103 Harian Kompas, Ibid
E. Analisis Wacana Polemik
3. Talak Tiga Sekaligus
Demikian juga dalam memutuskan perkara talak tiga sekaligus.
Sebelum kepemimpinan khalîfah „Umar bin al-Khattâb ra, Rasûlullâh saw, dilanjutkan oleh Abû Bakar menjatuhkan talak satu kepada suami yang mentalak tiga sekaligus istrinya. Pada masa kekhalîfahannya
„Umar bin al-Khattâb ra merubah pernyataan talak tiga yang diucapkan sekaligus itu dihitung jatuh talak tiga. Alasannya adalah banyak suami yang mudah dan ringan saja menyatakan talak tiga sekaligus.163
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ishâq bin
Ibrâhîm dan Muh}ammad bin Râfi‟, menggunakan lafal Ibnu Râfi‟, ia berkata, “Abdurrazâq menyampaikan kepada kami, mengabarkan kepada kami Ma‟mar bin Rasyîd, dari Ibnu Tâwus, dari ayahnya (Tâwus bin Kaisân), dari Ibnu „Abbâs ra ia berkata, “Masalah talak pada masa
Rasulullâh saw, Abû Bakar ra, dan dua tahun pertama masa
pemerintahan „Umar bin al-Khattâb, talak tiga sekaligus dihitung sekali.
Lalu „Umar bin al-Khattâb berkata, “Sesungguhnya orang-orang pada
161 Silahkan lihat al-Bukhâri: 2494; Muslim: 2495-2499; Ah}mad bin Hanbal: 15907, 15937, 15956.
162 Ini dapat dilihat dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari al-Hasan bin al-Hulwânî, dari „Abdurrazâq, dari „Ata‟, dari sahabat Jabir bin „Abdillâh, ia berkata, “bahwa nikah mut‟ah telah disyariatkan (diperbolehkan) sejak zaman Rasulullâ saw, hingga zaman Abû Bakar, dan sampai zaman „Umar bin al-Khattâb.” dari riwayat ini bisa kita tangkap bahwa pemahaman para sahabat bisa berbeda antara satu sama lain tentang sebuah hukum, disebabkan intensitas pertemuan dengan Rasulullâh yang berbeda pula.
Proceding Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS) masa sekarang ini terlalu terburu-buru dalam menentukan perkara, dimana mereka seharusnya diperintahkan untuk bersabar karena mereka punya hak untuk merujuk kembali. Sehingga kalau masalah ini kami biarkan berlarut-larut, tentu kejadian ini akan terus berlanjut pada
mereka”.164
Dan diriwayatkan Abdurrazâq dari „Umar bin al-Khattâb, pernah ada seorang laki-laki menceraikan istrinya dengan talak seribu,
kemudian kasus ini dilaporkan kepada „Umar bin al-Khattâb, ia lalu
bertanya, “Benarkah Engkau menceraikan istrimu?” Laki-laki itu
menjawab, “Tidak, aku hanya main-main”. „Umar bin al-Khattâb lalu
memukulnya dengan tongkat kecil, ia berkata, “Talak tiga sudah cukup bagimu”.165
Pemaparan di atas mengantarkan penulis untuk mengklasifikasi beberapa pendapat berkenaan dengan masalah ini, pertama, kelompok yang berpendapat bahwa talaknya jatuh tiga sekaligus, antara lain
„Umar bin al-Khattâb, Aisyah, Empat Imam Mazhab Fiqh, dan jumhûr ulama salaf dan ulama khalaf, dan diantara dalîl yang digunakan untuk mendukung pendapat mereka adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Daruqutnî dari „Abdullâh bin „Umar. Sesungguhnya ia pernah
menceraikan istrinya denga satu kali talak pada saat istrinya sedang mengalami pendarahan haid. Ketika istrinya sedang menjalani masa tunggu dalam daur bersih yang kedua, Ibnu „Umar ingin menambahkan talaknya lagi dengan dua kali talak. Rupanya berita ini akhirnya
didengar oleh Rasûlullâh saw, kemudian Beliau bersabda, “Wahai Ibnu „Umar, tidak begitu Allah memerintahkan, sesungguhnya Engkau telah menyalahi sunnah, karena sunnah (menetapkan), bahwa di saat perempuan menjelang masa bersih itu, engkau boleh menjatuhkan talak untuk setiap masa bersih”. (Ibnu „Umar berkata, “Kemudian Rasulullah saw menyuruhku
untuk merujuk kembal, lalu aku merujuknya kembali). Akhirnya Rasulullah saw bersabda kembali, “ Apabila ia telah bersih (suci), engkau boleh menceraikannya atau engkau biarkan ia tetap jadi istrimu”. Aku
bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapat Tuan seandainya aku menceraikannya dengan talak tiga?
Bolehkah aku merujuknya kembali?” Beliau menjawab, “ Tidak, karena engaku telah menceraikannya dengan talak ba‟in, (dan kalau itu kau lakukan), berarti engkau telah berbuat durhaka”.166
Kedua, Kelompok yang berpendapat bahwa seorang suami yang mentalak tiga sekaligus istrinya, maka talaknya hanya jatuh satu,
164Ibid.
165Ibid.
166 Imâm Muslim, Software Mausû‟ah al-Hadîs al-Syarîf (Global Islamic Software Company, versi. 2, 1997), hadis nomor 2676.
Proceding Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS)
pendapat ini didasarkan pada riwayat Ibnu „Abbâs di atas, ada pun
yang termasuk memegang pendapat ini antara lain, sebagian pengikut mazhab al-Zâhiriyyah.167
Ketiga, Kelompok yang berpendapat bahwa talak semacam ini adalah bid‟ah, sehingga tertolak dan dianggap tidak sah. Pendapat ini dipelopori oleh Ibnu Ulaiyyah dari ulama salaf, Ibnu Taymiyyah, Ibnu Hazm, dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan ulama khalaf, dan Sayyid Sâbiq dari ulama kontemporer.168
Keempat, Kelompok yang membedakan antara mereka yang sudah pernah digauli (hubungan seksual) dengan mereka yang belum pernah berhubungan seksual. Adapun istri yang sudah pernah diajak berhubungan seksual, talak tiga sekaligus dihitung tiga, sedangkan istri yang belum pernah disetubuhi tetap dihitung satu.169
4. Khulu’170
Khulu‟, dalam pandangan „Umar bin al-Khattâb harus disikapi secara bijaksana oleh seorang suami, dan beliau menganjurkan kepada para suami untuk mengabulkan permintaan khulu‟ istrinya. Sebagaimana diriwayatkan al-Baihaqî, sesungguhnya „Umar bin al -Khattâb pernah mengemukakan tentang perempuan yang meminta
khulu‟, bahwa ganti rugi yang diberikan oleh pihak istri bisa diterima asal memiliki nilai, sekali pun lebih rendah dari nilai kelabang sanggul kepalanya. Pendapat ini juga diikuti oleh imam Mâlik, al-Syâfi‟î, Abû
Sulaimân, dan sahabat-sahabat mereka. Sementara itu imam Abû Hanîfah mengemukakan, bahwa pihak suami tidak boleh meminta ganti rugi khulu‟ dari istrinya yang nilainya lebih dari mahar yang pernah diberikan kepadanya. Kalau suaminya terpaksa melakukannya, maka hendaknya menyedekahkan kelebihan tersebut.171
Juga dengan tegas „Umar bin al-Khattâb mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Baihaqî, “Apabila kaum perempuan
menuntut cerai kepada suaminya dengan khulu‟, maka janganlah kalian
menolaknya.”172
167al-Halawî, loc.cit.
168 Sayyid Sâbiq, Fikih Sunnah, terj. Moh. Thalib, Juz VI, Cet. Ke-10 (Bandung: Al-Ma‟arif,
1995), h. 44-45.
169 Al-San‟ânî, Subul al-Salâm, Juz II (t.t.: t.tp, 1990), h. 1085
170Khulu‟ secara secara etimologis bermakna melepaskan. Sedangkan menurut terminologi
fiqhiyah adalah perceraian yang muncul karena pihak istri menuntut cerai dengan membayar ganti rugi yang diberikan kepada pihak suami yang menceraikan.
171 Ibnu Hazm, al-Muh}allâ (t.t.: t.tp., 1979), h. 594 172 al-Halawî, op.cit., h. 223.
Proceding Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS)