• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENI MARLINAWATI/FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

Dalam dokumen BIDANG ARSIP DAN MUSEUM (Halaman 33-36)

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

RENI MARLINAWATI/FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

Terima kasih. saya mengomentari tentang pendidikan jarak jauh. Saya kira di Pasal 31 sudah klear Undang-Undang Sisdiknas. Sekali lagi saya ingin mempertegas, bahwa apapun yang kita bahas tentang RUU Pendidikan Tinggi ini, jangan keluar dari koridor kita, payungnya adalah Undang-Undang Sisdiknas. Jadi Pasal 37 tentang pendidikan jarak jauh, saya kira sudah klear tidak perlu lagi dibahas lebih lanjut, Pasal 31 di Undang-Undang Sisdiknas. Iya diungkapkan disini, penjelasannya Pasal 37 tadi, karena ini kan dalam konteks pendidikan tinggi, maka domainnya juga pendidikan tinggi gitu.

Terus yang Pasal 72. Saya kira kalau kita sampai masuk kepada peran menteri untuk melakukan mediasi, saya kira itu terlalu teknis gitu. Lebih baik menurut saya, bahwa klausul-klausul pada ayat (1) (2) dan (3) ini, dipertegas saja nanti oleh salah satu ayat, dijelaskan dalam peraturan pemerintah. Ini kan kita banyak kejadian, sengketa begini itu. Mulai dari Trisakti, kemudian USU, ada banyaklah dan ini kampus-kampus besar dan ternyata kan ini bukan hanya ranah Diknas saja menyelesaikan ini, ada ranah hukum juga gitu. Artinya menurut saya, dan mediasi.., dan ketika ini menyangkut faktor hukum, wilayah hukum, itu kan sudah bukan lagi domain atau kewenangan Diknas gitu.

Jadi menurut saya, cukuplah bahwa dari keseluruhan ini karena menteri itu adalah penanggungjawab dari prosesi penyelenggaraan perguruan tinggi ini gitu. Jadi dengan demikian, otomatis tanpa dia cantumkan disinipun, memang kewajiban menteri pendidikan nasional, kewajiban menteri maksud saya, saya ralat. Kewajiban menteri untuk melakukan upaya-upaya. Kan gini, kenapa perguruan tinggi ini harus harmonis? Karena dalam supaya dia berkualitas, supaya segala mutu segala macam terjamin, sehingga harus kondusif kan? Ketika tidak kondusif, saya kira otomatis itu menteri turun tangan. Menurut saya, tidak perlu diungkapkan secara detail, nanti takut malah kejebak gitu. Karena yang terjadipun kan seperti itu gitu. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya memang ini ada dua soal yang perlu kita cermati, intervensi atau pembiaran. Saya kira keduanya kita tidak mau. Intervensi, Ibu Reni tadi, ada kesan intervensi. Pak Memed, ada kesan pembiaran. Ini kan dua-duanya merugikan sebenarnya. Jadi saya tidak tahu ini bagaimana mengadopsi itu ya. Tapi menurut saya, signal kepada pemerintah, bahwa itu harus diselesaikan perlu ada.

34

Sekedar mengingatkan saja, bahwa ini bagian tanggungjawab pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di perguruan tinggi.

Tadi Pak Djoko sudah sepakat untuk mencarikan tempat yang pas dan tentu saja kita tidak ingin ayat itu bermakna intervensi, tapi semata-mata untuk menunjukkan peran negara, peran pemerintah, untuk terselenggaranya pendidikan secara baik. Saya kira ini bisa kita pahami. Masih ada yang lain, yang terkait dengan Bab V ini? Ya, Pak Raihan.

H. RAIHAN ISKANDAR, Lc/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Saya pimpinan. Jadi masalah pendirian perguruan tinggi yang realita terjadi di lapangan ini, ketika proses perguruan tinggi sudah memenuhi syarat-syaratnya itu, ada satu proses mungkin karena dari pihak perguruan tinggi ini kurang pendekatan dengan baik dengan pejabat-pejabat yang ada, yang mengurus masalah ini.

Biasanya itu permasalahannya banyak yang selip-selip duluan pimpinan, di Kopertisnya. Kemudian, ini kan ada hal-hal yang menyebabkan akhirnya proses pendirian tinggi yang mereka memang sudah membutuhkan, tertunda. Maksud saya disini perlu ada pembahasan tidak cuma syarat, tapi juga ada konsekuensi dan ketegasan syarat-syarat dipenuhi oleh sebuah pihak. Taruhlah ini swasta, itu tidak diperlambat-lambat begitu. Macam manalah itu kalimatnya itu, supaya ada proses ini berjalan secara baik, syarat profesional gitulah. Saya pikir itu perlu juga ada ketegasan, supaya semua bisa mendapatkan haknya dengan baik.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Saya kira cari tempat nanti. Pak Utut, silahkan.

UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Terima kasih ketua. Memperkuat apa yang disampaikan Pak Raihan. Memang kenyataan d lapangan, izin mendirikan perguruan tinggi itu susahnya setengah mati Pak Djoko. Jadi memang dari undang-undang ini kan semangatnya mempermudah gitu, semangatnya pendidikan tinggi itu bukan hanya milik kaum elitis. Tadi yang disampaikan oleh Pak Anwar Arifin tadi adalah, apabila ada kasus ternyata dosennya kabur semua, penyelesaiannya seperti ayat (3) dari Pasal 72. Tetapi kayak kasus di Bima, mereka menghadap ke saya sudah 5 tahun, namanya Universitas Harapan Bima.

Jadi kalau dia disuruh masuk ke universitas yang lain tentu dia nggak mau, karena ini kebanggan mereka. Mereka ingin maju, sekarang sudah tercatat 8 ribu, sudah bikin kuliah, tapi operasionalnya belum ada. Artinya kan, disini juga harus mempermudah izin pendirian itu. Kita juga sebetulnya ketika mengatur undang-undang ini, jangan terlalu kaku. Tentu ini yang akan jalaninya nanti PPnya. Lagi-lagi kualitas manusia itu bukan dibentuk dari ini. Ini hanya mengatur koridor norma-norma, nanti tentu ujiannya adalah di lapangan, lapangan kehidupan.

35

Yang bapak bisa sampaikan kan hanya standar. Kalau nanti misalnya di universitas yang daerah yang terpencil ada orang hebat, pasti ada, walaupun nanti pada umumnya biasa-biasa saja, kan begitu. Ini kan juga yang menjadi kendala kita di RSBI itu. Semangatnya kita ingin membuat kualitas secara kuantitas juga. Nyatanya kan kendala di lapangan juga segitu banyak. Ini ada dari Balitbang. Ini mudah-mudahan ada satu ayat tambahan. Kalau sudah kejadian, ini gimana jalan keluarnya? Kita tidak ingin kan makin ribut saja.

Kalau orang sudah 8 ribu disuruh dibikin argo kosong lagi kan marah, dibalikin lagi ke nol. Tetapi sebelum itu terjadi, kan pasti ada proses, kan dia nggak ujug-ujug tahu-tahu sampai 8 ribu. Sudah proses diajukan nggak selesai-selesai, ah dia ambil jalan sendiri. Ini yang kedepan harus kita sikapi secara.., kita nggak usah khawatirlah inflasi gelar apa, itu nanti end user yang memakai. Doktor banyak. Doktor Djoko Santoso akan beda sama doktor yang lulusan dari mana. Itu cc akan teruji berbeda. Bapak mungkin cc nya 6.000, yang sana cuma 1.500, kan akan teruji nanti di lapangan. Ini yang prinsip-prinsip umumnya. Terima kasih pak.

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Pimpinan, menambahkan apa yang disampaikan Pak Utut. Saya kira bukan ingin berdebat, akan tetapi fakta di lapangan di daerah Pak Djoko. Ini momentum menurut saya, untuk memperbaiki kondisi ini melalui undang-undang ini. Bahwa pemberian izin tidak perlu dipersulit iya. Tapi nyatanya sekarang, perguruan-perguruan tinggi baik itu sekolah tinggi ataupun apa di daerah itu, itu yang harus kita tekankan adalah tanggungjawab sosial terhadap lulusannya. Ini kan banyak sekali. Mereka yang ngajar juga S1-S1, melahirkan S1 pula. S1 nya kualifiednya juga kualifikasinya juga belum tentu memenuhi syarat. Akan tetapi karena nggak ada orang di daerah, maka dia mengajar disana. Daerah sayalah di Banten pak, begitu banyak perguruan tinggi, tapi ketika ketemu lulusan-lulusannya itu, terkesan tidak memiliki tanggungjawab sosial bahwa dia lulusannya harusnya, ya mungkin gelarnya mohon maaf, dokterandesnya sama, UI juga dokterandes juga ngeluarin. Tapi kan cc nya beda yang Pak Utut katakan.

Saya kira undang-undangnya ini juga harus memiliki fungsi kontrol juga bukan hanya soal bagaimana melarang atau mengizinkan gitu, ini yang terjadi di lapangan. Saya ingin momentum undang-undang ini, itu juga ikut menertibkan itu. Terima kasih pak.

PEMERINTAH

Tambahan sedikit pak, tentang Pak Dedi. Saya rasa mungkin salah satu diantara pemecahannya adalah begini. Jadi, apakah persyaratan itu untuk pendirian perguruan tinggi itu akan berlaku universal seluruh Indonesia, tanpa membedakan Indonesia barat, Indonesia timur, ataukah misalnya kemudian untuk daerah-daerah khusus itu lalu ada perlakuan khusus?

Jadi misalnya kata tadi di Bima misalnya. Mungkin tidak bisa sepenuhnya memenuhi persyaratan sebagaimana di Indonesia barat, karena memang dari sisi SDM mungkin tidak memenuhi seperti itu.

36

Sehingga lalu kemudian ada klausul tambahan. Mungkin itu tidak didalam undang-undang ini, tapi mungkin di peraturan pemerintah.

Jadi ada peraturan pemerintah yang kemudian memberikan dalam tanda petik, kelonggaran tentang untuk mempercepat daerah-daerah khusus misalnya di Indonesia timur. Mungkin salah satu yang bisa dilakukan semacam itu. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, terhadap kasus khusus di Bima ini memang problemnya luar biasa, sebab itu kan menyangkut nasib 8 ribu orang. Itu mungkin salah satu yang bisa dilakukan adalah melakukan pemetaan, dari program-program studi itu yang sudah ada mana kira-kira yang kemudian bisa dalam tanda petik, diberikan izin. Mungkin itu salah satu diantaranya.

Jadi tadi saya nyatakan, mungkin plus minuslah, jadi plus minus. Jadi untuk kasus seperti di Bima itu, mungkin lalu pemecahannya adalah melihat, memetakan ulang tentang mana kira-kira yang bisa diberi izin. Jadi tidak semua diberi izin, tapi mungkin yang mungkin diberi izin diberi izin. Mungkin salah satu diantaranya semacam itu. Terima kasih.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, Pak Djoko silahkan.

Dalam dokumen BIDANG ARSIP DAN MUSEUM (Halaman 33-36)