• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 PROVINSI JAWA TENGAH

Kota Surakarta termasuk kawasan pengembangan pariwisata Joglosemar, serta memiliki peran penting pada konstalasi kota-kota Jawa Tengah. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2013, Kota Surakarta ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional Jawa Tengah (PKN). Kota Surakarta secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter dari permukaan air laut. Luas wilayah 44,04 km2.

Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2005 adalah 552.542 jiwa terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 perempuan, dengan Sex ratio 96,06 yang berarti setiap 100 orang perempuan terdapat 96 laki-laki. Jumlah penduduk tahun 2005 jika dibanding dengan jumlah penduduk tahun 2000 hasil sensus yang sebesar 488.834 jiwa, berarti dalam 5 tahun mengalami kenaikan sebanyak 83.708 jiwa atau rata-rata 3,42% pertahun.

Kota Surakarta secara fisik sudah menyatu dengan kawasan perkotaan yang berada di wilayah kabupaten sekitarnya, yaitu dengan wilayah Kabupaten Boyolali, Karanganyar dan Sukoharjo serta Wonogiri, Sragen dan Klaten. Kondisi ini menyebabkan interaksi yang cukup erat antar aktivitas yang terjadi di Kota Surakarta dengan kabupaten/kota di sekitarnya. Demikian pula halnya dengan aktivitas PKL. Berdasarkan Buku Direktori PKL tahun 2003, jumlah

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 77!

PKL di Kota Surakarta sebanyak 3.843 PKL tersebar di 5 wilayah kecamatan (Banjarsari, Jebres, Laweyan, Pasar Kliwon dan Serengan).

Kota Surakarta memberi perhatian yang serius terhadap keberadaan PKL. Meskipun menghadapi berbagai kendala, upaya penataan dan pembinaan PKL terus dilakukan khususnya PKL kuliner. Lokasi PKL kuliner di Surakarta dipusatkan pada dua daerah yaitu Jalan KS. Tubun-Manahan dan Gladak.

Kondisi lokasi usaha PKL di Jalan KS. Tubun cukup baik dan letaknya strategis. Bangunan terbuat dari kerangka besi cukup kuat, dengan atap dari genteng metal. Lokasi usaha PKL berada di trotoar yang lebarnya kurang lebih 8 meter, untuk tempat usaha PKL lebarnya 6 meter yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian depan dan belakang. Bagian depan menghadap ke jalan KS. Tubun, sedangkan bagian belakang menghadap Stadion Gelora. Pada daerah sisa bagian belakang dimanfaatkan untuk untuk mencuci atau memasak. PKL yang menempati daerah bagian belakang sangat tidak menguntungkan, karena lokasi terhalang oleh kios di depannya. Keadaan kios di bagian belakang banyak yang ditambah dengan asbes atau plastik, sehingga terkesan agak kumuh. Sebagian PKL di bagian depan ada yang menambahkan asbes pada kiosnya karena bila musim hujan air dapat masuk ke kios. PKL tersebut melakukan kegiatan usahanya pada siang hari, ada pula yang berdagang malam hari. Namun demikian, banyak kios yang kosong karena dagangan sebagian PKL kurang laku, sehingga mereka lebih suka memilih tidak berjualan. Hal ini berkaitan dengan keluh kesah pengurus koperasi, yang menyatakan bahwa ada beberapa pedagang yang kurang lancar mengembalikan pinjamannya. Selain itu, tidak adanya lahan parkir mobil dikeluhkan oleh para PKL karena usaha PKL di Manahan ini terlihat sedikit konsumennya.

PKL kuliner Gladak terletak di Jalan Mayor Sunaryo, di mana terdapat Pusat Grosir Surakarta (PGS) sehingga lokasinya sangat strategis. Lokasi kuliner ini dikenal dengan nama PKL Gladak, karena terletak di kampung Gladak. Kios yang berada di lokasi ini berjumlah 100, namun baru 78 kios yang

telah melakukan kegiatan usaha. Kios tersebut terletak di pinggir jalan dan dilengkapi dengan gerobak. Pada malam hari, tenda-tenda bulan yang diberi beberapa kursi diletakkan di tengah jalan. Menurut PKL, pada malam Minggu dan Senin atau pada hari-hari libur sangat ramai, bahkan untuk mencari tempat duduk sangat sulit. Pembangunan lokasi usaha PKL Gladak pembangunannya difasilitasi oleh Dinas Perdagangan yang bekerjasama dengan pihak swasta sebagai sponsor. Seluruh tenda disediakan oleh pihak swasta, di mana perusahaan swasta tersebut dapat mengadakan iklan pada tenda-tenda tersebut. Namun, pengelolaan lokasi usaha tersebut ditangani oleh Dinas Pengelola Pasar Surakarta.

4.2.1 Kinerja PKL dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari 10 PKL di wilayah ini, sebanyak 20% PKL berpendidikan SD, 10% SLTP, 60% SLTA, dan 10% Sarjana S-1. Keadaan ini menunjukkan PKL di wilayah Surakarta memiliki tingkat pendidikan yang cukup. Keterampilan yang terbatas menyebabkan mereka tidak dapat bersaing di sektor formal, dan memilih sektor informal sebagai alternatif usaha. Para PKL tersebut melakukan kegiatan usahanya di trotoar dengan status lokasi usaha resmi/permanen. Bentuk sarana usaha yang digunakan oleh para PKL tersebut dalam melakukan kegiatan usahanya adalah kios

Jenis usaha PKL di Surakarta yang bergerak di bidang kuliner, antara lain aneka kue, mie ayam, minuman, soto, tahu ketupat, pecel Madiun dan somay. Soto merupakan jenis kuliner yang paling banyak dijual oleh PKL (30%). Kegiatan usaha yang dilakukan oleh PKL berlangsung selama 6 jam sampai 17 jam setiap hari. Dari lama kegiatan usaha tersebut, PKL mampu mendapat omzet setiap hari berkisar dari Rp 150.000 sampai Rp 1.000.000 dengan keuntungan bersih mulai dari Rp 30.000 sampai Rp 100.000. Dari 10 PKL di Surakarta, sebanyak 50% menyatakan tidak mengalami perubahan omzet dan keuntungan, 40% mengalami penurunan omzet dan

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 79!

keuntungan, sedangkan sisanya mengalami peningkatan omzet dan keuntungan.

Tenaga kerja yang membantu kegiatan usaha PKL ada yang berasal dari keluarga atau orang luar (karyawan). Berdasarkan informasi yang diperoleh, dapat diketahui jumlah tenaga kerja keluarga yang membantu PKL mulai dari 1 orang sampai 5 orang, sedangkan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga mulai dari 2 orang sampai 5 orang. Sebagian besar PKL tersebut menggunakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga sebanyak 2 orang tenaga kerja (60%) dan tenaga kerja dari luar keluarga sebanyak 2 orang tenaga kerja (30%). Keadaan tersebut menunjukkan sebagian besar PKL menggunakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga, dan cenderung mengarah pada family enterprise. Modal usaha sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kinerja PKL berperan ketika akan memulai dan mengembangkan usaha. Modal yang dikeluarkan sebagian besar PKL (40%) untuk investasi berupa peralatan adalah sebesar Rp 1.000.000-Rp 10.000.000, 10% mengeluarkan modal di bawah Rp 1.000.000, dan 10% mengeluarkan modal di atas Rp 20.000.000. Modal tersebut diperoleh PKL dari dana KSP (Koperasi Simpan Pinjam) dan perbankan. Keadaan ini menunjukkan PKL di wilayah Surakarta sudah mulai memanfaatkan bantuan lembaga keuangan dalam pemenuhan modal usaha.

Tabel 9 Pendapatan Bersih PKL-Pangan Surakarta

Daerah Pendapatan T.K.keluarga T.K.luar

Total

T.K Indeks kinerja

(Rp) (orang) (orang) (orang) (Rp/bulan/orang)

Surakarta 4,500,000 2 1 3 450,000 15,000,000 2 3 5 900,000 30,000,000 4 2 6 1,500,000 9,000,000 3 1 4 675,000 15,000,000 4 1 5 900,000 6,000,000 3 3 600,000 15,000,000 1 1 2 2,250,000 6,000,000 1 1 2 900,000 15,000,000 3 1 4 1,125,000 9,000,000 2 2 1,350,000 Rata-rata 1,065,000

Berdasarkan data pada Tabel 9, maka dapat pendapatan bersih rata-rata PKL-Pangan Surakarta adalah Rp 1,065,000. Lalu dapat ditentukan rata-rata IK-PKL Surakarta adalah 2.35 mendekati angka 2 yang berarti IK-PKL mempunyai kinerja yang baik dengan pendapatan antara Rp 300.000-1.000.000/tenaga kerja/bulan.

Tabel 10 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja PKL-pangan di Surakarta No Faktor Skala Rata-rata 1 2 3 4 5 1 Tingkat pendidikan 2 1 6 1 3.46

2 Jumlah Tenaga Kerja 3 2 2 3 3.28

3 Lama Usaha 1 4 5 3.47

4 Kondisi Omzet 4 5 1 2.63

5 Kondisi Keuntungan 4 5 1 2.63

6 Lokasi Usaha 10 2.00

7 Status Lokasi usaha 10 5.00

8 Tempat berusaha 10 3.00

9 Bentuk Sarana Usaha 1 9 4.26

10 Luas Tempat Usaha 6 4 2.35

11 Kelengkapan Tempat Usaha 2 1 2 2 3 2.86

12 Kondisi Lokasi Usaha 10 4.00

13 Keterjangkauan Lokasi Usaha 1 1 7 1 3.71

14 Prospek Konsumen 1 9 3.89

Dari perhitungan data di atas dapat dilihat bahwa ada tiga faktor yang lebih dominan mempengaruhi kinerja PKL-pangan yaitu status lokasi usaha, bentuk sarana usaha, dan kondisi lokasi usaha.

4.2.2 Dampak PKL Terhadap Aspek Ekonomi dan Sosial

Informasi yang diperoleh dari hasil studi kasus di wilayah Surakarta dapat diketahui bahwa sebagian besar PKL (50%) mendapat penghasilan perbulan sebesar Rp 5.000.000-Rp 10.000.000, 30% berpenghasilan Rp 11.000.000-Rp 15.000.000 dan sisanya berpenghasilan di atas Rp 15.000.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan PKL dapat membantu pertumbuhan ekonomi rakyat. Selain itu, keberadaan PKL berperan dalam pemberdayaan masyarakat karena menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi jumlah

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 81!

pengangguran. Jumlah tenaga kerja keluarga yang membantu PKL mulai dari 1 orang sampai 5 orang, sedangkan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga mulai dari 2 orang sampai 5 orang. Sebagian besar PKL tersebut menggunakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga sebanyak 2 orang tenaga kerja (60%) dan tenaga kerja dari luar keluarga sebanyak 2 orang tenaga kerja (30%).

Kesadaran para PKL dalam pemeliharaan kebersihan juga berpengaruh terhadap kondisi lokasi usaha yang bersih, tertib dan nyaman. PKL di wilayah ini melakukan pemeliharaan kebersihan lokasi usaha dengan cara pembuangan sampah secara berkelompok dan diatur oleh petugas kebersihan. Namun keberadaan PKL juga sering dianggap menimbulkan masalah ketertiban dan kenyamanan dalam pemukiman. Sebagian besar PKL tersebut tinggal di pemukiman dengan jumlah anggota rumah tangga yang besar. Berdasarkan informasi yang diperoleh, PKL di Surakarta mempunyai jumlah tanggungan dalam keluarganya mulai dari 2 orang sampai 7 orang.

4.2.3 Fasilitasi Dukungan Dalam Pengembangan PKL

Dalam pengembangan PKL perlu adanya fasilitas/dukungan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan serta dayasaing PKL. Berdasarkan informasi yang diperoleh dapat diketahui bahwa sebanyak 70% PKL di Surakarta telah mendapatkan pembinaan dari pemerintah daerah melalui Satpol PP. Aspek pembinaan yang diterima oleh PKL tersebut adalah mengenai masalah sosialisasi. Para PKL merasa perlunya pembinaan dari pemerintah daerah karena bermanfaat dalam pengembangan kegiatan usaha mereka. Sebagian besar PKL (60%) membutuhkan pembinaan pada aspek sosialisasi dan 50% merasa perlunya pembinaan pada aspek sumberdaya manusia (SDM). Selain itu, saran perbaikan yang dapat meningkatkan efektivitas pemerintah daerah dalam menunjang kegiatan usaha menurut PKL adalah adanya penyuluhan, dan sebanyak 90% menyetujui adanya

promosi usaha/pemasaran, pengembangan koperasi PKL, pelatihan teknis dan pengolahan sampah.

4.2.4 Analisis Kebijakan

Provinsi Jawa Tengah khususnya Kota Surakarta memberi perhatian yang serius terhadap keberadaan PKL. Meskipun menghadapi berbagai kendala, upaya penataan dan pembinaan PKL terus dilakukan. Perhatian pemkot terhadap PKL ini semakin meningkat dalam era kepemimpinan Jokowi (Joko Widodo, Walikota Surakarta). Dimulai dengan sosialisasi di tahun 2005 yang dilanjutkan dengan realisasi penataan PKL pada tahun 2006, membuktikan kerja keras semua pihak dalam penataan PKL tahun 2007. Beberapa kebijakan yang yang menjadi landasan dalam penataan PKL ini adalah:

1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta;

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437);

3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

4. Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

5. Peraturan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 257/KPTS/M/2004 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi;

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1994;

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 83!

7. Surat Edaran Menteri Negara Otonomi Daerah : 903/074/MN.OTD tanggal 4 Pebruari 2000 perihal : Kebijaksanaan Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2000; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

9. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007;

10. Peraturan Walikota Surakarta Nomor 5/2007 tanggal 3 April 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Penatausahaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007.