• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Kerangka Teoritis

3.1.2. Nilai Ekonomi Wisata Alam

31 E =Δ jumlah Biaya Perjalanan (P)Δ Jumlah kunjungan (Q)

Permintaan dikatakan inelastis jika permintaan itu tidak memberikan respon terhadap perubahan harga yang terjadi. Dalam hal ini, jika terjadi perubahan harga (naik atau turun), maka permintaan tetap saja sama dan tidak mengalami perubahan. Berikut beberapa jenis elastis menurut Yoeti (2008) :

a. Inelastis sempurna

Permintaan dimana kuantitas yang diminta sama sekali tidak memberikan tanggapan terhadap perubahan harga (nilai elastis = 0) b. Inelatis

Permintaan yang memberikan sedikit saja tanggapan terhadap perubahan harga. Permintaan yang inelastis selalu memiliki nilai numeri antara 0 dan 1

c. Elastisitas Uniter

Hubungan permintaan dimana persentase perubahan kuantitas produk yang diminta adalah sebesar persentase perubahan harga, dalam nilai absolutnya elastisitas permintaan sebesar 1.

d. Elastis

Hubungan permintaan dimana persentase perubahan kuantitas yang diminta lebih besar dalam nilai absolut dibandingkan persentase perubahan harga (elastisitas permintaan dengan nilai absolut yang lebih besar dari 1 atau nilai elastis >1<∞)

e. Elastisitas permintaan sempurna

Permintaan dimana kuantitasnya jatuh ke nol jika terjadi sedikit perubahan harga.

3.1.2 Nilai Ekonomi Wisata Alam

Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya (Fauzi, 2006). Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan

32

mengukur nilai moneter barang dan jasa. Sebagai contoh, jika ekosistem pantai mengalami kerusakan akibat polusi, nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya atau mendekati aslinya.

Nilai ekonomi wisata alam merupakan bagian dari nilai guna langsung dan untuk memperoleh nilai wisata pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

Travel Cost Method (TCM) dari sisi permintaan untuk mengetahui surplus

konsumen dan manfaat ekonomi dari sisi penawaran.

a. Travel Cost Method (TCM)

Menurut Fauzi (2006), Travel Cost Method (TCM) barangkali dapat dikatakan sebagai metode yang tertua untuk pengukuran nilai ekonomi tidak langsung. Lebih lanjut menurut Fauzi (2006), metode ini diturunkan dari pemikiran yang dikembangkan oleh Hotelling pada tahun 1931, yang kemudian secar formal diperkenalkan oleh Wood dan Trice (1958) serta Clawson dan Knetsch (1996). Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation), seperti memancing, berburu, hiking, dan sebagainya. Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat rekreasi.

Metode travel cost ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat :

• Perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi. • Penambahan tempat rekreasi baru.

• Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi. • Penutupan tempat rekreasi yang ada.

Pada dasarnya, prinsip kerja TCM cukup sederhana. Misalnya, kita ingin mengetahui nilai sumberdaya alam yang atraktif untuk rekreasi (misalnya pantai) yang terletak dalam suatu radius tertentu. Tujuan dasar TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumberdaya alam ini melalui pendekatan proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya tersebut. Asumsi mendasar yang digunakan pada pendekatan TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktivitas, misalnya rekreasi,

33 bersifat dapat dipisahkan. Artinya, fungsi permintaan kegiatan rekreasi seperti memancing tersebut tidak dipengaruhi oleh permintaan kegiatan rileks lainnya, seperti menonton TV, belanja, dan lain-lain.

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM ini, yaitu :

• Pendekatan sederhana melalui zonasi, dan

• Pendekatan individual TCM dengan menggunakan data sebagian besar dari survei.

Pendekatan TCM melalui zonasi adalah pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden pada saat survei. Dalam teknik ini, tempat rekreasi dibagi ke dalam beberapa zona kunjungan dan diperlukan data jumlah pengunjung per tahun. Dari sini kemudian diperoleh data jumlah kunjungan per 1.000 penduduk. Dengan memperoleh data ini dan data jarak, waktu perjalanan, serta biaya setiap perjalanan per satuan jarak (per km), akan diperoleh biaya perjalanan secara keseluruhan dan kurva permintaan untuk kunjungan ke tempat wisata.

Metodologi pendekatan individual TCM secara prinsip sama dengan sistem zonasi, namun pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh malaui survei dan teknik statistika yang bersifat kompleks. Kelebihan dari metode ini adalah hasil yang relatif lebih akurat dari pada metode zonasi.

Dalam melakukan valuasi dengan metode TCM, ada dua tahap kritis yang harus dilakukan. Pertama, menentukan perilaku model itu sendiri, dan kedua, menentukan pilihan lokasi. Perhatian pertama menyangkut apakah TCM yang dibangun harus ditentukan dulu fungsi preferensinya secara hipotesis, kemudian membangun model perilakunya, atau apakah langsung membangun model perilaku. Perhatian yang kedua menyangkut apakah kita harus melakukan pemodelan untuk semua atau beberapa tempat sebagai suatu model.

Dalam menentukan fungsi permintaan untuk kunjungan ke tempat wisata, pendekatan individual TCM menggunakan teknik ekonometrik seperti regresi sederhana (OLS). Hipotesis yang dibangun adalah bahwa kunjungan ke tempat

34

wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan dan diasumsikan berkorelasi negatif, sehingga diperoleh kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif.

Secara sederhana fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut : Qij = f (Cij, J, M, A, P, E, P1ij, P2ij, P3ij) ………. (1) Di mana :

Qij = Jumlah kunjungan individu i ke tempat j

Cij = Biaya perjalanan yang dikeluarkan individu i ke tempat j J = Jarak

M = Pendapatan A = Umur individu P = Pekerjaan

E = Tingkat pendidikan

P1 = Persepsi individu i terhadap kondisi fisik tempat j

P2 = Persepsi inividu i terhadap pemandangan alam di tempat j P3 = Persepsi responden i terhadap keamanan di tempat j

Selanjutnya agar lebih operasional, maka persamaan (1) di atas dibuat dalam fungsi logaritma yaitu :

LnQ = α0 + α1lnc ……….. (2) atau

Q = α0cα1……… (3)

Setelah mengetahui fungsi permintaan, selanjutnya dapat diukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi. Surplus konsumen tersebut merupakan luas wilayah di bawah kurva permintaan yang dibatasi oleh biaya perjalanan tertinggi (c1) pada batas atas dan biaya perjalanan terendah (c0) pada batas bawah, sehingga surplus konsumen diukur melalui formula :

𝑊𝑇𝑃 ≈ 𝐶𝑆 = ∫ 𝑄(𝑐)𝑑𝑐𝑐1

𝑐0 ……….. (4)

dimana :

c1 =jumlah biaya tertinggi c0 = jumlah biaya terendah

35 b. Manfaat Ekonomi

Menurut Tisdell (1996), Salah satu tujuan untuk pengembangan potensi ekowisata adalah karena memberikan manfaat ekonomi terhadap pendapatan dan tenaga kerja yang melindungi alam. Beberapa manfaat sosial-ekonomi dari pengembangan ekowisata, antara lain :

• Menciptakan lapangan kerja langsung dalam pariwisata dan pengelolaan aset wisata;

• Meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dari aktivitas ekowisata seperti hotel, restoran, penjualan souvenir, agen perjalanan dan sebagainya;

• Membantu memperoleh valuta asing dari para wisatawan asing;

• Mengembangkan sistem transportasi dan komunikasi, seperti bandara dan infrastruktur transportasi lainnya;

• Meningkatkan permintaan terhadap produk lokal;

• Sebagai sarana pendukung untuk melindungi budaya lokal;

• Sebagai fasilitasi untuk belajar antar budaya dan komunikasi global.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kekuatan dampak ekonomi, antara lain:

1. Kondisi fasilitas utama dan atraksinya; 2. Volume & intensitas pengeluaran;

3. Tingkat pembangunan ekonomi pada suatu daerah tujuan wisata; 4. Ukuran economic base suatu daerah tujuan wisata;

5. Tingkat perputaran kembali dari pengeluaran wisatawan pada daerah tujuan wisata;

6. Tingkat penyesuaian daerah tujuan wisata terhadap permintaan wisatawan yang musiman.

Ada 3 (tiga) dampak ekonomi dari kegiatan wisata yaitu dampak langsung, dampak tidak langsung dan dampak induced. Dampak ekonomi langsung diperoleh dari aliran pengeluaran wisatawan untuk perekonomian lokal (penyediaan produk & jasa pada “front-line” bisnis), sedangkan dampak tidak langsung merupakan manfaat lanjutan dari penerima dampak langsung.