• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KOMUNIKASI DALAM PENDAMPINGAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KABUPATEN ACEH TIMUR TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODEL KOMUNIKASI DALAM PENDAMPINGAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KABUPATEN ACEH TIMUR TESIS. Oleh"

Copied!
308
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ZATUL FADHLI 157045027

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi Dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZATUL FADHLI 157045027

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

Nama : Zatul Fadhli Nomor Pokok : 157045027

Program Studi : Magister Ilmu Komunikasi

Menyetujui, Komisi pembimbing

Ketua Program Studi,

(Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D) NIP. 19670405 199003 2 002

Anggota

(Drs. Mukti Sitompul, M. Si) NIP. 19530716 198112 1 001 Ketua

(Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D) NIP. 19581205 198903 1 002

Dekan,

(Dr. Muryanto Amin, S.Sos. M.Si) NIP. 19740930 200501 1 002

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2017

Panitia PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D Anggota : 1. Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D

2. Drs. Mukti Sitompul, M. Si 3. Dr. Nurbani, M. Si

4. Emilia Ramadhani, S.Sos, MA,

(5)

PERNYATAAN

MODEL KOMUNIKASI DALAM PENDAMPINGAN

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KABUPATEN ACEH TIMUR

Dengan ini penulis menyatakan bahwa:

1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri.

2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana, Magister, dan/atau Doktor) baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.

3. Tesis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan komisi pembimbing dan masukan tim penguji.

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya perbuat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau bagian tesis ini bukan karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 25 Agustus 2017 Penulis,

(Zatul Fadhli)

(6)

MODEL KOMUNIKASI DALAM PENDAMPINGAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN

DI KABUPATEN ACEH TIMUR

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model komunikasi yang sedang berlangsung dalam pendampingan Program Keluarga Harapan (PKH), menganalisis peran pendamping PKH dalam memaknai tugasnya, mengeksplorasi konstruksi pesan yang dilakukan oleh pendamping kepada penerima manfaat, serta menentukan model komunikasi yang efektif dalam pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan selama tiga bulan dengan metode wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi dan Focus Group Discussion (FGD) terhadap lima informan utama pendamping PKH dan enam informan tambahan dari KPM, koordinator pendamping dan tim pelaksana.

Teknik analisis data mengikuti konsep Miles dan Huberman yaitu pengumpulan data; reduksi data; penyajian data; kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Model komunikasi yang diterapkan dalam pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur masih terpaku pada interaksi dalam pertemuan kelompok, pesan yang disampaikan dengan teknik informatif, persuasif, dan koersif, (2) Peran pendamping PKH yang dilaksanakan adalah peran fasilitator ketika terjadi kasus, peran pendamping sebagai pembuat konsensus, fasilitasi kelompok (3) Konstruksi pesan yang dilakukan oleh pendamping sangat bergantung pada kemampuan komunikasi, pengetahuan dan pengalaman masing-masing pendamping yang disesuaikan dengan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman dari KPM, (4) Model komunikasi yang efektif adalah mengkorelasikan peran pendampingan dengan proses komunikasi transaksional. Pendamping dan KPM saling berinteraksi. Setiap output berdasarkan kebutuhan dan permintaan KPM yang difasilitasi pendamping dengan tupoksi yang ditetapkan dan bergantung pada kompetensi dan etika masing-masing pendamping untuk mewujudkan komunikasi efektif sehingga tercapainya tujuan PKH yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.

Kata Kunci: Model Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Program Keluarga Harapan, Aceh Timur.

(7)

COMMUNICATION MODEL OF COMMUNITY WORKERS ON INDONESIA CONDITIONAL CASH TRANSFER –

THE PKH ASSISTANCE IN ACEH TIMUR

ABSTRACT

The purposes of this research are to discover the implementation of communication model on the PKH-assistance; to analyze the role of facilitators interpreted their tasks in assistance the beneficiaries and to explore the facilitator’s message construct and to determine the effective communication model in the PKH – assistance in Aceh Timur. A case study method, complemented with qualitative studies are applied to identifying problems and find out the implementation and effective communication model in the PKH- assistance. Data is collected for three months through in depth interview, participant observation, documentation and Focus Group Discussion (FGD) with five main participants and additional participant from coordinator, supervisor of PKH and beneficiaries. The data was analyzed refer to Miles and Huberman theory, which is data collection; data reduction, data display and conclusion. The result showed: (1) communication model in the PKH-assistance still focus on interaction with informative, persuasive and coercive technique in group communication. They are more frequently interact with the group leader than the members, (2) facilitators interpreted their tasks just to facilitate special cases, the role as a consensus leader and organizing events frequently apply in the first phase of the program. The facilitators already played an educator, representation and mediator role. (3) the facilitators message construct depending on their communication capabilities., knowledge and their experiences which compatible with the beneficiaries, (4) the effective communication model is the combination between the PKH-assistance roles and transactional communication model. Each outputs are the result of the beneficiaries needs and demands which mediated by facilitators in line with the rules and procedures established in the PKH guidelines based on their competence and ethics to achieve the effective communication and the goals of the PKH; raising the prosperity of beneficiaries.

Keywords: Communication Model, Group of Communication, Indonesian Conditional Cash Transfer Program, Aceh Timur.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan berkah serta hidayah-Nya, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan tesis ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Hasil karya ilmiah ini peneliti persembahkan untuk orang tua tercinta, almarhum T. Ibrahim Daud dan Rukmawati, serta suami Achmad Iqbal dan seluruh keluar besar. Terimakasih atas doa dan dukungan yang tak terhingga.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, peneliti dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) Republik Indonesia di Jakarta yang telah memberikan dukungan pada Ilmu Komunikasi di Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU.

4. Ibu Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A, Ph.D selaku Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Ketua Penguji.

5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D, dan Bapak Drs. Mukti Sitompul, M. Si, penghormatan yang sedalam-dalamnya selaku Ketua dan anggota komisi pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Ibu Dr. Nurbani, M.Si dan Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos, MA, selaku komisi pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

(9)

7. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang telah mendukung pendidikan penulis di Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU.

8. Seluruh Tim Pelaksana PKH, Koordinator dan Pendamping PKH dan Keluarga Penerima Manfaat PKH di Kabupaten Aceh Timur yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk membantu proses penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

9. Staf Administrasi Magister Ilmu Komunikasi, Sri Handayani, S.Sos dan Zikra Khasiyah, S.Sos, yang telah membantu dalam mengurus keperluan administrasi peneliti selama mengikuti perkuliahan di Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univesitas Sumatera Utara.

10. Kepada semua teman-teman dari Magister Ilmu Komunikasi Angkatan V dan pengurus serta anggota Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi USU (IMAMIKOM). Semoga ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat dan ikatan silaturahmi tetap terjaga.

11. Semua pihak yang telah membantu memberikan bimbingan dan arahan, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat waktunya.

Akhirnya peneliti menyadari bahwa tesis ini tentu masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu setiap kritik dan saran yang konstruktif dengan senang hati diterima. Semoga apa yang tercantum dalam tesis ini dapat bermanfaat kepada seluruh pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan komunikasi dalam tugas pendampingan program pemerintah, khususnya PKH. Semoga Allah SWT senantiasa selalu memberikan keberkahan dan ilmu yang bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 25 Agustus 2017 Peneliti,

(Zatul Fadhli)

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Fokus Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 13

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Penelitian ... 15

2.2. Penelitian sejenis terdahulu ... 17

2.3. Uraian Teori ... 30

2.3.1. Komunikasi ... 30

2.3.2. Komunikasi Kelompok ... 36

2.3.3. Model Komunikasi ... 38

2.3.3.1. Tipe-Tipe Model Komunikasi ... 39

2.3.3.2. Model Komunikasi Aristoteles ... 40

2.3.3.3. Model Komunikasi Shannon dan Weaver ... 42

2.3.3.4. Model Komunikasi Schramm ... 44

2.3.3.5. Model Komunikasi Three Way Fit David Corten ... 45

(11)

2.3.4. Komunikasi Persuasif ... 47

2.3.5. Teori Pemrosesan Informasi ... 49

2.3.6. Teori Difusi Inovasi ... 51

2.3.7. Program Keluarga Harapan (PKH) ... 54

2.3.8. Pendampingan dalam PKH ... 56

2.4. Kerangka Pemikiran ... 59

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 61

3.2. Aspek Kajian ... 62

3.3. Subjek Penelitian ... 63

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 64

3.5. Metode Analisis Data ... 67

3.6. Triangulasi Data ... 68

BAB IV. TEMUAN PENELITIAN 4.1. Proses Penelitian ... 70

4.2. Temuan Penelitian ... 80

4.2.1. Profil PKH Kabupaten Aceh Timur ... 80

4.2.2. Deskripsi Identitas Informan 1 (Afrida) ... 84

4.2.2.1. Model Komunikasi Informan 1 (Afrida) ... 84

4.2.2.2. Peran Pendampingan Informan 1 (Afrida) ... 86

4.2.2.3. Konstruksi Pesan Informan 1 (Afrida) ... 87

4.2.3. Deskripsi Identitas Informan 2 (Una) ... 92

4.2.3.1. Model Komunikasi Informan 2 (Una) ... 93

4.2.3.2. Peran Pendampingan Informan 2 (Una)... 95

4.2.3.3. Konstruksi Pesan Informan 2 (Una) ... 97

4.2.4. Deskripsi Identitas Informan 3 (Tina) ... 103

4.2.4.1. Model Komunikasi Informan 3 (Tina) ... 104

4.2.4.2. Peran Pendampingan Informan 3 (Tina) ... 106

4.2.4.3. Konstruksi Pesan Informan 3 (Tina) ... 108

(12)

4.2.5. Deskripsi Identitas Informan 4 (Zulfiadi) ... 113

4.2.5.1. Model Komunikasi Informan 4 (Zulfiadi) ... 115

4.2.5.2. Peran Pendampingan Informan 4 (Zulfiadi) ... 117

4.2.5.3. Konstruksi Pesan Informan 4 (Zulfiadi) ... 119

4.2.6. Deskripsi Identitas Informan 5 (Indayani) ... 125

4.2.6.1. Model Komunikasi Informan 5 (Indayani) ... 126

4.2.6.2. Peran Pendampingan Informan 5 (Indayani) ... 129

4.2.6.3. Konstruksi Pesan Informan 5 (Indayani) ... 130

4.2.7. Deskripsi Informan 6 (Koordinator Pendamping PKH) ... 138

4.2.8. Deskripsi Informan 7 (Tim Pelaksana PKH) ... 144

4.2.9. Deskripsi Informan 8 (Juraini dari KPM) ... 150

4.2.10. Deskripsi Informan 9 (Ramlah dari KPM) ... 152

4.2.11. Deskripsi Informan 10 (Nurhayati dari KPM) ... 154

4.2.12. Deskripsi Informan 11 (Zalikha dari KPM) ... 156

4.2.13. Focus Group Discussion (FGD) ... 158

BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Triangulasi Data ... 173

5.2. Model Komunikasi pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur ... 175

5.3. Peran Pendamping PKH dalam memaknai tugasnya melakukan pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur ... 190

5.4. Konstruksi pesan pendamping kepada penerima manfaat PKH ... 193

5.5. Model Komunikasi Efektif dalam Pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur ... 198

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ... 203

6.2. Saran ... 205

DAFTAR PUSTAKA ... 208

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1 Universal komunikasi antarmanusia ... 32

2.2 Model Komunikasi Aristoteles ... 41

2.3 Model Shannon dan Weaver ... 43

2.4. Model Komunikasi Schramm ... 45

2.5. Model Komunikasi Three Way Fit David Corten... 46

2.6. Kerangka Pemikiran ... 59

3.1. Komponen dan Analisis Data ... 68

5.1. Model Komunikasi yang sedang berlangsung dalam Pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur ... 189

5.2. Model Komunikasi Efektif Pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur... 198

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1. Matriks penelitian terdahulu ... 25

4.1. Jadwal wawancara pendamping PKH Kabupaten Aceh Timur ... 74

4.2. Struktur Tim Pelaksana PKH di Kabupaten Aceh Timur ... 83

4.3. Penyajian data informan 1 (Afrida) ... 89

4.4. Penyajian data informan 2 (Una) ... 99

4.5. Penyajian data informan 3 (Tina) ... 110

4.6. Penyajian data informan 4 (Zulfiadi) ... 121

4.7. Penyajian data informan 5 (Indayani) ... 132

4.8. Rangkuman data seluruh informan utama penelitian ... 136

4.9. Penyajian data informan 6 (Saiful fahmi-Koordinator pendamping) .... 141

4.10. Penyajian data informan 7 (Eva Azlina, Tim Pelaksana PKH) ... 147

4.11. Penyajian data Focus Group Discussion (FGD) ... 160

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara Informan ... 1

1.1. Kategori Pendamping ... 1

1.2. Kategori Keluarga Penerima Manfaat (KPM) ... 2

1.3. Kategori Tim Pelaksana PKH ... 3

1.4. Kategori Koordinator Pendamping PKH Kabupaten ... 4

2. Transkrip Wawancara 2.1 Informan 1 Pendamping Kecamatan Simpang Ulim... 5

2.2 Informan 2 Pendamping Kecamatan Idi Rayeuk (A) ... 10

2.3 Informan 3 Pendamping Kecamatan Idi Rayeuk (B) ... 15

2.4 Informan 4 Pendamping Kecamatan Peureulak Barat ... 20

2.5 Informan 5 Pendamping Kecamatan Nurussalam ... 26

2.6 Informan 6 Koordinator Pendamping PKH ... 30

2.7 Informan 7 Tim Pelaksana PKH ... 34

2.8 Informan 8 Penerima Manfaat PKH ... 39

2.9 Informan 9 Penerima Manfaat PKH ... 42

2.10 Informan 10 Penerima Manfaat PKH... 46

2.11 Informan 11 Penerima Manfaat PKH ... 50

3. Notulensi FGD ... 53

4. Peta Lokasi Penelitian ... 76

5. Biodata Peneliti ... 77

6. Foto kegiatan PKH dan proses penelitian di Kabupaten Aceh Timur .. 78

(16)

DAFTAR SINGKATAN

1. APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2. APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara 3. BAPPEDA : Badan Perencaanaan Pembangunan Daerah 4. BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 5. BPS : Badan Pusat Statistik

6. CCT : Conditional Cash Transfer 7. CSR : Corporate Social Responsibility 8. DIRJEN : Direktorat Jenderal

9. DMR : Digital Mark Reader 10. FASDIK : Fasilitas Pendidikan 11. FASKES : Fasilitas Kesehatan

12. FDS : Family Development Session 13. KEMENSOS : Kementerian Sosial

14. KIP : Kartu Indonesia Pintar 15. KIS : Kartu Indonesia Sehat 16. KKS : Kartu Keluarga Sejahtera 17. KPM : Keluarga Penerima Manfaat 18. KSM : Keluarga Sangat Miskin 19. KUBE : Kelompok Usaha Bersama 20. LINJAMSOS : Perlindungan dan Jaminan Sosial 21. PKH : Program Keluarga Harapan 22. POSYANDU : Pos Pelayanan Terpadu

23. PPLS : Pendataan Program Perlindungan Sosial 24. RTSM : Rumah Tangga Sangat Miskin

25. TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan 26. TPPKH : Tim Pelaksana Program Keluarga Harapan

27. UEP : Usaha Ekonomi Produktif

28. UPPKH : Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Salah satu implementasi kebijakan pemerintah dalam program perlindungan sosial adalah pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH).

Program ini merupakan salah satu program unggulan pemerintah Indonesia yang berada dibawah tanggung jawab Kementerian Sosial. Program bantuan sosial bersyarat ini merupakan jaminan sosial untuk mengakses kesehatan dan pendidikan yang mencakup kesehatan balita dan ibu hamil serta pendidikan bagi anak usia pendidikan dasar sampai dengan menengah atas, disabilitas dan lanjut usia yang akan diberikan kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM) apabila telah memenuhi syarat dan kewajibannya sebagai penerima manfaat (Kementerian Sosial RI, 2016: 2).

PKH dilaksanakan berdasarkan amanat Undang-Undang nomor 40 Tahun 2004 tentang jaminan sosial nasional, Undang-Undang nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, Inpres nomor 3 tahun 2010 tentang Rencana Tindak Percepatan Pencapaian Sasaran Program Pro-Rakyat, dan Perpres nomor 15 tahun 2010 tentang percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Nainggolan, T., Sutaat., Sitepu, R., Padmi, T., Muchtar., Irmayani., Hutapea, Bonar., 2012: 14).

Berdasarkan regulasi pemerintah ini PKH menjadi program pembangunan unggulan. Selain memberikan bantuan sosial untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan dasar yakni pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial, PKH juga berorientasi pada pemberdayaan keluarga dengan mendorong penerima manfaat peduli terhadap kesehatan dan pendidikan.

(18)

Secara global program ini lebih dikenal dengan sebutan Conditional Cash Transfers (CCT), yang diterjemahkan menjadi Bantuan Tunai Bersyarat.

Meskipun demikian, program ini bukan dimaksudkan sebagai kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM, tetapi program ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan sistem perlindungan sosial di Indonesia.

Program CCT banyak dijumpai di sejumlah negara Amerika Latin dan Karibia. Seperti Meksiko meluncurkan the Programa de Educación, Saludy Alimentación (PROGRESA) pada tahun 1997. Program ini merupakan titik awal pelaksanaan program CCT dalam sekala besar. Brazil memiliki Programa Nacional de Bolsa Escola dan Programa de Erradicaçao do Trabalho Infantil, (PETI). Kolumbia meluncurkan the Familias en Acción program (FA), Honduras memiliki the Programa de Asignación Familiar (PRAF), Jamaica memperkenalkan the Program of Advancement through Health and Education (PATH), dan Nikaragua memperkenalkan the Red de Protección Social (RPS), (BAPPENAS, 2009).

PKH telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2007 dengan segala hambatan dan tantangan yang terus diupayakan solusinya. Keberhasilan PKH di Indonesia tentu saja disebabkan oleh banyak faktor, dalam beberapa penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa kinerja anggota organisasi yang mengelola pelaksanaan PKH, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Dinas Kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor komunikasi integrasi lintas sektoral, yang didalamnya mencakup: persepsi pegawai, strategi lembaga, iklim

(19)

komunikasi lembaga, kualitas media lembaga yang digunakan, aksesibilitas informasi, penyebaran informasi dalam lembaga, ketepatan informasi, dan budaya organisasi. Keadaan ini mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya kinerja anggota organisasi dalam pelaksanaan PKH dapat dijelaskan oleh faktor-faktor persepsi pegawai, strategi lembaga, iklim komunikasi lembaga, kualitas media lembaga yang digunakan, aksesibilitas informasi, penyebaran informasi dalam lembaga, ketepatan informasi, dan budaya organisasi (Suryana, A., Ratnasuminar, J., Koswara, I., Erlandia, D.R., 2013: 2).

Apabila dilihat dari perspektif komunikasi, PKH merupakan wujud dari proses pesan yang disampaikan oleh pemerintah sebagai sumber dan komunikator.

Sasaran dari pesan ini yaitu masyarakat penerima manfaat PKH dimana wujud dari bantuan tersebut adalah uang tunai ataupun non tunai untuk mencukupi kebutuhan dasarnya. Setiap elemen dalam kegiatan PKH melakukan proses komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting karena dalam prosesnya dapat mencapai tujuan dari pengirim pesan ke penerima pesan, sehingga interaksi sesama manusia dapat terjalin. Komunikasi membantu manusia untuk mengungkapkan jati diri, mengenal serta mengevaluasi diri sendiri. Dengan komunikasi manusia juga dapat mengungkapkan perasaannya kepada orang lain dan melalui komunikasi manusia mampu memecahkan berbagai macam permasalahan kehidupan, berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan sesamanya.

Griffin (2012: 6) mencoba mendefinisikan komunikasi secara lebih khusus dan up-todate karena menurutnya definisi komunikasi sebagaimana yang dikemukakan Frank Dance, the University of Denver bahwa ada lebih dari 120

(20)

definisi komunikasi dan itu diciptakan lebih dari 40 tahun yang lalu.

“Communication is the relational process of creating and interpreting messages that elicit a response”. (Komunikasi adalah proses penghubung dalam menciptakan dan menafsirkan pesan yang menghasilkan sebuah tanggapan).

Dalam bukunya Communication and Social Behavior: A Symbolic Interaction Perspective, Faules & Alexander (1978: 5) memaknai komunikasi sebagai suatu perilaku simbolik yang menghasilkan berbagai tingkat makna dan nilai bersama antara pihak yang terlibat didalamnya, “Communication can be defined as symbolic behavior which results in various degrees of shared meanings and values between participants”.

Beberapa definisi diatas mengarahkan kita bahwa makna dan pesan menjadi bagian terpenting dalam proses berkomunikasi. Pada saat penerima pesan memahami “makna” maka komunikasi dianggap berhasil. Jadi, komunikasi yang baik bukanlah sesuatu yang mudah dan bisa dilakukan siapa saja. Seringnya, memiliki keahlian berkomunikasi dianggap kurang penting karena komunikasi bisa dilakukan oleh siapapun, dan keahlian ini sudah ada sejak manusia dilahirkan, padahal komunikasi adalah suatu hal yang sangat kompleks.

Saat ini kita memasuki sebuah era yang disebut sebagai “masyarakat informasi”, dimana masyarakat telah menjadikan komunikasi sebagai proses pengiriman informasi pada sebuah komoditas kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi. Dengan demikian, keahlian komunikasi adalah kemampuan yang wajib dimiliki setiap orang agar bisa siap menghadapi dunia yang menjadikan komunikasi sebagai bagian penting dalam kehidupan sehari-hari.

(21)

Pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan seperti PKH juga dituntut untuk berkomunikasi dengan masyarakat agar dapat menyampaikan semua pesan secara transparan dan dapat dipahami oleh masyarakat sesuai dengan tujuan dari program tersebut. Apabila masyarakat tidak dapat memahami apa yang disampaikan oleh pemerintah (miskomunikasi), maka program pembangunan bisa dianggap belum berhasil. Karena tanpa disadari setiap orang maupun kelompok atau lembaga pemerintah sekalipun telah menerapkan atau menciptakan suatu model proses komunikasi dalam melaksanakan setiap aktifitas pembangunan.

Menurut Sereno dan Mortensen dalam Mulyana (2007: 132), model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Model komunikasi merepresentasikan secara abstrak ciri- ciri penting dan menghilangkan rincian komunikasi yang tidak perlu dalam dunia nyata. Dengan berbagai latar belakang kondisi daerah yang berbeda-beda, tentu saja penerapan proses komunikasi dalam pelaksanaan PKH berbeda pula. Apabila direfleksikan ke beberapa model komunikasi maka dapat diasumsikan bahwa proses komunikasi yang dilaksanakan dalam PKH mengarah pada aspek persuasif dan partisipatif. Persuasif untuk mengajak dan membujuk peserta PKH menjadi patuh melaksanakan kewajibannya untuk memperoleh haknya. Sedangkan partisipatif dalam proses pendampingan pelaksanaan PKH, pendamping melakukan fungsinya untuk menfasilitasi kebutuhan penerima manfaat PKH, baik pendamping maupun penerima manfaat PKH, bersama-sama berpartisipasi dalam proses komunikasi PKH.

Dinas Sosial Kabupaten Aceh Timur, merupakan salah satu lembaga pemerintah pelaksana PKH di tingkat daerah sejak tahun 2012, yang dibentuk

(22)

dalam Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) yang sekarang disebut dengan istilah Tim Pelaksana PKH. Program ini menjadi program unggulan dari program kesejahteraan sosial lainnya seperti program penanggulangan kemiskinan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT), Pembangunan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari bantuan dana sharing yang disubsidi oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dan meningkatnya penerima manfaat disetiap tahunnya serta jumlah sumber daya manusia baik itu Operator maupun Pendamping yang juga terus bertambah.

Persoalan penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu program prioritas di Kabupaten Aceh Timur dengan jumlah penduduk 402.976 jiwa yang tersebar di 24 Kecamatan. Oleh karena itu, PKH menjadi salah satu program andalan yang harus menjadi perhatian khusus dan perlu dipertahankan oleh pemerintah Aceh Timur untuk terus mengupayakan faktor keberhasilan dalam pelaksanaannya. Selain itu, data statistik Kabupaten Aceh Timur tahun 2016, jika dilihat secara absolut maupun presentase, kemiskinan di Aceh Timur sendiri dalam kurun waktu 2011-2013 memiliki kecenderungan menurun.

Pada tahun 2014-2015 secara persentase penduduk miskin menurun, tapi secara jumlah penduduk miskin naik meski tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Aceh Timur sekitar 63.030 jiwa, kemudian naik menjadi 63.480 jiwa di tahun 2015. Meskipun jumlah penduduk miskin naik di tahun 2014 dan 2015, namun jika dilihat dari presentase, presensate penduduk miskin di Kabupaten Aceh Timur terus mengalami penurunan, dimana

(23)

di tahun 2014 persentase penduduk miskin 15,88 % kemudian turun lagi menjadi 15,85 % di tahun 2015 (BPS Kabupaten Aceh Timur, 2016).

Dilihat dari jumlah penerimaan bantuan PKH Kabupaten Aceh Timur sejak tahun 2012 terus mengalami peningkatan baik dari jumlah Kecamatan, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) maupun jumlah anggaran. Pada tahun 2012, Kabupaten Aceh Timur mendapatkan bantuan di 11 Kecamatan, 309 Desa, 3455 KPM dengan jumlah anggaran sebanyak Rp.1.510.200.000,-. Lalu pada tahun 2013 mendapatkan bantuan di 11 Kecamatan, 309 Desa, 3.481 KPM dengan jumlah anggaran Rp. 7.639.300.000,-. Kemudian, pada tahun 2014 memperoleh penambahan Kecamatan menjadi 21 Kecamatan di 427 Desa dan jumlah KPM sebanyak 5.292 dengan jumlah anggaran Rp.8.400.910.000,-. Pada tahun 2015 mengalami peningkatan lagi dengan meratanya perolehan bantuan PKH di seluruh Kecamatan di Kabupaten Aceh Timur yaitu 24 Kecamatan, 489 Desa dengan 7.343 KPM dan jumlah bantuan menjadi Rp. 13.630.911.000,-. Selanjutnya, data yang peneliti peroleh terakhir menunjukkan bahwa pada tahun 2016 jumlah bantuan tetap di 24 Kecamatan, tapi jumlah Desa meningkat menjadi 513 Desa dengan jumlah KPM 11.423 keluarga dan anggaran meningkat menjadi Rp.

20.321.489.843,- (Dinas Sosial Kabupaten Aceh Timur, 2017).

Dalam kurun waktu hampir lima tahun, dengan didukung oleh sejumlah SDM yang terdiri dari 46 orang pendamping, 4 orang operator dan 6 orang pejabat dalam Tim Pelaksana PKH. PKH di Kabupaten Aceh Timur telah banyak mengalami permasalahan yang beragam, baik itu dalam manajemen kegiatan, sumber daya manusia, maupun dalam proses komunikasi antara Tim Pelaksana PKH Kabupaten Aceh Timur dan seluruh elemen pelaksana PKH seperti

(24)

Pendamping, Operator, tim Koordinasi, Tim Pelaksana PKH dan keluarga penerima manfaat.

Dari hasil laporan bulanan Tim Pelaksana PKH, tidak sedikit masalah komunikasi yang muncul, misalnya saja pada awal penerimaan PKH tahun 2012, masyarakat masih belum memahami proses pendataan awal untuk menjadi peserta PKH, sehingga banyak masyarakat miskin yang tidak terdata. Mereka marah dan mendatangi kantor Dinas Sosial Kabupaten Aceh Timur (UPPKH Kabupaten Aceh Timur, 2013). Pada tahun 2014 juga terjadi perselisihan antara Pendamping, KPM dan masyarakat yang tidak menerima PKH di Kecamatan Rantau Selamat dan Kecamatan Indra Makmu, sehingga harus ditangani oleh Camat dan pihak Kepolisian setempat. Mereka merasa layak untuk mendapatkan bantuan PKH, sementara peserta yang sudah menerima PKH dianggap tidak layak karena mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

Masalah lain juga muncul pada saat proses penyaluran bantuan PKH, KPM PKH tidak seluruhnya memahami tentang mekanisme penyaluran bantuan sehingga ada beberapa keluarga yang tidak bisa melakukan pencairan dana bantuan. Hal ini sebagaimana terangkum dalam hasil monitoring dan evaluasi Tim Pelaksana PKH Kabupaten Aceh Timur tahun 2016 yang menunjukkan bahwa pada umumnya intensitas pertemuan antara pendamping dan keluarga penerima manfaat hanya dilakukan pada saat pemutakhiran data yaitu mendekati waktu penyaluran bantuan. Padahal, seharusnya seorang pendamping harus melakukan pertemuan dan pendampingan secara rutin setiap hari dengan mengatur jadwal sesuai jumlah KPM.

(25)

Hasil temuan tim monitoring Tim Pelaksana PKH pada tahun 2016 ditemukan bahwa ada beberapa masyarakat yang menolak dengan mengancam jika dikeluarkan sebagai peserta PKH, mereka merasa masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, padahal jika dilihat dari kondisi tempat tinggal dan pendapatan kepala keluarga sudah sangat memenuhi kebutuhan dasar. Hal ini menjadi indikasi bahwa pencapaian tujuan akhir untuk pemutusan rantai kemiskinan belum bisa dipahami oleh setiap peserta PKH.

Permasalahan proses komunikasi ini tentu saja menjadi perhatian untuk ditemukan solusinya, selama ini model komunikasi yang berlangsung di PKH Kabupaten Aceh Timur masih terpaku pada proses interaksi dua arah.

Pendamping sebagai sumber menyampaikan pesan tentang informasi PKH kepada penerima pesan yaitu penerima manfaat PKH, masyarakat umum, stakeholder dan unsur desa serta kecamatan. Meskipun penerima pesan mendengarkan tentang informasi PKH yang disampaikan pendamping ataupun Tim Pelaksana PKH Kabupaten, tetapi mereka tidak peduli dengan proses pelaksanaan PKH dari mulai pendataan awal, verifikasi data sampai dengan pencairan dana bantuan. Penerima pesan menganggap program ini seluruhnya menjadi tanggungjawab Dinas Sosial Kabupaten, padahal PKH merupakan program dari Kementerian Sosial yang bekerjasama dengan kementerian dan institusi lainnya seperti Bappenas, BPS, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan.

Pendamping sebagai unsur terdepan dalam proses komunikasi pelaksanaan PKH memiliki peran untuk menentukan keberhasilan PKH seperti yang dipaparkan Mujiyadi dalam penelitian yang dilakukan oleh Habibullah (2013:v) menyebutkan bahwa: “sebagai pelaksana di tingkat Kecamatan

(26)

pendamping sangat dibutuhkan karena pendamping merupakan pancaindra PKH dengan alasan bahwa: “(1) penerima manfaat PKH yang dikategorikan dalam masyarakat miskin tidak memiliki kekuatan, tidak memiliki suara dan kemampuan untuk memperjuangkan hak mereka yang sesungguhnya, mereka membutuhkan pejuang menyuarakannya, yang membantu mereka mendapatkan haknya; (2) Tim Pelaksana PKH Kabupaten/Kota tidak memiliki kemampuan melakukan tugasnya diseluruh Kecamatan dalam waktu yang bersamaan. Petugas yang dimiliki sangat terbatas sehingga sangat sulit mendeteksi segala macam permasalahan dan melakukan tindak lanjut dalam waktu cepat”.

Tugas utama pendamping adalah melakukan pendampingan dan pemberdayaan kepada penerima manfaat PKH. Pendampingan merupakan proses pembimbingan atau pemberian kesempatan kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang dilakukan oleh para pendamping atau fasilitator melalui serangkaian aktivitas yang memungkinkan komunitas tersebut memiliki kemampuan dan kepercayaan diri dalam menghadapi permasalahan di seputar kehidupannya (Kementerian Sosial RI, 2005: 7).

Melalui pendamping PKH inilah proses fasilitasi dari beragam kelompok- kelompok sosial dalam mendiskusikan kebutuhan dan permasalahan mereka secara bersama-sama untuk meraih sebuah kesepakatan dan pengambilan keputusan. Selain itu pendamping bertugas melakukan dialog dengan pejabat pemerintah yang merupakan pemangku kepentingan, memfasilitasi kemitraan serta mendukung pendekatan yang terintegrasi. Sistematika dalam komunikasi yang dilakukan pendamping adalah mendengarkan apa yang dikemukakan masyarakat, mempertimbangkan persepsi, kebutuhan, pengetahuan, pengalaman,

(27)

budaya dan tradisi mereka, dan hal tersebut merupakan bagian yang penting dalam proses komunikasi PKH.

Penerima manfaat PKH sebagai komunikan dalam proses komunikasi tentu memerlukan informasi untuk memahami pesan-pesan yang disampaikan oleh Pemerintah. Proses yang tepat sangat mempengaruhi pemahaman mereka.

Sistematika dalam penyampaian pesan dalam berbagai tingkatan dimulai dari pemerintah pusat maupun pada tingkatan operasional yang terjadi di masyarakat.

Penelitian mendalam terhadap sistematika yang terjadi dalam model komunikasi PKH dapat diamati dari konstruksi pesan pendamping PKH dan peran pendamping dalam memaknai tugasnya melakukan pendampingan dalam program ini.

Tujuan akhir dari pelaksanaan PKH adalah pemutusan rantai kemiskinan.

Kemiskinan merupakan isu prioritas di setiap Negara berkembang yang selalu tercantum dalam agenda pembangunan. Kemiskinan merupakan kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Suharyanto, dalam Syawie, 2011). Menurut berita resmi statistik BPS, 18 Juli 2016 jumlah penduduk miskin di Indonesia pada maret 2016 sebesar 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86% dari total penduduk Indonesia, sedangkan jumlah penganggur terbuka di Indonesia pada Agustus 2016 sebesar 7,03 juta jiwa atau 5,6 % dari jumlah angkatan kerja sebesar 125,44 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2016).

Dalam pencapaian tujuan PKH dibutuhkan perangkat pendukung yang terdiri atas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM). Dalam Pedoman PKH

(28)

2016 disebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan komponen utama yang berperan terhadap suksesnya tujuan organisasi dalam mengelola sebuah kegiatan atau program. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, SDM PKH merupakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan di lingkup Direktorat Jaminan Sosial.

Selama ini penelitian tentang PKH hanya terpaku pada ruang lingkup efektifitas dilihat dari aspek kesejahteraan sosial dan ekonomi, masih sangat sulit ditemukan penelitian PKH dilihat dari aspek komunikasi baik dari dalam maupun luar negeri, misalnya saja penelitian Laura B. Rawlings dan Gloria M. Rubio (2003), Cohen MJ, et.al (2008), Calvo (2011), Habibullah (2011), Nainggolan (2012). Padahal, komunikasi mengambil peran sangat esensial dalam berhasilnya suatu program pembangunan pemerintah. Unsur-unsur yang terlibat dalam proses komunikasi seperti komunikator (pelaksana PKH), pesan (hak dan kewajiban;

syarat kepesertaan; maksud dan tujuan PKH), media (sarana dan prasarana pendukung PKH), komunikan (penerima manfaat PKH) memerlukan model komunikasi yang efektif dalam penyampaian pesan-pesannya.

Penelitian ini penting dilakukan agar dapat melihat lebih dalam bagaimana model komunikasi yang telah dilakukan dalam proses pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur dan menemukan model komunikasi dalam pendampingan yang efektif. Selain itu penelitian ini menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu komunikasi yang berorientasi tentang program perlindungan sosial dari pemerintah khususnya yang telah dilaksanakan di Kabupaten Aceh Timur.

(29)

1.2.Fokus Masalah

Melihat identifikasi masalah yang dipaparkan di atas dan agar cakupan penelitian ini tidak terlalu luas dan tidak banyak menimbulkan penafsiran, maka perumusan masalah akan memperdalam tentang:

1) Bagaimana model komunikasi yang sedang berlangsung dalam pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur.

2) Bagaimana peran pendamping PKH dalam memaknai tugasnya melakukan pendampingan kepada penerima manfaat PKH di Kabupaten Aceh Timur.

3) Bagaimana konstruksi pesan yang dilakukan oleh pendamping kepada penerima manfaat PKH di Kabupaten Aceh Timur.

4) Bagaimana model komunikasi yang efektif dalam pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menemukan model komunikasi yang sedang berlangsung dalam pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur.

2) Untuk menganalisis peran pendamping PKH dalam memaknai tugasnya melakukan pendampingan kepada penerima manfaat PKH di Kabupaten Aceh Timur.

3) Untuk mengeksplorasi konstruksi pesan yang dilakukan oleh pendamping kepada penerima manfaat PKH di Kabupaten Aceh Timur.

4) Untuk menentukan model komunikasi yang efektif dalam pendampingan PKH di Kabupaten Aceh Timur.

(30)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini penulis harapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1) Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi acuan teoritis dalam penelitian ilmu komunikasi khususnya tentang konstruksi model komunikasi dalam pendampingan program-program pembangunan pemerintah.

2) Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah khazanah dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan pedoman bagi civitas akademika terkait dengan teori dan model komunikasi, khususnya pada kajian komunikasi kelompok.

3) Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi model komunikasi dalam pendampingan dan evaluasi bagi tim pelaksana PKH di Dinas Sosial Kabupaten Aceh Timur dan menjadi contoh bagi daerah lain untuk melihat model komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan pendampingan PKH.

(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Penelitian

Paradigma memberikan kerangka bagaimana seseorang memandang suatu realitas. Menurut Alwasilah (2002: 78), suatu kegiatan tidak akan mungkin tanpa merujuk pada paradigma, paradigma pada sudut pandangan lain berperan sebagai pembatas ruang dan gerak peneliti. Jadi dapat dikatakan bahwa paradigma dalam sebuah penelitian adalah sebuah cara pandang bagaimana seorang peneliti menetapkan tujuannya serta teori apa yang harus digunakan untuk memperkuat sebuah penelitian.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Ardianto dan Aness (2007: 154) menyebutkan bahwa konstruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) diri kita sendiri. Prinsip dasar konstruktivisme menerangkan bahwa tindakan seseorang ditentukan oleh konstruk diri, sehingga komunikasi dapat dirumuskan dan ditentukan oleh diri di tengah pengaruh lingkungan luar.

Sarantakos dalam Poerwandari (2007: 22-23) mengatakan bahwa paradigma konstruktivisme adalah pendekatan yang menggunakan pola pikir induktif yaitu berjalan dari yang spesifik menuju umum dan dari yang konkrit menuju abstrak.

Delia dalam EM Griffin (2012: 98) mendefinisikan konstruktivisme sebagai teori komunikasi yang mencari dan menjelaskan perbedaan secara

(32)

individual terhadap kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara terampil dalam situasi sosial, ia mengingatkan bahwa kita tidak perlu diyakinkan bahwa beberapa orang memang lebih baik dalam cara memahami, mengendalikan daya tarik, membujuk, menginformasikan, memberi kenyamanan, atau menghibur pihak tertentu yang mereka ajak bicara dalam penyampaian pesan.

“Constructivism is a communication theory that seeks to explain individual differences in people’s ability to communicate skillfully in social situations. You probably don’t need to be convinced that some people are better at understanding, attracting, persuading, informing, comforting, or entertaining others with whom they talk”.

Secara ringkas gagasan konstruktivis mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut (Ardianto & Anees, 2007: 155):

1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Jadi dapat disarikan bahwa konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konstruksi semacam ini yang oleh Bergerdan Luckman disebut dengan konstruksi sosial.

Dari beberapa defenisi diatas, pengertian konstruksi dalam kontkes hubungannya dengan penelitian ini mempunyai arti suatu bentuk, tata cara atau secara lebih luas merupakan pola-pola hubungan yang ada di dalam suatu sistem

(33)

yang membentuk suatu proses kerja dalam hal ini proses pendampingan PKH yang dilakukan oleh pendamping.

2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu

Keberhasilan PKH di Indonesia menjadi perhatian banyak peneliti untuk mengeksplor berbagai aspek yang terkait dalam proses pelaksanaannya, baik itu dampak, pengaruh atau faktor-faktor pendukung lainnya. Pada umumnya penelitian tentang program Bantuan Tunai Bersyarat hanya membahas dari sisi kesejahteraan sosial dan ekonomi, masih sedikit yang melihat dari aspek komunikasi pada proses pelaksanaannya.

Penelitian yang peneliti temukan terkait dengan persoalan komunikasi dalam pelaksanaan PKH adalah penelitian yang dilakukan oleh Asep Suryana, Dadang Sugiana dan Putri Trulline (2016) yang berjudul “Pengaruh Atribut Agen Perubahan (Agent of Change) Pendamping Program Keluarga Harapan (PPKH) terhadap Perubahan Sikap Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di Kabupaten Bandung- (Studi Kuantitatif terhadap Implikasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kabupaten Bandung)”.

Penelitian ini menguraikan tentang keberadaan pendamping PKH dikaitkan dengan faktor internal dirinya serta sikap sasarannya, yaitu rumah tangga sangat miskin (RTSM). Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1) Perubahan sikap RTSM peserta PKH dipengaruhi oleh kredibilitas agen perubahan pendamping PKH serta faktor perantara internal RTSM;

2) Perubahan sikap RTSM peserta PKH dipengaruhi oleh faktor efektivitas pesan agen perubahan pendamping PKH serta faktor perantara internal RTSM;

3) Perubahan sikap RTSM peserta PKH dipengaruhi oleh kondisi penerima pesan agen perubahan pendamping PKH serta faktor perantara internal RTSM.

(34)

4) Perubahan sikap RTSM peserta PKH dipengaruhi oleh faktor saluran komunikasi agen perubahan pendamping PKH serta faktor perantara internal RTSM.

5) Secara simultan, aspek-aspek kredibilitas, efektivitas pesan, kondisi penerima pesan, serta faktor saluran komunikasi agen perubahan pendamping PKH, berpengaruh terhadap faktor perantara internal RTSM dan implikasinya terhadap perubahan sikap RTSM.

Menurut mereka penelitian tentang pengaruh komunikasi integrasi multi sektor terhadap pemberdayaan masyarakat miskin dapat dikembangkan lagi.

Masih banyak variabel komunikasi yang perlu dikaji untuk pengembangan ilmu komunikasi, ruang lingkup penelitian ini dapat pula dieksplorasi dari sisi komunikasi organisasional, komunikasi kelompok, komunikasi sosial, komunikasi pendidikan, komunikasi kesehatan, dan lain-lain. Dari sisi metodologi yang digunakan, dalam penelitian ini menggunakan survei dengan pendekatan eksplanatoris, dengan analisis data menggunakan statistika parametrik, dengan analisis jalur (path analysis). Mereka menyarankan bahwa fenomena ini bisa juga diungkap melalui metode kualitatif, seperti fenomenologi, studi kasus, studi etnografi komunikasi, dan lain-lain.

Penelitian sejenis lainnya adalah dari Bulya Firjaun AF, Fathurrohman, Dyah Lituhayu (2015) dengan judul Hubungan Sumber Daya dan Komunikasi Terhadap Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sumber daya dan komunikasi terhadap implementasi PKH. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif ini menggunakan populasi yang terdiri dari pendamping PKH di Kecamatan Watukumpul, Pemerintah Kecamatan watukumpul, UPPKH Kabupaten Pemalang, dan Dinas Sosial Kabupaten Pemalang. Dari pendekatan kuantitatif melalui metode survey

(35)

yang dilakukan diperoleh bahwa sumber daya yang ada dalam menunjang pelaksanaan PKH di kecamatan Watukumpul dinilai sudah cukup baik dan dapat menunjang pelaksanaan program, begitu juga dengan komunikasi yang dilakukan oleh pelaksana dalam proses implementasi PKH di Kecamatan Watukumpul juga dinilai sudah cukup baik. Meskipun hasil penelitian menunjukkan kearah sempurna namun penelitian ini merekomendasikan perlu ditingkatkannya pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia serta perlu dirumuskan pola komunikasi sekunder untuk transformasi informasi.

Penelitian berikutnya dari Togiaratua Nainggolan (2012) Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial yang berjudul Program Keluarga Harapan di Indonesia: Dampak pada Rumah Tangga Sangat Miskin di Tujuh Provinsi. Penelitian dengan menggunakan mix method (pendekatan kuantitatif dan kualitatif) ini menggunakan desain non-eksperimental, peneliti tidak melakukan intervensi terhadap RTSM. Penelitian ini hanya mengukur dampak dari PKH. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum PKH telah berdampak positif bagi RTSM. Ada perbedaan signifikan antara kondisi RTSM sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan PKH dilihat dari indikator partisipasi bidang pendidikan dan kesehatan, namun belum berdampak positif terhadap status sosial ekonomi. Rekomendasi dari penelitian ini antara lain:

1) Dalam konteks kebijakan, PKH perlu melihat dan menempatkan secara tepat asumsi tentang RTSM yang tersusun atas relasi dinamis biopsikososiokultural dalam konteks interaksi di dalam keluarga maupun keluarga dengan masyarakat dan Negara. Pelaksana PKH harus memahami dan menghargai bahasa RTSM, pengetahuannya, afektifitasnya, kebebasannya, historitasnya, dan sosialitasnya.

2) Rencana strategis dan rencana tindakan PKH perlu memperhatikan rantai proses yang terbangun pada analisis jalur dalam hasil penelitian ini, sejak pemberian bantuan sampai dengan peningkatan partisipasi

(36)

3) Perlu perpanjangan usia program atau menunda exit bagi peserta PKH tahun 2007.

4) Perlu dikembangkan sebagai program perlindungan sosial ke dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional.

5) Perlu penataan ulang dengan intervensi khusus dalam bidang sosial ekonomi keluarga dan memperpanjang bantuan akses hingga SLTA.

6) Perlu melakukan validasi atau transformasi data RTSM menjadi data Keluarga Sangat Miskin (KSM)

Sementara itu, temuan penelitian tentang pendampingan PKH pernah dilakukan oleh Habibullah (2011) mengenai Peran Pendamping PKH di Kabupaten Karawang yang menyimpulkan bahwa pendamping PKH lebih memainkan peran teknis untuk mencapai keberhasilan program secara administratif dan kurang memainkan peran fasilitatif, representatif dan edukatif.

Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk melihat proses intervensi pekerjaan sosial secara mendetail. Pemilihan informan dengan purposive yaitu keterwakilan yang mengetahui informasi; koordinator UPPKH, pendamping, tokoh masyarakat dan penyedia layanan kesehatan dan pendidikan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi dokumentasi dan observasi. Hasil penelitian juga menemukan bahwa pelaksanaan PKH di Kabupaten ini belum optimal, penerima manfaat masih terjebak dalam kemiskinan majemuk. PKH berdampak pada peningkatan partisipasi bidang kesehatan namun tidak terlalu berdampak pada partisipasi bidang pendidikan.

Terkait dengan bantuan tunai bersyarat yang dikenal juga dengan Conditional Cash Transfer (CCT), pernah diteliti oleh Laura B. Rawlings dan Gloria M. Rubio (2003) yang berjudul Evaluating the Impact of Conditional Cash Transfer Programs-Lessons from Latin America. Dari metode pendekatan kuantitatif dan kualitatif menunjukkan bahwa dari generasi pertama program di

(37)

Mexico, Brazil dan Nicaragua menunjukkan bahwa program CCT efektif untuk promosi membangun modal kapital manusia diantara rumah tangga miskin. Bukti yang jelas dari kesuksesan terlihat dalam meningkatnya angka partisipasi, pelayanan kesehatan preventif dan konsumsi rumah tangga. Namun begitu masih banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang dampak dari progam CCT, diantaranya terkait dengan efektifitas program dengan kondisi Negara yang berbeda dan keberlangsungan dari dampak pada kesejahteraan.

Penelitian CCT di Negara lain juga pernah dilakukan oleh Cohen MJ, Wiesmann D, Menon P, Ruel MT, Smith N (2008) dengan judul Social Policy in a Fragile State: Institutional Issues in the Implementation of a Conditional Cash Transfer Program in Haiti dari International Food Policy Research Institute, Washington, Amerika Serikat. Penelitian ini ingin melihat apakah CCT dapat membantu mempercepat penanggulangan penyebarluasan kemiskinan di Haiti, dan membantu memperbaiki kesejahteraan anak-anak di Haiti, serta menilai apakah program ini dapat diimplementasikan di Negara lain yang berpenghasilan rendah dan miskin seperti Haiti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program CCT layak untuk dilaksanakan di Haiti dengan cara koordinasi yang baik pada setiap kegiatan pelaksanaan. Program yang dilaksanakan harus memiliki hubungan dengan aktifitas yang dilaksanakan oleh Institusi Pendanaan Nasional di Haiti (Fond National de Parrainage and MENFP/DAEPP), bekerjasama dengan sekolah yang terakreditasi, manajemen komite dan lainnya.

Terkait dengan model komunikasi pada program pemerintah dalam ruang lingkup bidang pengetahuan non komunikasi, peneliti menemukan penelitian

(38)

terdahulu yang dilakukan oleh Indardi (2016) dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berjudul Pengembangan Model Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat Tani. Penelitian ini bertujuan untuk memotret dan memahami model komunikasi pemberdayaan masyarakat tani di lapangan dan upaya pengembangannya untuk keberhasilan masyarakat tani ke depannya. Kajian ini menggunakan paradigma kualitatif-interpretatif konstruktifistik, untuk memahami fenomena proses komunikasi yang terjadi di kelompok tani jamur merang Lestari Makmur, mengidentifikasi kategori-kategori penting dan mengkonstruksinya sebagai suatu potret model komunikasi.

Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa model komunikasi pemberdayaan harus diarahkan pada pendampingan profesional, dan untuk keberlanjutan kelompok ke depannya diarahkan pada model komunikasi dengan kepemimpinan demokratis. Penting disarankan kepada kelompok tani tentang hakekat pemberdayaan masyarakat, memberikan pemahaman pada kelompok tani jamur merang bahwa tanggung jawabnya tidak hanya budidaya saja, masih banyak hal yang harus dikerjakan sebagai sebuah kelompok tani agar lebih maju ke depannya.

Selanjutnya adalah penelitian dari Darmajanti, L., Patinasarany, R., Triana L., & Tim peneliti Komunikasi UMKM LabSosio (2008) dari Universitas Indonesia yang berjudul Komunikasi Sosial Efektif sebagai Strategi Pemberdayaan Koperasi dan UKM mengkaji tentang pola komunikasi dalam program pemberdayaan Koperasi dan Usaha kredit Mikro (UKM). Komunikasi sosial efektif sebagai tinjauan sosiologik bertujuan untuk mendapatkan desain komunikasi yang stratejik dengan menelisik seberapa efektif pola komunikasi

(39)

yang telah dilakukan pemerintah dalam mensosialisasikan program pemberdayaan.

Selain data sekunder dilakukan pengumpulan data primer dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data terhadap informan kunci baik dari kalangan pemerintah maupun penerima program. Disamping itu dilakukan survei terhadap pemanfaat dana UKM di tiga kota di Provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Temuan penelitian ini yaitu adanya pola komunikasi yang berbeda dari setiap provinsi dan di setiap tingkatan. Hal ini merupakan dampak dari perubahan kebijakan, penyuluhan, struktur organisasi pada era otonomi daerah. Ditemukan beberapa kelemahan strategi komunikasi yang dilakukan diantaranya melalui rapat koordinasi nasional, kurangnya tenaga profesional, hambatan birokrasi.

Sementara itu media komunikasi terbatas pada media cetak seperti brosur, bahan presentasi, kecuali beberapa media elektronik dari Kementerian.

Darmajanti, et al. (2008) merekomendasikan suatu karakteristik yang perlu dimiliki oleh seorang pendamping lapangan yang efektif, yaitu yang pertama memiliki perspektif yang terbuka dan keinginan untuk menerima keberagaman;

kedua, memiliki kemampuan mendengarkan orang lain yang tinggi, sehingga fokus tidak pada pendamping; ketiga, memiliki kemampuan organisasi yang kuat, kemampuan berorganisasi menjalin hubungan sosial adalah kemampuan sosial (social skill); dan terakhir memiliki keterampilan dalam melakukan kegiatan- kegiatan yang menarik bagi beragam individu dengan menggunakan cara pembelajaran yang bervariasi disesuaikan dengan budaya lokal.

(40)

Kedelapan penelitian terdahulu yang sangat bervariasi baik dari aspek komunikasi, proses pendampingan maupun pemanfaatan bantuan yang secara umum menghasilkan temuan positif membantu peneliti untuk menemukan persoalan baru dalam pendampingan PKH. Penelitian yang mengkaji tentang model komunikasi efektif perlu dilakukan untuk melihat pelaksanaan pendampingan PKH dari aspek komunikasi secara menyeluruh dengan mengkomparasi dari model-model komunikasi yang telah dipaparkan pakar komunikasi. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan dari pertanyaan dan berbagai rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya dilihat dari aspek komunikasi.

(41)

No Aspek Penelitian Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian Rekomendasi Penelitian 1 - Komunikasi

pembangunan dalam program pemerintah - Keberadaan

Pendamping PKH dikaitkan dengan faktor internal dirinya serta sikap sasarannya

Asep Suryana, Dadang Sugiana dan Putri Trulline (2016)

Pengaruh Atribut Agen Perubahan (Agent of Change) Pendamping Program Keluarga Harapan (PPKH) terhadap Perubahan Sikap Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di Kabupaten Bandung

Studi Kuantitatif Survei dengan pendekatan eksplanatoris, dengan analisa data

menggunakan statistika parametrik, dengan analisa jalur (path analysis)

Secara simultan, aspek-aspek kredibilitas, efektivitas pesan, kondisi penerima pesan, serta faktor saluran komunikasi agen perubahan pendamping PKH, berpengaruh terhadap faktor perantara internal RTSM dan implikasinya terhadap perubahan sikap RTSM.

Penelitian ini dapat dieksplorasi dari sisi komunikasi organisasional, komunikasi kelompok, komunikasi sosial, komunikasi pendidikan, komunikasi kesehatan, dll.

Metodologi lain yang dapat digunakan yaitu metode kualitatif, seperti

fenomenologi, studi kasus, studi etnografi komunikasi, dan lain-lain.

2 Pengaruh sumber daya dan

komunikasi terhadap implementasi PKH

Bulya Firjaun AF, Fathurrohm an, Dyah Lituhayu (2015)

Hubungan Sumber Daya dan

Komunikasi Terhadap Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Watukumpul

Kabupaten Pemalang

pendekatan kuantitatif dengan metode survei dan diproses secara statistik Teknik pengambilan sampel; Sampling Purposive,

sumber daya yang ada dalam menunjang pelaksanaan PKH di kecamatan Watukumpul dinilai sudah cukup baik dan dapat menunjang pelaksanaan program, begitu juga dengan komunikasi yang dilakukan oleh pelaksana dalam proses

implementasi PKH di

Kecamatan Watukumpul juga dinilai sudah cukup baik

- Perlu ditingkatkan pelatihan dan

pengembangan SDM - Pola komunikasi sekunder

perlu dirumuskan dengan baik agar transformasi informasi yang ada berjalan dengan baik - perlu dilakukan perbaikan

pada pengembangan sumber daya dan perbaikan pola komunikasi agar hasil implementasi dapat sesuai dengan tujuan program Tabel 2.1. Matriks penelitian terdahulu

(42)

3 Dampak PKH bagi masyarakat miskin

Togiaratua Nainggolan (2012)

Program Keluarga Harapan di

Indonesia: Dampak pada Rumah Tangga Sangat Miskin di Tujuh Provinsi

pendekatan kuantitatif dan kualitatif

PKH telah berdampak positif bagi RTSM. Ada perbedaan signifikan antara kondisi RTSM sebelum dan sesudah

mendapatkan bantuan PKH dilihat dari indikator partisipasi bidang pendidikan dan

kesehatan, namun belum berdampak positif terhadap status sosial ekonomi

- Dalam konteks kebijakan, PKH perlu menempatkan asumsi tentang RTSM yang tersusun atas relasi dinamis

biopsikososiokultural dalam konteks interaksi di dalam keluarga maupun keluarga dengan masyarakat dan Negara.

- Rencana strategis dan rencana tindakan PKH perlu memperhatikan rantai proses pada analisa jalur dalam hasil penelitian - Perlu perpanjangan usia

program atau menunda exit bagi peserta PKH tahun 2007.

- Perlu dikembangkan sebagai program perlindungan sosial ke dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional kerjasama dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional.

- Perlu penataan ulang dan memperpanjang bantuan akses hingga SLTA.

- Perlu melakukan validasi

(43)

atau transformasi data RTSM menjadi data Keluarga Sangat Miskin (KSM)

4 Peran pendamping dalam PKH

Habibullah (2011)

Peran Pendamping PKH di Kabupaten Karawang

Pendekatan kualitatif deskriptif

pendamping PKH lebih memainkan peran teknis untuk mencapai keberhasilan program secara administratif dan kurang memainkan peran fasilitatif, representatif dan edukatif.

Pelaksanaan PKH di Kabupaten ini belum optimal, penerima manfaat masih terjebak dalam kemiskinan majemuk. PKH berdampak pada peningkatan partisipasi bidang kesehatan namun tidak terlalu berdampak pada partisipasi bidang

pendidikan

- Diperlukan upaya untuk mengoptimalkan peran pendamping PKH melalui pelatihan

khusus/pemberian materi tentang peran dan

keterampilan pendamping.

- Bagi pendamping PKH, peranan teknis dengan tujuan untuk mencapai keberhasilan program secara administrasi memang penting akan tetapi peran fasilitatif dan edukasional leih penting.

5 Program

Penanggulangan Fakir Miskin dengan Bantuan Tunai Bersyarat

Laura B.

Rawlings dan Gloria M. Rubio (2003)

Evaluating the Impact of

Conditional Cash Transfer (CCT) Programs-Lessons from Latin America.

pendekatan kuantitatif dan kualitatif

Program CCT efektif untuk promosi membangun modal kapital manusia diantara rumah tangga miskin. Terbukti dengan meningkatnya angka partisipasi, pelayanan kesehatan preventif dan konsumsi rumah tangga.

Perlu diteliti lebih lanjut tentang dampak dari progam CCT, diantaranya terkait dengan efektifitas program dengan kondisi Negara yang berbeda dan keberlangsungan dari dampak pada

kesejahteraan.

Gambar

Gambar 2.1. Proses universal komunikasi antarmanusia (DeVito, 1997)
Diagram  berikut  merupakan  tiga  unsur  dasar  dalam  proses  komunikasi  yang diungkapkan oleh Aristoteles:
Gambar 2.3. Model Komunikasi Shannon dan Weaver,               (Severin & Tankard dalam Mulyana, 2007: 146)
Gambar 2.5. Model Komunikasi Three Way Fit David  Corten    dalam  Koswara dan Mulyana, 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah peneliti memasuki obyek penelitian yang berupa situasi sosial yang terdiri atas place , actor , dan activity (PAA), selanjutnya melaksanakan observasi

Dalam penelitian ini, peneliti mencari data yang sama dengan menggunakan teknik wawancara, observasi non partisipasi, dan dokumentasi, penerapannya yaitu dengan mengecek hasil

Begitupula berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) belum dapat Meningkatkan Taraf Kesehatan oleh UPPKH Kecamatan hal ini