• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIDANG ARSIP DAN MUSEUM"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

1 RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT PANJA RUU TENTANG PERGURUAN TINGGI KOMISI X

DPR-RI

( PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA, PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF, DAN PERPUSTAKAAN NASIONAL. )

Tahun Sidang 2011-2012 Masa Sidang Rapat ke III

Jenis Rapat RAPAT DENGAR PENDAPAT PANJA RUU TENTANG PERGURUAN (KONSINYERING)

Sifat Rapat Dengan

Tertutup

TIM PANJA RUU TENTANG PERGURUAN TINGGI KEMENDIKBUD RI Hari/Tanggal Sabtu, 4 Pebruari 2012

Waktu 09.30 – 15.15 WIB Tempat

Acara

Hotel Atlet Century Park Senayan

Pembahasan RUU Tentang Perguruan Tinggi

Ketua Rapat H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA Komisi X DPR RI/ F.PG

Sekretaris Rapat H. Agus Salim/Kabagset Komisi X DPR RI

Hadir Anggota Vide Daftar hadir

Hadir Pemerintah Vide Daftar hadir

(2)

2 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh, salam sejahtera untuk kita semua.

Bapak ibu sekalian yang saya hormati, sesuai dengan kesepakatan tadi malam, bahwa rapat Panja kita skors sampai dengan pukul 9. Sekarang sudah pukul 9.30 WIB, dan oleh karena itu rapat Panja saya buka.

(ketok palu)

Ibu, bapak-bapak sekalian yang saya hormati. Karena Anggota Panja belum mencapai quorum, oleh karena itu rapat Panja ini saya skors untuk beberapa saat, sambil menunggu kawan-kawan yang lain. Terima kasih.

(ketok palu)

Skorsing saya cabut dan rapat Panja kami buka kembali.

(ketok palu)

Setengah jam yang lalu kami sudah buka, tapi karena belum mencapai jumlah yang memadai, maka kami skorsing dan sekarang kita mulai dengan pembahasan lanjutan.

Ibu, bapak-bapak sekalian yang saya hormati. Semalam kita sudah menyelesaikan bab II, dan sekarang kita masuk ke bab III. Penyisiran ini kita lanjutkan untuk masuk ke bab III, yaitu tentang penjaminan mutu. Penjaminan mutu mencakup soal sistem penjaminan mutu, standar pendidikan tinggi, lembaga penjaminan mutu.

Oleh karena itu kami persilahkan kepada Anggota Panja, untuk menyampaikan masukan, saran kalau ada, kami persilahkan. Bisa diteruskan? Tidak ada masalah yang krusial ya? Penjaminan mutu. Silahkan.

NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI

Jadi untuk Pasal 62 pak, ini berdasarkan Undang-Undang 12 Tahun 2011 juga tidak lazim ini pak. Jadi sebaiknya, frase standar nasional perguruan tinggi yang selanjutnya disingkat SNPT ini, dijadikan ketentuan umum. Karena itu memang di ayat-ayat berikutnya masih diulang-ulang.

Kemudian kalau di Pasal 62 ayat (1) ini lebih baik dikatakan, jadi karena sudah disingkat tadi di ketentuan umum, maka di ayat (1) itu hanya berbunyi, SNPT ditetapkan oleh menteri dan seterusnya. Hanya itu pak, terima kasih.

(3)

3 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Jadi ada usul, SNPT ini ada di Pasal 1 sebagai definisi. Sehingga akan digunakan sebagai pemahaman untuk pasal-pasal berikutnya ya? Dengan demikian di Pasal 62 ayat (1) ini disebutkan, SNPT ditetapkan oleh menteri ya.

Bisa dipahami ini ya, bisa diterima ya? Saya kira penyempurnaan. Baik.

(ketok palu)

Ada lagi yang lain? Silahkan pak.

SISWO WIRATNO/BALITBANG KEMENDIKBUD RI

Terima kasih. Yang pertama masih terkait Pasal 62, bahwa standar nasional pendidikan tinggi itu, supaya terkait dengan sistem pendidikan nasional, harusnya dijelaskan, standar nasional pendidikan tinggi sebagai bagian dari standar nasional pendidikan, itu yang pertama, jadi pada ayat (1). Kemudian pada ayat (2), ini karena terkait juga khususnya butir c, disitu tertulis standar keluaran yang meliputi ada 3 hal.

Kalau kita kembali ke Undang-Undang Sisdiknas, sebaiknya ayat (2) nanti dipecahkan menjadi 2 ayat. Yang ayat (2) tetapnya untuk butir c nya diganti standar kompetensi lulusan. Sedangkan nanti yang butir c 2 dan 3, itu jadi ayat baru yang kira-kira substansinya selain standar dimaksud pada ayat (2), juga ada standar tentang hasil penelitian. Ini dimaksudkan supaya konsisten dengan Pasal 35 pada Undang-Undang Sisdiknas. Mungkin itu saja, terima kasih.

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Pimpinan. Ini kata keluaran ini, ada ahli bahasa nggak disini? Sebaiknya kita dilengkapi dengan ahli bahasa, ini supaya juga sekali jalan tidak berulang-ulang, kan kita harus mengoreksi setiap kata ini, itu satu. Yang kedua, ayat (2) ini kan sebetulnya tertuang dalam PP 19 ya Pak Anwar, PP 19 Tahun 2005. Makanya uraiannya kalau mau mengadopsi dari sana, saya kira harusnya sama bahasanya gitu. Itu saja.

NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI

Terima kasih pak Ketua.

Ini saya untuk yang Pasal 63, mungkin nggak kiranya nanti akan…, menurut saya di Pasal 63 itu, memungkinkan tidak misalnya ada badan akreditasi internasional. Jadi artinya mungkin tidak hanya BANPT saja. Sebab dalam pikiran saya, kalau nanti misalnya akan ada lembaga-lembaga pendidikan internasional yang ada disini dan itu disahkan melalui peraturan perundang-undangan ini, bisa jadi bahwa perguruan tinggi itu yang seperti itu, dia akan diakreditasi oleh badan internasional.

(4)

4

Selama ini kan yang diakui itu hanya untuk ISO misalnya, tetapi untuk yang akreditasinya itu belum. Mungkin nggak kira-kira kita menggunakan badan akreditasi internasional untuk hal-hal yang semacam itu. Ya, terima kasih pak.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya saya kira yang pertama tadi usulan restrukturisasi Pasal 62, tidak merubah substansi saja ya, jadi mungkin bisa disesuaikan. Termasuk apa yang diusulkan oleh Pak Dedi tadi, cuma disinkronkan dengan PP yang ada. Kalau nomenklaturnya sudah baku, saya kira itu yang akan kita gunakan. Usul Pak Dirjen yang terakhir tadi, mungkin Pak Anwar bisa menanggapi. Apakah, ya coba Pak Joko.

PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Jadi Pak Dirjen. Kalau untuk yang kita atur disini itu yang Indonesia mau buat, tetapi kalau yang internasional, sepengetahuan saya pak, dimana universitas yang saya kelola sudah diakreditasi internasional, kita nggak perlu datangkan dia kesini, nggak kok. Tinggal kita hubungi sana, saya mau kamu mengakreditasi saya, sudah, nggak perlu-nggak perlu dan dia juga nggak perlu membuka cabang.

NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI

Maksud saya, mungkin nggak dalam draft ini dimasukkan? Misalnya kalau memang dianggap penting. Kalau enggak, ya nggak apa-apa misalnya.

PROF.DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Nggak, bukan. Kalau mau dimasukkan, bahwasanya pengakuan terhadap semua akreditasi yang bereputasi gitu. Terima kasih

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Saya ingin menambahkan Pak Joko sedikit. Saya kira dalam pidatonya pembukaan waktu kita lokakarya menarik gagasan Pak Joko mengenai, bahwa kita bagaimana melahirkan pendidikan Indonesia yang memang ala Indonesia gitu, sesuai dengan sosial kultur. Kemudian, karena ini bagaimanapun juga, pendidikan kita akhirnya tidak melahirkan karakter bangsa yang ke Indonesiaan betul.

Bukan berarti kita tidak bisa mendapatkan referensi dari luar, akan tetapi saya kira terlalu banyak mengadopsi, sehingga kita kehilangan ke Indonesiaannya. Saya sepakat betul dengan pendapat Pak Joko, maka saya kira undang-undang ini, sesungguhnya ini momentum yang baik untuk memuat menjadikan sebuah gagasan baru tentang pendidikan Indonesia gitu. Walaupun perguruan tinggi universal seperti di negara-negara lain, tapi saya kira referensi bolehlah. Tapi memang adopsi bulat-bulat sampai sistemnya itu, saya kira juga perlu pertimbangan faktor-faktor sosiologis ke Indonesiaan. Terima kasih.

(5)

5 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Silahkan Pak Parlin.

PARLINDUNGAN HUTABARAT/FRAKSI PARTAI DEMOKRAT

Terima kasih Pak Ketua. Kalau mutu yang ada kaitan kepada ada ISO 9000, ada yang TQM ya, kalau kita mau pakai modelnya dia, maka kita didik orangnya dia, orangnya kita kesana sekaligus sebagai lead asesor. Tapi yang ingin saya sampaikan, kita ambil modelnya Jepang. Dulu diambil TQM dia serap, lantas dikembangkan menjadi kaizen sebagai manajemen mutu, sebagai sistem mutu, sebagai kualitas mutu.

Sejalan dengan itu, sangat tepat apa yang dikatakan Pak Dirjen Dikti, kita bikin model kita punya mutu seperti apa. Kalau perlu misalnya, Parlin adikarya, misal seperti gitu. Ya, ini hanya pendapat saja. Terima kasih Pak Ketua.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Jadi tadi pak Dirjen itu menawarkan pemikiran seperti itu. Ternyata kita semuanya berpendapat bahwa, kita memiliki independensi akreditasi nasional kita sesuai dengan kepentingan nasional kita. Perkara akreditasi nasional mau apa, ya silahkan saja tapi bukan kita yang mengatur kita, kira-kira begitu intinya.

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Artinya Indonesia juga harus menjadi benchmark bagi orang lain.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Baik. Tapi apa yang dikemukakan oleh Pak Dirjen tadi saya kira semangatnya baik, supaya kualitas kita bertaraf internasional. Saya kira itu semangatnya tadi, silahkan Pak Memed.

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Ya, terima kasih. Mengenai SNPT ini, standar nasional pendidikan tinggi ini, bisa nggak ada hubungannya atau mempunyai konversi ya, hubungan langsung, kalau yang diceritakan tadi kan semuanya disconnect. Mereka punya sistem akreditasi, kita punya juga gitu. Mereka bisa mengakreditasi kita, kita juga bisa mengakreditasi diri sendiri gitu. Ada nggak didalam undang-undang ini koneksi antara keduanya? bahwa, kalau mereka mengatakan akreditasi kita begini, maka sebenarnya di standar nasional ini, ini yang kelas begini ini, yang kelas ini gitu. Bisa dipahami nggak maksudnya? Ini kan selama ini terputus ini. Kita punya standar sendiri, mereka bikin standar juga sendiri. Tapi ya kembali lagi, mereka menelitinya terhadap sourcenya, sumber informasinya, bukan kepada sistem penilaian kita. Artinya, SNPT kita itu belum diakui gitu loh. Kita mengakui mereka, mereka belum mengakui kita.

(6)

6 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ada yang bisa memberikan penjelasan ke Pak Memed soal ini? Silahkan Pak Nizam.

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Sebetulnya Indonesia sudah meratifikasi konvensi Indoschool untuk penyetaraan perguruan tinggi, dan itu sudah mengikat. Jadi kesetaraan itu sudah ada sebenarnya saat ini, dan kerjasama di regional maupun internasional kita sudah menyetorkan, buktinya itu lulusan kita semua diterima di luar negeri dan sebaliknya.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Jadi itu Pak Memed ya, saya kira cukup. Tidak ada lagi yang terkait dengan Bab III?

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Maaf-maaf, kalau kita bicara undang-undang ini, ini kan tidak hanya pendidikan akademik pak, ada vokasinya, ada profesinya. Apakah semua itu berlaku juga penyetaraan itu dan pengakuan itu ke semua sistem pendidikan yang kita tampung disini, termasuk pendidikan agama?

Terima kasih, pendidikan keagamaan tadi? Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya Pak Nizam, ada penjelasan tambahan?

PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Jadi yang kita sudah terbitkan, itu tentang kerangka kualifikasi nasional Indonesia. Itu bukan masalah dia mau mengakui kita atau tidak. Siapapun juga harus mau mengakui yang kita keluarkan itu. Contohnya Australia kan yang, sampai sekarang nggak tahu sudah selesai belum urusannya dengan kita. Dia yang minta pengakuan kita. Jadi yang untuk bachelor 3 tahun dia kan kita nggak akui, itu sama dengan sarjana. Itu dia yang minta pak gitu. Jadi sudah terjadi pak sekarang. Ya enggaklah, karena bachelor kita untuk sosial saint sama saint, itu pendidikan yang bapak tulis disini, 144 sampai 160 SKS dengan jangka waktu 4 tahun, nanti dia bisa ke master. Kalau yang lulusan dia, nggak bisa langsung master, dia harus ngambil hounors de gree dulu, Bsc honors gitu loh 1 tahun.

Oleh karena itu, semua lulusan disini kita tidak bisa samakan dengan sarjana kita. Dia minta, ya kamu ubah dulu kurikulumnya. Dia mengubah, dia mengeluarkan Australia qualification fremberg tahun ini, supaya sama dengan kita gitu. Nanti satu-satu, begitu.

UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/F.PDI PERJUANGAN

Pak Dirjen boleh tanya? Kepentingan mereka minta diakuin kita apa? Apa mereka lulus orang kita banyak sekali sekolah disana?

(7)

7 PROF.DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Satu itu pak, satu itu, orang kita banyak disana. Kalau nggak, kan dia kehilangan pasar pak. Nanti juga lulusan dia masuk kerja di kita. Kualifikasinya, itu turun, hanya 5 dalam skill kita.

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pimpinan, karena sudah masuk ke contoh, saya ingin ambil contoh lagi satu ya. Kenapa dokter Malaysia kalau lulus bisa bekerja disini, kalau dokter sini nggak bisa kerja disana? Maksudnya dokter Malaysia lulusan Indonesia. Dokter-dokter, dokter Malaysia lulusan Indonesia bisa kerja di Indonesia, bisa langsung..,

PROF.DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Tidak bisa langsung Pak, penyesuaian dulu

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

oh penyesuaian dulu.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Bisa kita masuk ke Bab IV? Masih, silahkan masih ada?

SISWO WIRATNO/BALITBANG KEMENDIKBUD RI

Masih Pasal 63, karena Pasal 63 itu terkait Pasal 61, dimana sistem penjaminan mutu ada internal dan eksternal. Mungkin ada baiknya Pasal 63 ayat (1) itu ditegaskan, mana yang lembaga penjamin mutu internal dan mana yang eksternal. Kalau yang b, itu jelas itu yang internal gitu. Ini hanya komposisi, supaya terkait dengan Pasal 61. Terima kasih pak.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, saya kira nanti dari tim ahli untuk melakukan sinkronisasi ya? Ya, baik. Bisa kita masuk ke Bab IV ya? Baik.

(ketok palu)

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pimpinan. Bicara tentang lembaga penjaminan mutu, saya pikir ini perlu dijelaskan dulu kepada kita ini, polanya gimana gitu? Pola bentuk penjaminan mutu. Karena saya perhatikan, ayatnya menjabarkannya agak panjang, ketika perguruan tinggi melaksanakan sistem penjaminan mutu internal di

(8)

8

Pasal 63. Kemudian ada lembaga akreditasi mandiri yang diakui oleh pemerintah setelah mendapat rekomendasi dari BANPT.

Jadi ada lembaga akreditasi diluar BANPT, kemudian ada unit yang bertugas mengelola pangkalan data pendidikan tinggi. Kemudian mereka diminta untuk melakukan koordinasi,yang memimpin koordinasi ini menteri.

Jadi kemudian di kementerian ini, apakah langsung dibawah Dirjen atau BANPT yang melakukan koordinasi, kan begitu. Kemudian ada menteri membentuk lembaga pelayanan pendidikan tinggi di setiap wilayah. Jadi saya lihat ada beberapa poin. Mungkin untuk lebih utuhnya, digambarkan dulu sistemnya, supaya kita memahami ya bagannya itu ya, agar bagaimana sebenarnya proses yang diinginkan dalam lembaga penjaminan mutu itu sendiri. Kalau memang pasal ini masih bisa dipadatkan disingkat dari sekian bagan itu, ya dipadatkan. Karena saya lihat ini agak, ada banyak lembaga gitu sistem kerjanya, apa bisa disimpelkan. Sebenarnya polanya macam mana gitu, mungkin yang perlu dijelaskan.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, ada yang ingin memberi respons? Atau saran Pak Raihan ini mungkin nanti.., Pak Rizal, silahkan Pak Rizal.

PROF. RIZAL TAMIN/TENAGA AHLI

Terima kasih pak pimpinan. Jadi pada dasarnya, pertama ada yang kita sebut dengan sistem yang harus ditanggungjawabi oleh menteri. Dalam sistem itu, ada pihak yang menetapkan standar, satu, supaya diikuti oleh standar yang harus diikuti. Dan pada saat penerapan, ada perguruan tinggi mengikuti standar didalam. Kemudian ada BANPT mengecek standar dari luar, itu jadi sudah ada tiga.

Bagannya dulu pernah ada dari Prof. Jo dulu ya, dan yang ketiga, lembaga penjaminan mutu itu adalah perangkat dari menteri di seluruh Indonesia, yang berfungsi untuk memfasilitasi perguruan tinggi dalam meningkatkan mutunya. Jadi ada badan, ada didalam perguruan tinggi, ada diluar perguruan tinggi BANPT dan ada fasilitasi dari menteri, ada empat komponen dari penjaminan mutu itu.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pimpinan. Sempat dari pembahasan pertama itu kan, ada wacana kita mau merubah bentuk, ada BANPT, ada badan standar nasional pendidikan dan juga pada penjaminan mutu. Apakah ketiga lembaga ini, kalau sekarang kan dari luar. Kemarin wacananya itu mau dibawa semuanya di Dirjen Dikti. Kemudian LPMP ada dibuat LPMPT, ya kan wacananya begitu. Ini apakah tetap diluar atau semuanya jadi bagian dari struktur dalam Dirjen Dikti. Ini yang perlu di, kalau ini kan tawarannya begini. Cuma kalimat-kalimat disini saya pikir agak rumit. Terima kasih.

(9)

9 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, Pak Nizam silahkan.

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Terima kasih. Memang dalam penjaminan mutu itu bentuknya kan ada check and balance, ada satu lembaga yang independen yang menetapkan standar, untuk memastikan bahwa standar atau ukuran mutu itu bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebutuhan negara dan seterusnya.

Dalam hal ini, lembaga yang akan menetapkan standar itu, kita amanahkan kepada badan standar nasional pendidikan tinggi. Kemudian perguruan tingg sendiri, itu berdasarkan standar tadi mengembangkan mutunya. Dia minimum harus memenuhi standar minimum yang ditetapkan oleh badan standar tadi, supaya lulusannya cocok dengan kebutuhan masyarakat dan juga industri, kebutuhan negara. Untuk mengecek apakah sudah sesuai dengan itu, ada satu badan yang independen yang tidak bergantung.

Jadi tidak jeruk makan jeruk, itu yang melakukan akreditasi, mengukur apa-apa yang terjadi di dalam perguruan tinggi itu dengan berbasiskan pada standar yang dikeluarkan oleh BSNP. Itu yang namanya lembaga-lembaga akreditasi. Saat ini lembaga akreditasi itu hanya ada satu, BANPT untuk pendidikan tinggi. Ke depan itu yang kita bayangkan, BANPT itu nanti akan mengkoordinasi lembaga-lembaga akreditasi yang mandiri, yang lebih terkait dengan profesi dan kementerian teknis.

Jadi misalnya di bidang kesehatan, itu akan ada lembaga-lembaga akreditasi untuk pendidikan dokter, untuk pendidikan kefarmasian. Sehingga dengan begitu, ukuran itu adalah pengguna bukan dari sumbernya. Jadi dengan begitu akan kita pastikan, bahwa mutunya itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebutuhan layanan dari dunia penggunanya. Kesemuanya itu di koordinasi oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan.

Jadi seperti itu, karena tugas menteri ini salah satunya adalah memastikan terjadinya mutu di seluruh perguruan tinggi, maka menteri bisa membentuk lembaga layanan pendidikan tinggi di wilayah-wilayah, ini tugasnya untuk membina, untuk membangun dan meningkatkan mutu di perguruan tinggi ini diseluruh Indonesia, yang saat ini sampai 3.800 perguruan tinggi itu. Jadi demikian pak.

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pimpinan. Pertama, kalau bisa minta diprintkan mas. Yang kedua, dalam sistem ini kok tidak kelihatan ya SPTnya? SPT atau mana yang dimaksud SPT itu? Sistem pendidikan tinggi, yang kalau di ayat (4) dari Pasal 62 itu, berdiri atas sejumlah standar dalam bidang akademik dan non akademik yang melampaui SNPT. Jadi ada perguruan tinggi yang melampaui SNPT, tapi di bagan ini belum kelihatan atau memang sudah ada didalam bagan ini, saya nggak tahu. Itu mungkin yang beda ya, Wallahualam.

(10)

10 PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Disini standar nasional pendidikan tinggi ini adalah SNPT. Disini pak, jadi perguruan tingginya yang mengembangkan mutu, yang melalui sistem penjaminan mutu internalnya ini. Jadi standarnya itu ukurannya satu gelas ini. Tapi mungkin ada perguruan tinggi yang lebih great, menginginkan lulusannya itu sampai segentong gitu. Itu yang kita sebut sebagai standar perguruan tingginya masing-masing. Disini lembaganya namanya istilahnya saja, jadi disini sistem penjaminan mutu internal. Itu untuk memastikan bahwa ….

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

(suara tidak jelas)… yang saya maksud, akan dimasukkan dimana ini? Maksudnya ada

perbedaan, apakah itu yang dimaksud apakah ada bedanya gitu? Di ayat (4)nya, yang melampaui SNPT.

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Ya, betul pak jadi begitu. Jadi ini istilahnya saja barngkali saya tulis disitu, menggunakan singkatan yang lain tapi maksudnya begitu. Jadi kalau nasional itu mensyaratkan, kalau lulus sarjana itu harus bisa mengisi segelas air ini, perguruan tinggi mengatakan, oh nggak saya ingin lulusan saya segentong, itu yang disebut dengan SPT. Ini minimum harus lebih, tidak boleh lebih kecil daripada yang ini.

PROF.DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Nggak pak, begini. Maksudnya, apakah ini sama atau dua istilah berbeda? Berbeda pak. Yang satu itu sifatnya individual, yang SNPT itu nasional.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, semakin jelas ya.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Tapi ini diterjemahan disini di ayat (4) ini perlu diperkuat. Ya ini kalimat-kalimatnya saya katakan agak rumit ini kalimatnya.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, jadi saya kira Pasal 63, ini catatan, nanti tim perumus supaya lebih…

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pasal 62 juga pimpinan, 62 itu singkatan SPT, SNPT, terus ada lagi SPNI kalau mau ditemukan kalimat-kalimatnya ini.

(11)

11 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Kalau begitu, nanti tim perumus dan tim sinkronisasi untuk secara struktur lebih merapikan ini semua. Ya, saya kira begitu ya?

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Ini lembaga pelayanan pendidikan tinggi dimana posisinya disitu?

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Diluar ini pak, karena gambar ini kebetulan hanya menggambarkan unsur-unsur penjaminan mutu, jadi lembaga itu ada diluar ini.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Perannya apa ini?

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Perannya? Peran dari lembaga-lembaga pelayanan itu, saat ini kan kita punya namanya Kopertis, yang tugasnya itu mengkoordinasi perguruan tinggi swasta saja. Pemikiran yang ada didalam konsep rancangan undang-undang ini, Kopertis itu akan menjadi semacam perwakilan Dikti di wilayah yang tugas utamanya itu untuk membina mutu di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Antara lain, dia memastikan bahwa data yang di submit, karena dasar dari semua ini adalah satu pangkalan data nasional dari setiap perguruan tinggi. Memastikan apakah data itu betul, itu adalah tugas dari lembaga tadi. Memberikan pembinaan bagi perguruan tinggi-perguruan tinggi di daerah, itu adalah tugas di lembaga tadi.

Jadi wakil dari Dikti didalam tugas untuk menjamin, memastikan mutu, membangun kapasitas perguruan tinggi untuk mencapai mutu standar yang disarankan oleh SNPT tadi, itu adalah bagian dari tugas itu tadi pak.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Kalau selama ini Kopertis bukan wakil dari Dikti?

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Wakil, wakil juga, diperluas tugasnya, kewenangan dan tugasnya.

PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Tambah sedikit. Saya dulu tanya pak Dirjen, guyonnya begini. Diknas, Dikbud, membuat pola pendidikan tinggi, nanti badan akreditasinya sebenarnya dinilai oleh orang luar, ya begitu Pak Nizam? Jadi kedepan sebenarnya BANPT itu tidak disana sebenarnya, tidak disini, dia harus diluar.

(12)

12

Jadi pemakailah yang menilai apa yang dikerjakan Pak Djoko itu, apa betul atau tidak. Ya dengan demikian masyarakat yang menilai itu kedepan. Tapi karena masyarakat madani ini belum tumbuh sebagaimana yang diinginkan, ya mahirnya kan semua yang BANPT itu melekat di Dikti, di Diknas. Dan yang aksesornya juga orang-orang disana juga. Jadi kedepan kalau memang mau bagus ini, dia harus berada mandiri begitu, yang disebut mandiri pak, dia menilai. Ya, terima kasih pak.

NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI

Memang kalau standar pendidikan yang ditetapkan oleh Dikti, yang menilai orang lain jadi aneh kan? Karena seharusnya kita menetapkan sendiri juga harus mengecek. Kalau kita mau memperbaiki, ini adalah betul seperti kata Pak Nizam tersebut, bahwa standar pendidikan seharusnya melibatkan konsorsium keilmuan, untuk menetapkan standar pendidikan, baru kemudian bisa independen yang bisa meneliti. Tapi kalau yang menetapkan standar pendidikan masih Dikbud, ya memang layak. Kalau Dikbud yang melihat, apakah standar itu sesuai atau tidak.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, Pak Memed.

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pimpinan. Saya masih, ini belum sinkron kayaknya pak, antara Pasal 62 - 63 ya, kalau pelan-pelan kita baca ya. SPMI itu sudah disebutkan di Pasal 63 ayat (1) b. perguruan tinggi yang bertugas melaksanakan sistem penjaminan mutu internal berdasarkan a nya, badan bertugas menyusun dan mengembangkan SNPT.

Jadi SPMI itu adalah sebuah sistem penjaminan mutu internal yang dibuat oleh perguruan tinggi untuk menterjemahkan SNPT di kampusnya masing-masing. Itu sepakat ya, jadi untuk memenuhi satu gelas ini, maka perguruan tinggi membuat SPMI internal berdasarkan SNPT. Tetapi hal-hal yang melebihi SNPT ini, diatur disebut pada Pasal 62 nya disebut SPT. Jadi SPMI itu plafonnya, itu masih SNPT. SPT itu menurut bacaan saya, ya mungkin salah juga, Pasal 62 itu adalah yang melebihi plafon gelas tadi sehingga disebut SPT di masing-masing perguruan tinggi. Kalau yang SPMI, itu adalah bagaimana perguruan tinggi mengejar kualitas lulusannya sesuai dengan gelar SPMInya. Karena ini berada dibawah Pasal 63 ayat (1) yang itunya merupakan urutan untuk kebawahnya.

Jadi plafon daripada SPMI itu hanyalah SNPT, plafonnya gelasnya itu. Diluar gelas itu, ada yang disebut SPT gitu. SPT ini yang juga belum dijelaskan terlalu jelas dalam gambar ini. Jadi SPMI itu hanya untuk mencapai target gelas seperti yang diinginkan oleh SNPT di masing-masing perguruan tinggi. Tapi kalau kita ingin diluar gelas, ada yang namanya SPT dan ada gambar ini. Wallahualam pimpinan.

(13)

13 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, masih ada tambahan penjelasan?

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Mungkin tambahan penjelasan sedikit. Jadi SNPT, itu standar nasional pendidikan tinggi itu gambar gelasnya ini tadi, standarnya. Kemudian perguruan tinggi itu mengembangkan standar perguruan tinggi. Itu terjemahan dari standar nasional tadi, menurut versi perguruan tinggi itu, yang minimum harus sama dengan gelas tadi, dia bisa lebih dari itu.

Untuk mengimplementasikan itu, perguruan tinggi membuat suatu yang namanya sistem penjaminan mutu. Ini untuk mencapai standar pendidikan tinggi yang dia rencanakan. Jadi standar, itu seperti gambarnya tadi. Sistemnya, sistemnya itu mulai dari bagaimana kurikulum disusun, bagaimana kurikulum diimplementasikan, bagaimana melakukan evaluasi, bagaimana melayani mahasiswa, bagaimana sarana prasarana dikembangkan, itu keseluruhannya itu disebut sebagai sistem penjaminan mutu internal, yang kita sebut sebagai SPMI. Jadi yang SPT itu standarnya, sedangkan SPMI itu sistem untuk memastikan standar tadi tercapai atau terlampaui. Demikian pak, terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Cukup ya, Pak Memed? Minimal ya, itu yang harus ditentukan secara minimal. Baik ya. Tadi kita sudah sepakat. Sekarang Bab IV. Perguruan tinggi, bagian ke 1, bentuk perguruan tinggi.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pimpinan, sebentar pimpinan. Jadi lembaga pelayanan pendidikan tinggi yang akan dibentuk itu, berarti mereduksi dulu Kopertis yang ada, perluasan mandat. Nama mereka bukan Kopertis lagi?

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Kopertis itu masih terbuka…..

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Namanya urusan pemerintahlah nanti itu apa namanya….

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Bukan, maksud saya begini, sekarang ini kan ada Kopertis. Dengan adanya undang-undang ini kan namanya lembaga pelayanan pendidikan tinggi. Yang berkembang wacana awal itu kan membubarkan Kopertis, kan itu? Ini kan perlu ada kejelasan. Kalau tadi bahasa pemerintah kan tidak membubarkan, memperluas saja tugasnya. Kalau wacana kita awal itu ya bubarkan, kita membuat sebuah lembaga baru.

(14)

14 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ini Kopertis ini kan institusi pemerintah kan? Sepenuhnya milik pemerintah? Iya. Jadi kewenangan mau memperluas, mau mempersempit peranan yang kita sebut Kopertis sekarang, itu adalah urusan pengelolaan pemerintah.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Ya kalau kita tidak sedang membahas undang, iya. Ini kita sedang membahas undang-undang sistemnya ini. Sedang membahas undang-undang-undang-undang. Sekarang penempatan Kopertis wacana awal itu kan membubarkannya begitu. Makanya saya ingin mempertegas, ini macam mana dengan menteri membentuk ini.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya Pak Djoko, silahkan.

PROF.DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Jadi yang tepatnya bukan memperluas, tapi mungkin lebih cocok katanya itu restrukturisasi pak. Jadi artinya nanti, struktur Kopertis sendiri, ini kan sekarang sebetulnya kalau jujur ini sudah nggak muat. Misalnya untuk ada Sumatera Utara sama Aceh, itu nggak muat pak, nggak muat sebetulnya. Terus nanti antara Bali dan Nusa Tenggara Timur, nggak muat juga ini. Maluku dan Papua, ini nggak muat. Itu yang gede-gede yang harus segera dibenahi. Ini nanti bisa ditambah tadi, menjadi lembaga baru yang selain melaksanakan tugas-tugas seperti yang ada, dia juga melaksanakan tugas berkaitan dengan penjaminan mutu. Itu konsekuensi kalau ini terbit pak.

Begitu ini terbit, nggak muat lagi itu. Wong yang sekarang saja tanpa penjaminan mutu sudah nggak muat, apalagi ditambah ini gitu, kan lebih nggak muat lagi. Tentunya pemerintah pasti akan berpikir untuk melakukan penambahan begitu. Yang di sisi yang lain yang ujung sebelah sana, kan usulannya bagaimana kalau setiap provinsi, kan gitu. Ini nanti kita cari mana yang paling optimum. Saya kira gitu pak.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Ya saya nggak masalah disitu. Sebelumnya kenapa wacana pembubaran itu karena masukan-masukan dari perguruan tinggi sendiri yang kecewa dengan kerja Kopertis di lapangan kan? Hanya mempersulit mereka melakukan akreditasi saja Kopertis itu. Faktor nggak muat, juga ada faktor-faktor lain gitu pak, yang difahami diluar teks gitu kan, itu yang nggak sehat. Ini kan kita ingin membuat penyehatan lembaga, sehingga betul-betul bisa terwujud lembaga penjaminan mutu tersebut, kan itu. Dan filosofi ini harus masuk kedalam lembaga kedepan.

(15)

15 PROF.DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Kalau namanya ini, istilah lain, ya memang pembubaran pak, karena nggak ada lagi pak. Namanya jadi LPMPT, lembaga penjaminan mutu pendidikan tinggi.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, clear ya Pak Raihan? Saya kira dengan semangat pasal ini, tadi pemerintah mengatakan akan melakukan restrukturisasi untuk mewadahi…Jangan pakai istilah bubarlah, nggak enak. Restrukturisasilah, reformasi. Baik. Terus kita kembali ke Bab IV. Silahkan, ada masukan?

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Pimpinan. Ini sebelum lupa pimpinan. Jadi ada masukan, kita mundur sedikit pimpinan. Karena agak mengganggu juga pikiran, yaitu di jenis pendidikan tinggi di bagian 3 di halaman 7 Pasal 17. Di ayat (2) ini kan membahasakan pendidikan profesi sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan oleh kementerian lain, LPNK dan organisasi profesi serta dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi. Kalau kalimatnya dapat bekerjasama, berarti lembaga profesi ini kayak keluar dia dari sebuah perjalanan penjenjangan itu tadi. Kemarin kita sempat membahas, ini untuk mengkaitkan dengan di Undang-Undang Dikdok. Di Undang-Undang DikdoK itu kan kita bicara satu kesatuan, antara pendidikan akademik dengan pendidikan profesi. Kalimat ini saya pikir agak berat ini, kalau kita lepas begitu saja dapat itu.

Jadi artinya dia bisa keluar, kumpul satu kelompok profesi, dia bisa memberikan gelar gitu. Jadi harusnya bukan dapat, tapi harus memang kerjasama dia lembaga profesi ini. Ini yang agak mengganggu disitu, karena kemarin pembahasan kitanya itu.

Yang kedua, ini juga perlu penempatan. Kita kan juga sudah minta untuk kementerian lain disini kan. Kementerian lain yang selama ini yang menyelenggarakan itu pendidikan kedinasan. Ini tampaknya juga perlu ada penempatan lagi. Kalau kemarin itu pendidikan kedinasan yang selain Departemen Agama kan kemarin kita bahasakan sudah di delete gitu kan, maunya semua ke Dikti.

Memasukkan ini penempatan mereka itu, apakah mereka tetap menyelenggarakan bentuknya yang sekarang ini atau bentuknya menjadi lembaga profesi dianya. Ini perlu ada perumusan kata yang tepat, supaya apa yang sudah kita cerna kemarin itu tidak lari. Karena tadi seingat saya ini sudah lewat-lewat saja, mumpung masih ingat gitu pak. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, saya kira ini soal dapat ini ya, di Pasal 17 ayat (2) itu. Ini kalau dapat memang agak ada fleksibilitas ya, tergantung kebutuhan dari pendidikan profesi yang bersangkutan. Pak Nizam mau jelaskan ini, kenapa, Pak Rizal ya Pak Rizal, kenapa pakai dapat.

(16)

16 PROF. RIZAL TAMIN/TENAGA AHLI

Terima kasih pak pimpinan. Jadi pada dasarnya, pendidikan tinggi itu dikenal mencakup pendidikan tinggi akademik dan pendidikan tinggi vokasi. Maka seorang yang mengikuti pendidikan tinggi akademik pada saat lulus, misalnya kita ambil di ITB atau nanti di UI boleh dokter di ITB boleh teknik, lulusnya itu adalah sebagai sarjana teknik.

Kemudian pada saat sarjana teknik itu telah mempunyai ijazah sarjana tekniknya, pada saat dia ingin bekerja di bidang profesinya, maka sarjana teknik itu memasuki wilayah pelayanan masyarakat yang ditanggungjawabi oleh kementerian PU.

Oleh menteri PU disyaratkan, bahwa sebelum bertindak sebagai profesional didalam services PU, seseorang ini harus mengikuti apa yang disebut dengan program kompetensi profesi untuk menjadi insinyur, enginer. Itu adalah dengan pertimbangan bahwa, seseorang yang bersifat menguasai pendidikan akademik ini memahami praktek-praktek dan etika insinyur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tanggungjawab profesionalitas itu untuk pendidikan profesi itu, sesungguhnya bukan berada di wilayah kementerian pendidikan, tetapi adalah di kementerian pelayanan masyarakat yang bersangkutan.

Kalau sarjana kedokteran memang itu adalah dokter, itu menteri kesehatan. Sehingga pada saat jembatan Kutai Kertanegara itu runtuh, pada saat profesionalitas dari orang yang merencanakan itu dipertanyakan sekarang, itu yang akan dituntut bukan kesarjana teknikan yang diberikan oleh menteri pendidikan nasional dan rektor, tetapi adalah profesinya sebagai insinyur di wilayah menteri PU.

Maka didalam perkembangannya, kementerian PU lah yang bertanggungjawab untuk mengembangkan program profesi. Tetapi kalau dipandang perlu oleh menteri PU, menteri PU itu bisa meminta perguruan tinggi untuk melaksanakan program studi profesi. Itu adalah konsep yang berlaku dan itu sama dengan kedokteran, pada saat seseorang yang mempunyai sarjana kedokteran ingin berpraktek dokter, maka menteri kesehatan bertanggungjawab untuk dapat melengkapinya dengan program profesi atau pendidikan profesinya. Maka dalam kaitan itu ada kata dapat meminta bantuan. Karena wilayah tanggungjawabnya adalah di kementerian teknis yang bertanggungjawab terhadap pelayanan.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Ya, baik pimpinan. Belum, itu kan pendapat dari pak prof. ya. Sementara yang kita inginkan disini, itu kan pendapat dalam melihat kondisi yang ada sekarang ini. Sementara kita ingin semangatnya itu bagaimana membangun satu sistem pendidikan nasional, kan itu semangatnya memahami.

Kemarin kita sudah sepakat, bahwa satu sistem pendidikan nasional itu bagaimana Kemendikbud ini yang mengatur ya kan, sistemnya itu kan seperti itu pengennya. Ini yang ingin kita angkat. Kecuali yang Depag ini, karena memang ada perhatian secara khusus, itu nanti tinggal dibuat pembahasaannya karena Departemen Agama ini mengurus pendidikan sekolahnya itu memang dari raudlatul athfal sampai perguruan tinggi, ya berbeda dengan lembaga kementerian lainnya.

(17)

17

Oleh karena itu, ini semangatnya bisa jadi berubah yang seperti ini. Kalau mempertahankan ini, berarti kita nggak ada perubahan. Kalau kita ingin mengembalikan lagi bahwa pendidikan akademik dan pendidikan profesi dalam satu sistem pendidikan nasional yang merupakan satu kesatuan, berarti tetap saja ini organisasi yang lain itu tetap bukannya dapat kerjasama, bukan bisa jalan sendiri-sendiri begitu, tapi memang harus dia kerjasama, karena ini masih dalam sebuah proses pendidikan sendiri.

Ini yang kita mau sepakati, apakah mau seperti itu atau mau membiarkan model seperti ini? Karena konsekuensinya juga nanti akan berefek kepada Undang-Undang Dikdok yang sedang kita bahas. Ini Dikdok mau menyelesaikan masalah ini, ya Dikdok ingin supaya itu dalam satu sistem pendidikan nasional yang merupakan satu kesatuan.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Saya kira ini memang, saya kira membutuhkan pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu istilah dapat, tolong dimiringkan saja dulu untuk kita bisa beranjak ke berikutnya. Artinya, dapat itu belum kita selesaikan, gitu ya Pak Raihan ya? Kasih warna hijau atau dimiringkan. Baik. Ya, Pak Nasaruddin.

NASRUDIN/FRAKSI PARTAI GOLKAR

Terima kasih ketua. Saya kembali setback kebelakang dulu, ini Pasal 33. Ini rumusannya belum kongkret, masih setengah hati. Pada Pasal 33, ya dipending, tapi ini perlu diluruskan dulu supaya nanti ketika muncul ini bahasanya sudah benar. Ini perlu ….

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pak Nasaruddin, semalam kita sudah sepakat, kita serahkan kepada Pak Dirjen Agama untuk membuat rumusan. Jadi ini nggak usah kita kutak-katik dulu, supaya tidak berulang. Jadi kita pending semalam ini, supaya tidak menimbulkan perdebatan baru. Baik.

Kita kembali ke Bab IV. Kami persilahkan bapak ibu sekalian.

Ibu ???...

Mungkin sebelum ke Bab IV pimpinan, ke Pasal 64 yang ayat (4). Ketentuan mengenai pembentukan unit penjamin mutu pendidikan tinggi di setiap wilayah, ini diatur dalam peraturan pemerintah. Barangkali ini perlu kita pikirkan. Barangkali kita melihat workcloud, apabila dalam dua wilayah bisa satu unit, itu akan lebih efisien. Tapi mungkin jangka panjang bisalah itu nanti setiap, kalau workcloudnya sudah tinggi bisa dibentuk di setiap wilayah.

Jadi kami kongkretnya mengusulkan, di setiapnya ini dihapus, jadi di wilayah. Jadi bisa regional, bisa di setiap wilayah provinsi. Hanya untuk efisiensi saja. Basic argumennya adalah workcloud.

(18)

18 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Baik. Saya kira betul prinsip kewilayahan tetap diakomodasi, tapi pendekatan efisiensi juga ada semangat disitu. Jadi saya kira sepakat itu. istilah setiap itu bisa kita hilangkan. Dengan demikian ini ada unsur efisiensi, tapi pendekatan kewilayahannya juga tidak hilang. Baik.

PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Boleh kami memberi penjelasan sedikit pak? Kata setiap bu, sengaja tidak dipakai provinsi. Jadi katakanlah di Sulawesi Selatan Tenggara, itu masuk wilayah, seperti itu pemahamannya pak setiap wilayah. Jadi bukan provinsi pak ya.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Baik. Saya kira nggak ada hal yang bertentangan. Yang wilayah bisa diperluas, bisa di...

PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Kata setiap itu tetap bagus pak.

Ibu ??????...

Ini menyangkut masalah penafsiran. Itu kalau di setiap wilayah ini bisa ditafsirkan. Jadi nanti kementerian Dikbud akan datang ke kementerian PAN, bentuk setiap provinsi, ini yang harus kita pertimbangkan. Kita ingin ada efisiensi, sehingga kalau workcloudnya tidak terlalu ektik, itu bisa di dua provinsi. Hanya itu kok masalah setiap saja. Tapi kami mendukung sekali, kalau memang kedepan itu workcloudnya sudah tinggi, silahkan di setiap wilayah provinsi. Ini kan berkaitannya dengan wilayah kerja pak. Kalau pembentukan lembaga apapun, pasti hubungannya dengan wilayah kerja, administrative.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, Pak Nizam.

PROF. NIZAM/PEMERINTAH

Sedikit gambaran. Saat ini Kopertis itu ada 12 wilayah, bukan di setiap provinsi juga. Jadi wilayahnya apakah se Indonesia itu kita anggap sebagai 1 wilayah, 2 wilayah, 3 wilayah, 10 wilayah, 33 wilayah atau 300 wilayah, itu menyesuaikan dengan workcloudnya. Jadi disini kita gunakan wilayah itu sebagai satu gambaran pengelompokkan geografis, tapi tidak berarti provinsi. Terima kasih.

Ibu ?????...

Jadi usul kami hanya kata-kata setiap, itu saja yang dihilangkan. Wilayah silahkan, nggak masalah bagi kami.

(19)

19 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, saya kira sepakat ya. Tidak ada yang hilang sebenarnya, tapi unsur efisiensi kita maknai disitu. Baik. Jadi setiap itu kita drop ya.

(ketok palu)

Bab IV ada komentar? Kita terus ya. Kita masuk ke, bagaimana? Sudah bagus itu barang? Baik, kalau gitu kita masuk ke Bab selanjutnya ya, Bab V.

IBRAHIM SAKTY BATUBARA/FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

Sebentar pimpinan. Di Pasal 69 ayat (3) pada penjelasan pasal-pasal di halaman 55, saya ingin menambahkan tentang badan hukum ini. Yang dimaksud dengan badan hukum yang bersifat nirlaba antara lain yayasan..

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Di penjelasannya pak ya?

IBRAHIM SAKTY BATUBARA/FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

Ya, di halaman 55.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Kita bahas dulu pasalnya saja dulu, karena penjelasan itu akan menyesuaikan perkembangan pembahasan. Jadi penjelasan sebaiknya kita bahas nanti setelah pengesahan pasal perpasal, supaya lebih rigit. Silahkan pak, kementerian keuangan.

STAF KEMENKEU RI

Mohon izin pimpinan, dari kementerian keuangan.

Terima kasih bapak pimpinan. Pertama-tama kami sampaikan, bahwa kementerian keuangan telah menyampaikan masukan tertulis secara resmi mengenai substansi pengelolaan keuangan. Telah kami sampaikan pada tanggal 7 November surat kami, terhadap draft yang lama. Namun meskipun ada perubahan pasal, susunan pasal, saya kira substansinya masih sama.

Pertama, ada beberapa hal yang perlu disederhanakan dan ada pula beberapa hal yang perlu ditambahkan. Untuk yang ditambahkan misalnya ini tidak kami sebutkan satu persatu, karena secara tertulis sudah kami sampaikan. Kementerian keuangan mengusulkan adanya penegasan bahwa kekayaan PTN otonom, itu merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Sehingga kami mengusulkan, menambahkan 3 ayat untuk mempertegas status PTN otonom sebagai kekayaan negara yang dipisahkan.

(20)

20 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Nggak, di pasal berapa?

STAF KEMENKEU RI

Kalau ini di pasal, kalau pasal lamanya pasal 53 pak, karena kami masih yang lama. Tapi sekarang ada di pasal 78.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pasal 78?

STAF KEMENKEU RI

79, mohon maaf, otonom 79. Nanti secara tertulis sudah kami sampaikan saya kira atau kami tinggal lagi nanti.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pasal 79 pak? Yang mana disitu?

STAF KEMENKEU RI

Di Pasal 79, kami mengusulkan ada tiga penambahan ayat baru pak, nanti mungkin posisinya dimana, legal drafting yang akan menyesuaikan. Yang intinya ada penegasan bahwa, status kekayaan PTN otonom itu merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.

Kemudian berasal kekayaan awalnya berasal dari mana. Kecuali tanah, itu masih merupakan kekayaan pemerintah tidak merupakan kekayaan PTN otonom. Karena tanah masih merupakan milik pemerintah, milik negara pak.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, jadi saya kira dari Departemen Keuangan, tolong rumusannya disampaikan. Nanti coba kita cari tempat yang pas untuk mengakomodasi soal kekayaan negara itu ya? Baik.

STAF KEMENKEU RI

Kemudian ada yang disederhanakan juga, misalnya di pasal agak ke belakang, Pasal 108 ayat (3) maupun ayat (2). Ini di draft masih diuraikan masing-masing jenis belanja. Misalnya untuk PTN otonom terbatas dan semi otonom, ada beberapa jenis belanja. Kemudian ayat (3), untuk PTN otonom penuh juga ada diuraikan beberapa jenis belanja. Kami mengusulkan dari Kementerian Keuangan secara tertulis, hal itu tidak perlu diuraikan namun cukup diuraikan sesuai ketentuan perundang-undangan. Karena mengingat jenis belanja itu sudah diatur di peraturan perundangan yang ada tentang pengelolaan keuangan.

(21)

21

Jadi lebih sederhana lagi, tidak perlu diuraikan lagi. Kemudian dari Direktorat Jenderal Pajak, kebetulan tidak hadir. Masukan dari Direktorat Jenderal Pajak mengenai pemberian insentif, tidak perlu diatur pula disini. Karena menurut Direktorat Jenderal Pajak, sudah ada aturan di tempat lain dan sudah berlaku. Yang pajak pak, atau yang mana pak? Kalau yang pajak sekarang ada di Pasal 104. Pasal 104 kalau yang lama Pasal 88 lama. Yang baru Pasal 104 ayat (3) pak. Usulan dari Direktorat Jenderal Pajak kiranya tidak perlu dicantumkan, karena sudah diatur di Undang-Undang Perpajakan.

Pemberian insentif keringanan untuk atau penghapusan pajak bagi perguruan tinggi. Kebetulan dari Dirjen Pajak tidak hadir, cuma secara tertulis seperti itu pak. Menurut penjelasan di Undang-Undang Perpajakan, tapi Undang-Undang Pajak yang mana, kami belum bisa menjawab.

Kemudian menyambung yang tadi malam pak, dari pak Direktur BLU ada pesan. Kiranya Pasal 77 yang sekarang, nanti mungkin ada penyempurnaan supaya peran menteri keuangan tidak terkesan hilang, bahwa penetapan status itu ada kaitannya dengan pengelolaan keuangan. Saya kira masukan dari kami seperti itu, nanti tertulisnya kami sampaikan lagi pak

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, disampaikan secara tertulis kepada tim kerja untuk disinkronisasikan ya pak ya. Pak Anwar ada komentar?

PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Ya, sedikit saja pak ya. Karena ini ada Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi, tidak semua orang membaca undang-undang di keuangan pak. Ini satu hal yang perlu juga kita pikirkan. Karena itu, kalau kita masukkan disini dan sama dengan tidak bertentangan dengan yang lain, saya kira itu lebih bagus pak, untuk teman-teman bisa melihat dan memberikan sumbangan, karena dia sudah ada insentif pajak. Yang penting bahwa sinkron dengan yang disana pak, tidak bertentangan satu dengan yang lain, itu yang pertama. Bahkan kita menginginkan ada juga yang bersifat lexspesialis, yang khusus untuk pendidikan ini ada suatu perlakuan khusus. Itu yang kita inginkan.

Sekali lagi, tidak semua kita ini membaca undang-undang di keuangan itu. Jadi kita berusaha juga memasukkan disini. Begitu pak argumennya, mengapa hal-hal itu masuk disini. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Saya kira dari Departemen Keuangan, yang penting tidak tabrakan, sehingga substansi yang diharapkan dari Departemen Keuangan malah tereliminasi. Saya kira itu semangatnya pak ya?

Sepanjang itu lebih memperjelas, mempertegas, sehingga begitu kita membaca undang - undang tentang PT ini, semua aspek yang terkait bisa kita pahami tanpa membuka lagi undang - undang yang lain. Saya kira itu semangatnya cukup bagus dan memang begitulah sebaiknya undang-undang kita susun. Dengan membaca satu undang - undang, berbagai hal yang terkait dengan itu bisa kita pahami.

(22)

22

Sepakat pak ya, dari keuangan ya?

STAF KEMENKEU RI

Ya pak, untuk mungkin yang tidak bertentangan bisa. Tapi mungkin kalau yang bertentangan atau dari DJK ini kebetulan masalah asset ada yang belum klop. Jadi mungkin akan ada masukan dari kami.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, kalau yang substansial yang terkait dengan kebijakan khusus itu, saya kira nanti kita bicarakan.

STAF KEMENKEU RI

Ada masukan, terima kasih pak.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Iya baik pak ya, oke terima kasih. Silahkan pak.

PROF. RIZAL TAMIN/TENAGA AHLI

Terima kasih pak pimpinan. Secara spesifik bapak dari keuangan yang tadi Pasal 108, itu adalah berkaitan dengan pembiayaan dan cara pengalokasian dana APBN. Kami menyadari bahwa, cara pengalokasian ini ada didalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Tetapi kami merasa bahwa meletakkannya di bagian ini, walaupun telah ada disana tidak bertentangan dan ini adalah untuk menjamin cara pengalokasian dana tersebut dapat disalurkan, baik kepada perguruan tinggi negeri berstatus otonomi terbatas atau semi otonom, juga kepada yang berstatus otonom. Sebab kalau hanya dikatakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak kita cantumkan disini, ada kemungkinan nanti kebijakan yang berada di wilayah menteri keuangan yang lebih rendah dari peraturan undang-undangnya, ada kebijakan yang sebaiknya tidak mengalokasi dengan cara yang kita harapkan disini.

Jadi kalau tidak bertentangan, kami sangat mengharapkan bahwa ini tetap dicantumkan disini untuk bisa kita sepakati. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Baik. Silahkan pak.

NURSYAM/DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI AGAMA ISLAM KEMENAG RI

Saya kembali ke bagian ke 3 mengenai pendirian perguruan tinggi pak, Pasal 69. Itu di ayat (4) itu, selain memberi izin, pemerintah juga dapat mengubah atau mencabut izin perguruan tinggi dan seterusnya. Apa memang harus ada kata selain memberi izin itu, karena diatas kan sudah ada.

(23)

23

Setiap perguruan tinggi yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah. Artinya kan itu memang sudah haknya pemerintah memberi izin. Jadi artinya kalau tanpa selain memberi izin, jadi langsung pemerintah. Bahkan menurut saya, dapat atau berwenang. Sebab kalau dapat itu lalu pilihan. Ada misalnya yang, bisa jadi bahwa pemerintah dengan pertimbangan tertentu, misalnya mencabut tapi karena bahasanya dapat ya bisa ada proses itu. Tapi bahkan saya menyatakan berwenang saja. Pemerintah berwenang mengubah atau mencabut izin. Dan itu nanti saya rasa relevan dengan pasal-pasal berikutnya tentang pencabutan izin perguruan tinggi. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Saya kira istilah orang Belanda ini overbodeh ya. Jadi menghilangkan inipun tanpa mengganggu substansi. Jadi kalimat itu menjadi, pemerintah dapat. Pemerintah berwenang mengubah atau mencabut izin perguruan tinggi dan seterusnya ya.

Jadi istilah pemerintah juga itu mungkin kita hilangkan juganya. Jadi pemerintah berwenang mengubah dan seterusnya. Ya, pemerintah berwenang, juga dapat itu diganti berwenang, supaya lebih clear. Baik. Masih ada yang terkait dengan bab ini?

RAIHAN ISKANDAR/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Perguruan tinggi pak ya? Pasal 65 ayat (1).

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ini kok pak anu kok, mundur terus kita ini. Apa tidak sebaiknya nanti pada saat pasal perpasal lagi pak, supaya tidak balik-balik kita.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Kita bukan masalah mundur atau maju pak. Ini kebetulan mungkin ada hal-hal yang apa sudah dibicarakan didepan, supaya nggak lalai saja itu. Pasal 65 ayat (1) itu, ini kan kemarin kita masih mempermasalahkan tentang jenis-jenis ilmu pengetahuan, yang meliputi humaniora, ilmu pengetahuan sosial, itu kan? Ada permasalahan disitu. Saya pikir ini kalimatnya, dibuat sedikitnya empat fakultas yang berbeda antara jenis-jenis ilmu pengetahuan.

Jadi isinya itu kalau dirumuskan disini kan, sementara pasal yang sebelumnya itu kita belum sepakat. Karena saya lihat dibawahnya ini, paling sedikit tiga fakultas atau departemen. Kemudian bicara sekolah tinggi juga paling sedikit dua jurusan. Kenapa ketika bicara universitas dirincikan ilmu-ilmunya itu? Sebutkan saja paling sedikit empat fakultas yang berbeda spesifikasi, apa yang berbeda ruang lingkupnya atau gimana gitu. Itu saya pikir lebih normal begitu, dibandingkan kita mempermasalahkan kalimat ini nanti akan jadi panjang lagi. Dan itu juga seirama dengan ayat-ayat dibawahnya, gitu loh.

(24)

24 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Tadi Pak Djoko mengkonfirmasi, saya kira bisa diterima. Tinggal di restrukturisasi nanti pak, pada saat penulisannya. Ya, saya kira betul ya Pak Djoko mengingatkan kita. Ya, Pak Anwar.

PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Sedikit pak tambahan. Yang penting substansinya nanti. Karena begini, jangan sampai pertama dulu universitas itu adalah bermacam-macam ilmu pak, beda kalau institute, beda kalau sekolah tinggi. Yang kedua adalah, kita sepakati substansinya bahwa jangan-jangan nanti satu universitas itu ilmu sosial saja.

Jadi harus ada eksakta, kalau dulu istilahnya eksakta dan ilmu sosial dan eksakta. Itu seperti itu pak pemahamannya. Jadi dicantumkanlah ilmunya disitu. Tapi kalau disepakati bahwa tidak dicantumkan, ya kalau tidak dicantumkan itu saya kira bisa. Tapi yang penting bahwa, sebuah universitas itu ada yang ilmu-ilmu pasti ada yang ilmu masyarakat.

NASRUDIN/FRAKSI PARTAI GOLKAR

Untuk ilmunya masuk dalam penjelasan.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Masuk di penjelasan pasal nanti ya. Baik, baik. Masih ada yang terkait dengan Bab V ini?

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Mungkin di ayat (4)nya pak, Pasal 65. Ini juga perlu dibuat apa. Disini kan universitas, institute, sekolah tinggi sebagaimana dimaksud ayat (1) ayat (2), dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi profesi atas permintaan kerjasama dari kementerian lain, LPMK atau organisasi profesi, apakah seperti itu atau memang universitas ini ya bisa dia membuka tanpa harus ada permintaan? Karena seingat saya, kita sudah membuat sebuah jalur, setelah profesi ada S2 vokasi diatasnya, iya kan, iya setelah vokasi kan? kayak kedokteran itu, dia bisa ngambil spesialis kalau ikut profesi, kan itu.

Disini apakah dikatakan dapat kalau nggak ada permintaan, tidak ada hubungan kerjasama dari kementerian lain atau dari organisasi, berarti universitas itu tidak bisa membuat pendidikan profesi. Ini terkait dengan pendidikan kedokteran itu sendiri, ya kalau dibilang dapat, kalau nggak ada permintaan itu. Ini kalimat-kalimat dapatnya ini yang perlu disepakati.

PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Bisa dengan permintaan dan tidak dengan permintaan, cara nulisnya gimana gitu? Nggak, artinya begini maksudnya. Kan ada yang membuka sendiri atau membuka atas permintaan dari rekan LPMK yang lain, gitu loh. Nulisnya bagaimana supaya dua-duanya itu mungkin gitu loh, cara nulisnya saja.

(25)

25 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, makanya pakai istilah dapat itu ya?

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Jadi mungkin gini pak. Dapat menyelenggarakan pendidikan profesi dengan tanpa, nah sudah ketemu itu.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Atas itu disempurnakan ya. Dengan atau tanpa. Ya, Pak Rizal.

PROF. RIZAL TAMIN/TENAGA AHLI

Terima kasih Pak Pimpinan. Kita perlu mencatat ada prinsip yang sangat mendasar, bahwa tanggungjawab dan kewenangan pendidikan profesi itu adalah di kementerian teknis dari yang bersangkutan. Jadi bagaimana caranya agar pada saat kita nanti melaksanakannya, kita tidak mengambil alih tanggungjawab dari yang seharusnya bertanggungjawab. Terima kasih.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Jadi mungkin bingkai Pak Rizal ini belum sama ya, beda dengan apa yang kita bangun Pak Rizal. Kalau bingkai Pak Rizal ini, sistem pendidikan sekarang ada diterjemahkan gitu, diterjemahkan disini. Sementara kalau bingkai yang kita bangun di awal itu, tidak begitu.

Kita mau memperbaiki, menata ulang sistem yang ada gitu pak. Jadi ada sudut pandang yang berbeda, maka hasilnya jadi begini.

PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Pak, boleh sedikit saja? Mungkin sedikit terbalik Pak Raihan. Justru yang berlaku sekarang yang itu, yang seolah-olah perguruan tinggi yang dibawah Kemendiknas itu, itu yang bertanggungjawab. Jadi Pak Rizal ini menginginkan mempertegas, bahwa tanggungjawab pendidikan profesi itu ada di kementerian pelayanan. Itu saja pak, sekedar klarifikasi saja.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Makanya pimpinan, saya ingin mempertegas, kalau kembali lagi ke belakang, ini kita harus membuat definisi yang kongkret yang sistem pendidikan tinggi nasional, itu dulu dibuat definisinya. Karena kalau ini belum ketemu, ini kan didepannya ini belum ketemu definisinya ini. Ini kan kita akan terus beda pendapat didalam-dalamnya ini.

Jadi definisi tentang pendidikan tinggi itu apa, karena disini kan di ketentuan umum, definisi tentang pendidikan tinggi isinya cuman bab tentang program pendidikan tinggi, nggak lebih. Nggak ada

(26)

26

masalah penjaminan mutu, nggak ada yang lain-lainnya disini. Ini cuma judulnya program saja, jadi tidak melingkupi isi yang ada dari undang-undang ini.

Kemudian juga tidak ada disini sistem pendidikan tinggi nasional. Apa yang kita maksudkan disana? Kalau itu belum ketemu, ya ini tadi, kita nggak akan ketemu isi didalamnya ini. Tapi kalau ini kita sudah sepakat disini, kita membuat definisi di ketentuan umum, baru kita nggak akan lari-lari kita didalamnya ini. Ya, terima kasih pimpinan.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Jadi semalam ada beberapa kesepakatan tentang tambahan definisi, termasuk sistem pendidikan nasional. Saya kira kita sepakat untuk dirumuskan. Jadi dengan nomenklatur itu, akan mewarnai pasal-pasal berikutnya. Ya, saya kira begitu ya? Kembali ke soal Pasal 65 ayat (4) tadi ini, yang masih menjadi polemik tadi soal posisi atas permintaan atau dengan tanpa permintaan. Jadi saya kira ini nanti disempurnakan. Pasal 65 ayat (4), ya Pak Anwar ya. Baik, masih ada?

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Saya pimpinan. Saya ingin menanyakan karena tadi disampaikan bahwa, diantara keinginan munculnya ayat ini diantara keinginan yang lain-lain yang salah satunya adalah, agar pendidikan profesi itu dikaitkan dengan kementerian pelayanan. Yang ingin saya tanyakan, apakah selama ini pendidikan profesi kedokteran dalam hal ini adalah spesialis, itu ada kerjasama antara kementerian pendidikan dan kementerian kesehatan, itu yang pertama.

Yang kedua, apakah pendidikan profesi dalam hal ini yang terkait dengan keuangan negara, ya sekolah STAN itu sekolah tinggi. Sekolah STAN itu sekolah tinggi akuntansi negara itu yang diselenggarakan secara kedinasan. Dan kedinasan itu sejak D1 nya, sejak lulus SMAnya, kalau pendidikan profesi kan setelah perguruan tinggi ya, setelah sarjana itu. Apakah ada kerjasama antara kementerian pendidikan dan kementerian keuangan, misalnya begitu ya. Karena ini kan pendidikan profesinya bukan setelah sarjana. Pendidikan profesi di STAN itu sejak D1 dia, tidak menunggu sarjana. Sekarang saja dalam kondisi pemerintah ini melakukan moratorium terhadap PNS, justru D2 D3 D4 itu, dipending dulu nggak diselenggarakan, yang ada baru D1 saja pemerintah ini dengan adanya moratorium, tidak adanya penerimaan PNS itu.

Jadi Departemen Keuangan sekarang hanya menyelenggarakan D1, setahun sekolah langsung diterima di kementerian keuangan gitu ya. Terus kemudian, sekolah tinggi ilmu pelayaran. Apakah selama ini ada kerjasama seperti itu? Karena dia profesinya itu sejak D1, D2, itu sudah dilatih untuk menjalani profesi itu, melayani masyarakat. Dia tidak menunggu sarjana untuk itu. Beberapa pertanyaan ini kan dan kasus-kasus yang terjadi ini kan, semuanya harus mampu ditampung oleh undang-undang yang akan kita keluarkan ini, yang akan disepakati ini. Kalau tidak, kan ada terjadi perombakan besar-besaran yang itu tidak sebentar menyelesaikannya.

(27)

27

Demikian pimpinan. Terutama yang awalnya tadi adalah pendidikan kedokteran ini. Apakah spesialis bedah syaraf atau spesialis penyakit dalam organ itu, merupakan bentuk kerjasama munculnya dia itu, antara menteri pendidikan yang mengelola universitas itu dengan menteri kesehatan, misalnya begitu. Ini perlu dipertegas, sebab ayat-ayat ini harus kita konfrontasi dengan fakta-fakta yang ada, baru nanti kita ketemu bentuk yang sebaiknya bagaimana. Terima kasih pimpinan.

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Mungkin menambahkan saja pimpinan.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Mungkin dijelaskan dulu pertanyaan itu, supaya tidak…

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Kaitannya sedikit, biar nanti Pak Djoko sekalian. Yang diterangkan oleh Pak Rizal tadi, sesungguhnya kan bahwa profesi tidak selalu terkait dengan kementerian teknis, karena banyak profesi lain juga misalnya advokat. Adokat itu yang menyelenggarakan asosiasi justru kan. Misalnya cara pengambilan brefet. Misalnya kalau dia tidak boleh menangani kasus pajak, kalau dia tidak memiliki kualifikasi atau kompetensi tentang pajak itu sendiri. Dan sampai kelulusan advokatnyapun, dia tidak universitas kan, itu lebih kepada asosiasi.

Ini juga saya kira harus jadi perhatian kita bahwa, tidak selalu pendidikan profesi yang dilaksanakan oleh universitas itu selalu terkait dengan kementerian teknis atau mungkin dinas teknisnya gitu, untuk memberikan penegasan itu, agar ini bisa secara umum bisa melayani itu. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Mungkin dari pemerintah, bisa menjelaskan tadi pertanyaan Pak Memed?

PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Jadi kalau khususnya yang terkait dengan kedokteran, ada pak. Jadi dia di rumah sakit, rumah sakitnya juga dibawah Kemkes dan lain sebagainya. Pada waktu mau membuka, kita juga tidak hanya kementerian kesehatan tapi juga KKI, Konsil Kedokteran Indonesia, itu yang memberi rekomendasi dan sebagainya. Ya memang sudah seperti itu begitu. Tapi kembali lagi apa yang disampaikan oleh Pak Dedi tadi, ini memang kenyataan. Jadi sebetulnya kalimatnya begitu. Kalau saya boleh urun rembug begitu, ini memang harus bisa nampung dua-duanya itu pak.

Belum nanti ada profesi yang lain yang berkaitan dengan kesenian dan kebudayaan, muatnya dimana gitu kalau tidak kita muat itu. Nggak, maksudnya dua-duanya kan. Kesannya kalau yang Pak Rizal tadi, itu kan hanya satu. Dua-dua itu bisa termuat gitu bagaimana caranya. Itu saja pak.

(28)

28 MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Ya, saya lanjutkan Pimpinan, karena sudah disebutkan kebudayaan, maka saya ini agak nggeser nanti itu berhubungan juga dengan Pasal 84 tentang dosen. Jadi profesi kalau di institute kesenian, itu lebih aneh lagi karena yang diundang untuk mengajar profesi itu maestro, yang dia bukan sarjana bukan apa. Dia maestro lukis, maestro ukir, maestro tari, maestro kerajinan emas begitu, dia bukan sarjana. Tapi dia maestro, memang maestro itu dibidangnya, itu semua begitu. Itu ditampung dimana di undang-undang ini gitu. Artinya, ini perlu kita cermati gitu.

Jadi tidak masuk bekerjasama dengan kementerian lain, LPNK atau organisasi profesi. Karena maestro tari nggak punya organisasi profesi dia, dia yang maestro gitu. Maestro ukir, itu nggak punya organisasi profesi, belum diakui keprofesiannya sebagai ahli ukir emas, ahli ukir perak gitu ya. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, Pak Djoko jelaskan tambahan.

PROF. DJOKO SANTOSO/DIRJEN DIKTI KEMENDIKBUD RI

Itu ditampung ayatnya biar dicari pak. Tetapi di kerangka kualifikasi nasional Indonesia, nanti ada pengakuan untuk itu semua pak, ada yang level 1 sampai 9 maestro tadi 9 barangkali pak. Sama dengan saya gitu, doktor katanya gitu, itu sama. Terima kasih.

PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Pak Djoko, saya tambah pak. Di Undang-Undang Guru dan Dosen ada pak. Jadi, dan itu cukup diputuskan oleh senat, terutama memang dalam bidang kebudayaan seni dan seperti misalnya seni pahat. Itu juga susah mencari sarjana seni pahat pak. Jadi boleh maestronya oleh senat perguruan tinggi itu memutuskan untuk disetarakan dan itu tidak perlu melalui prosedur seperti yang dilalui oleh dosennya biasa.

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Maksud saya larinya kepada yang Pasal 65 ayat (4) ini pak tentang pendidikan vokasi, pendidikan yang untuk profesi dan vokasi yang memang tujuannya untuk bekerja, baik bekerja di bidang akademik, professional ilmiah atau bekerja di bidang seni dan budaya secara operasional. Nggak tertampung itu kalau departemen yang lain, LPMK dan organisasi profesi, itu nggak tertampung.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pasal 65 ayat (4) ini, kerjasama antar institusi ya. Maestro itu memang individual. Dan memang maestro itu kadang-kadang lebih hebat dari doktor, di bidang itu. Nanti saya kira kita cari tempatnya yang pas, sehingga hal-hal yang terkait dengan itu tidak lepas.

(29)

29

Pasal 62 ayat (6), kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 1, untuk setiap jenis dan program pendidikan tinggi disusun berdasarkan kerangka kualifikasi Indonesia, itu pak? Ya, masuk disitu ya. Baik, nanti mungkin di penjelasan lebih dipertegas lagi pak ya. Ketika memberi penjelasan tentang ini, istilah maestro itu kita sebutkan secara eksplisit supaya tidak lepas. Baik, masih ada?

NASRUDIN/FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pasal 72 ketua. Pasal 72 ayat (1), ini kelihatannya belum.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pasal 72 ayat (1), silahkan Pak Nasar.

NASRUDIN/FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pencabutan izin pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (4) dilakukan apabila a. perguruan tinggi tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan pendirian. Ini baru pendirian dan penyelenggaraan perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang saya tanyakan, perguruan tinggi ini sudah berjalan atau dalam proses pendirian? Ini bahasanya masih rancu ini. Kalau kemudian dalam proses pendirian, kalau tidak memenuhi persyaratan, tentu tidak akan dapat rekomendasi pendirian perguruan tinggi, kan mesti begitu? Tetapi kalau kemudian sudah mendapatkan rekomendasi perizinan pendirian perguruan tinggi, apakah ini dalam proses perjalanannya kemudian tidak memenuhi persyaratan? Ini harus jelas ini disini ini.

Kemudian huruf b, terjadi sengketa, sengketa apa ini? Terjadi sengketa antara unit organisasi perguruan tinggi yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak. Itu juga tidak jelas ini ayat ini. Jadi mohon tim perumus ini biar ada kejelasan pada Pasal 72. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, baik. Pasal 72 ini, ini memang mengatur pencabutan izin terhadap perguruan tinggi yang sudah eksisting, sudah punya izin sebenarnya. Di ayat a itu mengatakan, perguruan tinggi tersebut tidak lagi. Tidak lagi, artinya ada degradasi terhadap persyaratan-persyaratan yang diatur dalam pendirian itu. Tadinya dosennya pada keluar karena gajinya rendah, doktor-doktor yang ada disitu pada keluar, sehingga tidak memenuhi syarat lagi sebagai sebuah universitas. Karena doktor, profesornya pada kabur. Kenapa kabur? Nggak dibayar honornya gitu. Kira-kira itu maksudnya Pak Nas ya.

Jadi tidak lagi, tidak lagi memenuhi persyaratan. Artinya sudah eksisting, sudah dapat izin, sudah berjalan sebenarnya, bertahun-tahun. Tapi dalam tahun ke 5 atau tahun ke berapa, kualifikasinya itu turun, karena mungkin masalah manajemen dan lain sebagainya. Antar unit ini, ini mungkin yang perlu diklarifikasi pak. Antar unit internal atau antar unit, internal?

(30)

30 PEMERINTAH

Sebentar pak, nambah sedikit untuk Pak Nas itu. Memang agak perasaan saya juga misalnya, perguruan tinggi tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan pendirian, itu rasanya seperti gimana ya. Tapi akan lain kalau misalnya begini. Tidak memenuhi persyaratan akademis dan administartif misalnya, itu mungkin akan lebih jelas. Persyaratan akademisnya apa? Dosennya pada kabur tadi, dosennya sudah sekian puluh tahun nggak ada yang naik pangkat karena nggak ada fasilitasi misalnya. Itu mungkin secara administrative misalnya ada konflik, ada macam-macam itu, itu pemerintah bisa. Tapi kalau tidak lagi memenuhi persyaratan pendirian, itu kan rasanya agak ini ya. Tapi mohonlah, ini masukan saja. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, ini karena ada dua yang menafsirkan begitu, berarti kalimat ini perlu disempurnakan. Timja aja bingung, apalagi orang lain nanti. Jadi sebaiknya diperbaiki ini Pak Anwar kalimat ini, sehingga apa yang membingungkan tadi bisa lebih dipertegas. Pak Dedi, silahkan.

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Saya kira pada dasarnya kalau dosennya kabur, memang tidak memenuhi syarat lagi untuk universitas itu berdiri. Karena pesyaratan sebelum berdiri itu harus ada kampus tersendiri, perpustakaan, laboratorium, lalu dosen tetap dan sebagainya. Kalau dari persyaratan itu hilang satu saja, berarti dia tidak bersyarat berdiri, sebetulnya kan itu, itu satu.

Yang kedua, saya kira kasus mengenai Trisakti juga harus jadi perhatian kita, agar, internal, akan tetapi itu kan harusnya dirangkum dalam undang-undang ini, supaya tidak terjadi lagi antara yayasan dengan penyelenggara akademis ini.

Kemudian satu hal lagi, mungkin ini banyak fakta di lapangan yang tadi tidak memenuhi syarat itu yang jual beli universitas itu banyak terjadi pak. Artinya bahwa, kalau persyaratan akademis otomatis dia tidak memiliki syarat berdiri gitu loh. Ini kasus-kasus ini yang harus dikritisi oleh kita, agar dimuat dalam undang-undang ini. Ini belum terlihat nampak dalam pasal-pasal ini.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Baik. Ya, Pak Utut, pimpinan, silahkan.

UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Terima kasih ketua. Ada satu hal lagi yang kasusnya relative banyak, yang saya lihat juga belum ada di bagian ke 3 mengenai pendirian perguruan tinggi adalah, banyaknya di daerah-daerah contoh yang bisa saya sebut Universitas Harapan Bangsa di Bima. Dia sudah 5 tahun minta perizinan tidak dikasih. Tapi dia sudah jalan, sudah operasional. Itu sudah 8000 mahasiswanya.

Referensi

Dokumen terkait

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS.

Kebijakan-3 : Mengembangkan Sistem Transportasi Laut Yang Terintegrasi Dengan Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Jalan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW Provinsi Kepulauan

Dari beberapa definisi di atas, terlihat adanya kesamaan pandangan walaupun redaksinya berbeda-beda. Namun pada prinsipnya, mereka sepakat bahwa pembiasaan merupakan

kan sepulu garan dan body) dan ntara jiwa, r yang dapa mengemb rsebut tentu ubuh seseo m kerja yan kan beber at disimpulk am masyar ga kecantik kan dan k egiatan Spa ndasari

Dengan mencermati tayangan video dan kegiatan diskusi, siswa mampu membuat buklet tentang kegiatan manusia yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem dengan benar.!. Berdo’alah

Oleh sebab itu peneliti memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian terhadap pola tingkah laku kehidupan masyrakat Sipirok , yaitu dimana masyarakat di

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi akhir zaman, yang telah mendapatkan mukjizat paling besar dan menjadi pembuka pintu surga, yaitu nabi besar kita Muhammad

Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) rekonstruksi protofonem; (2) rekonstruksi protoetimon; (3) penentuan kata kognat dan tidak kognat atas 200 kosa