

program pemerintah. Teori ini berguna dalam lingkup perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Model Three Way Fit atau dikenal juga dengan Triangle Fit of Participation dari David Corten (1989) ini menekankan pada kesesuaian diantara ketiga unsur dalam pelaksanaan PKH sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.5, yaitu program adalah Program Keluarga Harapan, members yaitu kelompok Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan management yaitu pendamping. Dimana partisipasi anggota kelompok akan efektif apabila terjadi kesesuaian antara:

1) Adanya output program kegiatan dengan kebutuhan dan keinginan para anggotanya.

2) Permintaan anggota dengan keputusan-keputusan dari pendamping.

3) Tugas-tugas pendampingan dengan kemampuan pendamping.

International Institute of Rural Reconstruction (IIRR) (1998) membahas teori ini dalam workshop Organizational Performance and Change Management – (Penyelenggaraan Organisasi dan Manajemen Perubahan). Mereka sepakat bahwa model ini masih abstrak dan umum, mereka menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

Gambar 2.5. Model Komunikasi Three Way Fit David Corten dalam Koswara dan Mulyana, 2016

1) Memberikan perhatian pada kebutuhan organisasi di lingkungan eksternal.

2) Berikan penekanan pada pengorganisasian komunitas sebagai pemaku kepentingan utama – libatkan pada perencanaan, manajemen dan implementasi program; dan bagaimana kebutuhannya; tingkat pengembangan organisasi mereka; dan aktifitas berikutnya untuk keberlanjutan.

3) Tambahkan rencana aksi untuk membuat program yang efektif

4) Tambahkan dengan perencanaan, pembimbingan, pengorganisasian, pengendalian dan penyusunan anggota.

5) Periksa kesatuan dalam kelompok, visi, misi dan tujuan.

6) Selalu lakukan evaluasi, selidiki bagaimana proses pengembangan program.