• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. ANALISIS WISATA ALAM BERKELANJUTAN

7.2. Wisata Alam Berkelanjutan di TWA Gunung Meja

Wisata alam berkelanjutan yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah kegiatan wisata yang dikembangkan bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, sesuai dengan kearifan lokal masyarakat serta berkontribusi pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai sejarah yang tinggi.

7.2.1. Analisis Ekonomi

Berdasarkan identifikasi pasar ekowisata, TWA Gunung Meja menawarkan keindahan, potensi hayati dan non hayati serta didukung oleh aksesibilitas dan akomodasi yang mudah. Selain itu kegiatan wisata alam yang menarik dilakukan dan dapat dikembangkan di kawasan ini adalah hiking, camping, caving, photo

hunting, penelitian/pendidikan, pengamatan flora dan fauna serta kunjungan ke

situs bersejarah.

Analisis ekonomi yang dilakukan berupa analisis pasar, perhitungan nilai ekonomi wisata alam dan nilai pengembangan wisata alam, maka diperoleh nilai ekonomi wisata alam TWA Gunung Meja saat ini adalah sebesar Rp. 592.154.197,- per tahun dan nilai pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja adalah Rp. 271.940.375,- yaitu besarnya nilai atau sejumlah uang yang bersedia dibayarkan oleh wisatawan dan masyarakat untuk membiayai pengembangan wisata alam ke depan. Sedangkan nilai bukan wisata yaitu dari pemanfaatan hasil alam dalam kawasan TWA Gunung Meja adalah sebesar Rp. 692.225.000,- per tahun.

Terlihat bahwa nilai ekonomi non wisata masih lebih besar dari nilai ekonomi wisata di TWA Gunung Meja, meskipun pemanfaatan hasil alam tersebut bersifat ilegal karena TWA Gunung Meja merupakan kawasan konservasi yang dilindungi, namun karena desakan ekonomi dari masyarakat sekitar kawasan menyebabkan kegiatan tersebut masih terus berlangsung. Hal ini menunjukkan

123 bahwa manfaat dari kegiatan wisata belum mampu menjadi alternatif ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan, sehingga masyarakat masih memilih untuk memanfaatkan hasil alam. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya upaya yang serius dari stakeholder untuk mengembangkan TWA Gunung Meja sebagai kawasan wisata alam berkelanjutan yang nantinya akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar dibanding dengan pemanfaatan hasil alam dalam kawasan lindung, sehingga dapat menekan interaksi atau pelanggaran dalam kawasan.

Pengembangan wisata alam ke depan untuk kawasan ini pada akhirnya akan menjadi alternatif utama dalam membantu perekonomian masyarakat di sekitar kawasan, karena dengan adanya kegiatan wisata alam yang berkembang di kawasan ini akan meningkatkan penerimaan masyarakat melalui pengeluaran wisatawan yang pada akhirnya juga akan memberikan multiplier effect bagi pelaku usaha lainnya, termasuk memberikan kontribusi bagi penerimaan daerah. Selain itu juga terlihat bahwa masyarakat sangat mendukung program tersebut dan bersedia menyumbangkan sejumlah uang bagi pengembangan wisata alam.

7.2.2. Analisis Sosial

a. Kearifan Lokal Masyarakat

Kawasan Gunung Meja berdasarkan filosofi budaya masyarakat Arfak, yaitu kelompok Suku Hatam dan Suku Sough yang bermukim di sekitar kawasan, memandang Hutan Gunung Meja sebagai AYAMFOS yang artinya Dapur Hidup. Ayamfos yang berarti Hutan Gunung Meja baik berupa tanah, air dan hutan yang terkandung dalam kawasan adalah sumber penghidupan masyarakat yang perlu dijaga, dilindungi dan dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat dalam kehidupannya. Hutan Gunung Meja “AYAMFOS” berfungsi sebagai tempat berkebun, sumber protein nabati dan hewani dalam pemenuhan kehidupan masyarakat sehari-hari, sumber air bersih bagi kehidupan masyarakat, tempat melakukan usaha-usaha ekonomi pertanian dan juga situs budaya “tanah larangan/tempat pamali” bagi masyarakat.

Masyarakat yang bermukim di wilayah pemukiman Ayambori dan Fanindi sudah sangat paham dan sadar akan pentingnya Hutan Gunung Meja sebagai sumber mata air bagi kehidupannya. Berdasarkan filosofi budaya pada sumber

124

mata air, terutama daerah hulu merupakan “tanah larangan/tempat pamali” yang tidak boleh dimasuki oleh masyarakat.

Perkembangan jaman dan juga kebutuhan lahan pertanian mayarakat urban di sekitar wilayah perkotaan menyebabkan kawasan ini telah diarambah, sehingga filosofi budaya Hutan Gunung Meja tetlah terpolarisasi. Tanah larangan yang tidak boleh diggangu telah dimasuki oleh masyarakat luar, penebangan dan pemanfaatan lahan secara berlebihan dilakukan secara besar-besaran. Hutan Gunung Meja sebagai Ayamfos mulai tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila upaya penyelamatan kawasan tidak dilakukan dengan baik, maka Hutan Gunung Meja tidak akan menjadi AYAMFOS. Hutan Gunung Meja tidak akan lagi memberikan penghidupan berupa sumber air dan hasil hutannya kepada masyarakat.

Sejak dijadikannya Gunung Meja sebagai kawasan konservasi dan pemberian kompensasi hak ulayat kepada masyarakat pemilik ulayat dalam TWA Gunung Meja sebesar Rp. 4,6 milyar pada tahun anggara 2000/2001 dan 2001/2002, maka kegiatan seperti perladangan, perkebunan dalam kawasan dan pemanfaatan hasil hutan dilarang Gunung Meja, sehingga secara langsung Gunung Meja hanya menjadi sumber mata air bagi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan dan masyarakat Kota Manokwari pada umumnya. Namun hingga kini masih ada masyarakat yang memandang kawasan ini sebagai milik ulayat mereka, sehingga mereka masih memanfaatkan sumberdaya secara tidak lestari serta membangun lahan perladangan atau kebun dalam kawasan ini.

b. Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Wisata Alam di TWA Gunung Meja

Masyarakat sekitar TWA Gunung Meja memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap fungsi TWA Gunung Meja sebagai objek wisata wisata alam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 120 responden, 100% menyatakan bahwa mereka mengetahui fungsi TWA sebagai tempat wisata alam. Selain TWA Gunung Meja sebagai daerah wisata alam, masyarakat pun memiliki pemahaman terhadap manfaat lain dari TWA Gunung Meja yaitu sebagai sumber air, paru-paru kota, habitat flora dan fauna serta tempat penelitian.

125 Pengetahuan masyarakat terhadap fungsi TWA Gunung Meja selengkapnya disajikan pada gambar berikut.

Gambar 17. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Fungsi TWA Gunung Meja

Berdasarkan Gambar 17 di atas, terlihat bahwa seluruh responden mengetahui fungsi TWA Gunung Meja sebagai tempat wisata dan sumber air. Selanjutnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi TWA Gunung Meja berikutnya adalah sebagai paru-paru kota, diikuti dengan pengetahuan TWA Gunung Meja sebagai habitat flora dan fauna serta menjadi TWA Gunung Meja sebagai penelitian oleh Perguruan Tinggi dan Badan Penelitian Kehutanan.

Masyarakat sangat mendukung program pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja. Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan, dimana seluruh responden (100%) setuju dengan program pengembangan wisata alam dan bersedia terlibat dalam kegiatan ini ditandai dengan kesediaan membayar (WTP) terhadap pengembangan wisata alam. Ada beberapa alasan sehingga masyarakat mendukung program pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja yang terlihat jelas pada tabel berikut.

Tabel 28. Persepsi Masyarakat Terhadap Program Pengembangan Wisata Alam di TWA Gunung Meja

Alasan Jumlah %

Pemandangan yang Indah 105 87.50

Situs Bersejarah 100 83.33

Meningkatkan ekonomi masyarakat pada waktu yang akan

datang 87 72.50

Keanekaragaman Hayati 63 52.50

Udara yang segar 40 33.33

Sumber : Data diolah (2011)

0 20 40 60 80 100 120 Sumber Air Tempat Wisata Paru-paru Kota Habitat Flora dan Fauna Tempat Penelitian

126

Tabel 28 di atas menunjukkan bahwa alasan terbesar masyarakat yaitu sebesar 87,50 persen mendukung program kegiatan wisata alam karena dari TWA Gunung Meja pengunjung dapat menikmati panorama yang indah, 83,33 persen responden masyarakat setuju karena terdapat situs bersejarah dalam kawasan, 72,50 persen responden masyarakat setuju karena dengan adanya pengembangan wisata alam nantinya mampu meningkatkan ekonomi masyarakat, 52,50 persen responden masyarakat menyatakan setuju karena terdapat keanekaragaman hayati dalam kawasan serta 33,33 persen responden masyarakat menyatakan setuju karena TWA Gunung Meja merupakan lokasi di tengah Kota Manokwari yang udaranya masih segar.

Persepsi positif masyarakat serta peran aktif masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja. Hal ini dibutuhkan melalui beberapa proses seperti :

Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat;

Melibatkan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi;

Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata;

Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat; dan

Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.

Saat ini keterlibatan langsung masyarakat dalam kegiatan wisata alam memang masih sangat kecil, tapi keinginan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pengembangan wisata alam ke depan cukup besar. Hal ini terlihat dari kesediaan mereka untuk terlibat dalam pembiayaan pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja dan kesediaan mereka untuk terlibat langsung dalam kegiatan pengembangan wisata alam seperti pembuatan dan penjualan alat kerajinan, memandu wisatawan, turut menjaga kebersihan dan keamanan.

127 7.2.3. Analisis Lingkungan

Pembangunan suatu kawasan termasuk pengembangan wiswata alam harus memperhatikan daya dukung lingkungan, dimana pengembangan kegiatan wisata alam tidak boleh melampaui ambang batas daya dukung lingkungan. Karena itu, dalam pengembangan TWA Gunung Meja sebagai kawasan wisata alam dengan kegiatannya perlu dilakukan analisis lingkungan yakni berapa banyak jumlah maksimum wisatawan yang dapat menggunakan tempat atau destinasi tersebut tanpa mengubah keadaan fisik atau menurunkan mutu lingkungan sekitarnya, karena aktivitas wisata.

Kegiatan wisata alam yang sesuai dan dapat dikembangkan di TWA Gunung Meja adalah kegiatan wisata alam, wisata ilmiah dan wisata pendidikan. Adapun penggunaan lahan sesuai dengan zonasi untuk kegiatan wisata tersebut secara lengkap disajikan pada tabel berikut.

Tabel 29. Kegiatan Wisata yang Dikembangkan di TWA Gunung Meja

Jenis Wisata Bentuk Kegiatan Lokasi

Wisata Alam Hiking Camping* Caving Photo Hunting Keliling Kawasan Camping Ground Goa Seluruh Kawasan Wisata Ilmiah Penelitian

Studi Banding Studi Tour

Seluruh Kawasan

Wisata Pendidikan Pengamatan dan Pengenalan Flora dan Fauna

Kunjungan ke Situs Bersejarah

Seluruh Kawasan Tugu Jepang Sumber : RPJP TWA Gunung Meja 2008-2028

Keterangan : * masih dalam rencana pengembangan

Dalam kaitannya dengan kegiatan wisata, maka daya dukung lingkungan harus dikaitkan dengan jumlah maksimum wisatawan yang dapat menggunakan tempat atau destinasi tersebut tanpa mengubah keadaan fisik atau menurunkan mutu lingkungan sekitarnya, karena aktivitas wisata. Berdasarkan Libosada (1998), daya dukung lingkungan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

128

Daya tampung wisatawan per hari = CC X koefisien rotasi

Dimana koefisien rotasinya dapat dirumuskan sebagai berikut : 𝐊𝐨𝐞𝐟𝐢𝐬𝐢𝐞𝐧𝐑𝐨𝐭𝐚𝐬𝐢 =Jumlah jam area terbuka untuk wisatawanrata − rata waktu satu kunjungan

Adapun rata-rata kebutuhan area per individu disesuaikan dengan peruntukkan tiap kawasan sesuai aktivitas wisata di dalam kawasan. Lebih jelas rata-rata kebutuhan area per individu, luas area yang digunakan, jumlah jam kunjungan serta rata-rata waktu satu kunjungan berdasarkan bentuk kegiatan wisata disajikan pada tabel berikut.

Tabel 30. Rata-Rata Kebutuhan Area Per Individu, Luas Area Yang Digunakan, Jumlah Jam Kunjungan Serta Rata-Rata Waktu Satu Kunjungan

Kegiatan Wisata Rata-rata Kebutuhan Area/Individu (m²/org) Luas Area (m²) Jumlah Jam Kunjungan Rata-rata waktu satu Kunjungan Hiking Camping Caving Photo Hunting 50 500 30 20 7.000 100.000 500 1.107.740 12 24 24 6 6 24 4 2 Penelitian, Studi

Banding atau Studi Tour 500 1.107.740 12 4

Pengamatan dan Pengenalan Flora dan Fauna Kunjungan ke Situs Bersejarah 5.000 20 1.086.740 900 12 12 4 2

Sumber : Data diolah (2011)

Rata-rata kebutuhan area per individu serta jumlah kunjungan yang digunakan pada tabel di atas adalah rata-rata kebutuhan area per individu serta jumlah kunjungan yang ideal atau merupakan standar untuk masing-masing kegiatan wisata berdasarkan Libosada, 1998. Sedangkan luas area yang digunakan diperoleh dari pembagian zonasi berdasarkan RPJP TWA Gunung Meja 2009-2028, sementara untuk rata-rata waktu satu kali kunjungan diperoleh dari hasil survei terhadap wisatawan.

Berdasarkan rata-rata kebutuhan area per individu, luas area yang digunakan, jumlah jam kunjungan serta rata-rata waktu satu kunjungan berdasarkan bentuk kegiatan wisata di TWA Gunung Meja seperti pada Tabel 32,

129 maka dapat dihitung Daya dukung lingkungan (Carrying Capacity), koefisien rotasinya serta daya tampung wisatawan per hari. Hasil perhitungan tersebut secara rinci disajikan pada tabel berikut.

Tabel 31. Daya Dukung Lingkungan, Koefisein Rotasi dan Daya Tampung Wisatawan, Jumlah Pengunjung dan Rasio

Kegiatan Wisata (orang) DDL Koefisein Rotasi

Daya Tampung Wisatawan/ Hari Jumlah Pengunjung Maksimal Rasio Hiking Camping Caving Photo Hunting 140 333 17 55.387 2 1 6 3 280 100 102 166.161 80 - 8 6 4:1 - 13:1 27.964:1 Penelitian, Studi Banding

atau Studi Tour 2.215 3 6.646 60 111:1

Pengamatan dan Pengenalan Flora dan Fauna Kunjungan ke Situs Bersejarah 217 45 3 6 652 270 10 8 82:1 27:1 Total 58.092 174.211 172

Sumber : Data diolah (2011)

Tabel 33 di atas menjelaskan bahwa jumlah maksimum wisatawan yang dapat menggunakan TWA Gunung Meja dalam sekali kunjungan tanpa mengubah keadaan fisik atau menurunkan mutu lingkungan sekitarnyaadalah 58.092 orang per kunjungan untuk masing-masing kegiatan wisata seperti Hiking sebanyak 140 orang, Camping sebanyak 333 orang, Caving sebanyak 17 orang, Photo Hunting sebanyak 55.387 orang, penelitian/studi banding sebanyak 2.215 orang, pengamatan flora fauna sebanyak 217 orang serta kunjungan ke situs bersejarah sebanyak 45 orang.

Koefiesien rotasi yaitu jumlah rotasi yang bisa dilakukan oleh wisatawan untuk satu kali kunjungan (hari) berdasarkan jumlah jam yang dibuka bagi kegiatan wisata per rata-rata waktu kunjungan untuk setiap kegiatan wisata berbeda. Koefisien rotasi untuk kegiatan hiking sebanyak 2 kali, Camping sebanyak 1 kali, Caving sebanyak 6 kali, Photo Hunting sebanyak 3 kali, penelitian/studi banding sebanyak 3 kali orang, pengamatan flora fauna sebanyak 3 kali serta kunjungan ke situs bersejarah sebanyak 6 kali.

Adapun daya tampung wisatawan atau jumlah pengunjung yang bisa diakomodasi oleh lingkungan di TWA Gunung Meja tanpa merubah bentang alam

130

adalah 174.211 orang per hari. Daya tampung wisatawan ini diperoleh dari hasil kali antara daya dukung lingkungan dengan koefisien rotasi. Daya tampung wisatawan untuk kegiatan Hiking sebanyak 280 orang, Camping sebanyak 100 orang, Caving sebanyak 102 orang, Photo Hunting sebanyak 166.161 orang, penelitian/studi banding sebanyak 6.646 orang, pengamatan flora fauna sebanyak 652 orang serta kunjungan ke situs bersejarah sebanyak 270 orang.

Sampai saat ini kunjungan maksimal ke TWA Gunung Meja untuk masing-masing kegiatan masih under capacity atau jauh di bawah daya tampung wisatawan yaitu sebanyak 172 orang, yang artinya untuk jumlah kunjungan untuk setiap kegiatan wisata belum mengancam keberadaan lingkungan di TWA Gunung Meja. Hal ini terlihat pada rasio antara daya tampung wisatawan per hari dengan jumlah kunjungan maksimal per hari untuk masing-masing kegiatan wisata, di mana rasio terbesar adalah pada kegiatan wisata Photo Hunting yaitu sebesar 27.964:1, diikuti dengan kegiatan penelitian/studi banding sebesar 111:1, selanjutnya kegiatan pengamatan flora dan fauna sebesar 82:1, dikuti kegiatan kunjunga ke Situs Bersejarah sebesar 27:1, kemudian kegiatan Caving yaitu 27:1, dan rasio terkecil adalah kegiatan Hiking yaitu 4:1.

Total jumlah wisatawan maksimal yang masih mampu diakomodasi oleh daya dukung lingkungan adalah sebesar 174.211 wisatawan per hari, sedangkan luas area yang bisa digunakan untuk kegiatan ekowisata di TWA Gunung Meja adalah 1.107.740 m2 atau 27.693,5 acre. Jumlah maksimal pengunjung wisatawan TWA Gunung Meja dalam sehari adalah 172 wisatawan. Dengan demikian kemampuan daya dukung TWA Gunung Meja untuk kegiatan wisata alam saat ini adalah 6.440 pengunjung/m2atau 161 pengunjung/acre dalam 1 hari kunjungan. Jika dibandingkan dengan klasifikasi Douglas (1978) terhadap daya dukung lingkungan atau jumlah pengunjung untuk area yang dikelola secara ekstensif bagi wisata alam yaitu 750 orang/acre dalam 1 hari kunjungan, maka kunjungan ke TWA Gunung Meja saat ini yaitu 161 pengunjung/acre juga masih berada di bawah daya dukung lingkungan.

Untuk pengembangan wisata alam pada waktu yang akan datang, perlu kebijakan pembatasan jumlah wisatawan untuk masing-masing kegiatan wisata

131 berdasarkan perhitungan pada Tabel 30 di atas. Jumlah wisatawan tidak boleh melebihi daya tampung wisatawan karena akan menurunkan kualitas lingkungan.

7.2.4. Keterkaitan Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dalam Wisata Alam Berkelanjutan

Wisata alam berkelanjutan adalah kegiatan wisata alam yang memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan untuk kepentingan saat ini dan untuk kepentingan yang akan datang. Keterkaitan antara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja disajikan pada tabel berikut.

Tabel 32. Keterkaitan antara Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dalam Pengembangan Wisata Alam Berkelanjutan di TWA Gunung Meja

Aspek Wisatawan (Demand) Masyarakat dan Alam (Supply) Ekonomi • Pasar Wisata Alam

Menikmati panorama alam, kunjungan situs bersejarah,

hiking, caving, pengamatan flora

fauna dan pendidikan/penelitian. Kecuali Caving, semua kegiatan wisata elastis negatif terhadap perubahan biaya perjalanan, kecuali kegiatan wisata caving yang memiliki elastisitas positif. • Nilai Ekonomi Wisata Alam

Travel Cost Method (TCM) : Rp.

397.268.197,-/tahun.

• Nilai Pengembangan Wisata Alam

Contingent Valuation Method

(CVM) : Rp. 3.733.800,-.

• Pasar Wisata Alam

Estetika, Potensi Hayati : keragaman dan keendemikan flora dan fauna, potensi non hayati : Goa alam dan situs bersejarah, Penunjang : aksesibilitas dan akomodasi

Nilai Ekonomi Wisata Alam : Manfaat Ekonomi : Total manfaat langsung, manfaat tidak langsung Rp. 204.960.000,-/tahun.

• Nilai Pengembangan Wisata Alam

Contingent Valuation Method

(CVM) : Rp. 268.206.575,-. • Manfaat Ekonomi non wisata

Pemanfaatan hasil alam sebesaar Rp. 692.225.000,-/tahun.

Sosial • Konsumsi/belanja terhadap

produk dari masyarakat setempat Dukungan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam. • Kearifan lokal masyarakat :

Gunung Meja sebagai Ayamfos (Dapur Hidup).

Lingkungan • Kegiatan wisata alam saat ini

yang masih under capacity. Interaksi masyarakat dalam kawasan dan pembuangan sampah dalam kawasan.

132

TWA Gunung Meja menawarkan estetika yang indah, potensi hayati dan non hayati serta didukung dengan kemudahan aksesibilitas dan ketersediaan akomodasi sehingga menarik untuk dikunjungi. Adapun kegiatan wisata yang dilakukan oleh wisatawan di TWA Gunung Meja adalah Menikmati panorama alam/photo hunting, kunjungan situs bersejarah, hiking, caving, pengamatan flora fauna dan pendidikan/penelitian. Nilai ekonomi wisata alam TWA Gunung Meja diestimasi melalui pendekatan Travel Cost Method (TCM) untuk mengetahui surplus konsumen dari biaya perjalanan wisatawan ke TWA Gunung Meja dari sisi permintaan dan manfaat ekonomi bagi masyarakat dari kegiatan wisata sebagai nilai ekonomi dari sisi penawaran. Nilai pengembangan wisata alam diestimasi dengan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) untuk mengetahui total kesediaan membayar wisatawan dan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam sebagai jasa lingkungan dari TWA Gunung Meja. Manfaat ekonomi bukan wisata dari kegiatan pemanfaatan hasil alam di TWA Gunung Meja masih lebih besar dari manfaat dari kegiatan wisata meskipun pemanfaatan hasil alam di kawasan ini merupakan pelanggaran. Hal ini mengindikasikan bahwa manfaat ekonomi dari kegiatan wisata alam di TWA Gunung Meja belum dapat menjadi alternatif ekonomi yang menguntungkan masyarakat, sehingga kemungkinan perambahan hasil alam akan terus berlangsung.

Masyarakat sekitar TWA Gunung Meja sangat mendukung pengembangan wisata alam di kawasan ini karena pengetahuan yang baik terhadap fungsi TWA Gunung Meja. Namun, hal penting yang juga harus diperhatikan stakeholder dalam pengembangan wisata alam di kawasan ini melalui Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) TWA Gunung Meja hingga tahun 2028 adalah kearifan lokal masyarakat yang menganggap Gunung Meja sebagai Ayamfos atau dapur hidup, yang menggantungkan kehidupan ekonomi mereka terhadap alam dalam kawasan. Stakeholder harus melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan wisata alam sebagai penerima manfaat langsung dari kegiatan wisata, sehingga meminimalisir perambahan hasil alam di kawasan TWA Gunung Meja.

Kegiatan wisata alam saat ini di TWA Gunung Meja masih under capacity yakni jumlah kunjungan untuk setiap kegiatan di kawasan ini belum melebihi

133 daya dukung lingkungan. Namun, interaksi masyarakat dalam kawasan yang mengancam keberadaan dan estetikan TWA Gunung Meja masih berlangsung yaitu perladangan atau kebun masyarakat, pengambilan kayu bakar, kayu bangunan dan kayu non bangunan, pengambilan top soil dan batu karang serta pembuangan sampah ke dalam kawasan. Karena itu, dalam pengembangan wisata alam yang berkelanjutan, perlu adanya pembatasan jumlah kunjungan yang tidak boleh over capacity dan menindak dengan tegas kegiatan dalam kawasan yang berkontribusi terhadap keberadaan lingkungan.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN