• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PROVINSI SUMATERA UTARA

Medan sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi Sumatera Utara, maka kedudukan, fungsi dan peranannya cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/negara yang lebih maju

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 71!

seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lainnya. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar di mana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Berdasarkan data SUSENAS tahun 2004, diperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin. Secara ekonomi, kota Medan didominasi oleh sektor tersier dan sekunder, dan merupakan kota yang sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

Pada tahun 2005 sektor tersier memberikan sumbangan sebesar 70,03%, sektor sekunder sebesar 26,91% dan sektor primer sebesar 3,06%. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34%, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65% dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58%.

Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tersier memberikan sumbangan sebesar 68,70%, sekunder sebesar 28,37% dan primer sebesar 2,93%. Lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98%, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65%, industri jasa pengolahan sebesar 16,58% dan jasa keuangan 13,41%.

Demikian juga pada tahun 2007, sektor tersier mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21%, disusul sektor sekunder sebesar 27,93 % dan sektor primer sebesar 2,86%. Lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44% dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02% dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 %.

4.1.1 Kinerja PKL dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Studi kasus pada wilayah Provinsi Sumatera Utara dilakukan di kota Medan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari 10 PKL di wilayah ini, sebanyak 20% PKL berpendidikan SD, 50% SLTP, dan 30% SLTA. Keadaan ini menunjukkan tingkat pendidikan para pelaku usaha kaki lima masih cukup rendah. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku para pelaku usaha kaki lima, misalnya dalam hal pemahaman atas hak penggunaan lahan yang dipakai sebagai tempat usaha. Sebagian besar PKL (80%) melakukan kegiatan usahanya di trotoar, sebanyak 10% di badan jalan, dan sisanya menempati lokasi usaha di saluran air. Dari 10 PKL yang beroperasi di Medan, sebanyak 9 PKL (90%) menempati lokasi tidak resmi, sedangkan sisanya menempati lokasi terjadwal. Sarana usaha yang paling banyak digunakan adalah tenda sebanyak 9 PKL, gerobak sebanyak 8 PKL, dan kios sebanyak 1 PKL.

PKL yang beroperasi di Medan melakukan kegiatan usahanya di bidang kuliner dengan jenis usaha, antara lain mie Aceh, soto, nasi uduk, nasi bebek, rujak, gorengan, minuman dan warung kopi. Lama kegiatan usaha mereka mulai dari 3 jam sampai dengan 13 jam sehari, bahkan ada 1 PKL yang melakukan kegiatan usahanya selama 24 jam. Waktu usaha tersebut mereka anggap telah cukup untuk berusaha di sektor informal ini dan mendapat omzet yang diharapkan. Omzet atau nilai penjualan merupakan indikator yang sangat relevan dalam menunjukkan kinerja usaha kaki lima. Omzet usaha para PKL di Medan berkisar dari Rp 240.000 sampai Rp 1.500.000 dengan keuntungan bersih yang diperoleh mulai dari Rp 40.000 hingga Rp 800.000. Dari 10 PKL sebanyak 60% PKL menyatakan mengalami penurunan omzet usaha dan keuntungan bersih.

Kegiatan usaha para PKL tersebut dibantu oleh tenaga kerja yang berasal dari keluarga atau orang luar (karyawan). Jumlah tenaga kerja keluarga yang membantu PKL mulai dari 1 orang sampai 5 orang, sedangkan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga mulai dari 1 orang sampai 5 orang. Sebagian besar PKL menggunakan tenaga kerja

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 73!

yang berasal dari keluarga sebanyak 2 orang tenaga kerja (30%) dan tenaga kerja dari luar keluarga sebanyak 1 orang tenaga kerja (30%). Hal tersebut menunjukkan dalam melakukan kegiatannya para PKL hanya sedikit menggunakan tenaga kerja dan cenderung mengarah kepada family enterprise. Pada umumnya PKL menggunakan modal sendiri sebagai modal usaha. Modal usaha merupakan faktor yang berpengaruh ketika akan memulai atau mengembangkan usaha. Modal usaha tersebut terbagi menjadi dua, yaitu investasi berupa sarana usaha dan modal kerja untuk kegiatan usaha setiap hari. Sebanyak 60% PKL di Medan mengeluarkan modal untuk investasi sebesar Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 10.000.000, sedangkan sisanya sebesar Rp 11.000.000 dengan 20.000.000. Untuk modal kerja setiap hari sebagian besar PKL (70%) mengeluarkan modal sebesar Rp 100.000 sampai dengan Rp 500.000, sedangkan sisanya mengeluarkan modal sebesar Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000. Semua modal tersebut berasal dari dana masing-masing PKL, yang menunjukkan bahwa PKL mengandalkan kemampuan sendiri dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Tabel 7 Pendapatan Bersih PKL-Pangan Medan

Pendapatan T.K.keluarga T.K.luar Total T.K Indeks kinerja

(Rp) (orang) (orang) (orang) (Rp/bulan/orang)

10,500,000 2 2 1,575,000 21,000,000 1 1 6,300,000 18,000,000 2 2 2,700,000 4,950,000 2 2 742,500 18,000,000 1 1 2 2,700,000 18,000,000 3 3 1,800,000 45,000,000 5 2 7 1,928,571 15,000,000 2 1 3 1,500,000 15,000,000 5 5 900,000 7,200,000 1 1 2,160,000 Rata-rata 2,230,607

Berdasarkan data pada Tabel 7, maka dapat pendapatan bersih rata-rata PKL-Pangan Medan adalah Rp 2,230,607. Lalu dapat ditentukan rata-rata IK-PKL Medan adalah 2.77 mendekati angka 3 yang

berarti IK-PKL mempunyai kinerja yang baik dengan pendapatan di atas Rp 1.000.000/tenaga kerja/bulan.

Tabel 8 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja PKL-pangan di Medan

No Faktor

Skala

Rata-rata

1 2 3 4 5

1 Tingkat pendidikan 2 5 3 3.02

2 Jumlah Tenaga Kerja 2 4 2 2 2.27

3 Lama Usaha 3 4 3 2.52

4 Kondisi Omzet 1 6 2 1 2.17

5 Kondisi Keuntungan 1 6 2 1 2.17

6 Lokasi Usaha 1 9 1.87

7 Status Lokasi usaha 9 1 1.12

8 Tempat berusaha 9 1 1.12

9 Bentuk Sarana Usaha 8 9 1 2.58

10 Luas Tempat Usaha 1 7 2 2.98

11 Kelengkapan Tempat Usaha 4 1 4 1 3.01

12 Kondisi Lokasi Usaha 8 2 4.18

13

Keterjangkauan Lokasi

Usaha 3 7 3.67

14 Prospek Konsumen 3 7 3.67

Dari perhitungan data di atas dapat dilihat bahwa ada tiga faktor yang lebih dominan mempengaruhi kinerja PKL-pangan yaitu kondisi lokasi usaha, keterjangkauan lokasi usaha dan prospek konsumen

4.1.2 Dampak PKL Terhadap Aspek Ekonomi dan Sosial

Usaha kaki lima sebagai salah satu komponen sektor informal berperan dalam mengembangkan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. Sebagian besar PKL (50%) di Medan mempunyai penghasilan perbulan di atas Rp 15.000.000, sebanyak 30% berpenghasilan antara Rp 11.000.000-Rp 15.000.000, sebanyak 10% berpenghasilan Rp 5.000.00-Rp 10.000.000, dan sisanya berpenghasilan di bawah Rp 5.000.000. Hal tersebut menunjukkan keberadaan PKL mampu memperkuat perekonomian rakyat. Dalam hal pemberdayaan masyarakat, PKL mampu menyerap tenaga kerja yang tidak dapat terserap pada sektor formal. Jumlah tenaga kerja keluarga yang membantu PKL mulai dari 1 orang sampai 5 orang, sedangkan tenaga

!"#$"%&'()*+&,*%-*'."%-"%&,*)"-"%-&!"!$&+$'" 75!

kerja yang berasal dari luar keluarga mulai dari 1 orang sampai 5 orang. Sebagian besar PKL di Medan menggunakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga sebanyak 2 orang tenaga kerja (30%) dan tenaga kerja dari luar keluarga sebanyak 1 orang tenaga kerja (30%).

Selain itu, kesadaran para PKL dalam pemeliharaan kebersihan berpengaruh terhadap kondisi lokasi usaha yang bersih, tertib dan nyaman. Untuk menjaga kebersihan lokasi usaha 80% PKL melakukan pembuangan sampah secara berkelompok dan diatur oleh petugas kebersihan, sebanyak 10% melakukan pembuangan sampah berkelompok secara mandiri, dan sisanya memiliki tempat pembuangan sampah khusus. Namun keberadaan PKL juga sering dianggap menimbulkan masalah ketertiban dan kenyamanan dalam pemukiman. Sebagian besar PKL tersebut tinggal di pemukiman dengan jumlah anggota rumah tangga yang besar. Berdasarkan informasi yang diperoleh, PKL di Medan mempunyai jumlah tanggungan dalam keluarganya mulai dari 2 orang sampai 9 orang.

4.1.3 Fasilitasi Dukungan Dalam Pengembangan PKL

Dukungan pemerintah daerah terhadap penyediaan fasilitas dalam pengembangan PKL berperan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dayasaing PKL. Berdasarkan informasi yang diperoleh, seluruh PKL di Medan menyatakan belum adanya pembinaan terhadap kegiatan usaha kaki lima dari pemerintah daerah. Mereka memandang perlunya pembinaan dari pemerintah daerah agar kinerja PKL menjadi lebih baik dan adanya interaksi antara PKL dengan pemerintah. Sebagian besar PKL (80%) membutuhkan pembinaan pada aspek keuangan. Selain itu, saran perbaikan yang dapat meningkatkan efektivitas pemerintah daerah dalam menunjang kegiatan usaha menurut sebagian besar PKL (90%) berupa pengadaan penyuluhan dan sebanyak 70% menyetujui adanya kepastian lokasi usaha, penataan lokasi usaha, pengembangan koperasi PKL, pelatihan teknis, serta registrasi/pencatatan data PKL.

4.1.4 Analisis Kebijakan

Penataan PKL belum dilakukan dengan tertib dan legal oleh pemerintah daerah. Namun demikian, pemerintah daerah sedang merencanakan akan membuat perda tentang PKL. Di beberapa tempat dilakukan penataan PKL secara informal oleh beberapa orang yang disebut koordinator. Koordinator inilah yang kemudian mengatur segala kegiatan PKL seperti membantu dalam penertiban/penggusuran, menentukan tarif sewa tempat usaha, pengaturan parkir, dan bernegosiasi dengan lingkungan sekitar. Dalam aspek permodalan, secara umum masih bergantung pada permodalan informal dari pelepas uang dengan bunga yang sangat tinggi yaitu 15% perbulan. Hal ini dikarenakan belum adanya akses modal usaha ke perbankan.