BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
PROF. DJOKO SANTOS/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI
Baik ya. Jadi ini kalau kita berbicara masalah izin, apalagi sekarang ini memang rezeki saya gitu loh. Jadi dulu itu memang perizinan saya kira 3 tahun yang lalu, itu memang pernah dihentikan.
Jadi dihentikan, kan pada waktu itu karena akan berubah ke BHP. Kemudian BHPnya keluar, sistemnya mengacu kepada BHP. Mereka semua sudah memasukkan sesuai dengan BHP, BHPnya dicabut. Kan jadi nggak ada lagi. Kita mau ikut apa toh? Saya masuk kesitu, agak grogi juga. Lalu yang ngatur yang mana ini gitu. Dengan tergesa-gesa, kita buatlah aturan dengan standar-standar yang ada. Sekarang sudah mulai teratasilah itu. Katakanlah kalau ada 100 begitu ya, tapi yang belum selesai itu 7, semua menghadap ke bapak, ini jadi banyak pak 7, karena dibicarakan di DPR gitu loh, kan gitu kan. Tapi semua kita usahakan selesai. Bahkan kebijakan terakhir yang kita lakukan, itu namanya resoursering, terus kekhususan 3 T tadi.
Jadi, yang tadi daerah terluar, terdepan, terbelakang, eh bukan terbelakang kita istilahnya, tertinggal. Ini memang dilakukan tindakan-tindakan khusus dengan resoursering untuk memenuhi persyaratannya tadi. Sudah kita lakukan, tapi kalau mau diberi landasan yang cukup kuat di undang-undang, ada baiknya gitu loh. Ada baiknya disini, monggo wujudnya seperti apa. Tadi yang terlanjur nerima dan lain sebagainya itu, memang saya sendiri nggak ngerti ya.
Di satu sisi kami, pemerintah dan DPR, itu harus melindungi yang sebelah sini tanggungjawab ke sosial tadi, di sisi yang lain disini, kalau dia mengadu ke saya misalnya, pak saya ini sudah mengusulkan 3 tahun yang lalu. Baik, kalau 3 tahun yang lalu, kapan bapak menyelesaikan syarat-syarat.
37
Contohnya adalah yang tidak ada pada kami, sahnya sesuai dengan yayasan yang baru. Dia menjawabnya, baru 3 bulan yang lalu pak. Berarti bapak baru mulai 3 bulan yang lalu. Kalau yang sebelumnya kan kita bisa proses apa. Itu bukan kewenangan kementerian pendidikan dan kebudayaan. Tapi kalau melapornya ke saya, sama dengan melapor ke bapak. Kami 3 tahun yang lalu pak, gitu. 3 tahun yang lalu kan nggak bisa diproses, itu nggak bisa diapa-apakan, karena memang legalitasnya belum terpenuhi, gitu loh.
Oleh karena itu kalau disini mau diwadahi, ini sebetulnya menyelesaikan tadi perubahan-perubahan yang kita lakukan begitu, mudah-mudahan ini juga nggak merubah lagi yang sudah berjalan gitu loh. Jadi merubah lagi yang baru, wah nanti ini ketinggalan lagi gitu. Ini yang saya kira harus kita lakukan. Terima kasih pak, masukan.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Masih terkait dengan pendirian ya? Atau kita simpulkan dulu ini soal pendirian? Masih?
RENI MARLINAWATI/FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
Begini. Kan kita harus taat asas gitu ya. Jadi ada konten yang memang ini kapasitinya ada di undang-undang, ada konten yang memang ini kapasitasnya ada dibelakangnya pemerintah gitu. Karena kan kita harus taat asas dulu itu. Kemudian mengenai mekanisme izin pendirian ini harus cepat gitu ya, dan menurut saya bukan hanya izin pendirian. Izin membuka program studi saja memang Pak Dirjen kemarin saya pernah cerita, faktanya memang itu relative lama dan saya tahu persis, di Pak Dirjen ini di mejanya sangat cepat semua yang masuk ke meja. Di direktur juga di meja itu sangat cepat gitu. Tapi perjalanan dari direktur ke Dirjen ini, nggak tahu, mungkin kayak kura-kura gitu, kayak nggak tahu pak saya.
Jadi kayaknya osteoporosis jatuh hilang lagi jatuh, di perjalanan disitu. Kan hal-hal yang kayak gitu terkait dengan SDM. Dan itu kan kewenangannya bukan kewenangan yang harus diatur oleh undang-undang, gitu loh. Nggak, karena artinya ada peraturan pemerintah gitu. Begitu pak. Jadi seperti itu menurut saya.
MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
Sebenarnya ini saya tanyakan pada waktu pendidikan jarak jauh. Saya ulangi disini pada pendirian perguruan tinggi, karena belum terjawab di pendidikan jarak jauh. Yaitu, bagaimana dengan perguruan tinggi yang membuka cabang di kota lain dan membuat program studi.
Misalnya ITB membuat Jakarta, UGM membuat di Jakarta, terus Brawijaya membuat di Jakarta. Ini ditampungnya dimana? Di bagian pendirian perguruan tinggi ini atau di tempat lain? Saya belum menemukan sampai kita memasuki Bab IV ini.
38 PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI
Pasal 37 Pak Memed.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ya, cukup Pak Memed? Baik, bapak ibu sekalian. Jadi apa yang disampaikan oleh Pak Raihan tadi, kemudian Pak Utut, kemudian Pak Dirjen, ini terkait dengan pendirian perguruan tinggi. Ada yang menyangkut lama proses, Pak Raihan terutama tadi. Kemudian Pak Utut tentang yang sudah eksisting tapi belum punya izin, bagaimana perlakuannya, sejauh mungkin ada peran pemerintah untuk membantu. Kemudian Pak Dirjen tadi, kondisi-kondisi yang terjadi berdasarkan wilayah geografis dan tingkat kemajuan daerah tertentu.
Oleh karena itu karena ini mencakup hal-hal yang agak teknis, saya kira itu agak teknis, ini memang perlu ada catatan bahwa, substansi seperti itu nanti akan melengkapi Pasal 69 ayat (5). Apa yang diusulkan oleh Ibu Reni tadi, supaya dapat disusun lebih komprehensif secara teknis, ini diatur dalam ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian perguruan tinggi dengan peraturan pemerintah, bukan peraturan menteri. Dengan peraturan pemerintah, sehingga lintas sektoral itu bisa terintegrasi kepentingan dan kebijakannya. Bisa disepakati itu ya? Baik.
(ketok palu)
Masih ada yang terkait dengan Bab V? Kita melangkah dulu ya?
MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
Saya pimpinan. Dari jawaban Pak Anwar tadi, kalau kita lihat di ayat (3)nya Pasal 37, program studi diluar domisili perguruan tinggi suatu provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat diselenggarakan apabila diluar domisili perguruan tinggi tidak terdapat perguruan tinggi yang mampu menjalankan program studi tersebut. Itu kan nanti yang UGM, nggak bisa dong buka cabang di Jakarta? Padahal sudah ada, padahal kan di Jakarta banyak juga MM, MBA, itu juga menyangkut perguruan tinggi yang dari luar negeri yang membuka cabang kita atau kita membuka cabang luar negeri.
Tolong ini exercise saja, ini ada potensi konflik ini disini untuk kedepannya. Tinggal kita mencari yang tepat saja gitu. Brawijaya membuka ekonomi S3 disini, UI sudah ada S3, iya kan? Atau universitas-universitas yang lain. Terima kasih pimpinan.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ya tolong catatan Pak Memed itu Pak Anwar, gimana mengakomodasi itu. Bahwa, ya jangan tidak boleh gitu, ya boleh sajalah.
39 PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI
Ya sebenarnya ini, ini proteksi juga kepada perguruan tinggi yang sudah ada. Jadi perguruan tinggi yang sudah ada ini dimasuki juga ya. Jadi nanti terjadi suatu persaingan begitu, itu salah satu idenya. Tapi ini sebenarnya berasal dari pemerintahlah ini. nanti kalau diperbaiki bersama dengan pemerintah nanti silahkan saja. Ini kan usul dari teman-teman dari pemerintah.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Baik. Saya kira ini disinkronkan kembali. Semangatnya Pak Memed saya kira tadi betul, bahwa ini jangan dilepas ke mekanisme pasarlah ya. Jadi jangan ada itu.
DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Pimpinan, Saya kira jarak jauh ini juga harus ada parameternya. Misalnya begini, kalau UGM atau UI mau menolong orang-orang Papua juga ingin setara, saya kira itulah yang disebut juga jarak jauh. Tapi kalau misalnya UGM bikin di Jakarta, itu ada UI gitu loh. Begitu pak, iya kan?
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ya, tolong Pak Djoko, ini saya kira ini penting ini. Jadi mestinya jarak jauh itu ke daerah yang lebih. Yang sudah maju, ya nggak usah lagilah.
DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Pimpinan, kalau yang saat ini ada, lebih pada spirit marketing gitu. Bahwa market salenya karena apa? Karena buying powernya Jakarta tinggi, misalnya. Tapi yang harus diselamatkan oleh kita, bagaimana Papua, bagaimana Timor itu memiliki kesetaraan SDM gitu loh.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Ya, saya kira itu. Tolong yang terkait dengan sekolah jarak jauh tadi itu, menampung aspirasi itu.
PROF. DJOKO SANTOS/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI
Kalau jarak jauh nggak boleh. Yang boleh, diluar domisili.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Jarak jauh dengan diluar domisili apa maksudnya itu bedanya? Bisa dijelaskan pak? Saya sendiri nggak paham ini.
40 PROF. DJOKO SANTOS/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI
Jadi kalau diluar domisili, itu memang membuat kampus baru pak, dengan semua kelengkapannya. Tapi kalau yang dalam tanda petik jarak jauh, itu hanya kelas tok, dosennya dari sana. Kalau itu nggak, benar-benar mau buat kampus komplit. Ada perpustakaannya, ada laboratoriumnya, ada itu diluar domisili.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Jadi seolah-olah bikin kampus baru lah ya, dengan nama yang sama. Baik, cukup ya? Masih ada Pak Anwar? Silahkan.
PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI
Ini Pak Dirjen, ini ada usul dari luar, tapi kita belum perbaiki disini. Bukan domisili dipakai, tapi kampus utama dan kampus jauh, itu. Kalau itu kita, ini masukan. Lebih bagus kampus ya daripada domisili begitu kok domisili.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Baik, Saya kira untuk sementara kita tinggalkan Bab IV. Kita masuk ke pendanaan dan pembiayaan. Saya kira tidak kalah pentingnya ini. Penting, karena ini melibatkan masyarakat, melibatkan mahasiswa, memperhatikan kemampuan dan seterusnya. Saya kira ini butuh waktu yang agak panjang ya. Silahkan.
RENI MARLINAWATI/FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
Pimpinan, mohon maaf. Saya ingin mencermati tentang penjaminan mutu ini. Tentang mekanisme penjaminan mutu gitu.
H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Tadi Bu Reni, sebelum Ibu Reni datang, tadi sudah dijelaskan panjang lebar mekanisme penjaminan mutu, termasuk badan akreditasi dan seterusnya. Itu tadi panjang lebar kita sudah bahas, bahkan porsinya sangat panjang tadi. Ya mungkin nanti pada pembahasan berikutnya Bu Reni, kita anu lagi. Sekarang kita masuk ke Bab V. Ini saya kira sangat penting, pendanaan dan pembiayaan. Kami persilahkan, dan saya izin 1 menit.
UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Silahkan kalau mau ada yang ini atau direnungkan dahulu, Bab V Pasal 103 dan seterusnya.
41 STAF KEMENKEU RI
Terima kasih ibu. Tadi mungkin ibu belum hadir ya, kami sudah memberikan masukan dari kementerian keuangan. Bahwa kami sudah menyampaikan tanggapan tertulis tanggal 7 November dan minggu depan hari Senin atau Selasa, kami akan menanggapi yang draft terbaru ini. Segera kami sampaikan tertulis pasal perpasal yang terkait keuangan. Yang lama sudah ada bu. Terima kasih.
UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Sudah ada yang mau menanggapi dari anggota? Mohon. Ya Pak Memed.
MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
Ya, tadi tiga usulan perubahan-perubahan yang diusulkan dari wakil kementerian keuangan itu baik. Tapi saya mengusulkan, menyarankan, apakah tidak sebaiknya lagi berupa pasal mas, pasal atau kalimat dalam pasal. Oh sudah? Oke, iya nggak apa-apa. Kalau ini jangan dicantumkan insentifnya, karena ada sudah di undang-undang ini jangan, ini agak sayang ya. Tolong lebih baik ada ayat atau kalimat yang diusulkan masuk kedalam batang tubuh itu, supaya kita punya gambaran yang lengkap nanti korelasinya dengan ayat-ayat yang lain. Ya, terima kasih.
UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Mungkin tenaga ahli bisa nggak, usulannya itu ditayangin saja, paling nggak jadi kita dapat pemikirannya gitu. Kalau tadi diomongin, kita kan nggak orang yang genial, yang super genial, langsung masuk karena ini bidangnya ini. Tolong ditayangin disana, pemikirannya tiga itu apa. Masih kopian? Nggak bawa soft copynya?
STAF KEMENKEU RI
Mohon maaf, untuk soft copy kami tidak membawa. Tetapi kebetulan ini kan masih tanggapan kami terhadap draft lama pak. Mungkin minggu depan hari Selasa, kami sudah bisa.
UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Kenapa? Karena kita ini belum pada tahu, jadi pemikirannya itu apa. Kalau bisa ditayangin, bisa nggak? Nggak ada soft copy, ya sudah. Atau tolong dibaca sekali lagi, supaya ini memperkaya kita.
STAF KEMENKEU RI
Terima kasih. Akan kami usahakan untuk membaca pasal perpasal. Untuk yang perguruan tinggi otonom, usulan kami adalah yang pertama, pengelolaan PTN secara otonom dilaksanakan berdasarkan pemberian status badan hukum. Ini diperlukan untuk mempertegas, bahwa pengelolaan keuangan pada PTN itu dipisahkan dari rezim pengelolaan keuangan negara pada umumnya, karena merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
42
Yang kedua, kekayaan PTN otonom merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Kemudian ayat ke (3), kekayaan PTN otonom termasuk kekayaan awal PTN otonom yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN.
Jadi kekayaan awalnya kita pengen merumuskan juga sumbernya dari mana. Yang ayat (4) ini pak, itu kekayaan awal itu tidak, merupakan seluruh kekayaan negara yang tertanam pada PTN yang bersangkutan. Ini bahasa teknis dari DJKN, kecuali tanah. Kemudian yang kalau tadi di Pasal 79 ayat (2) ini tadi mengenai rinciannya. Tata kelola yang baik berdasarkan penilaian pemerintah, kami setuju. Organ yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi, setuju. Ini ada usulan yang ketiga dari dirjen kekayaan negara, hak untuk mengelola asset.
Kemudian d, pendapatan yang bukan merupakan PNBP, kami setuju. Karena PTN otonom adalah kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga bukan merupakan PNBP. Kemudian, ketenagaan non PNS yang diangkat oleh lembaganya. Karena ketenagaannya kalau otonom ya karena sudah badan hukum, ya mestinya sudah bukan PNS lagi, sudah pegawai badan hukum.
Kemudian, ada satu penegasan lagi. PTN yang dikelola secara otonom, dapat menerima bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dari pemerintah. Yang semula ada frasa berkesinambungan. Frasa berkesinambungan kami hilangkan, kami usulkan untuk dihilangkan. Karena hubungan pemerintah dengan kekayaan negara yang dipisahkan tidak harus. Seperti disampaikan Pak Rully dulu, kalau pas pemerintah punya uang, ya boleh-boleh saja kita kasih. Tapi kalau pas pemerintah atau negara tidak punya uang, ya tidak perlu kita kasih, karena kan sudah mandiri. Anak yang sudah besar, tinggal diluar rumah orangtuanya, analognya kan seperti itu. Jadi tidak perlu kita berikan frasa berkesinambungan.
Kemudian untuk PTN semi otonom, ini ada simplikasi kita singkat. Pengelolaan PTN semi otonom menerima pendelegasian tugas dari menteri, setuju kami. Kemudian yang kedua, kita pengen menarik yang ada d penjelasan. Di penjelasan disebutkan bahwa, semi otonom itu sebenarnya BLU. Itulah yang kita tegaskan di ayat (2) nya. Pengelolaan keuangan PTN semi otonom dilakukan berdasarkan pengelolaan keuangan BLU sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sehingga tidak perlu ada penjelasan, bahwa PTN semi otonom adalah BLU. Kemudian butir-butirnya di Pasal 78, PTN semi otonom memiliki tata kelola yang baik, kami setuju. Organ yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi, kami setuju.
Hak untuk mengelola asset negara sesuai dengan masukan dari Dirjen kekayaan negara, ini kita hilangkan karena sudah merujuk ke ayat sebelumnya, bahwa itu adalah BLU. Pengelolaan asset negaranya mengikuti ketentuan BLU. Perkara nanti dalam PP 23 kita memberikan delegasi pengelolaan asset, ya berarti kita berikan.
Kemudian, pendapatan merupakan PNBP, iya kami setuju. Ketenagaan diangkat oleh pemerintah atau lembaganya. Untuk BLU sesuai PP 23, dapat mengangkat pejabat maupun pegawainya dari professional non PNS. Bukan berarti PNS tidak professional, tapi maksudnya bisa menyewa ahli keuangan, bisa mengelola ahli manajemen.
43
Kemudian yang pasal selanjutnya, yaitu pasal tadi mungkin Pasal 108 baru, sudah kami diskusikan juga tadi dengan Prof. Arifin dan Prof. Nizam di luar tadi. Pada prinsipnya, kalau usulan kami yang ada di Undang-Undang Keuangan Negara tidak perlu lagi disebut lagi di Undang-Undang Perguruan Tinggi ini. Misalnya yang Pasal 108 ayat (2). Disitu dijelaskan mengenai jenis belanja adalah belanja pegawai, barang, modal dan lain-lain. Menurut usulan kami, hal ini sudah ada di Undang-Undang Bidang Keuangan.
Jadi untuk jenis alokasi belanja bagi PTN semi otonom maupun PTN otonom terbatas, cukup dituliskan dialokasikan sebagai bagian dari anggaran kementerian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Demikian halnya untuk ayat (3), untuk PTN berstatus otonom, disini diurai ada subsidi bantuan sosial di ayat (3). Kami juga mengusulkan dipersingkat, disederhanakan. Anggaran PTN otonom yang berasal dari APBN, dialokasikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Di Undang-Undang Keuangan, hubungan antara pemerintah dengan kekayaan negara yang dipisahkan dengan badan hukum adalah pinjaman, penyertaan modal, hibah.
Jadi kalau pemerintah punya uang, kita bisa menyertakan modal ke PTN otonom. Pemerintah punya uang, bisa kita kasih pinjaman. Tapi tadi ada masukan dari Prof. Nizam juga. Mungkin saatnya kita memikirkan adanya hubungan subsidi dari pemerintah kepada PTN otonom. Untuk hal itu, akan kami sampaikan ke pimpinan nanti di hari Selasa mungkin kami mengadakan pertemuan. Apakah dimungkinkan ada hubungan subsidi dari pemerintah kepada PTN otonom.
Kemudian yang terakhir, yang nomor 2 dari terakhir. Masukan dari direktorat jenderal pajak, terkait masalah perpajakan di Pasal 104 baru. Yang ada dihapus adalah Pasal 104 ayat (3). Karena hal itu pertimbangan dari direktorat jenderal pajak adalah, sudah diatur di Undang-Undang Perpajakan. Cuma mohon maaf, karena dari direktorat jenderal pajak tidak hadir, kami belum bisa menjelaskan Undang-Undang Perpajakan yang mana yang dimaksudkan. Kemudian, oh iya ayat (2) juga, 104 ayat (2) dan ayat (3) usulannya dihapus, karena sudah diatur di Undang-Undang Perpajakan.
Kemudian ketentuan pidana, kalau di draft awal ada yang kita koreksi, tapi ternyata di draft akhir sudah tidak muncul, jadi ya tidak ada masalah lagi. Demikian bapak ibu sekalian, masukan dari kementerian keuangan. Kami upayakan minggu depan sudah ada masukan baru terhadap draft yang baru. Terima kasih.
UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN
Terima kasih, kawan dari kementerian keuangan. Walaupun yang bapak sampaikan itu kan baru pemikiran-pemikiran. Jadi posisi bapak nanti bukan setuju atau tidak setuju, atau ini cocok atau tidak cocok. Yang bapak sampaikan pemikiran, nanti kita formulasikan. Karena tentu ketika kita membuat undang-undang, kita juga harus menghitung kemampuan keuangan negara. Saya kembalikan ke Bapak Ketua Panja, silahkan pak.
44 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR
Baik. Kami persilahkan Pak Nasruddin, kemudian Ibu Reni.
NASRUDIN/FRAKSI PARTAI GOLKAR
Pasal 104 ketua. Pemerintah memberikan insentif pada dunia usaha dan dunia industri atau anggota masyarakat yang memberikan bantuan sumbangan untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian disini ayat (3) nya, pemerintah memberikan keringanan dalam bentuk pengurangan dan penghapusan pajak tertentu bagi perguruan tinggi. Mestinya, sesuai kesepakatan kita awal, bahwa dunia industri, para pengusaha yang memberikan kontribusi terhadap perguruan tinggi, juga mendapatkan insentif dalam bentuk pengurangan pajak, disini juga harus dimasukkan di pada ayat (3) nya. Bukan hanya perguruan tinggi saja, tapi juga termasuk dunia usaha yang mendapatkan pengurangan daripada pajak ini, mendapatkan insentif.
Jadi pak, ayat (3) nya belum nyambung ini. Pemerintah memberikan keringanan dalam bentuk pengurangan dan/atau penghapusan pajak tertentu bagi perguruan tinggi. Sementara disini tidak ditegaskan gitu pada ayat (2) nya. Hanya memberikan bantuan sumbangan untuk penyelenggaraan. Pemerintah memberikan insentif pada dunia usaha dalam bentuk apa insentifnya ini? Padahal pada saat kita pembicaraan masalah ini, kita membicarakan pengurangan pajak bagi dunia usaha yang memberikan bantuan kepada pendanaan terhadap perguruan tinggi. Ini harus jelas ini antara dua dan tiga itu. Terima