• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7 IMPLIKASI KEBIJAKAN

4.7.1 Pusat

4.7.1.1 Faktor Bisnis

1. Peningkatan akses PKL ke sumber-sumber pembiayaan

dalam rangka pengembangan usaha dilakukan melalui pengembangan kelembagaan dan layanan lembaga keuangan mikro/PKL termasuk koperasi, lembaga keuangan dan perbankan serta lembaga pembiayaan lainnya sebagai sistem yang terintegrasi, yang mudah diakses oleh PKL serta membantu restrukturisasi modal usaha PKL. Penyediaan kredit untuk modal kerja dan investasi, baik yang bersumber dari dana perbankan maupun dana bantuan dari pemerintah. Kredit PKL tersebut harus sederhana dalam prosedur, mudah dijangkau untuk pelayanannya, serta persyaratannya sederhana. Apabila ada fungsi bantuan dari pemerintah, dapat diwujudkan melalui subsidi bunga, penjaminan secara kelompok atau dana bergulir dengan jaminan usahanya itu sendiri. Kredit PKL untuk daerah yang miskin dan terbelakang dapat didukung dengan dana murah seperti dana PKBL-BUMN.

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 131!

2. penguasaan pasar merupakan prasyarat untuk

meningkatkan dayasaing PKL. Untuk itu, PKL perlu diberikan dukungan kemudahan untuk mengakses informasi usaha, melaksanakan promosi, pengembangan jaringan kerja, pencadangan lokasi usaha bagi PKL dan perlindungan dari persaingan yang tidak sehat. Dukungan pemasaran produk dilakukan melalui promosi kelompok ataupun insentif khusus dalam pameran serta bazar setempat. Dana bantuan pemerintah juga dapat diwujudkan melalui iklan di media massa baik cetak maupun elektronik. Kegiatan ini dapat dikaitkan dengan aktivitas promosi lainnya seperti wisata kuliner dan eksibisi Usaha Mikro dan Kecil yang di koordinir pemerintah. Dukungan pemasaran dapat berbentuk kegiatan pasar rakyat atau festival pangan yang dapat dilakukan setiap bulan, tiga bulan sekali, enam bulan sekali atau setiap tahun.

3. Fasilitas forum konsultasi dan dialog antara PKL dengan pemerintah daerah bilamana terjadi konflik kepentingan, terutama pada persoalan penertiban serta penataan lokasi usaha bagi PKL. Fasilitas ini menjadi penting di daerah perkotaan yang padat penduduk, di mana kerusuhan sosial bisa memicu tindakan anarki yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas sosial. Forum konsultasi ini dilakukan melalui kegiatan penyuluhan atau sosialisasi yang dilakukan secara kontinyu dan terus menerus untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara PKL, asosiasi/paguyuban atau koperasi PKL dan pemerintah daerah.

4.7.1.2 Faktor Legal

1. Menjabarkan UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM yang terkait dengan pembinaan dan penataan PKL yang masuk dalam kategori Usaha Mikro dan Sektor Informal. Untuk itu

perlu segera diterbitkan peraturan pemerintah untuk dijadikan implementasi undang-undang UMKM tersebut. Dari peraturan pemerintah tersebut selanjutnya diterbitkan peraturan menteri yang lebih memfokuskan peraturan tentang pembinaan Usaha Mikro/PKL dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik yang sektoral maupun spesifik daerah. Peraturan Menteri Negara KUKM yang berkaitan dengan pembinaan Usaha Mikro/PKL selanjutnya dijabarkan melalui petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, utamanya yang menyangkut aspek pembiayaan, pemasaran produk dan resolusi konflik.

2. Memberikan pelayanan perizinan usaha yang mudah, murah dan cepat termasuk melalui perijinan satu atap bagi PKL, pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi PKL. Untuk itu, pemerintah daerah memberi pedoman umum tentang sistem dan prosedur registrasi PKL sebagai upaya untuk formulasi usahanya, khusus pada PKL menetap pada lokasi yang telah disediakan. Dengan demikian, proses relokasi PKL dapat didukung oleh mekanisme legalisasi sederhana yaitu pencatatan izin usaha. Proses selanjutnya bilamana terdapat pengembangan usaha yang signifikan dapat diikuti dengan pemberian SIUP dan NPWP.

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 133! 4.7.1.3 Faktor Sumberdaya Manusia (SDM)

1. Meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha dan sikap

kewirausahaan memerlukan dukungan konkrit dari

pemerintah pusat. Untuk itu, perlu dikembangkan sistem insentif untuk meningkatkan kewirausahaan PKL melalui berbagai kegiatan petatihan, penghargaan, dukungan pengembangan usaha dan sistem insentif lainnya. Peningkatan kompetensi dan kualitas SDM PKL diharapkan akan mampu meningkatkan dayasaingnya secara berkelanjutan. Peningkatan SDM PKL ini ditempuh melalui pengembangan kapasitas dan akreditasi lembaga-lembaga pelatihan, voucher system, penerapan pendidikan nasional yang berbasis kompetensi dan program sertifikasi SDM PKL, serta kemitraan PKL dengan perguruan tinggi, pendidikan kejuruan dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Dana penyuluhan serta pelatihan perlu dianggarkan di pemerintah daerah tingkat I maupun tingkat II, di mana pelaksanaannya dapat dilakukan oleh BLK setempat, atau para ahli di perguruan tinggi lokal. Kegiatan ini sudah dilakukan secara separatis, namun masih memerlukan koordinasi kebijakan di tingkat pusat agar lebih efektif dan menjangkau lebih banyak PKL di seluruh pelosok lahan air. 2. Kemampuan teknis produksi dan pengembangan produk

dari para PKL menjadi penting bilamana motivasi untuk mengembangkan omzet usahanya meningkat sejalan dengan pemerintahan bersama. Karena itu, diperlukan petunjuk teknis dari Kementerian Negara KUKM bagi komoditas usaha tertentu, dalam hal peningkatan mutu dan diversifikasi produk bagi PKL melalui penyediaan informasi serta penyuluhan terapan (learning by doing).

3. Membangun semangat kelompok bagi SDM-PKL dalam rangka mewujudkan kohesi sosial sangat diperlukan bagi perkumpulan PKL dengan bidang usaha sejenis seperti asosiasi pedagang bakso, maupun PKL yang tergabung pada lokasi yang terkonsentrasi di pasar tertentu. Upaya ini memerlukan kebijakan Kementerian Negara KUKM untuk menumbuhkembangkan koperasi-koperasi yang beranggota-kan PKL sesuai dengan aturan yang berlaku dalam UU Perkoperasian.

4.7.1.4 Faktor Lingkungan

1. Merumuskan peraturan bersama Menteri Negara KUKM bersama Menteri Kesehatan dalam rangka menjaga

kesehatan lingkungan dan keamanan produk dari PKL-pangan. Peraturan bersama ini bertujuan untuk mendorong sistem penyuluhan kesehatan masyarakat terpadu dengan pembinaan Usaha Mikro, sehingga tercapai keseimbangan antara kelayakan bisnis PKL dengan biaya penanganan dampak lingkungan. Penanggulangan sampah dan penyediaan air bersih merupakan faktor kenyamanan masyarakat, namun seyogyanya tidak mengurangi keuntungan usaha PKL sehingga pendapatan hariannya tetap meningkat.

2. Menerbitkan brosur-brosur publikasi dan tayangan televisi dalam rangka meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya melestarikan lingkungan yang sehat dan bersih. Anggaran untuk hubungan masyarakat itu harus disediakan secara periodik, terutama di wilayah perkotaan di mana tingkat pencemaran akibat keberadaan PKL sangat tinggi dan mengganggu kenyamanan hunian.

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 135! 4.7.1.5 Faktor Tekonologi

1. Penguasaan teknologi akan menentukan kesinambungan dayasaing PKL dan sekaligus akan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk/jasa yang dihasilkan. Untuk itu perlu dikembangkan sistem insentif bagi PKL untuk menerapkan teknologi tepat guna, sistem insentif untuk standarisasi dan meningkatkan kemitraan PKL dengan institusi penelitian untuk penerapan teknologi secara optimal. Koordinasi yang regular diperlukan antara Kementerian Negara KUKM dengan BPPT serta perguruan tinggi dalam kegiatan riset terapan terkait dengan pengembangan

teknologi produksi dari PKL-unggulan terutama yang memproses komoditas unggulan daerah seperti buah-buahan dan sayur-sayuran lokal. Skema modal ventura dari inkubator yang dikembangkan oleh Kementerian Negara KUKM dapat menjadi wahana peningkatan Usaha Mikro berbasis teknologi dari PKL-unggulan.

2. Petunjuk pelaksanaan dari Kementerian Negara KUKM dapat diterbitkan agar PKL dapat menerapkan teknologi bersih (clean technology) seraya mengurangi ongkos produksi. Sebagai contoh adalah pemakaian BBM yang lebih efisien daripada kayu bakar (arang) yang pada gilirannya akan merambah pepohonan di sekitar lokasi PKL.

Dalam dokumen Kajian Model Pengembangan Pedagang Kaki Lima (Halaman 137-142)