• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Fundamental Modernisme

KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN

A. Modernisme dan Agama

2. Nilai-Nilai Fundamental Modernisme

Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam yang mempunyai nilai-nilai universal yang menyangkut semua manusia. Islam yang berarti sikap pasrah, kepatuhan dan ketundukan kepada Allah SWT merupakan sikap umum yang dimiliki oleh setiap penganutnya. Islam sesuai dengan jiwanya selalu menerima perkembangan, karena Al-Qur`ān itu sendiri merupakan wahyu Allah SWT yang bersifat universal dan up-to-date memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Universalisme Islam tergambar pada prinsip-prinsip nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan modern.

Pemakaian kata modern atau modernisasi selama ini sudah sangat popular, semua kalangan terdidik (intelektual) nampaknya sudah paham dengan peristilahan yang dimaksud. Ungkapan itu terkait dengan makna-makna tertentu yang bisa sama tapi bisa juga berbeda sesuai dengan aksentuasi masalah, tujuan dan asumsi peristilahan yang digunakan terutama dalam pengambilan istilah tersebut. Sedangkan Modern dalam peristilahan Arab dikenal dengan kata Tajdīd yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan pembaharuan. Dalam konteks pemikiran modern dalam Islam, merupakan suatu wacana yang mengawali perubahan mendasar bagi Islam sebagai suatu nilai ajaran dan umatnya sebagai pembuat arus perubahan tersebut.

Pertama kali Islam lahir, manusia telah berada di tepi jurang kehancuran dan tenggelam dalam lumpur keterbelakangan serta kebiadaban yang tidak kenal moral, nilai dan kesopanan. Pelita perang dan petunjuk jalan kemana mereka harus melangkah, secara biadab mereka tinggalkan dan digantikan dengan kepercayaan dalam bentuk ritual yang dipalsukan oleh pemimpin kejāhiliyyahan yang haus akan kekuasaan. Disebutnya zaman kegelapan karena mereka tidak tahu perintah dan larangan, tidak tau kompas sebagai pedoman, kemana harus melangkah, kemana tujuan harus berjalan dan harus berhenti. Kemudian dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

125

Muhammad Wahyuni Nafis dan Rifki Ahmad, Kesaksian Intelektual Cak Nur, (Jakarta: Paramadina,2005), hlm. 202.

semakin majunya zaman munculah pembaharuan-pembaharuan yang terjadi.

Nilai-nilai Fundamental Modernitas Masyarakat Barat memang sangat berhasil mencapai kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan dan membuat mereka menjadi suatu masyarakat modern, bahkan menjadikan zaman mereka sebagai zaman modernitas, namun keberhasilan tersebut berakar dari sistem nilai budaya mereka dan sistem nilai tersebut telah menjadi pondasi kokoh bagi proses modernisasi yang mereka lakukan.

Dengan kata lain, masyarakat Barat memperhatikan bahkan merealisasikan sistem nilai tertentu sebagai basis pembangunan masyarakat. Sistem nilai tersebut telah sukses membawa masyarakat Barat menjadi masyarakat modern. Artinya, sistem nilai budaya masyarakat Barat telah menjadi prasyarat penting bagi kelancaran modernisasi kehidupan masyarakat tersebut. Tanpa keberadaan dan komitmen terhadap sistem nilai budaya tersebut, upaya modernisasi akan kandas tanpa membawa hasil sebagaimana dicita-citakan, yakni menjadi masyarakat modern.

Menurut Manan, paradigma modernisasi mengemukakan model linier pembangunan sebagaimana telah dilalui banyak mesyarakat maju adalah bermula dari pengembangan intelektual dan pengembangan tersebut menghasilkan revolusi ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi. Namun patut disadari bahwa menurut paradigma modernisasi, revolusi tersebut berakar dari sistem nilai budaya mereka.126

Dengan demikian, nilai sosial budaya menjadi faktor pendorong dan pendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada akhirnya menyembulkan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan membawa suatu komunitas menjadi masyarakat modern. Alex Inkeles dan Smith, seperti dikutip Manan, pernah membahas transformasi orang-orang tradisional menjadi orang-orang modern.

Kedua tokoh ini memandang penting perubahan spirit, cara berpikir, merasa dan bertindak dari orang-orang tradisional yang hendak menjadi masyarakat modern. Spirit dan cara berpikir, merasa dan bertindak ini dapat disebut sebagai sistem nilai dan semuanya menjadi syarat penting bagi upaya memodernkan sebuah komunitas.

Dalam hal ini, Inkeles dan Smith127 mengemukakan bahwa sistem nilai ini disebut

126Reinhard Bendix, “Apa Itu Modernisasi”, dalam Modernisasi: Masalah Model

Pembangunan, terj. Mien Joebhaar (et al) (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm. 5.

127

Ernest Gellner, Postmodernism, Reason and Religion, (London-New York: Routledge, 1992), hlm. 312-315.

sebagai kepribadian, dan kepribadian masyarakat modern tersebut adalah: 1. Terbuka terhadap pengalaman dan cara-cara baru;

2. Siap untuk perubahan-perubahan;

3. Sanggup membentuk dan mempunyai pendapat tentang berbagai hal baik di dalam maupun di luar lingkungannya;

4. Sadar akan keragaman sikap dan pendapat di sekitarnya dan sanggup memberi penilaian;

5. Mengetahui dunia luas;

6. Lebih berorientasi kepada masa sekarang dan masa depan; 7. Percaya bahwa manusia mampu mengontrol lingkungannya;

8. Memandang lingkungan alam dan sosial sebagai keadaan-keadaan yang dapat dipergantungi;

9. Menghargai keterampilan teknis dan menyukai pembagian pendapatan yang berdasarkan sumbangan seseorang;

10. Berhasrat memajukan pendidikan dan pekerjaan; 11. Sadar dan menghargai harkat manusia;

12. Mengerti logika keputusan-keputusan.

Sejumlah sosiolog telah melacak pengaruh orientasi nilai sosial budaya masyarakat Barat terhadap kemajuan (modernitas) Eropa. Nilai-nilai tersebut kelak disebut sebagai nilai-nilai fundamental modernitas. Kluckhohn dan Strodtbeck mengembangkan teori nilai sosial budaya.

Kedua tokoh ini mendapati bahwa keberhasilan pembangunan Barat dikarenakan masyarakat Barat berorientasi kepada sejumlah nilai seperti berorientasi kepada masa depan, pandangan bahwa hukum alam bisa diketahui dan dikuasai, pandangan bahwa bekerja dapat menimbulkan kerja yang lebih banyak, pandangan bahwa manusia adalah sama, pandangan bahwa kebudayaan material adalah penting, serta pandangan bahwa kehidupan sebagai sesuatu yang baik.128

Semua pandangan tersebut telah menjadi nilai sosial budaya masyarakat Barat dan orientasi nilai tersebut telah membawa kepada kemajuan bahkan modernitas. Semua pandangan tersebut dapat disebut sebagai nilai-nilai fundamental modernitas. Manan melanjutkan bahwa pandangan Kluckhohn dan Strodtbeck tentang orientasi nilai

128

sosial budaya tersebut memang akan mengarahkan suatu komunitas kepada modernitas, dikarenakan alasan sebagai berikut:

1. Nilai berupa orientasi ke masa depan akan mengarahkan seseorang mempunyai sikap hemat dan mendorong kegemaran menabung. Dalam perspektif ekonomi, tabungan dapat meningkatkan investasi dan kunci kemajuan ekonomi;

2. Nilai berupa keyakinan bahwa hukum alam bisa diketahui dan dikuasai akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas pemenuhan kebutuhan dasariah manusia;

3. Nilai berupa keyakinan bahwa bekerja dapat menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih baik akan mengarahkan kualitas kesejahteraan masyarakat; 4. Nilai berupa keyakinan bahwa semua manusia adalah sama akan mampu

mendorong kepada sikap percaya diri, apresiatif terhadap sesama manusia dan memunculkan institusi politik yang demokratis; Nilai berupa keyakinan bahwa kebudayaan material adalah penting dan normal akan mendorong setiap orang memperolehnya;

5. Nilai berupa keyakinan bahwa hidup adalah sesuatu yang baik dan bermakna akan mendorong setiap orang mengisi hidup dengan karya-karya besar dan bermakna.129

Manan menyebut sejumlah pandangan para sosiolog tentang orientasi nilai masyarakat Barat. T. Parsons, lewat teori pattren variables, ikut menambahkan bahwa masyarakat modern menganut suatu orientasi nilai tertentu yakni mengutamakan penilaian berdasarkan keberhasilan dan prestasi, bukan status.

Max Weber menyatakan bahwa masyarakat modern memiliki nilai-nilai seperti sikap menjunjung tinggi kerajinan, kehematan, ketenangan hati dan kebijaksanaan, bahkan rasionalitas telah dijadikan sebagai jiwa kehidupan ekonomi, teknik, penelitian ilmiah, kemiliteran, hukum dan sistem administrasi.130

Para ahli ini menilai bahwa sejumlah karakter dan nilai tersebut sangat mempengaruhi perubahan sosial masyarakat Eropa, dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Artinya, kemunculan era modern didorong oleh perubahan spirit

129

Ibid., hlm. 132.

130

Max Weber, Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 210.

dan cara berpikir, merasa dan bertindak masyarakat tradisional. Berdasarkan deskripsi para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa modernitas menampung sejumlah nilai fundamental. Pertama, mengutamakan penilaian berdasarkan keberhasilan dan prestasi, bukan status. Kedua, menjunjung tinggi kerajinan, kehematan, ketenangan hati, kebijaksanaan dan rasionalitas. Ketiga, berjiwa wiraswasta. Keempat, berjiwa kreatif, inovatif dan kesanggupan memecahkan masalah dan menggunakannya untuk tujuan ekonomis. Kelima, berkarakter dinamis, mampu merubah diri secara tepat dalam masa perubahan sosial yang cepat, dan mempunyai kapasitas untuk melihat diri sendiri dalam posisi orang lain. Deskripsi tersebut menegaskan bahwa nilai-nilai sosial budaya bisa mendorong kepada kemajuan.

Sejarah melukiskan bahwa capaian-capaian masyarakat Barat mengarahkan mereka kepada suatu kehidupan baru bernama kehidupan modern, dan fenomena ini muncul sebagai akibat dari penerapan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini disebut oleh para ahli sebagai nilai-nilai fundamental modernitas, yakni nilai-nilai yang muncul, tumbuh dan berkembang selama periode modern, sebagai nilai-nilai dasar pendorong kemajuan masyarakat Barat.

Menurut Syahrin Harahap, bahwa modernitas memang menghadapi resistensi dari sebagian umat beragama, akan tetap penyebab resistensi tersebut adalah karena tiga faktor. Pertama, kemunculan sisa limbah dari modernitas berupa sikap westernis, sekularis dan liberalis dan ketiga sikap tersebut dipraktikkan oleh sejumlah modernis dalam sebuah komunitas agama. Kedua, kekhawatiran bahwa modernitas dipandang sebagai modifikasi terhadap agama, sementara sebagian kalangan menilai bahwa ajaran agama telah final dan tidak boleh diperbaharui. Ketiga, adanya kecenderungan sebagian pemikir yang meringan-ringankan agama.131

Padahal, bagi sebagian kalangan bahwa meskipun modernisasi adalah proyek Barat, namun sebuah komunitas akan bisa menjadi modern tanpa harus menjadi seorang westernis, sekularis dan liberalis, dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai fundamental modernitas tersebut dalam kehidupan mereka.

131

Ibid., hlm. 2. Menurut Roland Roberson, era modern ditandai oleh fakta bahwa

masyarakat cenderung mendukung pluralisme agama dan kontrol agama mulai hilang. Bahkan, menurut Luckmann, periode ini juga ditandai oleh kemunduran agama yang berorientasi Gereja, dan menurut Wilson, agama hanya terlibat sedikit dalam masyarakat sekuler-Modern. Lihat Roland Roberson (ed.), Agama: dalam Analisa dan Interpretasi

Konon lagi, nilai-nilai fundamental modernitas tersebut akan mendapat legitimasi dari agama-agama dunia. Kesimpulannya adalah ada kaitan erat antara istilah modern, modernisasi, modernitas, modernis dan modernisme. Istilah modernitas mengacu kepada sebuah periode sejarah, posisi periode ini adalah sesudah pra-modern dan sebelum postmodern.

Periode ini berawal di Eropa ketika terjadi serangkaian perubahan dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya selama abad ke-17. Periode ini muncul sebagai akibat dari upaya modernisasi yang dilakukan oleh masyarakat Eropa. Para pelopor dan pendukung modernisasi ini disebut kaum modernis. Sedangkan segala sikap, komitmen, pandangan, gagasan dan gerakan kaum modernis ini disebut modernisme.

Artinya, kelima istilah ini memiliki hubungan antara istilah satu dengan lainnya. Diakui bahwa fenomena perubahan sosial, budaya dan politik tersebut muncul sebagai akibat kelahiran revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, namun penyebab dasar dari revolusi tersebut adalah adanya perubahan spirit, serta cara berpikir, merasa dan bertindak dalam diri masyarakat Eropa. Orientasi mereka terhadap sejumlah nilai-nilai sosial budaya menjadi pemantik tepat bagi kemunculan revolusi ilmu dan teknologi, bahkan melahirkan sebuah era baru bernama era modern.

Meskipun nilai-nilai tersebut menjadi basis kemunculan revolusi ilmu dan teknologi, namun ketika masyarakat Barat sudah menjadi masyarakat modern, nilai-nilai tersebut tetap melekat dalam dan menjadi kepribadian masyarakat. Nilai-nilai-nilai tersebut antara lain mengutamakan penilaian berdasarkan keberhasilan dan prestasi; menjunjung tinggi kerajinan, kehematan, ketenangan hati, kebijaksanaan, dan rasionalitas; berjiwa wiraswasta; berjiwa kreatif, inovatif dan kesanggupan memecahkan masalah dan menggunakannya untuk tujuan ekonomis; berkarakter dinamis, mampu merubah diri secara tepat dalam masa perubahan sosial yang cepat, dan mempunyai kapasitas untuk melihat diri sendiri dalam posisi orang lain. Akhirnya, nilai-nilai tersebut menjadi nilai-nilai fundamental modernitas.