• Tidak ada hasil yang ditemukan

Munculnya Counter Legal Draft (CLD): KHI Tandingan

Dalam dokumen IAIN Metro - Lampung (Halaman 55-58)

76 Antara News, Selasa 6/11/2012

C. Munculnya Counter Legal Draft (CLD): KHI Tandingan

Seiring dengan perkembangan waktu tampaknya KHI oleh sebagian kalangan praktisi dan pemikir hukum Islam di Indonesia, dianggap masih banyak kelemahannya. Sehingga memunculkan berbagai kritik yang pada gilirannnya memunculkan gagasan untuk memperbaharui materi dalam pasal-pasal yang ada. Terutama yang dilakukan oleh sekelompok orang Islam yang keberatan tentang pasal-pasal dalam Kompilasi Hukum Islam dengan mengatasnamakan pluralisme, demokrasi dan HAM, kesetaraan gender, emansipatoris, humanis, inklusif, dan dekontruksi syariat Islam. Keberatan ini muncul setelah Kompilasi Hukum Islam sudah berumur tiga belas tahun dan sedang diupayakan menjadi undang-undang. Puncak dari polemik itu semakin tampak jelas pada era Reformasi ini, ketika muncul Counter Legal Draft (CLD) terhadap KHI yang berusaha merevisi, bahkan menggantikan KHI lama yang dianggap sudah tidak representatif lagi dengan perkembangan fiqh kontemporer di Indonesia. Bagi sebagian kalangan cendekiawan muslim rancangan pasal-pasal CLD tersebut dianggap terlalu kontroversial bahkan ada yang mengatakan bertentangan jauh dengan prinsip ajaran Islam itu sendiri.

Yang membedakan KHI dan CLD KHI adalah proses penyusunannya, disamping juga tentunya materi yang terdapat dalam pasal-pasal yang ada dalam kedua KHI tersebut. Dalam perspektif penyusunan dan KHI yang lama

94 Bustanul Arifin, Kompilasi; Fiqh dalam Bahasa Undang-Undang, dalam Pesantren No. 2, Vol. II tahun 11985, hlm. 27.

Proceding Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS) prosesnya cukup lama dan dilakukan oleh tim pakar dan praktisi hukum Islam yang sangat berragam latar belakangnya antara lain, dari Departemen Agama, Mahkamah Agung, MUI, para akademisi dari berberapa IAIN, dan Pesantren (ulama). Perumusan draft materi KHI diperoleh melalui jalur antara lain, pengkajian dan penelitian kitab-kitab fiqh, wawancara dengan para ulama, yurisprudensi Pengadilan Agama, studi perbandingan hukum dengan negara lain, lokakarya/seminar materi hukum untuk Pengadilan Agama dan dilakukan secara akademis dibeberapa IAIN di Indonesia.96

Sementara itu CLD lahir melalui proses pemikiran untuk meningkatkan status hukum KHI dari sekadar Inpres menjadi Undang-undang. Dan upaya ini sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Depag, sebelum hijrah ke Mahkamah Agung (MA) pernah mengupayakan KHI menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Keluarga Islam.97 Upaya itu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan status hukum dan melengkapi cakupan materi hukum Islam, tidak sekadar terbatas pada tiga bidang hukum perdata itu saja (perkawinan, perwakafan dan kewarisan), melainkan lebih luas dari itu. Upaya ini dalam konteks lain bisa menjadi alternatif dari kebutuhan pilihan hukum untuk menerapkan Syariat Islam ke dalam tubuh negara.

Menurut Siti Musda Mulia sebagai ketua tim PUG, mengatakan bahwa proses penyusunan CLD KHI dilakukan dengan mengadakan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti yang diturunkan diberbagai daerah di Indonesia untuk menyerap pelbagai informasi dan masukan dari masyarakat sekaligus juga merekam berbagai tradisi dan kearifan lokal yang belum terakomodasi dalam KHI.98 Dalam lampiran buku CLD KHI , terlihat bahwa proses penyusunannya melibatkan Tim Kajian dan Kontributor Aktif yang tergabung dalam pokja (kelompok kerja) Pengarusutamaan Gender Depag.

Dari personel yang terlibat dalam proyek tersebut menujukkan bahwa nama-nama yang tergabung dalam kedua tim itu adalah para pakar hukum Islam yang aktif dalam beberapa bidang antara lain dari Depag, akademisi dari IAIN, ulama (pondok Pesantren), dan beberapa aktifis LSM. Dari perspektif ini,

sebenarnya latar belakang dan proses penyusunan “KHI lama” dengan CLD

cukup berbeda baik dari setting sosial penyusunan maupun proses yang melatar belakanginya. Oleh karena itu produk yang duihasilkan oleh kedua produk hukum tersebut sangat berseberangan, bahkan yang terakhir terkesan sangat

kontroversial karena terlihat “menantang” arus pemikiran hukum Islam yang berlaku di Indonesia selama ini.

Meskipun semangat “liberasi” hukum Islam dalam CLD sangat kental. Hal

ini terlihat dalam visi yang ditawarkan CLD antara lain Pluralisme (

96 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hlm. 36-41. 97 Tim PUG, Pembaruan Hukum Islam Couter Legal Draft KHI, hlm. 3. 98 Siti Musdah Mulia, dalam “Kata Pengantar” dalam CLD KHI, hlm. Vi.

Proceding Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS)

Ta‟addudiyah), Nasionalitas (Muwathanah), penegakan HAM (Iqamat Huquq al-Insaniyah), Demokratis, kemaslahatan (al-Mashlahat) dan kesetaraan Gender ( al-Musawah al-Jinsiyah).99 Akan tetapi semangat yang tercermin dalam visi tersebut tidak cukup efektif dalam meredam kritik dan protes dari beberap pihak yang tidak sependapat dengan ide-ide pembaruan hukum Islam yang terdapat dalam CLD tersebut.

Melihat polemik tersebut, secara esensial sebenarnya baik “HKI lama” maupun CLD KHI atau sebut saja “KHI baru”, keduanya merupakan masalah

fiqh sebagai produk pemikiran hukum Islam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Atho Mudzhar, sedikitnya ada empat macam produk pemikiran hukum Islam yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum Islam yaitu fatwa-fatwa ulama, Keputusan-keputusan pengadilan agama, peratran perundangan dinegeri Muslim, dan kitab-kitab fiqh itu sendiri.

Pertama, adalah fatwa-fatwa ulama-ulama atau mufti sifatnya adalah kasusistik karena merpakan respon atau jawaban pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa. Fatwa tidak mempunyai daya ikat, dalam arti bahwa si peminta tidak harus mengikuti isi/hukum fatwa yang diberikan kepadanya, tetapi biasanya fatwa cenderung bersifat dinamis kerena merupakan respon terhadap perkembangan baru yang sedang dihadapi oleh masyarakat si peminta fatwa. Isi fatwa itu sendiri belum tentu dinamis tetapi sifat responsifnya itulah yang sekurang-kurangya dapat dikatakan dinamis.100

Kedua, produk pemikiran hukum selanjutnya adalah keputusan-keputusan pengadilan agama. Berbeda dengan fatwa, keputusaan pengadilan agama sifatnya mengikat kepada pihak yang berperkara dan pada tingkat tertentu juga bersifat dianmis karena merupakan usaha untuk memberi jawaban atau mentyelesaikan masalah yang yang diajukan ke pengadilan pada suatu titik waktu tertentu. Ketiga, termasuk produk pemikiran hukum adalah peraturan perundangan di negeri muslim. Ini juga bersifat mengiukat dan bahkan daya ikatnya lebih luas. Orang yang terlibat di dalam perumusannya juga tidak terbatas pada para fuqaha atau ulama, tetapi juga para politisi dan cendekiawan lainnya. Masa laku peraturan perundangan itu biasanya dibatasi---atau kalaupun tidak---secara resmi dibatasi masa lakunya, di dalam kenyataan masa laku itu akan menjadi ada ketika peraturan perundangan itu dicabut atau diganti dengan peraturan perundangan lainnya. Keempat, produk pemikiran hukum selanjutnya adal kitab-kitab fiqh, diamana kitab-kitab tersebut oleh pengarangya sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diberlalukan secara umum disuatu negeri. Meskipun di dalam sejarah kita kitab fiqh tertentu diberlakukan sebagai undang-undang. Kitab-kitab fiqh juga tidak ketika ditulis juga tidak dimaksudkan utuk periode tertentu, dengan tidak adanya masa laku ini terkadang kitab fiqh oleh

99 Tim PUG, Counter Legal Draft KHI, hlm. 25-30.

100 M. Atho Mudzhar, “Fiqh sebagai Produk Pemikiran Hukum, dalam Membaca Gelombang Ijtihad Antara Tradisi dan Liberasi, ( Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), hlm. 91.

Proceding Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS) sebagian orang dianggap harus berlaku untuk semua masa, sehingga oleh sebagian orang lainnya dianggap beku alias jumud.101

Dengan memperhatikan klasifikasi sumber pemikiran hukum Islam tersebut tampaknya KHI bisa dianggap sebagai fiqh produk ketiga yaitu fiqh produk dari peraturan-peratutan perundangan yang berlaku di negeri Muslim. Walaupun secara faktual KHI maupun CLD---meskipun masih dalam bentuk rancangan--- tidak bisa dilepaskan meterinya dari kitab-kitab fiqh yang mempengaruhi konstruski pemikiran hukum yang terdapat dalam materi keduanya.

Dalam dokumen IAIN Metro - Lampung (Halaman 55-58)

Dokumen terkait