• Tidak ada hasil yang ditemukan

UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Dalam dokumen BIDANG ARSIP DAN MUSEUM (Halaman 30-33)

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya, ini karena ada dua yang menafsirkan begitu, berarti kalimat ini perlu disempurnakan. Timja aja bingung, apalagi orang lain nanti. Jadi sebaiknya diperbaiki ini Pak Anwar kalimat ini, sehingga apa yang membingungkan tadi bisa lebih dipertegas. Pak Dedi, silahkan.

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Saya kira pada dasarnya kalau dosennya kabur, memang tidak memenuhi syarat lagi untuk universitas itu berdiri. Karena pesyaratan sebelum berdiri itu harus ada kampus tersendiri, perpustakaan, laboratorium, lalu dosen tetap dan sebagainya. Kalau dari persyaratan itu hilang satu saja, berarti dia tidak bersyarat berdiri, sebetulnya kan itu, itu satu.

Yang kedua, saya kira kasus mengenai Trisakti juga harus jadi perhatian kita, agar, internal, akan tetapi itu kan harusnya dirangkum dalam undang-undang ini, supaya tidak terjadi lagi antara yayasan dengan penyelenggara akademis ini.

Kemudian satu hal lagi, mungkin ini banyak fakta di lapangan yang tadi tidak memenuhi syarat itu yang jual beli universitas itu banyak terjadi pak. Artinya bahwa, kalau persyaratan akademis otomatis dia tidak memiliki syarat berdiri gitu loh. Ini kasus-kasus ini yang harus dikritisi oleh kita, agar dimuat dalam undang-undang ini. Ini belum terlihat nampak dalam pasal-pasal ini.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Baik. Ya, Pak Utut, pimpinan, silahkan.

UTUT ADIANTO/WKL.KETUA KOMISI X DPR RI/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Terima kasih ketua. Ada satu hal lagi yang kasusnya relative banyak, yang saya lihat juga belum ada di bagian ke 3 mengenai pendirian perguruan tinggi adalah, banyaknya di daerah-daerah contoh yang bisa saya sebut Universitas Harapan Bangsa di Bima. Dia sudah 5 tahun minta perizinan tidak dikasih. Tapi dia sudah jalan, sudah operasional. Itu sudah 8000 mahasiswanya.

31

Menghadapi hal yang seperti ini bagaimana? Ini saya juga belum melihat disininya jalan keluarnya gimana. Apakah harus dianggap kosong, dibubarin dulu, sementara mereka sudah anu.

Kemudian juga yang perihal kelas jauh. Dahulu kan, ini Pak Djoko juga belum ada solusinya sampai sekarang kelas jauh. Kelas jauh kan jelas-jelas dilarang. Tetapi kalau dilarang, yang sudah terlanjur 2 tahun mau dikemanakan? Ini juga mungkin harus ada disini. Ya, kelas jauh dan jauh sekali dan itu biasanya di daerah. Kan problem utama ini kan masyarakat Indonesia itu kan mainded dengan title, gelar itu sangat penting gitu. Kalau di negara maju kan gelar, lu mau gelar setinggi gunung kalau di test and user kagak bisa, ke laut.

Jadi persyaratannya sangat longgar tentunya. Ini yang justru saya, ini juga saya mohon sekretariat Pak Agus, supaya seksama dan TA. Jangan sampai masukan dari kementerian keuangan itu kita tidak diberi tahu. Itu kan masukan yang sangat fundamental. Karena undang-undang ini juga akan jalan apabila ada pendanaan ujung-ujungnya. Memang kedepan ini juga kita jadi periksa sama juga pak ketua, karena setiap undang-undang itu kan konsekuensinya ke implikasinya ke anggaran. Harusnya kementerian keuangan juga memberi, tolong dek yang dari kementerian keuangan, tolong disampaikan ke Pak Agus Marto, idealnya kemampuan negara dalam mengakomodasi undang-undang berapa? Saya sudah pernah omong ini ke wakil menteri dan pak menteri.

Jadi DPR itu antara lain kinerjanya dipatok dari berapa banyak undang-undang yang dihasilkan. Padahal setiap undang-undang itu ada implikasinya ke anggaran. Contoh, undang-undang yang sudah kita hasilkan Undang-Undang Pramuka, ini mohon izin agak sedikit keluar, tetapi ini saya rasa bagian karena kita satu sama lain ada disini. Undang-Undang Gerakan Pramuka, itu langsung keuangan negara tahun lalu 60 milyar. Bayangin. Ini nanti juga akan ini. Tolong juga kementerian keuangan memberi matriksnya, idealnya sekian saja. Jadi kinerja kita itu memang betul-betul undang-undang yang sangat dibutuhkan saja, bukan sekedar kita membuat undang-undang. Kalau Undang-Undang Pendidikan Tinggi, saya rasa sangat penting.

DEDI S GUMELAR/FRAKSI PDI PERJUANGAN

Pak Utut, info saja ya. Tapi justru Undang-Undang 11 Tahun 2010 keluar, anggaran 10 malah turun.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Sejarah purbakala ya? Baik. Ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan, tadi yang menjadi konsen kita. Yang pertama Pasal 72 ayat (1) tadi. Mungkin tim ahli membantu kita untuk mempertegas kalimat ini, supaya tidak multitafsir ya. Yang kedua soal yang disampaikan Pak Utut tadi, soal perguruan tinggi yang istilahnya sudah kadung, izinnya sebenarnya nggak ada tapi dia jalan terus menerima mahasiswa. Di stop, ini tentu jadi problem. Bisa bakar membakar kan? Ini bagaimana jalan keluarnya? Saya tidak tahu, apakah sudah ada jalan keluar disini, ini perlu kita atur. Kemudian soal kelas jauh tadi dan sangat jauh, itu diatur juga, kayaknya sudah ada itu soal kelas jauh. Pak Anwar, silahkan.

32 PROF. ANWAR ARIFIN/TENAGA AHLI

Ya, klarifikasi pak ya. Jadi, terima kasih pak ketua dan bapak-bapak ibu. Yang pertama dulu kelas jauh itu, ada pada Pasal 37. Jadi semalam ini sudah dilewati. Pasal 37 juga Pak Memed juga mempertanyakan itu.

Jadi Pasal 37 itu terdiri atas 4 ayat pak. Ini sudah terakomodasi, sedangkan sebenarnya maksudnya Pasal 72 itu, ayat a itu yang tidak memenuhi persyaratan pendirian, itu harus dicabut. Sama dengan di Bima tadi itu. Kemudian solusinya adalah, dalam hal perguruan tinggi dicabut, ini ayat (2), dimaksud perguruan tinggi yang bersangkutan bertanggungjawab untuk menjamin penyelesaian masalah dosennya, tenaga kependidikan dan mahasiswanya. Penyelesaian masalah ini dan mahasiswa, itu dikembalikan dosennya misalnya ke tenaga kependidikan yang status pegawai negeri sipil dan pekerjaan kepada instansi induk. Pemenuhan hak mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan. Pemindahan mahasiswa dan dosen ke perguruan tinggi lain yang difasilitasi oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Itu sebenarnya maksudnya itu pak, yang pada Pasal 72 ini.

Oleh karena itu memakai persyaratan pendirian, karena memang judul babnya ini adalah, judulnya ini adalah pendirian perguruan tinggi. Memang kata pendirian ini dua artinya pak. Pendirian bisa berarti pikiran, pendirian yang mendirikan, ini ahli bahasa. Saya pun juga kurang apa namanya, kalau bicara soal pendirian gimana ya. Tapi itu yang dipakai dalam Undang-Undang Sisdiknas Pak Dirjen, kata pendirian itu. Terima kasih pak, ini klarifikasi saja.

H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Pak Memed tadi angkat tangan, silahkan.

MEMED SOSIAWAN/FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Iya, terima kasih pimpinan. Ini untuk yang Pasal 72 ayat (1) b. Saya ingin menanyakan saja, apakah ini tidak terlalu keras. Karena peran mediasi pemerintah belum muncul. Jadi perguruan tinggi yang tidak lagi memenuhi persyaratan, itu jelas ya tidak memenuhi syarat. Tapi begitu terjadi sengketa baik ketika pendirian ketika atau sudah beroperasi, itu apakah tidak sebaiknya muncul peran mediasi pemerintah dahulu, sebelum langsung dia dicabut izinnya? Karena ini kan mendirikan begini pasti sudah beli tanah, masih juga membangun apa-apa begitu. Ini tanpa mediasi, artinya peran pemerintah sebagai fasilitator atau supervisor itu tidak ada. Oh ada sengketa, oh sudah dicabut izinnya, ada ini-ini. Ini gimana ini? Ini kalau PTS sih sederhana ya. Tapi kalau yang perguruan tinggi negeri ini yang mungkin agak lebih rumit kalau terjadi sengketa, harus muncul mediasi, meskipun kalaupun tidak ada muncul mediasi sini, kalau di PTN kan bisa saja intervensi pemerintah itu dilakukan. Terima kasih pimpinan.

33 H. SYAMSUL BACHRI S, M.Si/WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI/ FRAKSI PARTAI GOLKAR

Ya istilahnya Pak Memed ini ya, ini adalah langkah yang paling terakhirlah ya, setelah ada upaya pemerintah membantu. Ini dimana diadopsi itu pak? Ya ditambahkan ya? Jadi pemerintah tidak otoriter juga. Gara-gara berkelahi, kok dibiarkan, tahu-tahunya digebukin lagi.

Jadi saya kira, Pak Djoko tolong dicatat itu, supaya peran pemerintah untuk ikut memediasi ya. Saya kira bagus sekali idenya Pak Memed ini. Cuma perlu dipertegas di pasal ini atau ayat sini, supaya menjadi massage ke pemerintah. Baik, Ibu Reni dulu, karena baru pertama bicara. Silahkan.

Dalam dokumen BIDANG ARSIP DAN MUSEUM (Halaman 30-33)