BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
NASRUDIN/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ini kelihatannya menentukan sanksi ini nggak ada definisinya nih, kelihatannya ini tim perumus. Bahkan mestinya harus ada standar itu didalam KUHP, itu berapa bulan, sekian rupiah, sekian bulan, sekian milyar, sekian tahun itu ada standarnya itu. Kalau nggak salah, yang 1 milyar itu 6 bulan, padahal disini 10 tahun. Ini kan persoalan ini.
Jadi kalau 10 tahun diganti cuma 1 milyar, ya itu nggak pas gitu, sesuai dengan hukum acara pidananya ini. Ini mohon ini catatan ini di cross dulu dengan aturan yang benar, nanti pada pertemuan berikutnya baru dibahas. ini soalnya asal tempel saja ini. Iya, 10 tahun dendanya, kalau nggak 10 tahun diganti 1 milyar, kan nggak pas itu aturannya, nggak bisa. Kalau seorang kena pidana, kena denda 1 milyar. Kalau dia nggak bisa bayar 1 milyar, dia hanya dihukum 6 bulan tambahan untuk mengganti denda yang 1 milyar itu. Ini harus dicross ini, biar pas gitu. Mendingan bayar 1 milyar daripada 10 tahun. Ini persoalannya ketua. Terima kasih.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ada dari KumHAM disini? Bisa membantu kita soal, nggak ada ya? Ya, silahkan Pak Anwar.
PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI
Ya, jadi dengan jujur kami ingin menyampaikan bahwa, ketentuan pidana ini memang belum pernah kami sentuh pak. Termasuk peralihan, karena kalau yang pasal-pasal lainnya nanti sudah oke semua, baru kita tentukan pidananya. Pengalaman kami di Undang-Undang Sisdiknas, ini para ahli hukum yang diminta untuk bersama-sama polisi, kejaksaan, itu kita ajak dari Kementerian Hukum dan HAM, nanti kita ajak bersama-sama menentukan pidananya.
68 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Baik. Kalau begitu Bab VIII ketentuan pidana dan ketentuan peralihan, saya kira kita pending dulu ya. Kita pending, dan kita bahas secara mendalam nanti pada saat kita membahas pasal demi pasal sehingga lengkap pembahasan kita.
Kemudian yang terkait dengan penjelasan, saya kira juga penjelasan akan kita bahas setelah pasal demi pasal kita definisikan. Ya sebelum pasalnya beres, ini nggak bisa dijelaskan ini. Silahkan pak.
NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI
Pak Rully, tambahan sedikit Pak Rully. Saya itu masih mengganjal sekurang-kurangnya satu itu. Memang sekurang-kurangnya satu dibuang gimana pak? Yang tadi itu loh. Jadi, menyelenggarakan pengembangan pendidikan secara internasional itu. Jadi yang sekurang-kurangnya satu itu dibuang gitu loh. Undang-undang ini kan akan berlaku sekian puluh tahun yang akan datang, ila yaumil qiyamah. Itu sudah terpenuhi sekarang itu, gitu loh maksud saya. Jadi sekurang-kurangnya satu itu dibuang saja. Terima kasih pak.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ya. Jadi pemerintah menyelenggarakan paling sedikit satu perguruan tinggi untuk dikembangkan menjadi perguruan tinggi yang bertaraf internasional untuk menjalankan misi. Silahkan Pak Anwar.
PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI
Jadi ini, terima kasih pak Ketua dan pak Dirjen. Jadi ini pengalaman. Karena banyaknya rintisan itu pak, rintisan sekolah berstandar internasional, dia bertarif internasional juga. Jadi karena pemerintah bersemangat seperti itu. Jadi cukup 1, 2, 3 begitu, jadi sekurang-kurangnya satu. Jadi pemerintah juga tidak terlalu didorong begitu pak untuk sampai kesitu. Itu latar belakang, maka ditaruh sekurang-kurangnya satu dan itu tidak membatasi jumlah keatas pak ya.
Jadi pokoknya ada satu dululah sebagai contoh, begitu pak ya, itu maksudnya. Karena itu syaratnya harus melahirkan doktor 50 pertahun dan membiayai perguruan tingginya 25% dari hasil riset, itu memang juga tidak mudah pak.
NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI
Kalau seandainya itu kan, pemerintah menyelenggarakan perguruan tinggi untuk dikembangkan.
PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI
Oh yang ditempatkan itu? Itu perguruan tinggi?
69 NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI
Ya. Jadi pemerintah menyelenggarakan perguruan tinggi untuk dikembangkan paling sedikit satu itu pak.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ya memang sih, sebenarnya kalimat paling sedikit ini, ya faktanya kita sudah lewati memang. Ya, bagaimana kalau kita hapus saja ya? Kita hapus saja. Jadi nanti tim ahli menyelaraskan kembali kalimatnya ini, istilah paling sedikit itu kita tiadakan.
DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Ini kan sebetulnya sama dengan sekolah-sekolah yang tingkatan SD, SMP, SMA sekolah internasional itu. Jadi sekurang-kurangnya setiap kabupaten/kota ada satu dalam Undang-Undang Nomor 20 itu. Akan tetapi kasusnya dengan universitas ini perguruan tinggi Pak Djoko memang berbeda, karena dia lebih tua kan, lebih jalan, progressnya lebih jelas.
Kecuali memang diniatkan membangun dari kosong sama sekali menjadi sebuah universitas percontohan, tidak menempel pada universitas yang sudah ada. Misalnya sebut saja Unpad, misalnya begitu. Atau apalagi ke UI, atau ITB yang sudah umurnya lebih tua, saya kira sudah akan malah menjadi kecemburuan universitas lain saja. Kalau mau memang dibangun dari awal, seperti yang saya katakan pada ketua, soal SMA itu gitu, itu baru akan beres. Kalau sekarang sudah lewat itu pak.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Oke-oke. Jadi ini merangsang untuk kita berpikir. Apakah yang dimaksud oleh Pasal 1 ini adalah sesuatu yang baru sama sekali, bukan pengembangan dari yang ada. Bukan pengembangan dari ITB menjadi world class, UI jadi world class, tapi sesuatu yang baru sama sekali. Dibangun di Sulawesi Selatan misalnya gitu. Ya, Pak Rully.
RULLY CHAIRUL AZWAR/FRAKSI PARTAI GOLKAR
Saya pikir tidak perlu mempersoalkan itu saya pikir. Apa baru sekali atau dari nggak, yang penting faktanya sudah jadi apa nggak. Kalau memang sekarang nggak ada, ya kita dorong. Tapi kalau sekarang sudah ada, ini nggak perlu ada. Menurut saya, kalimat yang ada di Undang-Undang Sisdiknas itu kan menempatkan lokasi, area ya. Setiap kabupaten sekurang-kurangnya satu dan itupun nggak disebut waktunya berapa lama, boleh sekarang boleh 20 tahun lagi. Jangan jadi ini masalah, sehingga mendorong untuk memaksakan diri menjadi world class. Sekarang masalahnya sekarang ini tidak menyebut ini Indonesia, ini nggak menyebut setiap provinsi kan? Sebenarnya nggak perlu ada. Ini kalimat sebenarnya nggak perlu ada.
70 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Jadi paling sedikit satu ini, ya sepakat kita hilangkan saja ya?
(ketok palu)
Baik. Jadi bapak ibu sekalian yang saya hormati. Kembali ke tadi Bab VIII dan Bab IX kita pending dulu ya, sampai rumusan yang menyeluruh kita selesaikan.
(ketok palu)
Baik, bapak ibu sekalian. Dengan demikian…
RULLY CHAIRUL AZWAR/FRAKSI PARTAI GOLKAR
Dalam kaitan ini, saya ada pertanyaan. Saya kemarin baca di pengembangan, bahwa di setiap provinsi sekurang-kurangnya ada satu universitas kan, itu pasal berapa itu? Pengembangan, Pasal 97. Nggak, ini kita sama-sama lihat lagi ya, esensi daripada pemerataan ini terhadap perguruan tinggi apakah tepat atau tidak. Karena setiap provinsi berarti ada 33 perguruan tinggi harus ada. Dan esensi perguruan tinggi besar itu bukan banyak-banyaknya kan pak? Dalamnya prodi pak. Semakin lama dia umurnya semakin tua itu semakin hebat loh perguruan tinggi itu. Kalau kita mudah buat yang baru, tidak dalam, itu menjadi soal lagi gitu, menjadi soal beban lagi, beban penjaminan mutu. Apakah pikiran ini sudah tepat, nantinya akan kita paksakan setiap provinsi ada satu perguruan tinggi negeri yang berdiri? Kalau memang kita berpikir 33 itu nggak banyak dan nggak ada masalah penambahan mutu, ya nggak apa-apa. Kalau saya melihat bahwa, esensi dari perguruan tinggi itu makin baik, itu bukan nambah baru untuk mencukupi jumlah, tapi mendalami mutunya untuk mencukupi mutu lebih penting daripada jumlah. Karena jumlah itu nanti bisa diperbesar dari yang ada ini.
Jadi kapasitas dari satu universitas yang tua ini diperbesar saja, itu juga bagus. Cuma kesulitannya orang datang kesitu kan? Di bagi region gitu maksud saya, nggak usah ditiap provinsi baginya. Kalau setiap provinsi itu terlalu mengada-ada, 33 provinsi. Nanti provinsi yang seperti pulau memang harus ada satu, ya boleh-boleh saja. Tapi ini perlu dipikirkan saja. Ini renungan saja dari saya.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ya, yang dimaksud Pak Rully itu Pasal 100 ayat (1), pemerintah mengembangkan paling sedikit satu PTN berbentuk universitas atau institute di setiap provinsi. Ya saya kira ini menjadi renungan bagi kita, nanti pada saat kita membahas secara mendalam pasal perpasal, kita coba diskusikan lagi masalah ini ya. Silahkan Pak Anwar.
71 PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI
Saya ada tambahan pak sedikit. Di Pasal 101, dulu waktu kami ketemu dengan kelompok advisi, ada usul di Pasal 101 ayat (1) ditambah, terutama di daerah perbatasan. Itu pak, kita belum masukkan disini. Ya akademi komunitas sesusai dengan kemampuan potensi dan kebutuhan daerah di setiap kabupaten/kota terutama di daerah perbatasan, itu minta tambahan pak.
RULLY CHAIRUL AZWAR/FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ketua, saya saran ketua. Mungkin banyak diantara kita juga yang ingin mendalami apa itu akademi komunitas. Mungkin dari Pak Djoko menjelaskan dulu, karena ini kan nanti esensinya dia di D1 D2 disetiap kabupaten gitu. Memang mungkin pendalaman buat kita saja, yang mungkin perlu didengar oleh teman-teman. Saya pikir, beri kesempatan Pak Djoko ketua, saran saya gitu. Terima kasih.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Boleh, silahkan Pak Djoko menjelaskan.
PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI
Baik. Jadi konsepnya, kalau akademi komunitas itu apa, itu bagaimana kita bisa satu, memberikan peluang menikmati jenjang pendidikan tinggi kepada mereka-mereka yang memang tidak memerlukan jangka panjang di perguruan tinggi itu. Dua, memenuhi kebutuhan ketenagakerjaan di berbagai sektor maupun di berbagai lokasi sesuai dengan apa yang diunggulkannya, gitu ya, diunggulkan di tempat di daerahnya itu.
Oleh karena itu, kita mempunyai banyak potensi untuk membuka jenjang pendidikan tinggi di berbagai sektor. Misalnya disektor yang berkaitan dengan seni. Banyak sekali sanggar seni yang luar biasa pak. Hasilnya nanti kalau dibiarin jadi maestro gitu loh. Seolah-olah pemerintah itu nggak ribut apa-apa, kalau habis itu ngaku saja belakangan. Dari awal itu memang kita coba turut campur. Misalnya di setiap sanggar itu mas, kan ada disana sudah belajar tentang menari begitu. Kalau ada juga melawak. Melawak penting loh, supaya awet muda, jadi gitu ya.
Nanti disini ya, itu pendidikannya jika bisa dihitung kemudian menjadi SKS begitu, bisa selesai pak. Kalau kita melihat waktunya satu tahun, per semester itu kan 16 minggu, itu hanya kira-kira 4 bulan kali 2, itu bisa pak. Jadi disana ikut nanti, ini potensinya besar sekali. Nanti kalau ini menyelesaikannya, kita itu nggak usah mikirin mencarikan kerjaan, dia kerja sendiri nanti. Nari dimana-mana cari uang sendiri, hidup sendiri. Ini akan enterpreneur luar biasa ini.
Jadi kan kalau di sisi lain kawan-kawan menganggap enterpreneur kita cuma nol koma sekian, saya bilang nggak percaya. Jawaban saya, enterpreneur saya 60 juta. Buktinya mana? Saya tunjukkin itu semua, itu satu-satu, itu sanggar seni, itu kelompok ini, wah luar biasa pak itu. Ini baru disitu.
72
Kemudian yang lain lagi misalnya, langsung kepada masalah yang kelihatannya sangat formal, industry. Apa industry itu yang tiap kali mencerca kami? Saya kan yang disalah-salahin terus. Lulusanmu nggak bisa kerja, lulusanmu itu cuma membebani dan lain sebagainya. Sekarang saya tantang, oke kalau gitu saya bikinkan sekolah kamu yang bikin sendiri ya. Nanti kalau itu sampai nggak bisa kerja, ya kamu yang salah. Ada ketemu saya, yang salah satu kadin tentang itu, komponen otomotif. Jadi saya harus apa Mas Djoko? Di pabrikmu kamu bisa bikin akademi komunitas. Tanyalah dia, akademi komunitas itu apa? Sampeyan butuh pegawai kayak apa, coba kamu bikin sendiri. Sekolahnya dimana? Di pabrikmu.
Ini misalnya ruangan ini pabrik, ya saya tunjukkin itu ya. Silahkan dari 18 SKS di satu semester yang 4 bulan itu, 10 SKS adalah kerja praktek. Kerjanya apa? Ya terserah kamu suruh apa pabrik kamu itu memproduksi apa. Yang 8 SKS itu adalah teori tentang apa yang akan dia kerjakan itu, sesuai dengan kerangka kualifikasi nasional Indonesia, nggak ada disana. Kemampuannya apa disatu itu ini. Bekerja sesuai aturan yang sudah ditentukan, bekerja dibawah supervisi dan seterusnya-dan seterusnya ada disana semua. Terus nanti ruangnya dimana? Ya kalau di pabrik, bapak bikin letakin kursi disana 20 biji atau 30 biji, kasih papan tulis nah itu untuk kuliahnya. Wah bisa banyak, saya senang gitu. Ya sudah, saya tunggu. Nanti jangan cuma bilang saya nggak bisa bikin orang kerja. Sampeyan sebetulnya bisa bikin nggak toh? Silahkan bikin sendiri untuk berbagai kelompok industry sejenis.
Saya mulai sosialisasikan ini kepada teman-teman kawasan industry, misalnya di Jababeka, gitu kan. Sudah datang gitu, nih coba dilaksanakan. Saya ketemu dengan kawan-kawannya Pak Dedi dulu, kalau sekarang kan sudah wakil rakyat terhormat sekarang, dulu kan? Dulu, nah sekaranglah harus kita hormati kawan-kawan bapak-bapak itu dengan kita berikan penghargaan. Itu mendukung di Bali sana, bener Pak Djoko, kapan mulainya. Nanti dulu, RUU nya belum selesai-selesai saya bilang gitu. Nanti ini begitu keluar, kita buka semua pak itu. Boleh, bapak juga bisa buat itu. Banyak sekali nanti, otomatis lapangan kerja tercetak pak itu pak.
Jadi rakyat kita ini kita usahakan begitu, banyak sekali yang bisa akhirnya bekerja sesuai dengan kemampuannya. Salah satu yang kita sudah coba secara spot-spot begitu, bekerja dengan politeknik. Misalnya sederhana saja. Itu loh melihara ikan lele itu loh. Jadi nanti kalau yang omzetnya itu sudah 3000 ribu perbulan, dia lulus. Itu selesai juga loh, selesai juga itu.
Jadi kita nggak usah kalau mimpi itu apa entrepreneur itu teman-teman saya itu loh. Mas Ciputra, Pak Cek itu, Mas Bakrie, ya susah kalau bikin kayak gitu. Lebih baik kita bikin ini semua, semua orang bisa mencari penghidupan sendiri-sendiri, selesai negara ini. Kalau itu kan takdir, kalau ini bisa dibuat gitu.
RULLY CHAIRUL AZWAR/FRAKSI PARTAI GOLKAR
Tapi itu syaratnya harus lulusan SMA semua ya Pak Djoko?
73 PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI
Oh iya, lulusan SMA. Itulah yang kira-kira akademi komunitas yang kita inginkan. Nanti tentunya ada yang dibuat pemerintah, ada yang partisipasi masyarakat. Kita menginginkan yang lebih besar partisipasi masyarakat.
RULLY CHAIRUL AZWAR/FRAKSI PARTAI GOLKAR
Yang belum jelas di akademi komunitas adalah peran serta pemerintah daerah kabupaten/kota, terhadap ini gimana?
PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI
Nanti kalau sama pemerintah daerah. Pemerintah daerah ini sebetulnya yang banyak mengembangkan Jawa Tengah ini, Pak Bibit itu loh. Itu kan dengan berbagai macam bangun desanya itu, itu kalau dia pamerkan ke saya yang disoroti, itu bilang, mas-mas, itu bisa bikin ini mas. Kapan bikinnya? Nanti dulu tunggu undang-undangnya, saya bilang begitu. Itu bisa pak, membangun desa itu. Monggo pak.
DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Pak Djoko, barangkali salah satu yang kami temukan juga di Belanda, di kota apa satu jam dari Amsterdam waktu itu, community college. Persis yang bapak katakan bahwa, memang masyarakat kita-kita semua, pak ketua juga bisa membentuk kalau ada link misalnya dengan apa, denan perusahaan apa memang kita bangun sendiri.
Jadi memang dibiayai oleh pihak ketiga. Dibiayai oleh pihak ketiga, karena mereka juga sesungguhnya kan end user dari SDM itu sendiri. Contohnya begini, ini kasusnya dengan tidak adanya sekolah teknik menengah, STM sebut saja tidak ada pak, itu tenaga instalatur itu susah sekarang. Yang menggambar instalasi listrik, lalu bagaimana mereka memasang, itu sulit. Saya ketemu dengan beberapa teman-teman industriawan di Jababeka itu, atau mungkin kalau ketika Astra, itu yang ke kolong mobil kan anak STM pak, kalau jaman dulu, yang masang mesin itu bukan insinyur, atau yang di lapangan, jadi pelaksana namanya bukan arsitek atau insinyur sipil. Mereka anak-anak STM jaman saya dulu, saya kebetulan pelaku. Teknik sipil itu saya mengalami jadi pelaksana pembangunan.
Ini saya kira tenaga madya itu yang kita tidak miliki sekarang. Ini keputusan politik pemerintah menghilangkan STM itu saya kira adalah kontribusi terhadap penggangguran menurut saya, itu satu. Ini community college ini dan diatur dalam undang-undang ini, ini menjadi penting, itu satu gitu. Kemudian yang kedua, itu soal paradigma Pak Djoko tadi. Soal bapak menjawab bahwa, enterpreneur kita hanya 0,08%. Sementara kalau negara maju itu kan 2% dari jumlah penduduk. Ini paradigmanya bahwa, enterpreneur itu adalah pengusaha industry kaitannya ekonomi langsung. Tapi kami, kasta kesenian itu tidak dianggap.
74
Padahal saya 30 tahun jadi pelawak itu layak hidup dan hidup layak, iya. Kalau kita hitung-hitung satu episode saja di televisi saja, saya kira itu, bukan, kalau di DPR ini satu bulan, saya kira hanya 1 jam 2 jam saya sih bisa mendapatkan gaji di DPR ini dulu. Makanya 2015 mungkin saya akan kembali ke tanah air, gitu loh pak. Ini belum masuk dalam statistik, tidak menjadi bagian dari penelitian BPS saya kira. Saya kira, ini saya, ini bagus pak community college yang dari dunia industry. Dan pemerintah belum melihat bahwa, industry entertainment itu sebagai industry seperti di negara lain. Amerika itu kan cuma dua mengerjakannya, bikin senjata sama bikin hiburan, di jajah dia dunia. Iya kan? Yang bikin roti orang Cina disana. Hanya bikin senjata untuk ekspansi ke negara lain, lalu bikin entertainment bagaimana melakukan satu intervensi kebudayaan ke negara-negara lain, dengan film, dengan segala macam, kita belum pak. Saya kira terima kasih kalau dunia kesenian termasuk pengamen kata Pak Rully, iya kayak Pak Rully ini kan pelukis, pemusik, penyanyi dan segala macam itu, pengamen juga sama gitu, cuma lagi kesasar saja gitu, cuma kesasarnya kelamaan disini gitu. Saya kira community college ini perlu diangkat, dijadikan satu kekuatan didalam undang-undang ini. Ya, terima kasih.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Baik, cukup. Pak Utut ingin memberikan pikiran-pikiran.
UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Terima kasih Pak Djoko. Yang Bapak Djoko sampaikan itu, kita senanglah. Artinya kita nggak terlalu birokratis, terlalu kaku dengan apa-apa yang kita anggap sebaik hal-hal ini. Tetapi karena bapak pakai namanya akademi, akademi itu kan baunya sangat ilmiah, tapi kalau yang tadi kita lihat kan lebih banyak mind, dalam arti mengarahkan orang, mencari potensi terbaik orang, sehingga dia nanti bisa mengarungi dunia kehidupan.
Pertanyaan saya, nanti bapak menyusun kurikulumnya dasarnya apa? Apakah kita, ini kan tentu pasti belum ada kurikulumnya. Saya mengalami sendiri pak, saya bikin sekolah catur. Kurikulumnya dari mana? Ya, orang Diknas nggak ada yang ngerti, ya saya bikin sendiri. Dulu yang datang itu orang susah-susah, ada yang rumahnya pinggir rel, ada yang namanya orang miskin badannya panu semua, sampai setengah badannya. Sampai saya tanya, apa kamu punya aji bulus jimbung? Nggak pak, panu pak, oh ya sudah saya kasih asepso. Artinya, tetapi kalau saya kan tidak dibiayai negara, klear. Jadi saya bisa bikin sepengetahuan yang saya tahu dari universitas di sixthy eight street di New York dan di Moskwa, ditempatnya bothvinik. Pertanyaan saya, bapak nanti nyusunnya bagaimana? Ini karena ini kan akademi, tentu ada silabusnya itu kan terukur, nggak maunya Pak Djoko sendiri. Kalau yang sekolah catur itu