• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6 MODEL PENGEMBANGAN PKL

4.6.1 Model Umum

Model yang dikembangkan dalam kajian ini difokuskan untuk pengembangan dan pembinaan PKL yang bergerak di bidang pangan. Karena itu, beberapa aspek sangat spesifik dan hanya cocok untuk PKL-pangan. Aktor utama yang berperan dalam pembinaan dan pengembangan PKL-pangan adalah pemerintah daerah (pemda) tingkat II (kabupaten dan kota). Hal ini karena banyak aspek penataan dan pengembangan PKL-pangan yang berada di bawah kewenangan pemda tingkat II seperti misalnya terkait registrasi, penyediaan fasilitas bersama, dan tata ruang. Selain itu, karena masih perlunya penjabaran UU no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro. Dalam hal ini, pemda tingkat II (kabupaten/kota) harus mampu menjadi fasilitator dalam mendorong PKL menjadi sektor usaha formal sehingga PKL dapat meningkatkan kinerjanya dan tidak lagi menimbulkan masalah sosial. Keterlibatan institusi atau pihak lain misalnya Kementerian Negara Koperasi dan UKM adalah sebagai aktor pendukung.

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 105!

Berdasarkan hasil observasi lapang dengan menggunakan metode bench marking pada beberapa daerah kajian maka diperoleh 2 kota sebagai best practice pengembangan PKL-pangan yaitu Surakarta dan Mataram. Hasil pembahasan FGD untuk kedua best practice

tersebut menjadi masukan dalam mendesain model umum penataan PKL. Model umum yang dikembangkan model terkonsentrasi

(concentrated) dan model tersebar (dispersed).

A. Model Terkonsentrasi

Dalam model terkonsentrasi, pemda merencanakan tata ruang kota/daerah dan mendorong PKL agar dapat berkelompok pada suatu daerah tertentu yang menjadi lokasi usaha bersama. Pengembangan PKL dengan model terkonsentrasi memiliki keuntungan yaitu dapat memudahkan dalam penataan kelembagaan PKL. PKL yang telah berkelompok akan mudah dalam membentuk paguyuban dan akhirnya menjadi koperasi. Koperasi PKL yang telah terbentuk dapat berperan sebagai mediator/fasilitator untuk memenuhi kebutuhan PKL dan meningkatkan kinerjanya antara lain dalam hal penyediaan sarana dan prasarana usaha, pembiayaan, sanitasi lingkungan dan pemasaran produk. Dengan model terkonsentrasi akan memudahkan dalam penyaluran fasilitas bersama antara lain air bersih, listrik, sanitasi, tempat pembuangan sampah, dan akses jalan yang dapat menunjang kinerja PKL, dan selain itu juga dapat memudahkan aspek pemasaran untuk dipromosikan sebagai daerah wisata kuliner khas dari masing-masing daerah melalui media masa dengan difasilitasi oleh pihak Pemda dan koperasi/paguyuban. Dalam model ini, Kementerian Negara Koperasi dan UKM berperan untuk menginisiasi pembentukan payung hukum (legalisasi) PKL dan memfasilitasi pembentukan koperasi PKL. Kemudian juga memfasilitasi PKL terhadap alternatif sumber pembiayaan seperti dana bergulir dan KUR mikro.

Namun model terkonsentrasi memiliki beberapa kelemahan yaitu harus ada daerah yang dijadikan sebagai tata ruang untuk lokasi usaha bersama PKL. Kemudian kelemahan lain dari model ini adalah pemerintah daerah dapat mengalami kesulitan untuk menggiring PKL ke lokasi usaha yang baru karena PKL khawatir akan kehilangan konsumen. Selain itu juga, pindahnya PKL ke tempat usaha yang baru rawan dengan terjadinya manipulasi dalam proses relokasi oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan lain. Sehingga diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah untuk pembinaan dan pengembangan PKL. Pengembangan PKL dengan model terkonsentrasi dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8

! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !

Gambar 8 Pengembangan PKL Model Terkonsentrasi B. Model Tersebar

Dalam model tersebar maka pemerintah daerah berperan dalam mendata/meregistrasi, mengatur lokasi usaha PKL yang telah ada, dan mengatur waktu kegiatan usaha PKL sehingga dapat meminimalkan dampak negatif keberadaan PKL. Pengembangan PKL dengan model tersebar memiliki keuntungan yaitu Pemerintah daerah tidak perlu menyediakan tempat baru untuk relokasi PKL.

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 107!

Sehingga dalam hal ini, investasi yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk penataan PKL tidak terlalu besar. Dalam model tersebar, partisipasi PKL dalam proses penataan dan pembinaan akan lebih tinggi karena PKL merasa berada dalam habitatnya dan tidak khawatir kehilangan konsumen. Kementerian Negara Koperasi dan UKM berperan sebagai fasilitator PKL terhadap akses pembiayaan melalui Koperasi Simpan Pinjam dan mendukung pembinaan PKL dengan program inkubator melalui BDS (Bussiness

Development Service), sehingga PKL tersebut dapat menjadi

wirausaha binaan.

Kelemahan dari pengembangan PKL dengan model tersebar adalah PKL akan relatif sulit untuk membentuk kelompok dan koperasi. Lokasi PKL yang relatif tersebar dan menyebabkan pengadaan fasilitas bersama untuk menunjang kinerja PKL menjadi sulit. Lokasi usaha PKL yang tidak sesuai/tidak mengikuti tata ruang dapat menimbulkan masalah sosial antara lain mengganggu ketertiban dan kenyamanan. Karena itu, diperlukan peran aktif dari pemerintah daerah dan institusi lain yang terkait dalam melakukan pembinaan dan pengembangan PKL. Pengembangan PKL dengan model tersebar dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 9.

Pemerintah daerah tingkat II berperan dalam capacity

bulding PKL-pangan melalui Business Development Service (BDS).

BDS dimaksudkan untuk memberikan layanan informasi dalam memperluas pasar, akses permodalan, pengembangan teknik produksi melalui teknologi tepat guna dan pengembangan organisasi dan manajemen. Lebih lanjut pemerintah daerah tingkat II juga berperan dalam pengaturan lokasi usaha, registrasi, pengaturan waktu, dan perkuatan modal PKL.

Sedangkan Kementerian Negara KUKM terutama berperan dalam aspek kelembagaan dan pembiayaan. Dalam aspek kelembagaan Kementerian Negara KUKM berperan melalui BDS

sedangkan dalam aspek pembiayaan melalui pembentukan Koperasi Simpan Pinjam. ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !

Gambar 9 Pengembangan PKL Model Tersebar

Berdasarkan kedua model tersebut (terkonsentrasi dan tersebar) akan dilakukan pengkajian lebih lanjut ke dalam lima aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek sarana dan prasarana usaha, aspek sanitasi lingkungan dan aspek pemasaran. Penentuan model pengembangan PKL yang paling tepat untuk setiap daerah harus disesuaikan dengan kondisi lokal spesifik yang ada dengan tetap memperhatikan kelima aspek tersebut secara komprehensif.

4.6.2 Aspek Kelembagaan

Usaha Kecil/Mikro yang bersifat informal dengan memanfaatkan fasilitas umum sebagai lokasi usaha (PKL) harus terus dibina dan difasilitasi agar dapat mengembangkan dirinya menjadi sektor usaha yang bersifat formal. Sektor usaha yang bersifat formal tersebut diharapkan sudah memenuhi semua atau sebagian besar ketentuan legal dan tidak lagi menimbulkan masalah-masalah sosial seperti kemacetan, ketertiban, dan kebersihan. Pengembangan PKL dari sektor informal menjadi formal memerlukan dukungan dan campur tangan

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 109!

berbagai pihak baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah (Gambar 10). Usaha penataan dan pemberdayaan PKL-pangan tidak terlepas dari peran dua institusi utama penataan dan pengembangan PKL yaitu Kementerian Negara Koperasi dan UKM (KUKM) dan pemerintah daerah (pemda). Ringkasan peran dari masing-masing institusi yang terlibat dalam penataan dan pengembangan aspek kelembagaan disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Peran stake holder pengembangan aspek kelembagaan PKL

No Institusi Peran

1 Kementerian

Negara KUKM

Menginisiasi pembentukan payung hukum

penataan PKL

Berkoordinasi dengan departemen lain dalam

rangka pembinaan PKL-pangan

Mendorong dan memfasilitasi pembentukan

koperasi PKL-pangan

Pengaturan dan fasilitasi pembiayaan sektor mikro

2 PEMDA Menerbitkan peraturan terkait eksistensi,

pembinaan, dan pengembangan PKL

meregistrasi, menata dan membina PKL-pangan

mendorong formalisasi dan legalisasi PKL-pangan

mengkoordinasikan dinas-dinas dan lembaga

terkait pemberdayaan PKL-pangan

Kementerian Negara KUKM terutama berperan dalam pengaturan penyediaan pembiayaan bagi Usaha Mikro/kecil termasuk didalamnya adalah PKL-pangan sebagaimana diamanatkan UU no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Selain itu, KUKM berperan penting dalam pembentukan dan penguatan kelembagaan. Dalam hal ini, KUKM berperan dalam mendorong PKL-pangan agar berhimpun dalam suatu wadah koperasi sehingga usaha mereka dapat dilegalkan. Koperasi PKL yang telah terbentuk selanjutnya perlu diperkuat dengan berbagai program pembinaan agar semakin

dapat meningkatkan fungsi dan menarik lebih banyak lagi anggota. Berhimpunnya PKL dalam wadah koperasi akan memfasilitasi berbagai aspek lain pengembangan PKL seperti akan terlihat dalam pembahasan selanjutnya.

Pemda provinsi mempunyai peran yang sangat penting terutama dalam menggerakkan dan mengkoordinasikan berbagai dinas terkait yang berada di bawah kendalinya. Sedangkan pemda kabupaten/kota melakukan pembinaan langsung PKL di wilayahnya melalui unit-unit terkait. Dalam rangka mendorong usaha PKL-pangan dari Usaha Mikro/PKL menjadi usaha tetap/permanen, pemda harus berperan dalam mendata, menata, meregistrasi, dan membina PKL-pangan informal agar bisa mendapatkan status legal dan akhirnya menjadi sektor formal. Di dalam usaha memformalkan usaha PKL-pangan, pemda perlu mendorong agar PKL-pangan bisa mengelompokkan diri misalnya dalam bentuk paguyuban/asosiasi. Paguyuban ini biasanya dibentuk berdasarkan kesamaan lokasi usaha. Paguyuban ini selanjutnya dapat didorong lebih lanjut untuk membentuk koperasi. Koperasi tersebut dapat berfungsi sebagai mediator/fasilitator bagi PKL untuk memenuhi kebutuhan PKL untuk meningkatkan kinerjanya. Aktivitas yang dapat dilakukan koperasi diantaranya berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana usaha, bahan baku, pengolahan, pembiayaan, pemasaran, peningkatan kualitas SDM dan pengelolaan sanitasi lingkungan. Akan tetapi perlu diperhatikan agar semua proses tersebut berjalan secara alami berdasarkan dorongan kepentingan bersama dan bukan dipaksakan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pembinaan dan pemberdayaan PKL tersebut dapat berjalan baik dengan dukungan dari pemerintah pusat, yaitu dengan menerbitkan payung hukum sebagai landasan bagi pemda dalam legalisasi eksistensi dan pengembangan PKL berupa Peraturan pemerintah/menteri. Selain itu, melakukan fasilitasi dan perkuatan dalam penataan, pembinaan, dan pengembangan PKL di daerah melalui wadah koperasi.

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 111!

Di dalam usahanya membina, menata dan mengembangkan PKL-pangan beberapa dinas atau intitusi lain yang harus terlibat diantaranya adalah biro administrasi perekonomian, biro administrasi sarana dan prasarana kota, Bappeda/Bapeko, dinas perdagangan , dinas perindustrian, dinas pasar, dinas tenaga kerja dan transmigrasi, dinas pendapatan daerah, Satpol PP, dinas tata kota, dinas kebersihan dan pertamanan, dinas pekerjaan umum, dinas perhubungan, dinas kesehatan, Balai POM, organisasi PKL-pangan (asosiasi PKL), koperasi PKL-pangan, lembaga bantuan modal/finansial, dan perguruan tinggi.

Dinas KUKM bertanggung jawab dalam upaya-upaya memberdayakan PKL-pangan diantaranya menghubungkan PKL-pangan dengan sumber pembiayaan mikro. Dinas perdagangan dan perindustrian berperan dalam mendorong agar PKL-pangan dapat berkembang menjadi sektor formal yang berperan dalam meningkatkan tingkat perdagangan. Penyebaran lokasi PKL-pangan yang seringkali terdapat di pusat keramaian misalnya di areal pasar mendorong keterlibatan dinas pasar didalam penanganannya. Selain pasar, PKL-pangan juga seringkali menggunakan fasilitas umum lain misalnya jalan dan trotoar sehingga keterlibatan dinas pekerjaan umum dan dinas perhubungan menjadi penting agar pembangunan dan pemanfaatan fasilitas umum dapat tetap dipertahankan dan tetap memungkinkan PKL-pangan tetap berkembang. Selain itu, keperluan akan air bersih yang merupakan kunci utama sanitasi lokasi dan peralatan serta hygiene pekerja hanya dapat disediakan oleh dinas pekerjaan umum. Dinas tata kota dan dinas kebersihan dan pertamanan terutama perlu dilibatkan dalam rangka menjamin bahwa kegiatan PKL-pangan tidak menggangu keindahan, kebersihan, dan ketertiban kota. Penanganan sampah merupakan isu utama yang harus ditangani oleh dinas kebersihan. Sementara itu keamanan pangan yang dijajakan oleh PKL-pangan sangat memerlukan keterlibatan dinas kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM).

Seluruh dinas/institusi yang terlibat tersebut tentunya bisa bekerja secara efektif jika dapat memanfaatkan fungsi paguyuban atau asosiasi PKL-pangan sebagai wadah para PKL-pangan dalam berinteraksi dengan pemda dan jajarannya. Sementara itu, perguruan tinggi misalnya kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dapat mengambil peran yang sangat penting dalam penataan dan pengembangan PKL-pangan. Sebagai contoh, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) melalui South East Asian Food and Agricultural Science and Technology

(SEAFAST) Center berperan aktif dalam membina PKL-pangan disekitar kampus. Mereka memfokuskan diri pada aspek sanitasi lingkungan dan higiene pekerja yang menangani pangan. Selain itu, mereka juga mencoba untuk meningkatkan kesadaran konsumen akan pentingnya mengkonsumi makanan yang aman dan bergizi. Kerjasama yang baik antar lembaga tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan PKL-pangan yang mandiri sebagai penopang perekonomian daerah sekaligus perekonomian nasional.

Hasil survei lapang menunjukkan sebagian besar PKL belum mendapatkan pembinaan dari pemda. PKL tersebut sangat membutuhkan pembinaan dari pemda agar memiliki kinerja yang lebih baik. Proses pembinaan tersebut dapat dijadikan sebagai sarana interaksi antara PKL dengan pemda. Dalam pengembangannya PKL yang membentuk koperasi perlu dibina secara kontinu dan intensif, kemudian setelah koperasi dapat mandiri, baru dapat dilakukan pengawasan secara berkala.

Proses pembinaan dan penertiban PKL-pangan harus dilakukan dengan menggunakan landasan hukum yang kuat dan jelas. Tanpa landasan hukum tersebut, maka semua usaha yang dilakukan dapat dipertanyakan legalitasnya. Dalam hal ini, pemda harus mengeluarkan peraturan daerah (perda) yang secara khusus mengatur proses pembinaan dan penataan PKL yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha,

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 113!

kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan kelembagaan. Dalam perizinan usaha terkait dengan pembinaan pada aspek kelembagaan, pemda dapat mengeluarkan peraturan yang ditujukan untuk menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dan membebaskan biaya perizinan bagi Usaha Mikro, sehingga PKL dapat memperoleh status legal. perda dari satu daerah ke daerah yang lain bisa mengalami perbedaan terutama terkait keunikan dari masing-masing daerah. Dalam pengembangan perda tersebut, maka perwakilan PKL sebaiknya dilibatkan dari awal sehingga terjadi partisipasi aktif dari mereka. Partisipasi aktif tersebut akan memberikan rasa tanggung jawab dan kepemilikan yang besar sehingga akan memperlancar penerapan perda tersebut untuk masa mendatang. Selanjutnya, perda yang telah disusun dan disahkan tersebut disosialisasikan dengan baik ke PKL-pangan, sehingga mereka dapat mengetahui aturan main yang ada dan dapat memahami semua tindakan pembinaan, penertiban, dan fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah.!

! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !

Gambar 10 Penataan Aspek Kelembagaan

! !"#$#%&#'( )#*%+$%,% -./0% 1#&2." -%2%3 -45(!"'6*/%7 "3%!9-8#3%4) -45(8./#'6*/%7 >9-8#3%4) >7#3?%/%/! !"#$%&"'"(! -45('6*/%7 <")'!#4%0%$! ,"%"$ <")'!&-+%4) Legalisasi Registrasi 4./."&.*#%"( 469(:(;4< "#'&'%/%'! 9%8%4)/%4! 9#*#(6%&%%' "#(6)%:%%'! #4%0%! 1)+3-(9#?)*

4.6.3 Aspek Pembiayaan

Selama ini aspek pembiayaan masih menjadi kendala utama dalam usaha pemberdayaan PKL-pangan. Penanganan aspek pembiayaan Usaha Mikro seperti halnya PKL-pangan jauh lebih rumit dibandingkan usaha besar. Hal ini karena besarnya jumlah Usaha Mikro yang harus dibiayai dan tingkat sebaran wilayahnya yang sangat luas sehingga sangat sulit ditangani oleh bank konvensional. Kondisi ini memicu timbulnya rentenir atau pelepas uang. Para PKL-pangan banyak memanfaatkan jasa rentenir dengan alasan klasik yaitu prosesnya cepat dan mudah tanpa perlu agunan. Mereka sangat menyadari bahwa tingkat bunga pinjaman pada rentenir sangat tinggi akan tetapi mereka merasa tidak memiliki alternatif pembiayaan lain. Faktor lain yang juga menghambat adalah keengganan bank konvensional untuk memberikan kredit karena sektor informal dinilai belum memiliki potensi yang bisa ‘dijual’ dengan tingkat resiko yang tinggi. Pada umumnya mereka yang terjun ke bidang ini awalnya “hanya” menganggap sebagai bidang usaha antara, atau bidang pekerjaan pilihan terakhir karena sulitnya mendapatkan pekerjaan lain sebagai pilihan utamanya.

Berdasarkan data yang diperoleh, maka disusunlah penataan sektor pembiayaan PKL-pangan sebagaimana disajikan pada Gambar 9. Sumber pembiayaan sektor PKL-pangan pada intinya ada empat yaitu dari modal sendiri, koperasi simpan pinjam, bank konvensional, dan dana CSR dan sponsor. Pada tahap awal usaha PKL-pangan, sumber pembiayaan utamanya berasal dari modal pribadi. Setelah usaha tersebut mulai berjalan baru kemudian muncul pembiayaan dari sumber lain misalnya dalam bentuk dana bergulir dari koperasi simpan pinjam ataupun bantuan fasilitas berdagang (misalnya tenda) dari pihak sponsor. Setelah PKL-pangan tersebut berkembang ke arah sektor formal (tergabung dalam anggota koperasi), kemudian perbankan konvensional mulai tertarik untuk memberikan dukungan pembiayaan. Koperasi PKL dapat berperan dalam memberikan bimbingan/pelatihan/ pendampingan kepada PKL dalam meningkatkan adminstrasi keuangan

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 115!

dan akses PKL terhadap sumber pembiayaan : pemerintah, lembaga keuangan, dan CSR. Deskripsi singkat peran dari pemangku kepentingan dalam penyediaan pembiayaan bagi PKL-pangan disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Peran Stakeholder Pengembangan Aspek Pembiayaan PKL

No Institusi Peran

1 Kementerian

Negara KUKM

Melaksanakan amanat UU no 20 tahun 2008

terkait pembiayaan Usaha Mikro

Mendesain mekanisme pembiayaan Usaha

Mikro

Memfasilitasi PKL-pangan dan terhadap

berbagai alternatif sumber pembiayaan seperti dana bergulir dan KUR mikro

Berkoordinasi dengan pihak perbankan

terkait penyaluran dana Usaha Mikro

2 PEMDA Mengalokasikan anggaran yang memadai

untuk pembiayaan Usaha Mikro

Mensosialisasikan berbagai skema

pembiayaan Usaha Mikro

Membuat mekanisme pengelolaan dana

Usaha Mikro dari pemda

Memfasilitasi akses PKL-pangan terhadap

pemanfaatan dana CSR

3 Perbankan Menyalurkan KUR mikro

Membentuk keterkaitan dengan koperasi

simpan pinjam dalam pengelolaan dana Usaha Mikro

Dari Gambar 11, terlihat jelas bahwa sumber pembiayaan utama PKL-pangan sebaiknya berasal dari koperasi simpan pinjam, di mana sumber dananya berasal dari dana bergulir yang dikelola oleh Kementerian Negara KUKM. Hal ini sejalan dengan amanat UU no 20

tahun 2008 yang mengamanatkan bahwa pemerintah berperan dalam pembiayaan UMKM dengan menyediakan akses Usaha Mikro terhadap sumber-sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, memperluas sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Mikro, dan menyediakan pembiayaan untuk Usaha Mikro melalui program dana bergulir.

Pembiayaan PKL melalui dana bergulir Kementerian Negara KUKM ditujukan untuk untuk menggerakkan, mengembangkan dan memfasilitasi UMKM tersebut untuk kemudian dapat ditangani oleh sumber pembiayaan konvensional.

Menurut Eriyatno di dalam Hariyadi (2007) saat ini terdapat 36.000 Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam koperasi di mana sekitar 70% tersebar Jawa, Banten, Yogyakarta, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Total aset yang dimiliki adalah 6.7 triliun rupiah dengan penyaluran pinjaman mencapai 4.5 triliun rupiah.

Untuk menangani aspek pembiayaan PKL-pangan, pemda mempunyai tanggung jawab untuk mengantarkan usaha PKL-pangan menjadi usaha tetap sehingga layak dibiayai oleh berbagai sumber pembiayaan konvensional, misalnya bank. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara, antara lain pemda mengalokasikan anggaran untuk perkuatan modal bagi PKL melalui koperasi PKL sebagai stimulan untuk memperkuat modal PKL, menetapkan kriteria penerima dan mekanisme penyaluran/pengembalian/perguliran modal perkuatan PKL melalui koperasi dan melakukan fasilitasi dalam meningkatkan akses PKL secara kolektif melalui koperasi PKL terhadap sumber pembiayaan (KUR mikro dan CSR). Kemudian, pemda dapat mengeluarkan kebijakan yang ditujukan untuk memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi PKL untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan selain bank dan memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 117!

Upaya pemberdayaan aspek pembiayaan PKL tidak dapat dilepaskan dari dukungan pemerintah pusat. Dukungan pemerintah pusat dalam aspek pembiayaan PKL dapat dilakukan dengan cara menerbitkan kebijakan/fasilitasi/perkuatan/peningkatan akses PKL terhadap sumber pembiayaan (KUR mikro dan dana bergulir) melalui koperasi. Kemudian pemerintah pusat juga dapat melakukan fasilitasi/ perkuatan modal bagi PKL melalui koperasi PKL. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat ditujukan untuk membantu PKL dalam mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan pemerintah.

Hasil survei lapang menunjukkan bahwa dari lima wilayah studi terdapat dua wilayah yaitu Surakarta dan Makassar yang sudah mulai memanfatkan bantuan Koperasi Simpan Pinjam dalam pengadaan modal usaha. Dengan bantuan yang diperoleh dari Koperasi Simpan Pinjam, PKL tersebut diharapkan dapat mengembangkan usahanya menjadi sektor formal. Lebih lanjut, maka perbankan konvensional mulai tertarik untuk memberikan dukungan pembiayaan dan proses pengembangan PKL menjadi sektor formal dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga diperlukan peran pemda sebagai mediator PKL untuk memperoleh bantuan kredit dari lembaga keuangan.

! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !

Gambar 11 Penataan aspek pembiayaan

4.6.4 Aspek Sarana dan Prasarana Usaha

Sarana dan prasarana usaha saat ini umumnya belum terencana dan tertata baik. Akan tetapi, terdapat satu prasyarat agar sarana dan prasarana untuk PKL-pangan dapat disediakan dan ditata dengan baik yaitu bahwa PKL-pangan harus terkumpul dalam satu lokasi. Hal ini merupakan peranan penting dari Kementerian Negara KUKM untuk mendorong sekumpulan PKL-pangan di lokasi yang sama membentuk wadah bersama dalam bentuk koperasi. Deskripsi singkat peran dari setiap pemangku kepentingan dalam pengembangan aspek sarana dan prasarana PKL disajikan pada Tabel 19.

<60.7( 8."0#*# -45(!"'6*/%7 -45(!"'6*/%7( =">>6&%( 469.*%$# -45(8./#'6*/%7 -45(?6*/%7 1%"%(28!(0%"( 896"$6* 4./."&.*#%"( 469(:(;4< 469.*%$#( 8#/9%"(-#"2%/ -.*"%"3%" -#<1= ")'"%(%' &''%+ 5%'% 2#3&'*)3 )$*+,#" 9--3$)'%4) ")'"%(%' 9-(#34)%* 9#)>1)+3-93#$)/! #4%0%!9#?)* "#')'&+%/%' 9%8%4)/%4

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 119! Tabel 19. Peran Stakeholder Pengembangan Aspek Sarana dan

Prasarana PKL

No Institusi Peran

1 Kementerian

Negara KUKM

Memfasilitasi akses PKL-pangan untuk

mendapatkan sarana usaha dari pihak sponsor

2 PEMDA Menentukan dan mengatur lokasi dan

atau waktu usaha PKL-pangan

Menyediakan fasilitas air bersih, listrik,

toilet, parkir, dan tempat sampah di lokasi PKL-pangan

Memfasilitasi kemitraan PKL-pangan

Dalam dokumen Kajian Model Pengembangan Pedagang Kaki Lima (Halaman 111-136)